Siapa Jurnalis Warga? Pendahuluan
BAB I
12
www.kinerja.or.id
P
engalaman Radio Suara Surabaya FM SS mengenai keikutsertaan masyarakat mengatasi persoalan kejahatan di Surabaya, misalnya perampokan dan pencurian mobil. Dalam
kurun waktu 1994 hingga 2002 melalui siarannya dan juga partisipasi masyarakat, SS berhasil menggagalkan tujuh perampokan mobil. Modusnya para korban pencurian itu biasanya melaporkan
secara langsung di SS bahwa mobil mereka dicuri, sambil memberikan identitas mobil tersebut [4]. Pendengar, khususnya yang sedang mengendarai mobil dan sedang mendengarkan informasi
tersebut langsung memberikan perhatian dan mengamati apakah mereka berpapasan dengan kendaraan yang sedang dicuri tersebut. Biasanya yang melihat mobil tersebut, kemudian
melaporkannya ke SS secara “ live
”, sehingga memudahkan polisi menangkap pencuri tersebut. Peran SS sebagai tempat masyarakat belajar berdemokrasi semakin tampak di tahun 1994 itu,
melalui program “ interactive
”. SS menjadi pelopor dengan memberikan kesempatan masyarakat memberikan pendapat dan informasi secara live di radio melalui telepon. Saat itu juga bersamaan
dengan perkembangan telepon seluler di Indonesia, sehingga masyarakat Surabaya mulai banyak berbicara di radio secara lebih bebas.
Para pengguna telepon seluler juga mulai banyak melaporkan situasi lalu lintas ke SS. Pendengar lainnya melalui telepon di rumah
menelpon untuk memberikan pendapat atau melaporkan hal-hal kritis tentang kota Surabaya. Dalam waktu singkat program ini mendapat
respon luas bukan saja dari masyarakat, tetapi juga dari aparat pemerintah, polisi dan parlemen. Mereka melihat peluang berdialog dan berkomunikasi di radio secara terbuka dan transparan.
F
ransiskus Pehan 33 tahun, tamatan SMP, seorang petani dari dusun II desa Danibao, pulau Adonara, Flores Timur adalah seorang jurnalis warga yang sering mengangkat berbagai
peristiwa dan isu yang terjadi di sekitar desanya. Begitu pula dengan Daud Usman 33 tahun, juga tamatan SMP, nelayan dari dusun III desa
Duwanur, pulau Adonara. Daud biasa mengangkat berbagai peristiwa dan isu yang terjadi di desa seputar pantai Adonara itu.
Panduan - Jurnalisme Warga untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik
13
www.kinerja.or.id
Frans dan Daud biasanya mengangkat berbagai peristiwa yang terjadi atau dilakukan di desa mereka. Dengan bermodalkan pena dan buku catatan mereka memulai ”meliput” ke lapangan.
Jika tidak ada peristiwa, maka mereka akan mengangkat berbagai persoalan yang ada di desa masing-masing, tentu dengan melalui tahapan pencarian berita yang benar sebagaimana mereka
dapatkan dari pelatihan jurnalistik dasar dan lanjutan dari penulis yang didukung OXFAM – AUSAID antara November 2009 hingga Januari 2010: riset sederhana mengenai isu yang akan
diangkat, observasi lapangan yang kuat dan mewawancarai beberapa orang yang berkaitan dengan isu tersebut. Selepas dari lapangan, lalu mereka mulai menuliskan berita mereka dengan
tulisan tangan saja, karena mereka tidak memiliki komputer. Dalam seminggu, rata-rata mereka membuat dua berita. Pada hari Sabtu, hari pasar di pulau
Adonara, saatnya mereka turun ke Waiwadan ibukota kecamatan Adonara Barat untuk membawa hasil pertanian dan laut mereka. Di saat itu pula mereka memberikan berita-berita
mereka kepada editor buletin warga terbitan lokal IBARAT Informasi Bebas Rakyat Adonara Barat dan atau kepada Kepala Siaran atau Produser Radio Publik Lokal RPD, Radio
Pemerintah Daerah yang berada di Larantuka, ibukota kabupaten Flores Timur. Untuk setiap berita mereka yang dimuat di buletin warga maupun disiarkan di RPD Larantuka
mereka tidak menerima imbalan apapun. Namun, mereka mangaku amat senang karena berbagai peristiwa dan persoalan yang terjadi di desa-desa mereka sekarang sudah diangkat
dan dibicarakan publik se-kabupaten, atau setidaknya se-kecamatan. Mereka berharap pula, kiranya berbagai persoalan itu dapat segera dicari jalan keluarnya oleh para penentu kebijakan.
Mereka juga mengaku bahagia, karena pernah ditelepon wartawan dari koran Pos Kupang untuk dimuat di harian terbesar di Nusa Tenggara Timur itu.
Satu kebahagiaan tak terkira lainnya, adalah ketika mereka mendengar suara mereka sendiri di radio atau ketika nama dan asal desa mereka disebut di radio jika berita mereka hanya
dibacakan penyiar RPD Larantuka atau juga ketika membaca nama dan memandang foto mereka terpampang di pojok kanan dari berita mereka yang dimuat di buletin warga IBARAT.
Panduan - Jurnalisme Warga untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik
BAB I
14
D
i Aceh pegunungan, juga ada Hayati 25 tahun, warga Takengon, kabupaten Aceh Tengah. Ia seorang guru honorer PAUD Pendidikan Anak Usia Dini di sebuah desa jauh dari kota
Takengon. Yati, panggilan akrabnya, rutin mengirimkan berita, setidaknya tiga kali seminggu, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan kepada radio Amanda FM Takengon,
khususnya dalam program jurnalisme warga mereka yang didukung IOM dan USAID. Hayati meliput sendiri setiap isu yang akan diliputnya dengan menggunakan alat rekam DVR
digital voice recorder yang dipinjamkan radio Amanda bantuan dari IOM dan USAID. Hayati
selalu berusaha meliput dengan melaksanakan observasi lapangan terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara. Hasil liputan lapangan itu kemudian ia edit hasil rekaman suaranya
dengan menggunakan komputer di editing center
yang ada di wilayah kecamatannya di kecamatan tertentu IOM dan USAID membangun
editing center.