8 dengan lingkungan; 3 pengalaman logika matematika yaitu aksi kejiwaan yang
dilamai peserta didik, yang disusun kembali sesuai pengalaman. Perkembangan intelektual siswa, sangat tergantung dari intraksi antara
guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa lainnya. Bahkan menurut Bruner dan Gagne dalam G. Tambunan 1987: 36 meyebutkan bahwa, perkembangan
intelektual anak akan mengalami keterlambatan jika anak tidak mempunyai berbagai kontak dengan orang lain. Untuk itu diperlukan suatu strategi, guna
mengekploitasi kemampuan unik yang dimiliki peserta didik, untuk mengajar sesama mereka. Diharapkan pada pada kegitan pembelajaran, konsep yang
dipelajari akan lebih baik bila didiskusikan dengan sesamanya jika dibandingkan dengan belajar sendiri. Saling menerangkan satu sama lain akan berdampak pada
kegiatan transimisi sosial social transmission menjadi lebih maksimal diantara
siswa. Pandangan di atas dapat dikatakan bahwa bila seorang guru memahami
dengan benar tingkat perkembangan intelektual siswanya, maka akan dapat memaksimalkan trasmisi sosial di antara mereka, konsep yang diterima oleh siswa
akan menjadi lebih baik, pemahaman, keterampilan dan daya fikir setelah seseorang menyelesaikan tugas belajarnya.
2. Teori Belajar Teori Koneksionisme Menurut Thorndike
Menurut Thorndike dalam Ruseeffendi 1995: 184, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut
stimulus S dengan respon R. Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau
berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error
9 learning atau
“selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh
Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Selanjutnya Ruseeffendi 1995: 185-188 mengemukakan ada 3 jenis hukum
belajar sebagai berikut; 1 Hukum Kesiapan law of readiness, yaitu semakin siap
suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperkuat. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi
connection antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak; 2 hukum Latihan
law of exercise, yaitu semakin sering tingkah laku diulang dilatih digunakan , maka asosiasi tersebut akan
semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi yang
merupakan perangsang dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan- latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau
dihentikan. Prinsip ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan; 3 hukum akibat
law of effect, yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila
akibatnya menyenangkan
dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang
disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. Berdasarkan pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa; 1 apabila
peserta didik ada kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain; 2 jika ada
10 kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa
ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya; 3 bila tidak ada kecenderungan bertindak
padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidak puasannya;
4 Prinsip ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan; 5 Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan
dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
3. Tinjauan Tentang Belajar dan Prestasi Belajar a. Pengertian belajar dan prestasi belajar