Eksistensialis Eksistensialis-Idealis: Paham Manusia Muhammadiyah

berusaha. Jelasnya pada kalimat terakhir kutipan diatas memerinci tentang unsur-unsur teori al-kasb , yaitu “Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri. Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah ”. Perbuatan manusia dilihat dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri, manusia merupakan penerima gerak. Tetapi dilihat dari segi kekuasaan Allah Swt, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah, ini menunjukkan dengan kekuasaan Allah Swt perbuatan manusia diciptakan. Jika Allah Swt tidak memberikan kekuasaan- Nya kepada manusia untuk bergerak atau berbuat, maka manusia tidak akan dapat bergerak, tetapi Allah Swt memberikan kekuasaan- Nya kepada manusia untuk bergerak sesuka hati. Sehingga, sifat monodualis yang cocok disematkan dalam diri Muhammadiyah dalam hal perbuatan manusia sebagai manivestasi hubungan manusia dengan Tuhan.

4. Eksistensialis-Idealis: Paham Manusia Muhammadiyah

a. Eksistensialis

Pemikiran hakikat manusia dalam Muhammadiyah tidak berada dalam istilah-istilah fil safat manusia yang „murni‟ atau „akademik‟, karena hal ini dianggap sebagai spekulasi sia-sia dibandingkan dengan tugas utama mengubah masyarakat yang tidak bertauhid murni menjadi masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah mati akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Kerap kali beliau mengutarakan perkataan ulama: Artinya: “Manusia itu semuanya mati mati perasaannya kecuali para ulama,yaitu orang-orang yang berilmu. Dan ulama- ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramal pun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas dan bersih. ” 51 Hakikat manusia dalam Muhammadiyah secara nyata adalah beramal. Dengan demikian, pemahaman pemikiran Muhammadiyah tentang hakikat manusia adalah eksistensialis. Karena, beramal bukan bagian dari spritual, tetapi sebuah tindakan atau perbuatan memberi sesuatu kepada seseorang atau organisasi. Memberi sebagai kekuatan untuk menyelamatkan diri dari kesengsaraan dunia dan akhirat. Berarti seseorang harus ada atau eksis dalam berbagai tempat. Manusia yang hanya sanggup keluar dari dirinya, melampui keterbatasan biologis atau lingkungan fisiknya, tidak tersandera oleh batasan yang dimilikinya sendiri manusia. Mereka menyebut dirinya sebagai suatu manusia yang be rproses “menjadi” gerak yang aktif- dinamis. Beramal tersebut dikaitkan dengan pemikiran yang memandang segala esensi yang ada dibelakang yang nampak secara fisik ada kenyataan spiritual yang tidak dapat diterangkan secara materi. Cara mengkaji fenomena yang hanya spasial, temporal untuk sampai pada esensi atau hakikatnya tidak boleh menafikan dimensi spritual. Dibalik eksistensi beramal ada nilai yang sifat spritual yaitu pahala. Pahala tidak dapat diukur secara materi atau dijelaskan secara empiris, 51 KRH. Hadjid, Pelajaran KHA. Dahlan:7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al- Qur`an..., hlm. 51-61. akan tetapi harus menggunakan metafor-metafor pikiran kesadaran manusia. Meminjam istilahnya Hegel 1770-1831 kekuatan alam dan hukum kausalitas itu ada, tetapi keberadaanya hanya merupakan manifestasi dari kekuatan dan keberadaan yang lebih tinggi, yakni Roh Absolut. Pahala itu ada, tetapi keberadaannya hanya merupakan manifestasi dari upah yang diberikan dari Tuhan yang Kuasa.

b. Idealis