Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indera penglihatan adalah salah satu sumber informasi yang vital bagi manusia. Tidak berlebihan apabila dikemukakan bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh oleh manusia berasal dari indera penglihatan, sedangkan selebihnya berasal dari panca indera yang lain. Sebagai konsekuensinya, bila seseorang mengalami gangguan indera penglihatan, maka kemampuan aktivitas yang bersangkutan akan terbatas, karena informasi yang diperoleh akan jauh berkurang dibandingkan mereka yang berpenglihatan normal. Oleh sebab itu, apabila tidak mendapat penanganan atau rehabilitasi khusus, hal ini akan mengakibatkan timbulnya berbagai kendala psikologis, seperti misalnya perasaan inferior, depresi, atau hilangnya makna hidup dan sebagainya. Anak tunanetra sebagai salah satu anak berkebutuhan khusus memiliki berbagai kebutuhan yang khusus pula. Kebutuhan dasar bagi anak tunanetra adalah kemampuan untuk bergerak dan berorientasi baik dirumah maupun di sekolah. Tanpa kemampuan tersebut anak tunanetra akan merasakan kesulitan untuk memperoleh pengalaman dalam lingkungan sekitar. Seperti telah diketahui bahwa kebutuhan bergerak dan berorientasi bagi setiap manusia sudah dimulai sejak kecil, terutama sejak mereka dapat berjalan. Bahkan bayi yang berumur beberapa minggu saja sudah berusaha mengadakan orientasi seperti ketika mendengarkan suara ibunya, ia akan berusaha mencari arah suara tersebut berasal. Usaha untuk mengenal sumber suara ini merupakan salah satu bagian dari prinsip orientasi. commit to user 2 Jay Gense dan Marilyn Gense dalam Importance of Orientation And Mobility Skills for Students who are Deaf-Blind 2004 httpwww.perkins.org.resourcesscoufOrientasion_And_MobilityMultiple.disabili ties.html. mengungkapkan alasan seorang anak deaf-blind mengalami hambatan motivasi untuk bergerak : A child who is deafblind must learn to understand his or her environment with minimal or distorted visual and auditory information. Limited sight andor hearing may inhibit natural curiosity and the motivation to move about. Some may feel insecure or frightened when moving about in an environment they can neither see nor hear clearly. Others may run on the track team or use motorized wheelchairs. Some communicate with speech or sign language, while others may not have had enough experiences in the environment to understand even basic concepts about that environment or about objects found in it. It is essential that children who are deaf-blind receive learning opportunities and instruction that facilitate purposeful movement. Seorang anak yang deafblind harus belajar untuk memahami lingkungan- nya secara minimal atau dengan informasi visual dan pendengaran yang terdistorsi. Keterbatasan melihat danatau mendengar dapat menghambat rasa ingin tahu alami dan motivasi untuk bergerak. Beberapa orang mungkin merasa tidak aman atau ketakutan ketika bergerak dalam suatu lingkungan dimana mereka tidak dapat melihat atau mendengar dengan jelas. Orang lain mungkin berlari dengan tim atau menggunakan kursi roda bermotor. Beberapa berbicara atau berkomunikasi dengan bahasa isyarat, sementara yang lain mungkin tidak punya cukup pengalaman di lingkungan bahkan untuk memahami konsep dasar tentang lingkungan atau tentang obyek yang ditemukan di dalamnya. Demikian pula halnya dengan tunanetra, baik inisiatif sendiri maupun bantuan dari orang lain, mereka harus belajar bergerak,beorientasi sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang mereka miliki. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bila kita melihat seorang tunanetra sanggup bergerak dan berorientasi dengan cekatan walaupun tidak seperti anak-anak yang berpenglihatan normal, hal ini dikarenakan adanya kesempatan pembelajaran yang memfasilitasi tujuan gerak mereka. commit to user 3 Selama periode awal setelah kehilangan penglihatan, meskipun orang-orang disekitarnya akan selalu mencoba untuk memberikan perhatian dan membantu, akan datang saatnya bagi para tunanetra untuk mandiri ketika ia berada dalam kondisi sendiri. Tunanetra harus belajar menghadapi sendiri apapun yang terjadi di sekitarnya. Disamping itu, ketika seseorang memiliki aktivitas yang terkonsentrasi di suatu ruangan pada saat-saat awal kehilangan penglihatan, mereka diharapkan secara bertahap dapat bergerak keluar dari ruangannya, misalnya ke kamar mandi, ke dapur,ke ruang makan dan seterusnya. Mereka harus belajar untuk mampu melakukan perjalanan secara mandiri dan aman secara perlahan-lahan. Untuk dapat melakukan hal itu, dapat dimulai dengan ruangan yang familiar bagi tunanetra. Seorang tunanetra harus mengingat rute yang akan dilalui dengan jelas termasuk titik permulaan dan tujuan yang akan dituju. Tunanetra juga harus belajar melakukan perjalanan dengan berusaha mengenali lingkungan di sekitarnya dengan cara menyentuh, mendengar, mencium untuk membantu menggantikan informasi yang tidak diperoleh karena indera penglihatannya yang tidak berfungsi. Menentukan arah langkah juga merupakan hal yang penting, karena berdasarkan hal itu mereka dapat berjalan secara aman di sepanjang dinding, furniture atau benda lain yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Mengingat arah yang benar ketika berjalan, bersikap waspada terhadap barang-barang yang ada di sekitarnya akan mengurangi rintangan yang akan dilaluinya. Agar aktivitas bermobilitas penyandang tunanetra dapat berjalan dengan baik dan aman,pemberian pelatihan teknik-teknik untuk berjalan mandiri Independent Travel sangat diperlukan. Teknik independent travel ini dapat membantu para tunanetra untuk bisa lebih mandiri dalam hal berorientasi dan bermobilitas, karena teknik ini tidak memerlukan alat bantu dan bisa dilakukan sendiri oleh para tunanetra. Teknik independent travel meliputi upper hand, lower hand, trailing dan sebagainya. commit to user 4 Akan tetapi ada berbagai faktor yang mempengaruhi diri anak tunanetra untuk mandiri khususnya dalam hal berorientasi. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu faktor yang berasal dari dalam individu dan faktor yang berasal dari luar individu. Faktor dari dalam diri individu dapat berupa penyimpangan atau kelainan pada diri anak seperti takut, merasa tergantung pada orang lain dan sebagainya. Sedangkan faktor dari luar dapat disebabkan oleh lingkungan yang kurang mendukung seperti lingkungan keluarga atau masyarakat yang terus memanjakan anak tunanetra sehingga mereka enggan mencoba untuk mandiri. Apapun faktor yang terjadi hal ini akan menghambat proses belajar bagi anak tunanetra. Masalah kemandirian dalam orientasi dan mobilitas juga dialami oleh siswa tunanetra kelas I di SDLB N Cangakan Karanganyar. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti berkaitan dengan kemampuan siswa untuk berorientasi dan bermobilitas dan hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel.1.1 Hasil Observasi Awal Kemandirian Siswa dalam Mengenal Lingkungan Sekolah No. Nama Siswa Nilai 1 R K 24 2 U 26 Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa rata-rata siswa memperoleh nilai 25 yang berarti kurang dari indikator ketuntasan yang seharusnya mencapai nilai 45-60. Hal ini dapat menggambarkan bahwa kemandirian siswa tunanetra di SDLB N Cangakan Karanganyar masih kurang baik atau bisa dikatakan masih belum mandiri. Berpijak pada masalah diatas dapat di katakan bahwa pengajaran teknik Independent Travel memiliki andil yang sangat besar untuk membantu meningkatkan kemandirian tunanetra khususnya dalam hal berorientasi dan bermobilitas. Berdasarkan uraian tersebut penulis dalam penelitian ini mengambil judul commit to user 5 :“Penggunaan Teknik Upper Hand,Lower hand,dan Trailling Untuk Meningkatkan Kemandirian Anak Tunanetra Kelas I Dalam Belajar Mengenal Lingkungan Sekolah di SDLB N Cangakan Karanganyar”

B. Pembatasan Masalah

Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN MEDIA POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SISWA KELAS IX SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI I SEPUTIH AGUNG TAHUN 2010-2011

0 6 2

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERORIENTASI DAN MOBILITAS DENGAN PETA TIMBUL BAGI ANAK SDLB TUNANETRA KELAS I DI SLB ABC SWADAYA KENDAL TAHUN PELAJARAN 2009 2010

2 27 64

PENGGUNAAN METODE FERNALD UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA PADA ANAK KESULITAN BELAJAR KELAS II SD DI SLB A YKAB SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

0 2 92

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI METODE QUANTUM LEARNING ANAK TUNANETRA KELAS IV SDLB NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2010 2011

0 7 112

PENGGUNAAN GAME PETUALANGAN BOLALA DI BUMI DALAM PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA PADA ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS IV DI SDLB N CANGAKAN FILIAL KARANGPANDAN TAHUN AJARAN

0 4 70

PENERAPAN METODE HAND SIGN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SENI MUSIK PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN.

8 21 31

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGGUNAKAN UANG PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN KELAS V SDLB N CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 0 18

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI MENGENAL BANGUN DATAR PADA ANAK TUNAGRAHITA KELAS V DI SDLB NEGERI CANGAKAN KARANGANYAR.

0 0 1

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PERMAINAN TEBAK KATA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA BANGUN DATAR SEDERHANA PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS V DI SDLB N CANGAKAN KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2012/2013 (Single Subject Research).

0 0 18

KEEFEKTIFAN TEKNIK DROPPED OBJECTS TERHADAP KEMANDIRIAN MENEMUKAN BENDA JATUH PADA ANAK TUNANETRA KELAS I DI SEKOLAH LUAR BIASA MA’ARIF BANTUL YOGYAKARTA.

1 2 215