Hubungan Nilai Spirometri dengan Indeks Massa Tubuh

5.2.6. Distribusi Sampel berdasarkan Derajat Keparahan PPOK

Sementara itu jika dilihat dari derajat keparahan PPOK, terdapat 45.2 persen dari seluruh sampel atau sebanyak 19 orang yang merupakan penderita PPOK berat. Selain itu, terdapat 13 orang 31 penderita PPOK sangat berat, 10 orang 23.8 penderita PPOK sedang, dan tidak terdapat penderita PPOK yang masih dalam derajat ringan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Distribusi sampel berdasarkan derajat keparahan PPOK Umur tahun Frekuensi orang Persentase PPOK ringan PPOK sedang PPOK berat PPOK sangat berat 10 19 13 23.8 45.2 31.0 Total 42 100.0

5. 3. Hasil Analisis Data

5.3.1. Hubungan Nilai Spirometri dengan Indeks Massa Tubuh

Sebanyak 42 sampel dalam penelitian ini diperiksa tinggi badan dan berat badannya apabila telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Selanjutnya dari data tersebut dihitung Indeks Massa Tubuh. Data yang telah dikumpulkan dianalisis melalui uji hipotesis Korelasi Pearson yang dilanjutkan dengan Regresi Linier. Untuk mengetahui hubungan nilai spirometri dengan indeks massa tubuh, diawali dengan membuat suatu diagram tebar scatter plot. Dari diagram ini dapat diketahui pola hubungan antara kedua variabel numerik tersebut. Data nilai spirometri ditampilkan pada sumbu X axis, sementara data Indeks Massa Tubuh disajikan pada sumbu Y ordinat. Nilai spirometri yang digunakan yakni nilai VEP 1 karena paling tepat untuk menggambarkan derajat keparahan penyakit. Universitas Sumatera Utara Setiap pengamatan diwakili oleh satu titik. Dari hasil diagram tebar scatter plot didapatkan pola hubungan yang linear. Gambar 5.1. Diagram tebar Scatter plot dari hubungan nilai spirometri dan Indeks Massa Tubuh Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas VEP 1 dengan variabel terikat indeks massa tubuh. Dengan demikian data tersebut memungkinkan untuk dapat dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan uji Korelasi Pearson guna mengetahui kekuatan hubungan diantara kedua variabel tersebut. Untuk menggunakan uji korelasi Pearson, data yang diuji harus memenuhi syarat uji parametrik, yakni distribusi data harus normal Dahlan, 2011. Data dalam penelitian berjumlah 50, maka untuk menilai normalitas data digunakan uji Saphiro-Wilk. Dari hasil uji Saphiro-Wilk untuk IMT diperoleh nilai p=0.379, sementara untuk VEP 1 diperoleh nilai p=0.266. Karena nilai p0.05 Universitas Sumatera Utara maka dapat diambil kesimpulan bahwa “distribusi data normal” sehingga uji Korelasi Pearson dapat digunakan. Adapun hasil uji Korelasi Pearson pada kedua variabel dalam penelitian ini dapat dinyatakan melalui tabel berikut: Tabel 5.7. Analisis Uji Korelasi Pearson Hubungan Nilai Spirometri dengan Indeks Massa Tubuh Variabel Mean p value Nilai korelasi VEP 1 IMT 38.12 SD 13.48 20.08 SD 3.80 0.063 0.289 Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata VEP 1 sampel adalah 38.12 dengan standard deviasi SD 13.48 dan rata-rata indeks massa tubuh sampel adalah 20,08 tahun dengan SD 3,80. Penelitian ini menggunakan hipotesis dua arah two-tailed dengan tingkat kepercayaan 95, yang berarti jika didapati nilai p 0,05, berarti hipotesis nol penelitian ditolak. Setelah dianalisis, didapati nilai p = 0.063. Karena nilai p yang diperoleh lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara nilai spirometri dengan indeks massa tubuh pada pasien PPOK p 0,05.

5.3.2. Hubungan Nilai Spirometri dengan Lean Body Mass Index