Tabel 5.3. Profil sensitivitas sampel S.aureus terhadap 15 antibiotik ANTIBIOTIK
SENSITIF f
INTERMEDIATE f
RESISTAN f
Ampicillin 0 0
- 10 100
Amoxicillin- Clavulanic acid
7 70 -
3 30 Amoxicillin
0 0 -
10 100 Ceftazidime
0 0 0 0
10 100 Ciprofloxacin
8 80 0 0
2 20 Cefotaxime
4 40 4 40
2 20 Cefepime
0 0 0 0
10 100 Gentamicin
10 100 0 0
0 0 Clindamycin
0 0 0 0
10 100 Imipenem
10 100 0 0
0 0 Levofloxacin
8 80 0 0
2 20 Meropenem
0 0 1 10
Trimethoprim- Sulfamethoxazole
9 90 0 0
1 10 Piperacillin-
tazobactam 0 0
- 10 100
Cefoxitin 4 40
- 6 60
Keterangan: f = frekuensi
Dari uji kepekaan isolat S. aureus terhadap 15 antibiotika, ditemukan bahwa isolat tersebut telah resistan terhadap beberapa antibiotik. Antibiotika
tersebut adalah Ampicillin, Amoxicillin, Ceftazidime, Cefepime, Clindamycin dan Piperacillin-tazobactam.
5.2. Pembahasan
Pada penelitian ini telah dilakukan skrining terhadap 30 sampel usap hidung dokter muda yang bertugas di Instalasi Perawatan Intensif RSUP HAM Medan.
Dari 30 sampel tersebut, sebanyak 10 sampel telah diidentifikasi sebagai isolat S. aureus 33,3 dan 6 isolat S. aureus dari 10 sampel tersebut positif untuk
resistensi berperantara MecA 60. Dari 30 sampel tersebut sebanyak 20 sampel adalah positif untuk S. aureus dengan resistansi berperantara MecA.
Menurut penelitian Rongpharpi, S.R et al. 2013, persentase S. aureus yang
diisolasi dari petugas kesehatan sebanyak 22,22 dan sebanyak 11,43 positif untuk resistensi berperantara MecA. Penelitian lain di Ethiopia mendapatkan
28,8 isolat S. aureus dari petugas kesehatan dan 44,1 dari isolat tersebut
adalah MRSA Shibabaw, 2013. Persentase isolat S. aureus dan S. aureus dengan
resistansi berperantara MecA yang diisolasi pada penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut, hal ini dapat disebabkan perbedaan jumlah sampel
penelitian.
Dari hasil penelitian ini, diperoleh jumlah dokter muda laki-laki sebanyak 14 orang 46,7 dan 3 dari mereka positif untuk isolat S.aureus 21,4. Jumlah
dokter muda perempuan pula sebanyak 16 orang 53,3 dan 7 dari mereka positif untuk isolat S.aureus 43,8. Penelitian yang dilakukan oleh Rongpharpi,
S.R et al. 2013 melaporkan sebanyak 54,3 pekerja kesehatan yang positif untuk isolat S.aureus adalah laki-laki dan 45,7 adalah perempuan. Dalam
penelitian ini, hanya 1 16,7 laki-laki yang positif skrining MRSA dan sebanyak 5 83,3 perempuan yang positif skrining MRSA. Penelitian yang
dilakukan oleh Gebreyesus 2013 melaporkan persentase pekerja kesehatan perempuan yang positif skrining MRSA sebanyak 14,1 dan laki-laki sebanyak
6,2. Menurut penelitian lain di Iran, sebanyak 34,4 petugas kesehatan laki- laki positif skrining MRSA dan sebanyak 65,6 petugas kesehatan wanita positif
skrining MRSA Askarian, 2009. Perbedaan persentase jumlah hasil skrining MRSA positif antara laki-laki dengan perempuan ini dapat disebabkan adanya
perbedaan komitmen dalam usaha pengendalian infeksi dan usaha masing-masing dalam menjaga kebersihan diri ataupun faktor-faktor lain yang dapat diselidiki
pada penelitian lebih lanjut Shibabaw, 2013. Berdasarkan hasil penelitian ini, isolat S. aureus telah resistan 100
terhadap 6 dari 15 antibiotik yang diuji. Antibiotik yang dimaksud yaitu Ampicillin, Amoxicillin, Ceftazidime, Cefepime, Clindamycin dan Piperacillin-
tazobactam. Pada penelitian Rongpharpi, S.R et al. 2013, tidak ada isolat S. aureus yang 100 resistan terhadap antibiotik, dimana hasil profil sensitivitas
Ampicillin menunjukkan resistansi sebanyak 88,6. Resistansi isolat S. aureus terhadap Amoxicillin menurut penelitian Monem, 2012 adalah sebanyak 82,1
pada strain MRSA dan 23,8 pada strain MSSA. Menurut penelitian Ahmed MO et al. 2012, resistansi terhadap antibiotik Clindamycin adalah 30. Resistansi
isolat S.aureus terhadap 6 jenis antibiotik ini mungkin terjadi oleh karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Di negara-negara berkembang, resep
dokter tidak diperlukan untuk membeli antibiotik, bahkan antibiotika dapat diperoleh dengan mudah sebab diperjualbelikan layaknya seperti obat bebas.
Peresepan antibiotika yang tidak rasional oleh dokter juga menyumbang pada berkembangya sifat resistan bakteri terhadap antibiotika.
Dalam penelitian ini, ditemukan isolat S.aureus sensitif 100 terhadap 2 dari 15 antibiotik yang digunakan yaitu Gentamicin dan Imipenem. Menurut
penelitian Monem 2012, sensitivitas isolat S. aureus strain MRSA terhadap Gentamicin sebanyak 97,4 dan 95,2 pada strain MSSA. Penelitian yang
dilakukan oleh Fadeyi et al. 2010 pula melaporkan sensitivitas antibiotik isolat MRSA sebanyak 36,7 terhadap antibiotik Gentamicin. Berdasarkan pedoman
CLSI dokumen M100-S23, Staphylococcus spp. yang sensitif terhadap Cefoxitin dapat dianggap sensitif pula terhadap antibiotika Carbapenem termasuk
Imipenem dan berlaku sebaliknya CLSI, 2013. Namun pada penelitian ini seluruh isolat S. aureus termasuk MRSA sensitif terhadap Imipenem, dengan
demikian sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar sensitivitas MRSA terhadap antibiotika golongan Carbapenem. Berdasarkan pedoman yang
sama dinyatakan pula bahwa pada Staphylococcus spp. yang sensitif terhadap antibiotika golongan Aminoglikosida termasuk Gentamicin, antibiotik ini hanya
boleh digunakan dalam kombinasi dengan antibiotik lain yang hasil uji kepekaannya juga sensitif CLSI, 2013. Hal ini sebaiknya diperhatikan dalam
penggunaan antibiotika untuk mengatasi infeksi yang disebabkan Staphylococcus spp., untuk menghindari munculnya strain MDR dari bakteri ini.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan