Latar Belakang aureus terhadap 15 antibiotika Lampiran 8 Gambar Hasil Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk kokus dan biasanya tumbuh berkelompok seperti buah anggur. Bakteri ini juga bersifat non-motil tidak bisa bergerak dan tidak menghasilkan spora Jawetz,2010. S. aureus merupakan penyebab tersering infeksi bakteria yang membahayakan nyawa. Setiap tahun di Amerika Serikat, sebanyak 400.000 pasien di rumah sakit diinfeksi dengan S. aureus dan diperkirakan sebanyak 100.000 daripada pasien ini meninggal disebabkan oleh komplikasi yang muncul akibat infeksi tersebut. Walaupun lebih daripada 8.000 orang yang meninggal dunia setiap bulan dari infeksi S. aureus, masalah ini jarang mendapat perhatian dari media maupun masyarakat karena kasus yang terjadi biasanya sporadik dan terdistribusi di seluruh negara Freeman-Cook, 2006. S. aureus bisa menyebabkan infeksi internal yang parah dan merupakan penyebab pneumonia nosokomial tersering kedua. S. aureus juga dapat menyebabkan meningitis, yang biasanya terjadi akibat infeksi setelah pembedahan otak atau bakteremia. Bakteri ini juga dapat menyebabkan infeksi yang amat menyakitkan pada cairan sendi. Infeksi ini disebut artritis infektif atau septik. Lebih parah lagi adalah osteomyelitis suatu infeksi tulang terlokalisasi yang biasanya terjadi pada anak berusia 12 tahun ke bawah dan infeksi pada katup jantung yang disebut endokarditis Freeman-Cook, 2006. Bakteri dapat menjadi resistan terhadap antibiotik apabila mereka mendapat materi genetik baru yang membawa sifat resistan Inweregbu, 2005. Pada tahun 1961 di Inggris, muncul laporan tentang S. aureus yang resistan terhadap methicillin, strain ini disebut methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA. Tidak lama kemudian, isolat MRSA dijumpai di Jepang, Australia, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya. Enright et al. 2002. Methicillin adalah antibiotik beta-laktam dari golongan penicillin Katzung,2009. Methicillin pertama kali digunakan pada tahun 1959 untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh strain S. aureus yang resistan terhadap antibiotik penicillin. Resistansi terhadap methicillin ditentukan oleh gen MecA yang mengkode suatu protein pembawa sifat resistan terhadap antibiotik tersebut Enright et al. 2002. Bakteri Gram positif merupakan penyebab tersering infeksi nosokomial dan S. aureus sebagai patogen predominan Inweregbu, 2005. Infeksi nosokomial merupakan suatu infeksi yang diperoleh pasien selama pasien tersebut dirawat di rumah sakit Darmadi, 2008. Infeksi nosokomial dapat disebarkan dengan perantara manusia pasien, pekerja di rumah sakit, pengunjung dan lingkungan air, udara, makanan, alat-alat. Manusia sebagai sumber infeksi nosokomial adalah mereka yang sedang menderita penyakit infeksi, sedang dalam masa inkubasi penyakit infeksi, dan orang sehat yang merupakan pembawa carrier mikroorganisme penyebab infeksi Mims et al. 2004. Manusia dapat menjadi pembawa S. aureus tanpa gejala infeksi, dan hidung merupakan tempat kolonisasi paling sesuai di mana bakteri ini dapat diisolasi Williams, 1963. Manusia sebagai pembawa S. aureus di rongga hidung mempunyai peran penting dalam epidemiologi dan patogenesis infeksi, terutama di lingkungan rumah sakit. Sekitar 16.8–56.15 pekerja kesehatan health care workers adalah pembawa S. aureus di rongga hidung Kluytmans,1997. Pekerja kesehatan yang membawa strain virulen S. aureus dapat menjadi sumber infeksi nosokomial walaupun mereka tidak menderita penyakit akibat kuman tersebut. Penggunaan antibiotik multipel adalah salah satu faktor risiko munculnya MRSA. Methicillin-resistant S. aureus sebagai strain virulen biasanya resistan terhadap beberapa kelompok antibiotik berspektrum luas. Flora normal di hidung seseorang akan mengalami modifikasi saat ia menggunakan antibiotik sistemik Kluytmans,1997. Penelitian oleh Noble 1964, menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik penicillin yang berlebihan merupakan faktor risiko untuk kolonisasi penicillin resistant S. aureus pada rongga hidung pasien dan untuk penularan kuman tersebut ke pasien lain. Mekanisme penyebaran kuman yang berhubungan dengan penggunaan antibiotik ini berperan dalam meningkatnya prevalensi MRSA di rumah sakit. Berdasarkan penelitian Bellows 2013, adanya paparan dengan lingkungan rumah sakit meningkatkan prevalensi kolonisasi hidung oleh MRSA pada populasi siswa kedokteran sekitar 0 - 3.2. Saat ini belum ada data penelitian mengenai kolonisasi hidung oleh strain S. aureus ataupun skrining MRSA pada pekerja kesehatan di lingkungan rumah sakit di Medan, sehingga peneliti berminat untuk melakukan penelitian terhadap dokter muda yang bertugas di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah