2. Kualitas Manusia
Muhammadiyah menempuh jalan beramal sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw untuk mewujudkan manusia berkualitas. Muhammadiyah
tidak menempuh jalan tariqad, seperti yang ditempuh oleh ormas lainnya. Produk yang dihasilkan dari beramal dalam mewujudkan manusia yang
berkualitas juga berbeda. Muhammadiyah dalam membentuk manusia yang berkualitas menempuh jalan tawasuf modern seperti yang
dicontohkan oleh AR. Fakhruddin, sebagaimana yang dikaji oleh saudari Siti Masyithah Chusnan. Tujuan Muhammadiyah dalam beramal adalah
membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat yang sebenar-benarnya terjadi apabila terdapat keluarga-keluarga yang sebenar-
benarnya, dan keluarga yang sebenar-benarnya akan terwujud apabila dalam keluarga tersebut sudah terwujud anggota keluarga yang
menjalankan Islam secara benar. Pribadi yang dapat menjalankan Islam yang sebenar-benarnya, akan muncul manusia yang berkualitas.
Muhammadiyah memberikan terminologi manusia-manusia yang berkualitas itu dengan kata manusia muslimin. Arti manusia muslimin
adalah seorang muslim yang memiliki pandangan hidup ketauhidan dalam beribadah, menjalankan fungsi kekhalifahan yang berorientasi kepada
ridho dan karunia Allah Swt. Secara operasional, Islam yang utama itu dilaksanakan dalam kehidupan didunia dengan diimani, difahami, dihayati
dan diamalkan oleh pem eluknya secara totalitas dan penuh rasa tawadu‟.
Seperti dalam kutipan dibawah ini,
“Setiap muslim memiliki dasarlandasan hidup Tauhid kepada Allah, fungsiperan dalam kehidupan berupa ibadah, dan
menjalankan kekhalifahan, dan bertujuan untuk meraih Ridha serta Karunia Allah SWT. Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi
kenyataan dalam kehidupan di dunia apabila benarbenar diimani, difahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh pemeluknya orang
Islam, umat Islam secara total atau kaffah dan penuh ketundukan atau penyerahan diri.
”
34
Definisi tersebut diatas dilaksanakan secara kaffah, maka muncul manusia muslimin, inilah yang disebut pribadi yang sebenar-benarnya.
Muhammmadiyah memberikan beberapa karakteristik apa yang disebut sebagai manusia muslimin, yaitu pertama berkepribadian
mumin
. Al- Qur`an memberikan pengertian beriman, salah satunya dalam surat al-
Hujurat ayat 15,
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjuang berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar
” QS. al-Hujurat 49: 15.
35
Menurut hadist Nabi,
mu`min
adalah keyakinan yang teguh kepada Allah dan malaikat, kitab dan Rasul-Nya, hari kemudian, juga sikap yang baik
terhadap orang lain dan terpuji. Iman dan amal salih merupakan dua hal yang selalu berkaitan, tidak dapat dipisahkan. Kiranya tidak salah kalau
disimpulkan bahwa iman itu meliputi keyakinan dalam hati, ucapan dengan lisan dan perbuatan yang diperintahkan Allah. Iman yang
34
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Islami Warga Muhammadiyah, Edisi Revisi, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010, hlm. 5.
35
Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya: Juz 1-30..., hlm. 745-746.
menancap pada seseorang yang diimbangi dengan perbuatan yang baik akan mendapat amanah atau kepercayaan dari orang banyak. Hal ini sesuai
dengan hadist Nabi yang diriwayatkan al-Bukhori dan Ibnu Umar yang artinya:
“Tidak memiliki iman yang sempurna bagi orang yang tidak lagi melaksanakan amanat.
”
36
Kedua, kepribadian
muhsin
dalam arti berakhlak mulia. Arti akhlaq atau budi pekerti seseorang dalam Islam berperan sangat besar sebagai
kriteria kualitas seseorang, seperti tersebut dalam hadist Nabi yang diriwayat oleh al-Bukhari dari Ibnu Umar
yang artinya, ”Sesungguhnya yang paling baik diantaramu adalah yang paling bagus budi pekertinya”
HR. Bukhari dari Abdullah bin `Amr. Selanjutnya, banyak ayat al- Qur`an dan as-Sunnah yang menunjukkan pentingnya sifat-sifat disiplin,
bertanggung jawab dan sebagainya
.
Ketiga, kepribadian
muttaqin
. Banyak ayat menyebutkan kriteria taqwa yang menunjukkan kualitas manusia,
antara lain seperti tersebut pada ayat 16 dan 17 serta ayat 134 surat Ali Imran yang singkatnya bahwa orang taqwa adalah orang yang mawas diri
akan kekeliruan kepada Allah dan orang yang mampu mengendalikan kejengkelan dirinya dan yang pemaaf. Kata
al-muttaqin
adalah bentuk jamak dari
al-muttaqi
orang yang bertakwa, berasal dari
al-ittiqa
batas antara dua benda. Orang yang bertakwa seakan-akan membuat batas
antara perintah Allah dan larangan-Nya, membuat batas antara dia dan siksa Ilahi. Orang
muttaqin
ialah orang-orang yang menjaga diri dari
36
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fatwa-Fatwa Tarjih Tanya Jawab Agama 2
, Cetakan Ketujuh, Yogyakarta:Suara Muhammadiyah, 2012, hlm. 22.
sebab-sebab siksaan Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut jumhur ulama, cara menjaga diri yang paling efektif ialah dengan
mengerjakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya dengan ikhlas. Allah menjelaskan sebagian tanda-tanda orang muttaqin,
sebagai berikut: a.
Beriman kepada yang gaib; Beriman berarti meyakini adanya sesuatu atau dzat yang diluar
jangkauan indra. Orang yang mempunyai keyakinan seperti itu, akan mudah baginya membenarkan adanya pencipta alam semesta. Apabila
Rasul menjelaskan adanya sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah, seperti, malaikat atau hari kiamat, maka tidaklah sulit baginya
membenarkannya, karena telah meyakini kebenaran Nabi Saw. b.
Mendirikan Shalat; Seseorang dalam mendirikan shalat harus menghadirkan hati
dalam semua bagian- bagiannya, ketika berdiri, ketika ruku‟, ketika
sujud, ketika duduk, dan disertai rasa takut kepada azab-Nya, seakan- akan melihat-Nya, serta berusaha mendekatkan diri kepada-Nya.
Seseorang dalam mengerjakan shalat harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur ruh shalat yaitu khusyu‟ dan khudu, dengan cara menghadirkan
hati dalam semua geraknya. Unsur kedua adalah tubuh shalat, ini rukun, syarat sah atau syarat wajib, singkatnya berkaitan dengan fiqih
sholat. Selain itu, Allah juga memerintahkan agar shalat dilakukan secara terus menerus, dilakukan tepat dan awal waktu secara berjamaah.
Shalat yang sempurna inilah yang mampu menjaga seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
c. Memberikan Infak
Para mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan infak pada surat al-Baqarah ayat 3, adalah infak dalam arti umum, mencakup
infak wajib dan infaq tatawwu sunnah. Huruf min yang terdapat pada kalimat
min ma razaqnahum
mengandung makna badhiyah sebagian, maka nafkah yang diperintahkan untuk dikeluarkan hanyalah sebagian
harta yang dimiliki, tidak semuanya. Hal ini dimaksudkan agar pemberian nafkah itu dilakukan dengan ikhlas, hanya mencari keridlaan
Allah semata dan karena bersyukur kepada Allah, bukan karena pamer atau mencari popularitas.
37
3. Model Manusia Muhammadiyah