Penghayatan Mistik Menuju Manusia-Muslim

2. Penghayatan Mistik Menuju Manusia-Muslim

a. Pensucian Hati atau Riyadhah Hati Konsep naik tidak serta-merta langsung menuju Tuhan akan tetapi harus melewati tangga-tangga atau jalan-jalan terjal yang tidak mudah untuk dilalui. Konsep ini banyak yang mengunakan, lebih sering adalah para sufi yang sudah merumuskan tangga-tangga yang harus dilalui oleh seorang salik . Hal ini juga berlaku bagi salik Muhammadiyah. Konsep naik ini melalui Kyai Dahlan diintroduksi menjadi cara membersihkan hawa nafsu atau dapat mengetahui dan mengenal Tuhan dengan pengenalan yang sebenar-benarnya. Pendeknya, Kyai Dahlan telah merumuskan jalan atau epistemologi untuk mengetahui hakikat diri manusia tersebut. Epistemologi yang dimaksud adalah: a. Dzikrullah b. Memperbanyak Sholat c. Memikirkan Tragedi Akhirat Kyai Dahlan menganjurkan kepada orang umum dalam tingkat permulaan untuk mengingat Allah dengan menggunakan tiga cara tersebut diatas. Cara yang pertama dan yang kedua dalam membersihkan hawa nafsu tersebut dalam al-Qur`an as-Syams ayat 9 dan surat al-Jum`ah ayat 2, yaitu:      Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,”. 20                       Artinya: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat- ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah As Sunnah dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. 21 Nabi Muhammad Saw mengajarkan untuk membersihkan hawa nafsu dari kufur, berhala sesembahan selain kepada Allah, akhlaq busuk, rendah diri, sifat yang tercela, sifat hewan, dosa, was-was, dan perbuatan jahat dengan kalimat thoyibah Laa ilaaha illallah . Menurut Kyai Dahlan mengutip cara Rasullah dalam membersihkan hati, secara operasional ada beberapa cara, seperti sudah disebutkan diatas, yaitu: a. Dzikrullah Menurut Kyai Hadjid, Kyai Ahmad Dahlan juga memberikan tuntunan doa-doa yang disimpan oleh Siti Wasilah Hajdid. Cara mengingat atau menuju Allah yang disebut Kyai Dahlan adalah sebagai berikut: 1 Ingat kepada Allah ada beberapa macam tingkatan; seperti ingat kepada makhluk itu dapat ingat kepada pekerjaan, ingat kepada sifat Allah yang sempurna. 2 Ingat kepada ayat-ayat Allah itu dapat mengingat kepada agama Allah. 20 Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya: Juz 1-30..., hlm. 896. 21 Ibid , hlm. 808. 3 Ingat kepada kenikmatan Allah itu dapat ingat kepada nama Allah, ingat pada Dzat Allah. 4 Ingat kepada Allah adalah menyebut nama Allah dengan menyebut namanya di bibir. 5 Ingat kepada Allah dengan sungguh-sungguh, sehingga lupa kepada lainnya, seakan-akan melihat kepada Allah. 6 Ingat kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, tidur di segala tempat dan waktu. 7 Ingat kepada Allah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dengan mengucap La ilaha illallah 8 Jika menerima kenikmatan ingat kepada Allah dengan mengucap asy-syukru lillah 9 Jika melihat yang haram mengucap Subhanaallah . 10 Jika merasa salah segera berdoa ingat kepada Allah dengan mengucap Astaghfirullah 11 Jika tertimpa musibah atau ujian kesusahan ingat kepada Allah dengan mengucap Inna lillahi wa inna ilaihi raji‟un, atau mengucapkan Hasbunallahhu wani‟mal wakil. 12 Apabila mengingat kepada qadla dan qadar nasip ingat kepada Allah dengan mengucapkan Tawakkaltu „alallah. 13 Apabila ada ajakan taat atau godaan maksiat mengucapkan La khaula walaa quwwata illa billahi . 14 Setiap gerak-gerik dan segala tingkah laku dengan membaca Bismillahirrahmanirrahim. b. Memperbanyak sholat Cara membersihkan hawa nafsu yang kedua ialah dengan memperbanyak shalat, seperti shalat wajib lima kali, shalat Qobliyah dan Ba‟diyah, shalat Tahajud atau Witir, shalat Istikharah, shalat Hajad, shalat hari raya Idul Fitri dan hari Raya Qurban, shalat Gerhana matahari atau bulan, shalat Istisqa‟ minta hujan, dan lain-lain seperti yang tersebut dalam kitab Fiqh. Cara membersihkan hawa nafsu dengan membaca, memikirkan kadungan isi al-Qur`an, serta dengan shalat itu adalah sunnah Nabi. Karena hikmah shalat itu ialah agar mengingat kepada Allah, seperti terletak dalam al-Qur`an surat Thaha ayat 14 yang berbunyi “Aqimish shalata li dzikri” Dirikanlah shalat untuk ingat kepada-Ku. Mengingat kepada Allah dengan sungguh-sungguh dapat menimbulkan ketenangan dan menjaga diri dari nafsu. Al-Qur`an surat ar- Ra‟du ayat 28 mengisyaratkan hal itu, berbunyi “ Ala-bidzikrilla-hi tath- ma „innul qulu- b” Ingatlah hanya dengan dzikir kepada Allah hati menjadi tenang. Menurut Kyai Dahlan setelah membaca tafsir al- Qur‟an surat al- A‟la ayat 14 tersebut, dalam benak Kyai ada lompatan pemikiran seperti “Sebelum al-Qur‟an diturunkan, masalah membersihkan hawa nafsu juga sudah ada ajarannya di kalangan agama Budha dan Hindu, demikian juga masalah-masalah kesucian. Kata-kata suci dan berdo‟a juga sudah ada di kalangan Nasrani. Mereka semua mengaku mensucikan hati dan mengaku diri bahwa mereka telah suci dan menjadi orang suci”. Mereka boleh mengklaim telah suci dan jiwanya benar-benar sudah naik ke alam Ilahi, kesempurnaan yang sesungguhnya. Atau hanya telah meninggalkan maqam satu naik ke maqam yang kedua, atau naik ke maqam tiga. Mereka baru saja meninggalkan alam benda mati, berubah naik ke alam benda yang hidup, meninggalkan alam benda yang hidup naik ke alam benda yang hidup bergerak alam binatang, naik ke alam ruhani syaitan atau jin, belum ruhani alam malaikat, atau tingkat alam Ilahi, Tuhan Yang Maha Mulia, Maha Luhur, Maha Sempurna yang sesungguhnya. Kyai Dahlan pernah berkata: “Tuntunan Ulama Sufiyah yang menganjurkan untuk mengingat Allah, memperbanyak ingat kepada Allah, supaya hati manusia tawajud menghadap kepada Allah suatu perantara yang baik.” c. Memikirkan Tragedi Akhirat Kyai Dahlan berkata, “Coba fahamkan benar-benar lanjutan ayat 16-17 surat al- A‟la itu: “ Bahkan kamu masih memiliki kehidupan dunia. Padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” Orang yang membersihkan hawa nafsunya berarti itu orang yang baik, tetapi, apakah kebaikan itu seperti kebaikan orang Hindu, Budha dan Nasrani yang mengaku sudah suci. Manusia dewasa ini masih terpengaruh kehidupan dunia, masih memilih kehidupan dunia, belum bisa menghadap kepada Allah, belum memilih Allah, dengan bukti masih cinta kepada harta benda, tidak suka mengunakan harta benda dijalan Allah. Selain itu, tidak menghargai anak yatim, tidak memberi makan kepada fakir miskin, tetap masih membedakan antara orang miskin dengan orang kaya secara nyata. Hal ini tetaplah tidak relevan dari produk ingat dzikir kepada Alllah, shalat, pengakuan suci syahadat. Ini membukti bahwa masih sangat cinta dengan kebiasaan dan cinta kepada harta benda. Manusia mencintai kebiasaan, cinta kepada harta benda dan lain sebagainya. Hal demikian ini wajib di hilangkan dengan jalan membersihkan hati, ingat kepada Allah dengan jalan Tauhid hanya satu yang dicintai yaitu Allah, dengan jalan tafakur, muhasabah meneliti, serta muraqabah mengawasi diri sendiri. Menurut Kyai Dahlan, yang terpenting dalam membersihkan hati adalah jangan sampai diperbudak oleh kebiasaan. 22 b. Tafakkur Cara berikutnya adalah berfikir mengunakan akal yang sehat. Akal yang sehat adalah akal yang tidak tercemari bahaya, dapat memilih dengan pertimbangan yang cermat dan memegang teguh pilihan tersebut. Akal diibaratkan sebuah biji yang terbenam dalam 22 KRH. Hadjid, Pelajaran KHA. Dahlan:7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al- Qur`an..., hlm. 51-61. tanah perlu disiram, dipupuk, dan disiangi agar menjadi besar dan rimbun, serta berbuah yang menyegarkan. Sama dengan akal manusia yang perlu dipupuk, disirami dan disiangi dengan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan ketentuan dan syariat dari Allah Swt dan Rasullullah saw. Ilmu yang tertinggi untuk menyirami akal adalah ilmu mantiq, yaitu ilmu yang sesuai dengan kenyataan itu, atau ilmu tentang logika. Kebutuhan manusia lebih penting penyiraman pengetahuan akal manusia dari pada kebutuhan makanan perutnya. Selain itu, mencari harta benda dunia atau kebutuhan makan itu lebih susah daripada mencari ilmu pengetahuan untuk memperbaiki sikap dan tindakan seseorang. Keberadaan manusia didunia ini lebih banyak yang “ngawur” dan buta-tuli daripada yang “setiti” dan hati-hati serta “mengerti”. Orang yang “mengerti” itu lebih banyak daripada orang yang menjalankan pengertiannya. Orang yang mengerti dan tidak mengerti bodoh merupakan sesuatu yang bertentangan dan berbeda,tetapi selalu senang kepada apa saja yang disetujuinya dan benci-sengit kepada yang tidak disetujui. Jika disandingkan dengan perkara yang benar dan salah, akan terlihat kemantapan sikap orang yang pintar dan goyahnya sikap orang yang bodoh tidak mengerti. Orang yang pintar akan berikhtiar dan berusaha mencari jalan yang menghantarkan kesenangan dan menghindarkan diri dari lingkungan yang mengarah kepada kesusahan dan penderitaan. Orang yang pintar yang melalikan petunjuk dan tidak takut kepada Allah yang hanya menuruti ajakan hawa nafsu, secara perlahan-lahan mereka akan terjerumus kedalam kesusahan dan kealpaan yang sesungguhnya. Manusia yang mengerti pintar akan berusaha menjaga akal agar tetap memperoleh kesempurnaan dan dapat memahami dirinya, cara menjaga akal tersebut adalah sebagai berikut: pertama, jika memilih suatu perkara dengan rasa cinta dan kasih sayang “kebijaksanaan‟. Karena watak dan sifat orang yang tidak memiliki rasa kasih sayang, segala perbuatannya didasarkan pada kesenangan yang tidak terkontrol, hal ini akan membosankan dan sia-sia. Kedua, berusaha dengan sungguh-sungguh. Karena segala tidak akan tercapai apabila tidak diupayakan dengan pengorbanan harta benda dan dengan kekuatan pikiran. Pepatah Jawa memberikan nasihat, yaitu sapa temen bakal tinemu , dan jer basuki mawa beyo . Ketiga, memilih sesuatu dengan jelas. Petunjuk yang baik itu berpasangan dengan kesesatan dan sesuatu yang tidak baik itu selalu bebareng dengan sesuatu yang buruk. Niat mencari sesuatu lalu mendapatkan sesuatu yang harus ditolak karena bertentangan dengan niatnya semula, karena niat mencari sesuatu hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui yang sesungguhnya, mengikuti adat istiadat saja. Keempat, niat baik dalam menetapkan dan peneguhan pilihan yang dicarinya. Kelima, memelihara amanah yang telah diperolehnya. Keenam, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Keenam cara tersebut dapat dilihat dalam kutipan dibawah ini: “...Selanjutnya, agar akal manusia memperoleh kesempurnaan, dan agar supaya tetap pada keadaannya sebagai akal, harus memenuhi enam hal sebagai berikut: a. Dalam memilih berbagai perkara harus dengan belas kasih. Sebab manusia tidak akan sampai kepada derajat utama, jika tidak dengan belas kasih. Karena watak dan sifat orang yang tidak memiliki belas kasih itu segala perbuatannya didasarkan pada kesenangan, yang semakin lama semakin bosan dan lalu menjadi sia-sia. b. Bersungguh-sungguh dalam mencari, karena sesungguhnya segala sesuatu yang ditujukan kepada keutamaan dunia dan akhirat itu tidak akan tercapai apabila tidak dengan daya upaya, ikhtiar, pengorbanan harta benda dan dengan kekuatan pikiran. Harus memilih secara jelas dan terang benderang. Sebab petunjuk itu selalu berpasangan dengan kesesatan dan barang yang tidak baik itu selalu bebareng dengan barang yang buruk. Oleh karena itu banyak orang yang mencari sesuatu lalu mendapatkan sesuatu yang sesungguhnya harus ditolak karena bertentangan dengan kehendaknya semula, karena mencarinya sesuatu hanya dengan ikut-ikutan tanpa mengetahui kenyataan yang sesungguhnya dan hanya mengikuti adat istiadat saja. c. Harus beri‟tikad baik dalam menetapkan pilihan yang dicarinya dan tetap teguh dalam hati, dan akhirnya pekerjaannyapun benar dan betul. d. Harus dipelihara dengan baik barang yang telah diperolehnya, karena manusia itu bersifat alpa dan lena. e. Dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, karena segala pengetahuan tidak akan bermanfaat apabila tidak dikerjakan sejalan dengan keadaan .” 23 23 Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran KH. Ahmad Dahlan, dan Muhammadiyah:dalam Perspektif Perubahan Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1990, hlm.228-229.

C. Aksiologi Filsafat Manusia Menurut Muhammadiyah