Hakikat Manusia Ontologi Manusia Menurut Muhammadiyah

3. Hakikat Manusia

Hakikat manusia mengacu pada kecenderungan tertentu dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak brubah-ubah, yaitu identitas esensial yang menyebabkan sesuatu itu menjadikan dirinya sendiri dan membedakan dengan yang lain. Pengertian ini mempunyai satu kecenderungan didalam filsafat yang menangkap memiliki batasan tentenganya pra-ada. Pandangan ini mengangkat pentingnya esensi dari pada eksistensi. Asumsi ini telah mendominasi dalam kajian filsafat periode klasik dan abad pertengahan. Sedangkan filosof modern berorientasi kepada eksistensinya dalam sejarah. Asumsi pertama lebih berorientasi vertikal dan kedua lebih bersifat horisontal. Meskipun perumusan tentang manusia pada periode terdahulu dimulai dengan deskripsi, namun pada akhinya tatanan normatif yang menjadi acuan bagi kesempurnaan manusia. 5 Kyai Haji Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah tentu pemikirannya dijadikan sebagai ciri khas gerakan maupun pandangan- dunia Muhammadiyah, baik yang sudah terkonstruksi maupun yang belum terkonstruksi. Kyai Dahlan memandang manusia hidup didunia ini untuk memilih, bahagia atau sengsara. Penentu dari kedua kata tersebut adalah beramal. Inilah hakikat manusia dalam Muhammadiyah. Beramal menjadi kata kunci yang lama-kelamaan terang benderang dan semakin terungkap dengan jelas. Jelasnya, pemikiran hakikat manusia dalam Muhammadiyah 5 Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali...,hlm. 49-50. tidak berada dalam istilah- istilah filsafat manusia yang „murni‟ atau „akademik‟, karena hal ini dianggap sebagai spekulasi sia-sia dibandingkan dengan tugas utama mengubah masyarakat yang taklid, tradisional, musyrik menjadi masyarakat bertauhid murni, masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah mati akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Kerap kali beliau mengutarakan perkataan ulama: Artinya: “Manusia itu semuanya mati mati perasaannya kecuali para ulama,yaitu orang –orang yang berilmu. Dan ulama–ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramal pun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas dan bersih. ” 6 Menurut Kyai Dahlan beramal sebagai upaya untuk menyelamatkan diri dari kesengsaraan dunia dan kesengsaraan akhirat. Sebagian besar manusia tidak memikirkan nasibnya sesudah mati karena sudah tergila-gila merasakan kesenangan atau tenggelam merasakan kesusahan, sehingga hatinya mati tidak dapat memikirkan dan merasakan nasibnya dikemudian hari. Beramal selain untuk menyelamatkan dirinya dari kesengsaraan, beramal juga sebagai sarana memfungsikan manusia sebagai khalifah Allah. Beramal untuk menjaga, memelihara, mengolah dan melestarikan dunia, bukan untuk merusak dan menghancurkan dunia. Beramal sebagai sarana untuk berhubungan dengan alam dalam arti memelihara untuk kelestariannya, dalam bahasa Jawa disebutkan sebagai memayu hayuning bawana. Kyai dahlan berusaha untuk memfokuskan diri 6 KRH. Hadjid, Pelajaran KHA. Dahlan:7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al- Qur`an..., hlm. 7. memperbaiki kualitas manusia sebagai khalifah, sehingga pada gilirannya bumi akan rahayu, lestari berkat amal perbuatan manusia. Kyai Dahlan membuat perumpamaan sebagai berikut: “Hidup manusia adalah seperti seorang yang berdiri diatas pagar sumur,tanah dibawahnya telah rebah, lagi pula didalam sumur tersebut ada seekor ular yang sangat besar. Orang yang berdiri diatas pagar sumur itu tidak mengetahui bahwa dia dalam keadaan yang demikian itu. Dia berpegang pada tali timba di atas sumur yang hamper putus karena dimakan tikus. Jika akhirnya tali itu putus pasti dia jatuh kedalam sumur menjadi mangsa ular yang sangat besar tadi. Tapi orang tadi mukanya menentang ke atas, lidahnya menjilat madu, dia hanya tertarik merasakan manisnya madu, lengah bahwa tali itu pasti putus, lupa bahwa dia diatas sumur yang didalamnya terdapat seekor ular yang sangat besar. Begitulah gambaran manusia hidup didunia, yaitu manusia hanya akan tertarik merasakan manis dan lezatnya madu yang baru meliputinya, lupa kepada tali yang dipegang bahwa tali itu pasti putus. Artinya: manusia lupa bahwa bertambah hari, makin berkurang umurnya, dan makin dekat dengan kepada saat kematiannya. Keadaan sumur itu menjadi gambaran: didalam sumur ada ularnya yang sangat besar artinya: ada bahaya yang sangat besar. ” 7 Kyai Dahlan ketika membaca dan mencermati surat al-Ma`un, tergoreslah amal Muhammadiyah yang berbentuk yayasan pemeliharaan yatim-piyatu pada periode awalnya. Ketika membaca “wa idza maridhtu fa huwa yasyfi” terlahirlah amal konkrit yang berwujud rumah sakit, sekolah perawat, rumah bersalin, dan yang sejenisnya. Ketika mencermati normatifitas al-Qur`an surat al-`Alaq, yaitu ajaran al-Qur`an tentang perlunya membaca, kemudian Muhammadiyah menjabarkan kedalam wilayah perjuangan sosial dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan sejak TK sampai perguruan tinggi. 7 Ibid, hlm. 8. Beramal bukan tanpa ada landasan yang jelas, tetapi beramal sesuai dengan ajaran al-Qur`an dan as-Sunnah ash-Shakhikah. Agar sesuai dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, Muhammadiyah memberikan batasan antara agama dan muamalat duniawiyah, sebagaimana terdapat dalam Kitab Masalah Lima. Beramal dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu pertama beramal dengan harta benda. Kedua, beramal dengan ilmu yang dimilikinya. Ketiga, beramal dengan ide-ide, gagasan untuk perkembangan peradaban umat manusia. Tujuan dari beramal adalah menjadi manusia muttaqin , sebagaimana terdapat dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Pendorong beramal adalah datangnya kematian, sebagaimana Kyai Haji Ahmad Dahlan menyatakan bahwa mati adalah bahaya yang besar, tetapi lupa kepada mati adalah bahaya yang lebih besar lagi. Oleh karena itu manusia harus bersiap-siap menghadapi kematian dengan menyempurnakan urusan-urusannya dengan Allah dan dengan sesama manusia. Dia sering memberi peringatan kepada teman-temannya jika berkumpul, yaitu: Lengah, kalau terlandjur terus-menerus lengah, tentu akan sengsara di dunia dan acherat. Maka dari itu djangan sampai lengah, kita harus berhati-hati: Sedangkan orang jang mentjari kemuliaan di dunia sadja, kalau hanja seenaknja tidak sungguh2 tidak akan berhasil, lebih2 menjari keselamatan, kemuliaan di acherat. Kalau hanja seenaknja, sungguh tidak akan berhasil. 8 Pemikirannya menunjukkan adanya ketakutan akan bahaya kematian dan ketakutan akan adanya pembalasan berupa siksa atau hukuman. Dia 8 KHR. Hadjid, Pelajaran KHA. Dahlan:7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al- Qur`an..., hlm.11. berusaha bagaimana mendapat keselamatan,usaha ini salah satunya adalah berupa tulisan yang tertulis di dekat meja tulisnya, yaitu: “Hai Dahlan. Sesungguhnja bahaja jang menjusahkan itu lebih besar dan perkara2 jang mengedjutkan didepanmu, dan pasti kau akan menemui kenjataan jang demikian itu, ada kalanja kau selamat atau tewas menemui bahaja. Hai Dahlan, gambar2kanlah badanmu sendiri hanja berhadapan dengan Allah sadja, dan dimukamu bahaja maut akan diadjukan, hisab atau peperiksaan, surga atau neraka. hitungan jang achir itulah jang menentukan nasibmu. Dan fikirkanlah, renungkanlah apa2 jang mendekati kau daripada sesuatu jang ada dimukamu bahaja maut dan tinggalkanlah jang selainnja itu”. 9 Pemikirannya tentang dorongan kematian nampaknya mendapat tempat yang istimewa. Dia memberi penafsiran yang positif terhadap dorongan kematian. Dorongan kematian yang ada padanya menjadikanpendorong bagi terciptanya karya amal. Dengan kalimat yang lain, bahwa karya-karya amalnya sebagai salah satu pendorong adanya dorongan kematian. Beberapa lompatan pemikirannya menunjukkan pentingnya amal. Dia berkata: “Mengoempoelkan „ilmu, nazar dan oeang itoe karena hendak diambil faidahnja dan karena hendak diratakan, djoega soepaja diambil faidahnja; boekannja soepaja djadi kemegahan atau soepaja diketahoei oleh orang lain, itoe tidak” 10 .

4. Stuktur Manusia