Struktur komunitas mangrove PENDAHULUAN

Indeks distribusi yang berkelompok diduga disebabkan kijing G.virens memilih tempat hidup pada habitat yang paling sesuai baik faktor fisik kimia maupun tersedianya nutrisi di dasar perairan. Odum 1993 menyatakan bahwa pola sebaran mengelompok adalah bentuk yang paling umum terjadi di alam. Tidak adanya kompetisi antar individu dalam populasi kijing diduga menyebabkan pola penyebaran yang mengelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum 1993 sebaran mengelompok disebabkan oleh individu dalam populasi saling melindungi. Sebaran mengelompok juga dapat terjadi karena proses reproduksi, selain itu mengelompoknya individu pada populasi merupakan strategi dalam menanggapi perubahan cuaca dan musim, serta perubahan habitat Odum, 1993; Soetjipta, 1993. Pada stasiun I dan II didapat pola sebaran seragam dengan nilai Id 1. Pola yang sama juga didapat oleh Irwani Suryono 2006 pada kerang totok Geloina sp di Segara anakan Cilacap. Perbedaan pola sebaran ini diduga disebabkan oleh karakter lingkungan dan ketersediaan makanan yang terbatas sehingga menyebabkan kompetisi antar individu dalam mendapatkan ruang yang sama. Pola sebaran merataseragam ini menurut Odum 1993 terjadi karena adanya persaingan individu sehingga mendorong pembagian ruang secara merata. Effendie 1978 yang menyatakan bahwa pola distribusi merupakan hasil dari seluruh jawaban tingkah laku individu-individu di dalam populasi terhadap kondisi lingkungan disekitarya. Riyanto et al 1985 mengungkapkan pola sebaran seragam uniform terjadi apabila kompetisi antar individu sangat hebat atau ada antagonisme positif yang mendorong pembagian ruang yang sama.

4.4 Struktur komunitas mangrove

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian didapatkan 4 jenis yang termasuk kategori pohon, dan 5 jenis kategori anakan Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Stasiun III merupakan daerah yang bervegetasi heterogen. Sedangkan pada stasiun I dan II vegetasi homogen yaitu Nipah Nypa fruticans dan Berembang Sonneratia caseolaris. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 Indeks nilai penting vegetasi mangrove kategori pohon pada stasiun 3. Nama Lokal Spesies Jumlah Individu KR FR DR INP Buta- buta Excoecharia agallocha 14 50,00 30,00 42,77 122,77 Teruntun Lumnitzera racemosa 4 14,29 20,00 32,16 66,4 Mata Buaya Bruguiera hainesii 8 28,57 30,00 15,91 74,48 Prepat Sonneratia alba 2 7,14 20,00 9,16 36,30 Total 28 100 100 100 300 Tabel 4.4 Indeks nilai penting vegetasi mangrove kategori anakan pada stasiun 3. Nama Lokal Spesies Jumlah Individu KR FR DR INP Teruntun Lumnitzera racemosa 4 14,29 20,00 14,29 48,58 Mata Buaya Bruguiera hainesii 6 21,43 30,00 18,39 69,81 Dungun Heritiera littoralis 1 3,57 10,00 1,55 15,12 Buta-buta Excoecaria agallocha 16 57,14 30,00 64,58 151,72 Nyirih Xylocarpus granatum 1 3,57 10,00 1,19 14,76 Total 28 100 100 100 300 Hasil analisis vegetasi mangrove menunjukkan bahwa spesies buta-buta Excoecaria agallocha memiliki INP tertinggi untuk kategori pohon dan anakan sebesar 122,77 dan 151,72. Tingginya nilai INP pada spesies E. agallocha diduga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya kepadatan kijing pada stasiun III. Hal ini dikarenakan sifat hidup E. agallocha yang akan menggugurkan daun pada musim-musim tertentu, sehingga produksi serasah meningkat. Tingginya serasah akan menyebabkan peningkatan kandungan bahan organik pada kawasan ini. Kandungan bahan organik yang tinggi dapat mempengaruhi ketersediaan makanan bagi kijing. Hal yang sama dinyatakan oleh Efriyeldi 2012, bahwa daerah dengan kandungan bahan organik yang tinggi memiliki kepadatan populasi bivalvia jenis Pharella acutidens yang tinggi juga. Nilai INP yang tinggi pada jenis E. agallocha pada stasiun III diduga karena pada stasiun ini merupakan daerah yang paling sesuai bagi perkembangan pohon buta-buta, serta ketersedian unsur hara tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Hal yang sama diungkapkan oleh Resosoedarmo et al 1989, dalam suatu komunitas pengendali kehadiran jenis-jenis dapat berupa satu atau beberapa jenis tertentu atau dapat pula sifat-sifat fisik habitat. Universitas Sumatera Utara Hasil analisis vegetasi mangrove juga menunjukkan adanya perbedaan antara spesies pada kategori pohon dan anakan pohon. Pada kategori pohon tidak ditemukan spesies Xylocarpus granatum Nyirih, sedangkan pada kategori anakan spesies ini ditemukan dengan nilai INP terendah 14,76. Fenomena ini diduga terkait aktivitas penebangan hutan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat sekitar lokasi penelitian. Spesies ini merupakan spesies yang paling banyak di tebang untuk di manfaatkan sebagai bahan bangunan, perahu bahan konstruksi ringan. Sehingga spesies ini tidak ditemukan dalam ukuran yang termasuk kedalam kategori pohon diameter 10 cm. Hasil pengamatan menunjukkan pada stasiun III kerapatan pohon sebesar 155,5 indha, dan kerapatan anakan sebesar 933,3 indha. Kerapatan keseluruhan antara pohon dan anakan sebesar 1088,85 indha, oleh karena itu vegetasi mangrove pada stasiun III termasuk dalam kondisi sedang. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 2004, kondisi hutan mangrove dikatakan baik bila vegetasi mangrovenya memiliki kerapatan vegetasi ≥ 1500 indha, kondisi sedang bila memiliki kerapatan vegetasi ≥ 1000 indha sampai 1500 indha dan kondisi rusak bila memiliki kerapatan vegetasi 1000 indha.

4.5 Sedimen