3.2 Deskripsi lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove kelurahan Belawan Sicanang. Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi tiga stasiun.
Penentuan lokasi pengambilan sampel ditentukan berdasarkan jenis vegetasi mangrove.
Stasiun I adalah lokasi dengan vegetasi Nipah Nypa fruticans. Lokasi ini merupakan daerah dengan vegetasi yang homogen. Stasiun ini berada di depan
muara sungai terjun, daerah ini merupakan jalur lalulintas kapal nelayan. Stasiun II terletak pada saluran outlet tambak masyarakat. Stasiun ini merupakan daerah
pembuangan limbah tambak masyarakat sicanang. Vegetasi yang hidup pada lokasi ini juga homogen yaitu Soneratia caseolaris Berembang. Stasiun III,
adalah stasiun yang berada di daerah paluh leman. Pada daerah ini juga dekat dengan tambak, tetapi bukan merupakan daerah pembuangan limbah tambak
udang. Daerah ini ditumbuhi berbagai spesies mangrove Gambar 3.2.
Gambar 3.2 a. Stasiun I, hutan mangrove dengan vegetasi Nypa fruticans, b.
Stasiun II, hutan mangrove dengan vegetasi Soneratia caseolaris, c. Stasiun III, hutan mangrove dengan vegetasi beragam
heterogen.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan untuk mengukur parameter ekologi perairan, dan parameter biologi disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Alat dan Bahan yang diperlukan dalam Penelitian. No Parameter
Alat Bahan
1. Kualitas air suhu, salinitas,
pH, DO, NO
3
, PO
4
Termometer, refraktometer,
pH meter, DO meter,
spectrofotometer Air sampel
2. Fraksi substrat sedimen
Sediment core, Ayakan,
oven furnance, timbangan,
cawan poselen Sedimen, H
2
O
2
3. Morfometrik
Jangka sorong, timbangan digital,
pisau. Sampel kerang
G.virens
4. Distribusi
dan kepadatan
kerang Meteran,
tali, label, kantong plastik
Sampel kerang G.virens
5. Struktur komunitas Mangrove Meteran, tali,
lembaran data Vegetasi
mangrove
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel Kijing
Metode yang digunakan dalam penentuan titik pengambilan sampel adalah secara purposive sampling. Sampel G.virens langsung dikumpulkan dengan cara
menangkap langsung dengan tangan. Waktu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pola pasang surut, dimana sampel diambil pada saat surut terendah.
Pengambilan contoh kijing dilakukan dengan cara membuat plot berukuran 1 x 1 meter sebanyak 45 buah, dimana pada masing-masing plot diberi jarak 1 meter.
Plot pengambilan kerang di letakkan di dalam transek kuadrat berukuran 30 x 20 meter yang dibuat untuk pengamatan mangrove. Pengambilan sampel dilakukan
sebanyak 3 kali ulangan dengan interval satu bulan. Metode pengambilan sampel seperti terlihat pada Gambar 3.3.
Universitas Sumatera Utara
30 meter 15 Plot
1
10 meter 1
10 meter
15 Plot 30 meter
Gambar 3.3 Skema tata letak transek dalam pengambilan sampel kerang.
3.4.2 Pengamatan Kerapatan Jenis Mangrove
Pengamatan kerapatan jenis mangrove dilakukan dengan metode petak kuadrat yaitu dengan membuat petak pengamatan berukuran 30 m × 20 m, untuk
kategori pohon diameter 10 cm pada tiap stasiun pengamatan. Selanjutnya diidentifikasi dan dihitung jumlah individu perjenisnya. Hal yang sama juga
dilakukan untuk kategori anakan diameter 2-10 cm dengan membuat petak pengamatan berukuran 10 m × 10 m di dalam petak pengamatan 30 m × 20 m
tersebut. Ilustrasi pengamatan mangrove seperti pada Gambar 3.4.
10
Gambar 3.4. Skema pengamatan jenis dan kerapatan mangrove. 30
20
10 10
30
20 10
10
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Morfometrik Kijing
Untuk mendapatkan data morfometrik kijing, maka dilakukan pengukuran terhadap seluruh kijing yang tertangkap selama penelitian. Data morfometrik yang
diambil berupa data panjang, lebar, dan tebal. Adapun cara pengukuran seperti terlihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Pengukuran morfometrik Kijing G.virens. a. pengukuran lebar, b. pengukuran tebal, c. pengukuran panjang.
3.4.4 Hubungan Panjang Berat
Hubungan panjang berat diperoleh dengan cara membuat persamaan regresi sederhana menggunakan data panjang yang diperoleh dari pengukuran
morfometrik seperti pada Gambar 3.5. Data berat diperoleh dengan cara menimbang kijing dengan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,01 g.
3.4.5 Faktor Fisik Kimia Perairan
Pengukuran faktor fisik kimia perairan dilakukan untuk mendapatkan data lingkungan perairan di lokasi penelitian. Pengukuran dilakukan dengan cara
langsung Insitu dan analisis laboratorium Exsitu. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah Suhu, Salinitas, pH air, pH sedimen, DO, nitrat dan fosfat.
Seluruh parameter diukur langsung di lokasi penelitian Insitu kecuali nitrat dan fosfat, dilakukan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit kelas I Medan. Nitrat dan fosfat diukur dengan metode spektrofotometri dan dinyatakan dalam satuan mgL.
Universitas Sumatera Utara
3.4.6 Karakteristik Sarang Kijing
Pengamatan karakteristik sarang dilakukan degan cara visual pengamatan langsung. Data yang diambil terkait karakteristik berupa data bentuk lubang,
kedalaman lubang. Pengamatan hanya dilakukan pada beberapa individu kijing, berdasarkan ukuran.
3.4.7 Sedimen
Analisis ukuran butiran sedimen pada lokasi penelitian dilakukan untuk mendapatkan jenis tekstur tanah yang ada di lokasi penelitian. Analisis ukuran
butiran sedimen berdasarkan skala ukuran yang dikeluarkan oleh United State Department of Agricultural USDA, 2006. Sampel sedimen diambil
menggunakan sediment core yang tebuat dari pipa paralon berdiameter 10 cm. Sedimen diambil sampai kedalaman 30 cm, selanjutnya sampel dimasukkan
kedalam kantong plastik dan dianalisis di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Hasil dari pengukuran butiran sedimen dinyatakan dalam bentuk persen , setelah nilai diperoleh, kemudian dilakukan penentuan jenis tekstur dengan
menggunakan segitiga tekstur USDA USDA Textural Triangel Gambar 3.6.
Gambar 3.6 Segitiga Tekstur Tanah berdasarkan USDA 2006.
sumber ; modifikasi USDA 2006.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Analisis Data
3.5.1 Kepadatan Kijing
Untuk menentukan kepadatan kijing digunakan formula menurut Krebs 1978 :
Kepadatan indm
2
= Jumlah ind.suatu spesies
Luas Plot Data yang diperoleh dari hasil pengamatan akan disajikan dalam bentuk
deskriptif, sehingga dapat dilihat perbedaan kepadatan pada tiap stasiun pengamatan.
3.5.2 Analisis Vegetasi Mangrove
Perhitungan kerapatan jenis mangrove dilakukan dengan menggunakan formula menurut English et al. 1997:
K= Jumlah individu jenis
Luas contoh Kerapatan Relatif adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis ke i
n
i
dan jumlah total tegakan seluruh jenis:
KR= Kerapatan suatu jenis
Kerapatan seluruh jenis x100
Frekuensi jenis Fi adalah peluang ditemukannya jenis i dalam petak contohplot yang diamati:
F = Jumlah plot ditemukan suatu jenis
Jumlah seluruh plot Frekuensi Relatif jenis FR adalah perbandingan antara frekuensi jenis i
Fi dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis:
FR= Frekuensi dari suatu jenis
Frekuensi seluruh jenis x100
Universitas Sumatera Utara
Dominasi jenis adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area: D=
Jumlah bidang dasar Luas petak contoh
Dominasi relatif adalah perbandingan antara luas area penututupan jenis i Di dan luas total area penutupan antara seluruh jenis :
DR= Dominansi suatu jenis
Dominansi seluruh jenis x100
Indeks Nilai Penting INP adalah jumlah nilai kerapatan relatif jenis KR, frekuensi relatif jenis FR dan penututupan relatif jenis DR :
INP = KR+FR+DR
3.5.3 Distribusi dan Pola Penyebaran
Pola distribusi kijing G.virens ditentukan dengan menggunakan Indeks Penyebaran Morisita Khouw, 2009 berdasarkan rumus :
Id= n ∑X
2
- ∑X
∑X
2
- ∑X
Keterangan : Id
= Indeks Penyebaran Morisita n
= Jumlah plot besar sampel ∑X = Jumlah Individu disetiap plot
∑X
2
= Jumlah individu disetiap plot dikuadratkan
Dengan kriteria pola sebaran sebagai berikut : • Jika nilai Id = 1, maka distribusi populasi kategori acak
• Jika nilai Id 1, maka distribusi populasi kategori bergerombolmengelompok • Jika nilai Id 1, maka distribusi populasi kategori seragam
Universitas Sumatera Utara
3.5.4 Morfometrik Analisis hubungan morfometrik antara panjang dengan lebar dan tebal serta antara
lebar dan tinggi menggunakan persamaan berikut : P = a + b L
P = a + T
b
L = a + T
b
dimana: P = panjang cangkang, L = lebar cangkang, T = tebal cangkang, a dan b = konstanta.
3.5.5 Hubungan Panjang Berat Kijing
Pertumbuhan kijing dapat diketahui melalui analisis hubungan panjang cangkang dengan berat tubuh kijing berat total, yang dianalisis melalui
persamaan King, 1995 : W= aL
b
Dimana : W
= Berat total g L
= Panjang cangkang mm a dan b
= Konstanta 3.5.6 Karakteristik sarang kijing
Pengamatan karakteristik sarang kijing dilakukan untuk mendapatkan data terkait lebar lubang, kedalaman lubang, dan bentuk lubang. Data yang diperoleh
selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif sehingga didapatkan informasi yang jelas tentang karateristik sarang kijing G.virens.
Universitas Sumatera Utara
3.5.7 Karakteristik Fisik Kimia Perairan
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan karakteristik fisik kimia perairan akan di analisis secara deskriptif. Kemudian data akan disajikan dalam
bentuk tabel, dan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan hubungan antara karakteristik fisik kimia perairan dengan kepadatan kijing. Teknik pengumpulan
data parameter fisik kimia perairan seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Teknik pengumpulan data parameter fisik kimia perairan.
NO Parameter Metode
1. Suhu
In situ 2.
Substrat Laboratorium
3. DO dissolved oxygen
In situ 4.
Nitrat NO
3
Laboratorium 5.
Posfat PO
4
Laboratorium 6.
pH sedimen, Air In situ
7. Kadmium Cd pada sedimen
Laboratorium 8.
Cuprum Cu pada sedimen Laboratorium
9. Timbal Pb pada sedimen
Laboratorium
3.5.8 Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara faktor- faktor fisik kimia perairan dengan kepadatan kijing menggunakan metode
komputerisasi analisis korelasi Pearson SPSS Ver.17.00.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Kepadatan Kijing
Hasil penelitian yang dilakukan selama tiga bulan menunjukkan adanya perbedaan kepadatan kijing disetiap stasiunnya. Dari ketiga stasiun pengamatan
diperoleh kepadatan tertinggi pada stasiun III sebesar 2,93 Indm
2
, dan yang terendah pada stasiun II sebesar 1,16 Indm
2
. Kepadatan kijing seperti terlihat pada Gambar 4.1.
2.80
1.16 2.93
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00 3.50
4.00
I II
III
K e
p a
d a
ta n
K ij
in g
I n
d m
2
Stasiun Penelitian
Gambar 4.1 Kepadatan kijing pada 3 stasiun pengamatan Keterangan :
I. Hutan mangrove dengan vegetasi nipah Nypa fruticans
II. Hutan mangrove dengan vegetasi brembang Soneratia caseolaris
III. Hutan mangrove dengan vegetasi heterogen
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kepadatan pada masing-masing stasiun. Perbedaan kepadatan ini diduga terkait
dengan berbagai faktor yang ada di kawasan hutan mangrove seperti tipe substrat sedimen, jenis vegetasi, dan juga faktor biofisik kimia sedimen dan perairan.
Universitas Sumatera Utara
Rendahnya kepadatan pada stasiun II diduga disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya kondisi dasar mangrove yang ditutupi oleh vegetasi jeruju,
selain itu sistem perakaran Soneratia sp yang memiliki akar pensil menyebabkan sulitnya kijing dalam membuat liang. Hal yang sama juga disampaikan Efriyeldi
2012, bahwa kepadatan bivalva pada hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh kondisi vegetasi hutan mangrove, sedimen dan faktor biofisik kimia perairan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan kijing berada pada kisaran 1,16-2,93 Indm
2
. Jika dibandingkan dengan kepadatan kerang Pharella acutidens dan Anodontia edentula yang tergolong kedalam kelompok razor clam, nilai ini
tergolong rendah. Efriyeldi 2012 mendapatkan kepadatan kerang Pharella acutidens di kawasan mangrove Dumai sebesar 6,7 - 10,2 Indm
2
. Sementara itu
Natan 2008 mendapatkan kepadatan kerang lumpur Anadontia edentula pada kawasan hutan mangrove Ambon sebesar 9 - 29 Indm
2
. Perbedaan kepadatan ini diduga sangat terkait oleh ketersediaan makanan,
kemampuan beradaptasi, dan predatorisme. Rendahnya kepadatan pada stasiun II diduga disebabkan karena faktor kemampuan adaptasi kijing dan predatorisme.
Permukaan mangrove yang tertutupi oleh vegetasi jeruju menyebabkan substrat dipenuhi perakaran mangrove sehingga menghambat gerak kijing dalam membuat
lubang. Selain daripada itu pada stasiun II banyak ditemukan kijing dalam keadaan mati, hal ini ditandai dengan banyaknya cangkang yang kosong.
Predatorisme diduga merupakan salah satu penyebab kematian kijing pada stasiun II. Pemangsaan dilakukan oleh kepiting tulik Metopograpsus
latifrons dengan cara menjepit kijing hingga hancur, kemudian memakannya. Kepiting ini banyak dijumpai pada sarang-sarang kijing di stasiun II. Nybakken
1992 mengungkapkan bahwa ketersediaan makanan, pemangsaan dan kemampuan beradaptasi merupakan faktor biologi yang mempengaruhi
keberadaan suatu spesies. Selanjutnya Natan Uneputty 2010 menjelaskan apabila disuatu kawasan pasang surut tidak terdapat predator, maka spesies-
spesies yang ada dikawasan tersebut akan berkembang dengan pesat.
Universitas Sumatera Utara
Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi kepadatan kijing adalah tipe substrat di kawasan mangrove. Hasil analisis substrat menunjukkan adanya
perbedaan jenis substrat pada masing-masing stasiun penelitian. Dimana stasiun I memiliki substrat lempung Loam, stasiun II lempung berliat Clay loam,
sedangkan pada stasiun III tekstur tanahnya lempung liat berpasir Sandy-clay Loam. Substrat lempung stasiun I didominasi fraksi debu dan liat, jenis substrat
ini mudah mengeras apabila dalam kondisi kering. Stasiun III memiliki substrat lempung liat berpasir dengan jumlah fraksi
pasir mencapai 50,56. Fraksi pasir memiliki ukuran butiran yang lebih besar sehingga terdapat rongga yang lebih besar, dan lebih sulit mengeras. Welch
1952 dalam Wijayanti 2007 menyebutkan substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis hewan benthos. Hal ini juga
dipertegas oleh Cernohorsky 1978 Nybakken, 1988 bahwa kepadatan suatu spesies dipengaruhi oleh faktor ekologi dan biologi seperti tipe substrat yang
disenangi, ketersediaan makanan, predator, dan aktivitas manusia.
4.2 Morfometrik dan Hubungan panjang berat