Kedudukan Kodrat Manusia Menurut Muhammadiyah

sesuatu. Kesempurnaan manusia sesuai dengan substansi esensinya. Hakikat manusia dalam pemikiran Muhammadiyah adalah beramal. Tujuan hidup manusia dalam pemikiran Muhammadiyah dengan demikian adalah keikhlasan beramal. Karena beramal mempunyai salah satu sifat dasar ikhlas, maka kesempurnaannya adalah ketinggian maqam ikhlas tersebut sampai tidak merasa ikhlas. Kesempurnaan maqam ikhlas ini adalah bersungguh-sungguh dalam memperjuangkannya, dengan mengaktifkan Reticular active system RAS yang berada dalam otak manusia, maka area yang sangat kecil didalam otak yang memungkinkan secara bawah sadar menyaring hal-hal yang tidak penting dan fokus kepada yang penting menjadi tindakan-tindakan nyata. Dengan demikian mulai untuk munasabah diri dalam kerangka bertafakur dan dan riyadhah hati. Kedua kerangka ini telah diuraikan dalam bab awal. Bertafakur secara sungguh-sungguh akan menghasilkan manusia yang „mengerti‟, sedangkan riyadhah hati secara bersungguh-sungguh dengan cara melakukan dzikrullah, memperbanyak sholat dan mengingat tragedi akhirat maka akan menghasilkan manusia mukhlashin.

3. Kedudukan Kodrat Manusia Menurut Muhammadiyah

Manusia mempunyai kedudukan kodrat sebagai pribadi yang berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan. Manusia sebagai pribadi merupakan keutuhan, keseluruhan diri, dengan susunannya atas raga dan jiwa dalam kedua-tunggalan. Sumber berbagai kemampuan jiwa yang terdiri dari akal-rasa-kehendak maupun sifat-sifat hakekatnya sebagai individu dan pribadi ber jama‟ah masyarakat atau makhluk sosial. Sifat monodualis itu meliputi susunan dari manusia, kedua- tunggalan raga dan jiwa, di dalam hakekat jiwa terdapat ketiga- tunggalan akal, rasa dan kehendak. Karena semua unsur hakekat mewujudkan ketunggalan, maka hakekat manusia adalah majemuk tunggal, monopluralis. Hal ini menunjukkan bahwa hakekat manusia sebagai keutuhan, keseluruhan diri, yang hidup, di dalamnya menjelma unsur-unsur dari hakekat sifat ketunggalan sebagai bawaan mutlak hakekat, berkeragaan, berkejiwaan, berakal, berasa, berkehendak, berindividu, bermakhluk sosial, berpribadi berdiri sendiri. Manusia monopluralis yang terdiri dari berbagai hakikat ini sekaligus berhakikat sebagai makhluk Tuhan. Pengejawantahan kehidupan hakekat manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dapat dilihat dalam logika ini, perbuatan-perbuatan lahir dan batin terdorongan atas kehendak, berdasarkan atas putusan akal, selaras dengan rasa untuk memenuhi rasa ketunggalan, ketubuhan, kejiwaan, perseorangan, kemakhlukan sosial, berkepribadian sendiri serta bermakhlukan Tuhan. 49 Logika tersebut secara tidak langsung dapat berjalan dalam hubungan 49 Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer..., hlm. 94-96. manusia dengan Tuhan atau perbuatan manusia yang berhubungan dengan qadha` dan qadar. Berikut ini pendapat Muhammadiyah: “Kita wajib percaya bahwa Allahlah yang telah menciptakan segala sesuatu dan dia telah menyuruh dan melarang. Dan perintah Allah adalah kepastian yang telah ditentukan. Dan bahwasanya Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak-Nya. Adapun segala yang dilakukan manusia itu semuanya atas Qadla‟ dan Qadar-Nya, sedangkan manusia sendiri hanya dapat berikhtiar. Dengan demikian, maka segala ketentuan adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri. Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah. Manusia hanya dapat mengolah bagian yang Allah karuniakan padanya berupa rizki dan lain-lain. 50 Kutipan diatas memberikan petunjuk tentang perbuatan manusia dalam kacamata Muhammadiyah. Kalimat “Dan bahwasannya Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak-Nya ” menunjukkan bahwa semua yang ada dialam ini sebelum alam terjadi sudah tercipta dengan pengetahuan dan kehendaknya. Hal ini tidak terkecuali perbuatan yang dilakukan manusia, sudah tercipta, sudah terbuat sebelum manusia itu tercipta. Kalimat ini menunjukkan unsur pertama dalam gerak involunter atau teori al-kasb dalam teologi asy- `ariyah. Pembuat dari perbuatan manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan penerima gerak perbuatan adalah manusia untuk 50 Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih, Himpunan Putusan Tarjih, Yogjakarta: Suara Muhammadiyah, 2009, hlm. 12. berusaha. Jelasnya pada kalimat terakhir kutipan diatas memerinci tentang unsur-unsur teori al-kasb , yaitu “Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri. Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah ”. Perbuatan manusia dilihat dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri, manusia merupakan penerima gerak. Tetapi dilihat dari segi kekuasaan Allah Swt, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah, ini menunjukkan dengan kekuasaan Allah Swt perbuatan manusia diciptakan. Jika Allah Swt tidak memberikan kekuasaan- Nya kepada manusia untuk bergerak atau berbuat, maka manusia tidak akan dapat bergerak, tetapi Allah Swt memberikan kekuasaan- Nya kepada manusia untuk bergerak sesuka hati. Sehingga, sifat monodualis yang cocok disematkan dalam diri Muhammadiyah dalam hal perbuatan manusia sebagai manivestasi hubungan manusia dengan Tuhan.

4. Eksistensialis-Idealis: Paham Manusia Muhammadiyah