hidung oleh MRSA pada populasi siswa kedokteran sekitar 0 - 3.2. Saat ini belum ada data penelitian mengenai kolonisasi hidung oleh strain S. aureus
ataupun skrining MRSA pada pekerja kesehatan di lingkungan rumah sakit di Medan, sehingga peneliti berminat untuk melakukan penelitian terhadap dokter
muda yang bertugas di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah dijumpai S. aureus dengan resistansi berperantara MecA dari
skrining sediaan usap hidung dokter muda yang bertugas di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah: Mengetahui jumlah S. aureus dengan resistansi berperantara MecA yang
dijumpai dari skrining sediaan usap hidung dokter muda yang bertugas di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah: Mengetahui pola kepekaan bakteri S. aureus yang ditemukan dari sediaan
usap hidung dokter muda yang bertugas di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, terhadap beberapa jenis antibiotik.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: -
Sumber data dan informasi mengenai prevalensi S. aureus dengan resistansi berperantara MecA berdasarkan hasil skrining dari sediaan
usap hidung dokter muda yang bertugas di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
- Sumber data pola kepekaan kuman S. aureus dari sediaan usap hidung
dokter muda yang bertugas di Instalasi Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
- Meningkatkan dan memperluas pengetahuan peneliti tentang proses
penelitian kesehatan khususnya di bidang Mikrobiologi medik.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Staphylococcus aureus
Terdapat sekurang-kurangnya 40 spesies dalam genus Staphylococcus. Tiga spesies yang selalu ditemukan dengan kepentingan klinis adalah Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus saprophyticus. Staphylococcus aureus merupakan salah satu patogen utama pada manusia.
Hampir setiap orang akan mengalami infeksi yang disebabkan oleh S. aureus dalam hidup mereka dengan tahap keparahan yang berbeda; dari keracunan
makanan atau infeksi kulit minor hingga infeksi yang membahayakan nyawa Jawetz, 2010. Staphylococcus aureus biasanya mengkolonisasi kulit dan
membran mukosa manusia. Daerah depan anterior hidung merupakan habitat utama S. aureus, namun bakteri ini dapat dijumpai pada kulit, perineum, pharynx,
saluran pencernaan gastrointestinal, vagina dan ketiak axilla manusia Wertheim, 2005.
Staphylococcus aureus pertama kali digambarkan oleh Anton Rosenbach seorang dokter asal Jerman pada tahun 1884 Freeman-Cook, 2006.
Staphylococcus aureus bersifat non-motil tidak bisa bergerak, tidak membentuk spora dan tumbuh secara berkelompok menyerupai buah anggur. Bakteri Gram-
positif ini mempunyai diameter 1µ m dan berbentuk kokus bulat Jawetz, 2010. Secara biokimia, semua Staphylococci dapat memproduksi katalase katalase
dapat mendegradasi H
2
O
2
menjadi O
2
dan H
2
O. Katalase merupakan suatu faktor virulensi yang penting karena H
2
O
2
bersifat mikrobisidal dan degradasi katalase membatasi kemampuan neutrofil untuk membunuh. Staphylococcus aureus dapat
memproduksi koagulase yaitu suatu enzim yang dapat menyebabkan plasma menggumpal dengan mengaktivasi protrombin. Levinson et al. 2002
Batas suhu untuk pertumbuhan S. aureus adalah antara 15°C hingga 45°C dan bakteri ini dapat tumbuh pada lempeng agar yang mengandung NaCl
sehingga konsentrasi 15 Todar, 2012. Staphylococcus aureus dapat
memfermentasi manitol dan menghemolisis sel darah merah Levinson et al. 2002. Pada lempeng agar, koloni yang terbentuk berwarna kuning keemasan
Todar, 2012. 2.1.1. Struktur Dinding Sel
Dinding sel bakteri terdiri dari jaringan makromolekul yang disebut peptidoglikan dikenal juga sebagai murein dan jaringan ini bisa tersusun tunggal
atau dengan kombinasi zat lain. Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan yang
banyak sehingga struktur yang terbentuk tebal dan kaku Tortora, 2013. Peptidoglikan merupakan suatu target yang bagus untuk obat antibakteri karena
peptidoglikan hanya dijumpai pada bakteri, bukan pada manusia Levinson et al. 2002. Dinding sel kebanyakan bakteri gram positif mengandung asam teichoic
dan asam teichuronic yang mengatur fungsi elastisitas, porositas, kekuatan tarik dan sifat elektrostatik dinding sel. Dinding sel bakteri memberi proteksi osmotik
bagi bakteri, mempertahankan bentuk bakteri, meregulasi proses pembelahan sel dan menentukan karakteristik antigen bakteri Jawetz, 2010.
2.1.2. Faktor Virulensi Virulensi suatu organisme adalah derajat patogenisitas organisme tersebut.
Virulensi bakteri bergantung pada struktur sel, eksotoksin dan endotoksin yang dimiliki bakteri tersebut, sehingga keseluruhan komponen itu disebut sebagai
faktor virulensi Gladwin, 2001. Staphylococcus aureus dapat memproduksi sejumlah besar faktor virulensi untuk memfasilitasi patogenesisnya. Pada
awalnya, penelitian terfokus pada peran faktor virulensi protein permukaan seperti kapsul; namun sejak kebelakangan ini, peneliti mula memperhatikan pentingnya
keseluruhan eksoprotein Staphylococcus, seperti sitolisin dan superantigen, dalam inisiasi dan perkembangan infeksi melalui kerusakan jaringan langsung ke
membran mukosa dan kulit.
A. Faktor permukaan sel: Kapsul dan protein pengikat-fibronektin
Fibronectin-binding protein. Faktor virulensi yang terkait dengan dinding sel Staphylococcus aureus
mencakup polisakarida kapsuler capsular polysaccharides, CPs, staphyloxanthin pigmen karotenoid dan sekelompok protein yang dikenal
sebagai microbial surface components recognizing adhesive matrix molecules MSCRAMMs.
Polisakarida kapsuler diproduksi oleh kira-kira 90 S. aureus isolat klinis, dan 2 serotipe CP5 dan CP8 menyumbang sekitar 75 isolat yang ditemukan
dari manusia. Fungsi utama kapsul pada virulensi Staphylococcus adalah untuk mencegah fagositosis oleh neutrofil, tetapi kapsul Staphylococcus juga telah
ditunjukkan dapat meningkatkan kolonisasi bakteri dan ketahanan pada permukaan mukosa. Pigmen keemasan S. aureus yaitu staphyloxanthin, juga
berfungsi untuk melawan neutrofil fagositosis berbasis-oksidan reaktif. MSCRAMMs seperti faktor penggumpalan Clumping factors, Clf, protein
pengikat-fibronektin fibronectn-binding proteins, FnBP, pengikat kolagen dan Protein A, mempunyai peran penting dalam pelekatan mikroba pada protein sel
inang antara lain: fibronektin, fibrinogen dan kolagen dan menetapkan langkah pertama terjadinya infeksi. Protein-protein ini juga mencegah pengenalan
organisme oleh sistem kekebalan tubuh inang. Sebagai contoh, faktor penggumpalan Clf dan protein pengikat-fibronektin FnBP dapat menyebabkan
aktivasi platelet, yang mengakibatkan pembekuan. Protein A mengikat pada bagian Fc immunoglobulin untuk mencegah opsonisasi.
B. Faktor disekresi : Lipase, Sitolisin, Superantigen dan Protease
Berbeda dengan peran protektif dan pasif faktor virulensi yang terkait dengan dinding sel, faktor virulensi yang disekresi oleh S. aureus memainkan
peran aktif dalam mengganggu sistem kekebalan tubuh inang dengan merusak sel inang dan jaringan, menghalangi sistem kekebalan tubuh inang melepaskan nutrisi
dan memfasilitasi penyebaran bakteri. Faktor virulensi yang disekresi terdiri dari empat kategori utama: superantigen, toksin pembentuk-pori, berbagai eksoenzim
dan bermacam-macam protein Lin, 2010.
Tabel 2.1. Faktor-faktor virulensi yang disekresi Staphylococcus aureus
FAKTOR VIRULENSI FUNGSI
Toxic shock syndrome toxin 1; staphylococcal enterotoxins;
staphylococcal enterotoxin-like toxins
Mengaktivasi sel T dan makrofag
Cytolysins α-, β-, γ-, δ-toxins;
phenolsoluble modulin-like peptides;
leukocidins Panton-Valentine leukocidin, PVL ; LukDE
Menyebabkan apoptosis pada konsentrasi rendah dan lisis berbagai sel
termasuk eritrosit, limfosit, monosit, sel epitel; variasi target spesifik
Lipase Inaktivasi asam lemak
Hyaluronidase Degradasi asam hyaluronik
Serine proteases; cysteine proteases termasuk
staphopains; aureolysin Menginaktifkan aktivitas proteolitik
neutrofil; inaktivasi peptida antimikroba
Staphylokinase Aktivasi plasminogen; Inaktivasi peptida
antimikroba Exfoliative toxins
Bertindak sebagai protease serine; mengaktivasi sel T
Chemotaxis inhibitory protein of S. aureus; Staphylococcal
inhibitor of complement Menghambat komplemen
Staphylococcal superantigen- like proteins; extracellular
adherence protein Menghambat komplemen C5 dan IgA;
menghambat migrasi neutrofil
2.2. Antibiotik Betalaktam ß-laktam