Proses Dekstruksi Bayam yang segar masing-masing ditimbang sebanyak ± 100 gram Penentuan Batas Deteksi dan batas kuantitasi Uji Perolehan Kembali Recovery

Larutan Amonium tiosianat 8 bv dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 8 g Amonium tiosianat dengan 100 ml air suling Ditjen POM, 1995. 3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang tidak diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang diteliti Sudjana, 2005. 3.6.2 Penyiapan Bahan Sampel yang digunakan adalah Bayam, Bayam merah dan Bayam duri. Masing-masing bayam yang masih segar diambil daunnya tetapi tidak ikut pucuk daunnya, kemudian dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan dianginkan, dirajang dan ditimbang masing-masing daun bayam sebanyak ± 100 g. Kemudian dikeringkan selama 2 hari di udara terbuka.

3.6.3 Proses Dekstruksi Bayam yang segar masing-masing ditimbang sebanyak ± 100 gram

dikeringkan selama 2 hari di udara terbuka, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen, ditambah 10 ml HNO 3 p lalu diarangkan menggunakan hot plate dengan suhu 100 o C, lalu diabukan di tanur mula-mula pada temperature 100 o C dan secara perlahan-lahan dinaikkan interval 25 o C setiap 5 menit sampai temperature menjadi 500 o C dan pengabuan dilakukan selama 36 jam. Setelah itu 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD dibiarkan dingin di dalam desikator. Kemudian abu dilarutkan dalam 10 ml HNO 3 1:1 dan dipanaskan di atas hot plate dengan suhu 100 o C sampai kering, kemudian ditanur pada suhu 500 o C selama 1 jam Helrich, 1990 dengan modifikasi. Bagan alir proses dekstruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 52.

3.6.4 Pembuatan larutan Sampel

Hasil dekstruksi dilarutkan dengan 10 ml HNO 3 1:1 hingga larut sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan kurs porselen dibilas dengan aquabides sebanyak 3 kali. Hasil pembilasan dimasukkan ke dalam labu tentukur. Setelah itu dicukupkan volumenya dengan aquabides hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no. 42 dengan membuang 5 ml larutan pertama hasil penyaringan untuk menjenuhkan kertas saring Helrich, 1990 dengan modifikasi. Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis yang sama dilakukan sebanyak 6 kali untuk masing-masing sampel. Bagan alir proses pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 53. 3.6.5 Analisis kualitatif

3.6.5.1 Reaksi warna dengan Kalium heksasianoferat II 10 bv

Kedalam tabung reaksi dimasukkan 1 ml sampel kemudian ditambahkan 1 tetes kalium heksasianoferat II 10 bv. Jika terdapat besi maka akan terjadi endapan biru tua Svehla, 1979.

3.6.5.2 Reaksi warna dengan Amonium tiosianat 8 bv

8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Kedalam tabung reaksi dimasukkan 1 ml sampel kemudian ditambahkan 1 tetes ammonium tiosianat 8 bv. Jika terdapat besi maka akan terbentuk warna merah tua Svehla, 1979. 3.6.6 Analisis kuantitatif 3.6.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi Larutan baku besi 1000 µgml dipipet sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO 3 1 N, dicukupkan dengan aquabides sampai garis tanda konsentrasi 100 µgml. Larutan untuk kurva kalibrasi besi dibuat dengan memipet 2; 4; 6; 8 dan 10 ml larutan baku 100 µgml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan 10 ml HNO 3 1 N kemudian dicukupkan dengan aquabides sampai garis tanda larutan ini mengandung 2 µgml, 4 µgml, 6 µgml, 8 µgml dan 10 µgml dan diukur pada panjang gelombang 248,3 nm dengan nyala udara-asetilen. 3.6.6.2 Penetapan Kadar Besi dalam Sampel 3.6.6.2.1 Penetapan Kadar Besi dalam Bayam Amaranthus hybridus L. Larutan sampel bayam sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan 2,5 ml larutan HNO 3 1 N dan diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda Faktor pengenceran = 250,5 = 50 kali. Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 248,3 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD

3.6.6.2.2 Penetapan Kadar Besi dalam Bayam merah Amaranthus tricolor

L . Larutan sampel bayam merah sebanyak 1,0 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan 2,5 ml larutan HNO 3 1 N dan diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda Faktor pengenceran = 251,0 = 25 kali. Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 248,3 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.6.6.2.3 Penetapan Kadar Besi dalam Bayam duri Amaranthus spinosus

L. Larutan sampel bayam sebanyak 0,25 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan ditambahkan 2,5 ml larutan HNO 3 1 N dan diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda Faktor pengenceran = 250,25 = 100 kali. Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 248,3 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Kadar besi dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Kadar µgg = � 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Keterangan : C = konsentrasi logam dalam larutan sampel µgml V = volume larutan sampel ml Fp = Faktor pengenceran W = berat sampel g

3.6.7 Penentuan Batas Deteksi dan batas kuantitasi

Menurut Harmita 2004, batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sebaliknya batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Simpangan baku = √  − � − Batas Deteksi LOD = � Batas Kuantitasi LOQ = �

3.6.8 Uji Perolehan Kembali Recovery

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar standard addition method. Dalam metode ini, kadar logam dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel yang sudah ditambahkan larutan standar dengan konsentrasi tertentu, kemudian dihitung berapa jumlah analit yang ditambahkan, diperoleh kembali Ermer dan Miller, 2005. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Sampel yang telah ditimbang ± 100 g dan telah dikeringkan, lalu ditambahkan 10 ml larutan baku besi konsentrasi 1000 µgml, kemudian dilanjutkan dengan prosedur dekstruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Prosedur pengukuran uji perolehan kembali dilakukan sama dengan prosedur penetapan kadar sampel. Menurut Harmita 2004, persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini: Persen Perolehan Kembali = �− � � ∗ � Keterangan : C A = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku mg100g C F = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku mg100g C A = Kadar larutan baku yang ditambahkan mg100g

3.6.9 Simpangan Baku Relatif