4. Penurunan massa sel tubuh pada PPOK

Gambar 2.1. Perbandingan hasil perhitungan LBM menggunakan rumus James dan Janmahasatian Colla et al., 2010. Mitchell 2009 melakukan studi untuk menyelidiki kegunaan dari rumus lean body mass Janmahasatian et al. pada populasi lansia 65 tahun. Hasilnya menunjukkan rumus ini dapat menjadi alat yang tepat untuk menghitung lean body mass dalam keadaan DXA tidak tersedia. Janmahasatian 2005 sebelumnya juga telah melakukan studi validasi terhadap penggunaan rumus ini. Hasilnya nilai lean body mass perhitungan berkorelasi kuat dengan nilai lean body mass dari hasil pengukuran oleh DXA yang merupakan baku emas dalam pengukuran LBM r 2 =0.93; CI 95.

2. 4. Penurunan massa sel tubuh pada PPOK

Penurunan massa sel tubuh merupakan manifestasi sistemik yang penting pada PPOK. Perubahan massa sel tubuh diketahui melalui penurunan berat badan dan penurunan massa bebas lemak. Massa bebas lemak yang hilang mempengaruhi proses pernapasan, fungsi otot perifer, kapasitas latihan, dan status kesehatan. Penurunan berat badan mempunyai efek negatif terhadap prognosis penderita PPOK. Schols et al. 2005 melakukan penelitian retrospektif terhadap 400 penderita PPOK. Penelitian ini menemukan bahwa indeks massa tubuh IMT Universitas Sumatera Utara yang kurang dari 25 kgm 2 , umur, dan PaO 2 rendah merupakan prediktor yang bermakna terhadap peningkatan angka kematian pada pasien PPOK Fitriani et al., 2007. Secara umum beberapa mekanisme yang dianggap paling berperan dalam penurunan massa sel tubuh pada PPOK adalah: A. Peningkatan penggunaan energi saat istirahat Pada PPOK terjadi obstruksi saluran udara sehingga kerja pernapasan meningkat. Akibat dari hal ini terjadi hipermetabolisme pada pasien PPOK Wagner, 2008. Menurut Sergil et al. 2006 dalam Wagner 2008, konsumsi energi istirahat Resting energy expenditure ditemukan 10 lebih tinggi pada pasien PPOK daripada subyek normal. Konsumsi oksigen selama latihan juga ditemukan lebih tinggi daripada orang normal. Tanpa penyesuaian peningkatan asupan kalori, pasien tak terelakkan akan kehilangan berat badan karena obstruksi yang non-reversibel. Mendukung teori ini, penggunaan ventilasi tekanan noninvasif positif telah terbukti meningkatkan lean body mass Wagner, 2008. B. Atropi otot karena tidak digunakan Pasien dengan PPOK memiliki aktivitas tubuh yang sangat terbatas. Hal ini diduga berperan dalam terjadinya kakhesia pada pasien PPOKWagner, 2008. Inaktivitas dapat meningkatkan aktivitas jalur ubiquitin-proteasome dan mengurangi produksi dan daya tanggap terhadap IGFs Debigare et al., 2001 C. Inflamasi sistemik Peradangan sistemik telah menjadi fokus utama penelitian penyebab kakhesia pada pasien PPOK. Beberapa molekul dalam inflamasi sistemik yang diduga berperan pada kakhesia antara lain TNF- α, IL-1β, IL-6, C-reactive protein, Reactive Oxygen Species ROS dan Reactive Nitrogen Species RNS. Mungkin juga ada hubungan antara sitokin proinflamasi dengan rendahnya kadar leptin Wagner, 2008 Mekanisme terjadinya kerusakan otot yang paling dimengerti saat ini adalah jalur adenosine triphosphate ATP dependent ubiquitin-proteasome Universitas Sumatera Utara yang berperan dalam peningkatan proteolisis pada berbagai tipe atropi otot Fitriani, 2007. Sistem ini dapat diaktivasi oleh sitokin, glukokortikoid, asidosis, inaktivitas, atau kadar insulin yang rendah Martua, 2010. Meskipun sitokin proinflamasi seperti TNF- α dan IL-6 dapat mengaktivasi jalur ubiquitin-proteasome, namun tidak bisa menurunkan massa tubuh secara langsung. Dalam hal ini aktivasi nuclear factor-kappa B NF-kB merupakan kunci pada langkah intermedietnya. Pada otot, NF-kB dapat menginhibisi ekspresi dari MyoD, yang merupakan faktor transkripsi yang penting dan spesifik untuk diferensiasi otot rangka dan memperbaikinya. Pencegahan secara langsung pada NF-kB pada binatang percobaan dapat mencegah kakhesia Debigare et al., 2001. Selain itu, sitokin proinflamasi juga dapat memainkan peranan mengurangi masa otot melalui peningkatan Reactive Oxygen Species ROS. Protein otot skelet dapat dimodifikasi oleh ROS sehingga mudah didegradasi oleh proteasome. Pemberian antioksidan dapat mencegah terjadinya degradasi otot pada binatang percobaan yang diberi TNF- α. Inflamasi dan ROS mempunyai interaksi dan sinergisme dalam menimbulkan proteolisis otot Martua, 2010. Mendukung teori inflamasi sistemik ini, suatu penelitian oleh Eid et al. 2001 menyatakan pasien dengan indeks massa tubuh normal dan pengurangan massa otot rangka mempunyai peningkatan kadar IL-6, reseptor IL-6, dan TNF- α secara signifikan. Sementara itu, kadar CRP ditemukan tidak berbeda antara pasien PPOK dengan pengurangan massa otot dan pasien PPOK tanpa pengurangan massa otot, namun kadarnya ditemukan lebih tinggi daripada subjek normal. Kadar leptin darah juga ditemukan berkurang pada pasien PPOK, tapi apakah ini berlaku untuk semua pasien PPOK atau hanya dengan pasien PPOK yang mengalami kakhesia masih tidak jelas. Menurut Takabatake et al. 1999 dalam Wagner 2008, kadar leptin berkurang umumnya terkait dengan kehilangan berat badan, tapi ini mungkin terutama disebabkan efek pengurangan lemak daripada otot. Sesuai dengan konsep ini, Schols et al. 2005 menemukan bahwa kadar leptin berkurang pada pasien emfisema Universitas Sumatera Utara dengan IMT rendah daripada yang memiliki IMT yang lebih tinggi. Namun, massa bebas lemak sama dalam dua kelompok, yang artinya kadar leptin ini lebih ditentukan oleh massa lemak. Oleh karena itu, leptin sepertinya kurang berperan dalam kakhesia pada PPOK seperti yang didefinisikan oleh pengurangan massa bebas lemak. Sebaliknya, leptin secara signifikan menggambarkan massa lemak Wagner, 2008.

2. 3. Hubungan PPOK dengan