Peran Jurnalis Warga dalam Program
15
Jurnalis Warga diharapkan dapat mengangkat isu-isu terkait hal diatas yang terjadi dan diketahui
di dalam keseharian para Jurnalis Warga sendiri. Itu artinya, program KINERJA membutuhkan
para Jurnalis Warga yang menggeluti, terlibat di dalamnya, memahami atau setidaknya mengetahui
salah satu dari isu di atas, terutama yang ada di sekitar mereka.
Jika pemahaman dasar atas isu sudah cukup dimiliki Jurnalis Warga, maka mereka diberikan
pengetahuan dasar tentang apa yang akan mereka lakukan untuk mengangkat berbagai hal menarik
ataupun yang dirasakan sebagai persoalan yang muncul dari isu tersebut diatas, bagaimana mereka
meliput dan menggali berbagai informasi dan dimana hasil liputan mereka itu akan disampaikan
kepada anggota masyarakat lainnya.
K
isah berikut ini tentang Derwes Jikwa 31 tahun, seorang staf Humas Kabupaten Tolikara di wilayah pegunungan tengah Papua. Pegawai Negeri Sipil ini adalah peserta pelatihan dasar
dan lanjutan “Community Journalism in Papua’s Highlands” 28 Oktober – 3 Desember 2011 serta program mentoring yang diadakan SERASI dan USAID dengan penulis sebagai Lead Trainer-nya.
Tidak perlu menunggu waktu lama bagi sarjana lulusan 2002 ini untuk segera mempraktikkan apa yang didapatnya dari pelatihan jurnalistik dasar mengenai jurnalisme warga itu.
Seminggu setelah pelatihan dasar tersebut, Derwes, selaku jurnalis warga, sudah menghasilkan tiga berita yang berhubungan dengan berbagai isu dan peristiwa yang terjadi di Karubaga,
ibukota kabupaten Tolikara. Ketiga berita itu juga berhubungan dengan kepentingan publik, yaitu mengenai Penutupan APBD Anggaran Pendapatan Belanja Daerah terkait dengan Laporan
Pertanggungjawaban Bupati Tolikara di akhir masa jabatannya, Masyarakat Tolikara menuntut percepatan pelaksanaan Pemilukada dan KPUD Komisi Pemilihan Umum Daerah Tolikara
akhirnya menetapkan jadwal tahapan Pemilukada di daerah itu. Derwes mengirimkan berita-berita tersebut kepada empat media massa di Wamena, Papua via
SMS. Keempat media massa itu adalah Cendrawasih Pos koran harian terbesar di Papua, Sinar Pegunungan koran lokal yang terbit tiga kali seminggu, RRI Wamena radio dengan jangkauan
terluas di pegunungan tengah Papua dan radio VBC – Voice of Baliem Children FM radio komunitas terbesar di Wamena. Tiga media kecuali radio VBC memuat berita yang dikirimnya
itu. Menurut Redaktur Sinar Pegunungan Jan Rico, ketiga berita Derwes sudah memenuhi standar tulisan di korannya dan kaidah-kaidah jurnalistik yang umum berlaku, termasuk elemen dasar
berita: 5W 1H dan kode etik jurnalistik. Bagi Rico, tak sulit mengedit ketiga berita yang dihasilkan Derwes itu karena memang sudah cukup memenuhi syarat-syarat berita yang baik seperti: faktual,
www.kinerja.or.id
Panduan - Jurnalisme Warga untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik
BAB I
16
obyektivitas, balance dan fairness begitupun dengan kalimat demi kalimat dalam setiap berita cukup rapih dan mudah dimengerti.
Bahkan, Jan Rico menambahkan, Bung Derwes sempat menjadi rebutan beberapa media di Wamena untuk dijadikan kontributor mereka. Sebab, mereka berterima kasih dan sangat
diuntungkan dengan berita-berita yang dikirimkannya mengenai isu dan peristiwa yang terjadi di Tolikara yang memang letaknya cukup jauh dari kota Wamena sekitar empat jam lewat
darat dan sulit dijangkau serta harus menggunakan kendaraan mobil double cabin yang biasa dikendarai untuk melalui medan offroad yang berat. Meskipun akhirnya mereka bersepakat untuk
tetap menempatkan Derwes sebagai jurnalis warga yang bebas mengirimkan hasil liputannya ke media massa manapun, dengan begitu mereka juga dapat menerima dan memuat berita-berita
selanjutnya yang dikirim Derwes tanpa mengeluarkan biaya sedikitpun. Sedangkan dari sisi Derwes sendiri dan pihak Humas Tolikara, juga diuntungkan. Derwes
mendapatkan sarana medium untuk mengasah kemampuannya dalam penulisan berita dan Humas Tolikara juga diuntungkan karena tidak lagi harus membiayai transportasi dan akomodasi
jika mereka mengundang wartawan profesional untuk meliput ke Tolikara. Itu tentunya simbiosis mutualistis, kerjasama yang saling menguntungkan.
Setelah terpilih nanti, calon JW akan mendapatkan pelatihan jurnalistik dan pendampingan nanti, para
JW akan mendapatkan berbagai materi mengenai hal-hal tersebut diatas. Secara ringkas proses yang
dapat mereka lakukan adalah dengan melakukan semacam riset sederhana terhadap peristiwa
yang terjadi atau persoalan yang muncul di ketiga isu tersebut. Riset ini dilakukan dengan mencari
referensi bahan bacaan sebagai informasi awal atau latar belakang mengenai mengapa peristiwa itu
terjadi atau akar masalah dari suatu persoalan yang muncul. Tahapan ini dapat menggunakan berbagai
sumber yang mudah didapat, seperti: koran-koran dan majalah terbitan sebelumnya yang pernah
mengangkat peristiwa atau isu-isu tersebut dan yang paling mudah tentunya via internet dengan cukup
mengetikkan kata atau beberapa kata yang hendak kita cari di beberapa mesin pencari data, misalnya:
www.google.com ,
www.yahoo.com atau melalui
www.wikipedia.com . Bila data berupa audio visual
yang kita butuhkan, kita bisa mencarinya di www.
youtube.com .
Pasca proses riset sederhana ini JW lalui, JW selanjutnya dapat langsung terjun meliput ke
lapangan berbekal data awal tadi. Tiba di lapangan,
www.kinerja.or.id
Panduan - Jurnalisme Warga untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik
17
JW harus melakukan observasi lapangan terlebih dahulu sebelum mewawancarai orang-orang yang
berhubungan dengan peristiwa atau persoalan yang akan mereka angkat. Menggunakan kekuatan
pengamatan yang terlatih akan bermanfaat dalam menghasilkan “cerita yang kaya dan penuh
warna”. JW harus memaksimalkan penggunaan indera mereka lihat, dengar, baui dan rasakan
ketika melakukan proses peliputan di lapangan. Dengan pengamatan langsung yang kuat dan
tajam, JW akan mendapatkan banyak data dan fakta tambahan yang kemudian dapat diricek atau
akan JW wawancarai kemudian. Hasil-hasil riset dan observasi tersebut akan memperkuat dan
mempertajam pertanyaan-pertanyaan yang akan mereka ajukan kepada narasumber, sehingga
jawaban yang lebih berkualitas dan kredibel pun besar kemungkinannya akan JW dapatkan.
Setelah ketiga proses itu JW lakukan dengan baik, kini JW tinggal lagi merangkai kata-kata
untuk dijadikan cerita baca: berita yang menarik dengan tetap mempertimbangkan syarat-syarat
berita yang baik, seperti: faktual berdasarkan fakta bukan opini, akurasi informasi dan data-data
yang dimuat dalam berita telah diuji dan JW yakini keakuratannya serta keseimbangan dan keadilan
balance fairness :
berita JW dikatakan balance
jika memberi pandangan dari dua sisi terhadap sebuah peristiwa atau isu
cover both sides .
Berita JW dikatakan adil jika tidak menguntungkan salah satu pihak saja. Berita akan jauh lebih baik
jika JW menerapkan cover all sides,
dengan juga memberikan kesempatan kepada pihak-pihak lain
publik berpendapat sebagai pihak yang seringkali menjadi “obyek penderita” dari sebuah peristiwa
yang terjadi atau kebijakan yang diambil para pemangku kepentingan.
Setelah tuntas menuliskan berita, lantas akan dikemanakan hasil liputan tersebut? Banyak media
yang dapat digunakan. Yang termudah tentunya, media sosial seperti: blog, e-mail, milis
mailing list
, dinding wall
di facebook dan twitter
untuk berita yang lebih singkat dan padat atau dapat
dibuat berseri dengan beberapa twit
. JW juga dapat mengikuti jejak
Bung Derwes Jikwa, Humas
Kabupaten Tolikara di pegunungan tengah Papua itu, dengan mengirimkan SMS kepada beberapa
wartawan dari media mainstream.
Jika berita JW mereka nilai cukup baik dan memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik, tentu mereka
akan dengan senang hati memuat berita yang JW kirimkan itu. Ini sekaligus dapat berfungsi sebagai
noising atau menimbulkan kebisingan dapat
diartikan sebagai menciptakan kepedulian dari wartawan profesional dan media arus utama agar
berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat, khususnya
Menggunakan kekuatan pengamatan
yang terlatih akan bermanfaat dalam
menghasilkan “cerita yang kaya dan penuh
warna”.
www.kinerja.or.id
Panduan - Jurnalisme Warga untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik
BAB I
18
mengenai isu pelayanan publik, akan sering muncul ke permukaan lewat pemberitaan mereka.
Jika sudah begini, tentu JW bisa lebih berharap berbagai persoalan tadi akan segera dicarikan
solusinya oleh para pihak pengambil kebijakan. Hal positif yang diketahui oleh JW juga perlu
diangkat, misalnya saat JW mendapatkan fakta banyak praktik-praktik baik yang telah atau sedang
dilakukan aparatur pemerintahan di lingkungan mereka. Jadi berita atau informasi yang diangkat
tidak harus berupa persoalan atau hal-hal negatif atau kritikan saja, tetapi hal positif atau yang
bersifat apresiasi juga perlu. Selain itu, dengan seringnya JW menulis berita
dan mengirimkannya melalui salah satu media sosial apalagi dengan memanfaatkan konvergensi
media: beberapa media digunakan sekaligus secara bersamaan, maka ini akan menciptakan
noising yang lebih besar kepada masyarakat luas.
Jika ini sudah menjadi pembicaraan opini publik yang terus-menerus, pengalaman membuktikan ini
tentunya akan menarik minat media mainstream
untuk mengangkat isu tersebut dalam pemberitaan mereka. Opini tersebut akan makin menguat
setelah suatu isu yang semula hanya berada di ranah jurnalisme warga kemudian masuk ke media
mainstream yang banyak dibaca diakses publik
media penyiaran maupun cetak dan online
. Misalnya kasus surat elektronik Prita Mulyasari
tentang RS Omni Internasional yang semula beredar di milis kemudian dimuat di
detik.com dan akhirnya menimbulkan kegemparan. Dalam
kaitannya dengan UU Pelayanan Publik UU no. 25 tahun 2009,
Citizen Journalism dalam bentuk
jejaring sosial memiliki peranan penting dalam kasus Prita yakni membantu terwujudnya profesionalisme
dalam layanan publik. Seperti diketahui, kasus Prita terkait dengan masalah profesionalisme tenaga
medis di RS Omni itu [8]
. Untuk bisa mendapatkan JW yang mumpuni dengan
beberapa keterampilan diatas, tentu kita perlu semacam kriteria dalam “penjaringan” calon JW dari
masyarakat di suatu wilayah itu. Seperti apakah kriteria yang diperlukan? Beberapa hal berikut ini,
kiranya dapat menjawabnya.