Salinitas perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai Effendi, 2003. Natan 2008 mendapatkan salinitas perairan hutan
mangrove teluk Ambon bagian dalam yang merupakan habitat kerang lumpur Anadontia edentula berkisar 29.15-
30.08‰. Selanjutnya Efriyeldi 2012 mendapatkan salinitas pada habitat kerang sepetang Pharella acutidens di
ekosistem mangrove Dumai pada rata-rata 20.9- 22.9‰.
Derajat keasaman pH perairan merupakan parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme. Setiap jenis organisme mempunyai
pH optimal, pH optimal untuk kehidupan moluska adalah 6.5-7.5 Russel-Hunter 1983. Nilai pH air yang didapatkan Natan 2008 pada habitat kerang lumpur di
ekosistem mangrove teluk Ambon bagian dalam sebesar 6.24-6.9. Berbeda halnya dengan yang didapatkan Efriyeldi 2012 pH air pada ekosistem mangrove Dumai
yg merupakan habitat dari kerang sepetang sebesar 6.8-7.2, selanjutnya Efriyeldi 2006 menyatakan bahwa pH sedimen pada ekosistem mangrove stasiun kelautan
Dumai adalah 5.0-6.8. Menurut Effendi 2003 sebahagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH 7.0-8.5.
Oksigen merupakan faktor yang berperan penting untuk menunjang kehidupan organisme dalam proses respirasi dan metabolisme sel. Kandungan
oksigen terlarut pada ekosistem mangrove Dumai berkisar antara 4.17-5.38 ppm Efriyeldi, 2012. Menurut Effendi 2003, kadar oksigen terlarut kurang dari 4
mgl mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan bagi hampir semua organisme akuatik.
2.6 Logam Berat
Logam merupakan unsur esensial yang sangat dibutuhkan setiap makhluk hidup, namun beberapa diantaranya dalam kadar tertentu bersifat racun. Di alam,
unsur ini biasanya terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi terikat dengan zat padat serta terdapat sebagai bentuk ion Ernawaty, 2010. Banyak jenis logam
berat yang sering ditemukan terakumulasi pada ekosistem mangrove, seperti air raksa Hg, Timbal Pb, Kadmium Cd, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Arisandi et al., 2012 melaporkan tentang akumulasi logam berat jenis timbal Pb pada sedimen dikawasan hutan mangrove Kebon Agung Surabaya
sebesar 13.157 ppm, nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang diperoleh Ernawaty 2010 sebesar 0.0403-0.478 ppm pada sedimen muara sungai
Asahan. Tugiyono 2007 mencatat kandungan logam berat Pb pada sedimen di kawasan Teluk Lampung berkisar antara 0.009-0.0036 ppm.
Kusumawaty 2009 mendapatkan kandungan logam berat raksa, timbal, dan cadmium pada sedimen di kawasan hutan mangrove desa Kepetingan
Sidoarjo berturut-turut sebesar 0.01 mgkg, 15-64 mgkg, dan 0.05 mgkg. Jalaludin Ambeng 2005, mendapatkan kandungan logam berat timbal dan
kadmium pada kerang Anadara granosa yang hidup disekitar gusung tanjung bunga Makassar, masing-masing 5.337 mgkg dan 22.876 mgkg.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2014, yang menjadi lokasi penelitian adalah kawasan hutan mangrove Belawan Sicanang. Lokasi
dibedakan menjadi tiga stasiun, dimana penentuan stasiun dilakukan berdasarkan jenis vegetasi mangrove. Stasiun I terletak pada 3
o
44’ 17,1” LU dan 98
o
39 ’ 3,04”
BT, hutan mangrove dengan vegetasi Nipah Nypa fruticans, Stasiun II berada 3
o
45’ 7,6” LU dan 98
o
38’ 17,6” BT hutan mangrove dengan vegetasi berembang Soneratia caseolaris, Stasiun III terletak pada 3
o
45’ 27,8” LU dan 98
o
38’ 14,3” BT hutan mangrove dengan vegetasi heterogen. Lokasi penelitian ditentukan
melalui pengamatan pada saat penelitian pendahuluan. Peta lokasi penelitian seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian
Universitas Sumatera Utara
3.2 Deskripsi lokasi penelitian