Methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA

Sebagai konsekuensinya, organisme ini tidak terhambat kecuali pada konsentrasi obat tinggi yang biasanya tidak tercapai secara klinis Katzung, 2009. Semua bakteri termasuk S. aureus mempunyai membran plasma dan dinding sel. Kebanyakan zat obat memasuki sel melalui pori pada membran sel. Konsentrasi obat di dalam sel adalah sebanding dengan jumlah pori pada sel. Ada bakteri yang menjadi resistan terhadap obat antibiotik dengan mekanisme mengurangi jumlah pori pada membran sel. Pada bakteri dimaksud, jumlah obat yang memasuki sel tidak cukup untuk merusak atau membunuh bakteri tersebut. Ada pula bakteri yang memproduksi pompa efluks yang mengeluarkan antibiotik dari sel sebelum antibiotik tersebut dapat merusaknya. Terdapat pompa khusus untuk obat tertentu saja dan pompa yang dapat mengekspor berbagai obat. Pompa yang dapat mengekspor berbagai obat ini dikenal sebagai pompa multi-drug resistance MDR dan bakteri yang mempunyai pompa ini resistan terhadap berbagai antibiotik. Pompa MDR ini juga bisa mengeluarkan disinfektan dan antiseptik yang biasanya digunakan untuk membunuh bakteri pada permukaan. Pompa- pompa ini kemungkinan telah berevolusi dari fungsi aslinya yaitu mengekspor substansi kimia toksik yang dijumpai bakteri di alam Freeman-Cook, 2006.

2.3. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA

Wabah infeksi didapat di rumah sakit hospital-acquired infections yang disebabkan oleh methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA diakui dengan frekuensi meningkat di Amerika Serikat. Dua pertiga dari kasus infeksi ini berjangkit di instalasi perawatan intensif. Pasien rawat inap terinfeksi dan dikolonisasi MRSA menjadi reservoir utama, dimana tangan petugas rumah sakit sebagai pembawa transien MRSA merupakan mekanisme yang paling penting pada seri penularan kuman dari satu pasien ke pasien lain. Pada lebih dari 85 rumah sakit di mana MRSA telah ditemukan, strain MRSA telah menjadi patogen nosokomial endemik Thompson, 1982. Strain MRSA ditemukan segera setelah methicillin diperkenalkan dalam praktek klinis. Resistansi tersebut disebut intrinsik karena kerusakan yang terjadi bukan disebabkan oleh antibiotik ß-laktam. Wabah pertama infeksi yang disebabkan oleh MRSA terjadi di rumah sakit Eropa pada awal tahun 1960. Sejak itu, strain MRSA dan methicillin-resistant coagulase-negative Staphylococci telah menyebar di seluruh dunia dan telah menjadi mapan di luar lingkungan rumah sakit, terutama dalam kalangan pasien di fasilitas perawatan penyakit kronis dan pencandu obat parenteral. Terjadi peningkatan yang stabil dalam prevalensi MRSA yang diisolasi di rumah sakit di Amerika Serikat sehingga sekarang, sekitar 25 dari isolat klinis S. aureus merupakan strain resistan methicillin MRSA. Sekitar 30 sampai 50 kb DNA kromosom tambahan, mec, tidak ditemukan pada methicillin-sensitive Staphylococcus aureus MSSA namun terdapat pada MRSA. Mec selalu ditemukan dekat kelompok gen pur-nov-his pada kromosom S. aureus. Mec mengandung MecA, gen struktural untuk protein pengikat penicillin 2a Pencillin-binding protein 2a, PBP 2a; mecI dan mecR1, elemen yang mengontrol transkripsi MecA; dan 20 sampai 45 kb DNA terasosiasi mec. MecA mengkode PBP 2a juga dikenal sebagai PBP 2’, suatu 76-kDa PBP yang dapat diinduksi dan menentukan sifat resistan terhadap methicillin. Strain S.aureus yang rentan terhadap methicillin MSSA tidak memiliki gen MecA. Kedua MRSA dan MSSA menghasilkan empat PBP utama, PBPs 1, 2, 3, dan 4 dengan perkiraan massa molekul 85, 81, 75, dan 45 kDa. Penicillin-binding protein PBP adalah membran terikat DD-peptidase yang telah berevolusi dari protease serin serine, dan mekanisme aktivitas biokimianya mirip dengan yang protease serin. Enzim-enzim ini mengkatalisis reaksi transpeptidasi yang membentuk cross-links pada peptidoglikan dinding sel bakteri. Antibiotik ß- laktam adalah analog substrat yang mengikat PBP secara kovalen di situs-aktif serin dan mengakibatkan inaktivasi enzim pada konsentrasi yang kurang lebih sama dengan minimum inhibitory concentration MIC. Penicillin-binding proteins PBP 1,2 dan 3 memiliki afinitas tinggi untuk sebagian besar antibiotik ß-laktam, dan pengikatan antibiotik ß-laktam oleh PBP ini mematikan bagi sel bakteri. Pada sel bakteri yang resistan terhadap methicillin, PBP 2a, dengan afinitas rendah untuk mengikat antibiotik ß-laktam dapat menggantikan fungsi penting dari PBP dengan afinitas tinggi untuk mengikat antibiotik dalam konsentrasi antibiotik yang dinyatakan letal. Chambers,1997.

2.4. Infeksi nosokomial