2. Derajat 2 PPOK sedang Semakin memburuknya hambatan aliran udara VEP
1
KVP 70; 50 VEP
1
80, disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini, pasien biasanya mulai mencari pengobatan
oleh karena sesak nafas yang dialaminya. 3. Derajat 3 PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan hambatan aliran udara yang semakin memburuk VEP
1
KVP 70; 30 VEP
1
50 prediksi. Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan, dan
eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien. 4. Derajat 4 PPOK sangat berat
Keterbatasan hambatan aliran udara yang berat VEP1 KVP 70; VEP
1
30 prediksi atau VEP
1
50 prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.
2. 2. Nilai spirometri
Spirometri adalah alat untuk mengukur faal paru dengan mengukur volume udara yang dapat dikeluarkan dari paru-paru sesudah inspirasi maksimal.
Spirometri merupakan baku emas dalam mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronik PPOK dan dalam menilai derajat keparahan penyakit pada PPOK Currie,
2011. Dalam mendiagnosis PPOK, yang dinilai adalah kapasitas vital paru KVP, volume ekspirasi paksa detik pertama VEP
1
dan rasio VEP
1
KVP. Hasil spirometri dinyatakan dalam liter dan prediksi didasarkan atas jenis kelamin,
umur, ras, berat badan dan tinggi badan. Kapasitas vital paru KVP adalah volume maksimal udara yang
dihembuskan secara paksa setelah inhalasi maksimal. Volume ekspirasi paksa detik pertama VEP
1
adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dalam waktu 1 detik pertama dengan ekspirasi paksa kuat dan cepat setelah inspirasi maksimal.
Nilai VEP
1
prediksi dinyatakan dalam persen , dan dihitung secara otomatis oleh spirometri digital Prajoso, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menegakkan diagnosis PPOK, nilai volume ekspirasi paksa dalam 1 detik pertama VEP
1
kapasitas vital paksa KVP harus dibawah 70 dan VEP
1
80 dari prediksi. Jika VEP
1
adalah ≥ 80 dari prediksi, diagnosis PPOK
hanya dibuat dengan mempertimbangkan adanya gejala pernafasan yang khas, misalnya adanya sesak napas atau batuk yang progresif dan non-reversibel
Currie, 2011.
2. 3. Lean body mass index
Lean body mass index adalah distribusi lean body mass per m
2
tinggi badan yang dihitung dengan formulasi lean body mass dibagi kuadrat tinggi badan
m
2
Ischaki et al., 2007. Sementara lean body mass adalah berat massa tubuh tanpa lemak cadangan storage lipid Schols et al., 2005.
Pada dasarnya, massa tubuh total dapat dibagi 2 yaitu massa lemak dan massa tubuh bebas lemak fat free massFFM. FFM mencakup massa otot,
tulang, organ vital dan cairan ekstraselular. Secara teknis, LBM berbeda dengan FFM karena kandungan lipid dalam membran sel, sistem saraf pusat dan sumsum
tulang masih disertakan dalam LBM, tapi tidak dalam FFM. Namun begitupun, kandungan lemak dalam kompartemen-kompartemen tersebut hanya mencakup
sebagian kecil dari massa tubuh total 3 pada pria dan 5 pada wanita, sehingga dalam klinisnya istilah LBM dan FFM dapat dianggap sama
Janmahasatian et al., 2005. Lean body mass dapat diukur dengan skin-fold
anthropometry, bioimpedance analysis, dan dual- energy X-ray absorptiometry
DXA Hallin, 2009. Penggunaan skin-fold, BIA atau bahkan DXA untuk mengukur LBM terlalu
rumit untuk praktek klinis sehari-hari. Berbagai formula sudah divalidasi untuk menghitung LBM, seperti rumus James 1976 dan rumus Janmahasatian et al.
2005. Salah satu perhitungan yang banyak digunakan secara luas adalah rumus James 1976 Hallynck et al., 1980.
Universitas Sumatera Utara
Adapun rumus James itu adalah sebagai berikut: LBM
laki-laki
= 1. 10 x BB - 128 x BB
2
TB
2
LBM
perempuan
= 1.07 x BB - 148 x BB
2
TB
2
dimana: LBM = lean body mass dalam kg
BB=berat badan dalam kg TB= tinggi badan dalam cm
Perhitungan LBM dengan rumus James mempunyai kelemahan pada orang berat badan yang berlebihan Janmahasatian et al., 2005. Perhitungan dengan
rumus James menunjukkan adanya distribusi nilai yang membentuk kurva parabola inversi, yang berarti bahwa pada titik berat badan tertentu critical
weight, nilai lean body mass akan mulai berkurang Colla et al., 2010, bahkan mencapai negatif Han et al., 2007.
Untuk mengatasi kelemahan rumus James, suatu perhitungan LBM baru diperkenalkan oleh Janmahasatian pada tahun 2005. Adapun rumus dari
Janmahasatian itu adalah sebagai berikut:
LBM
laki-laki
= 9270 x BB kg 6680 + 216 x IMT kgm
2
LBM
wanita
= 9270 x BB kg 8780 + 244 x IMT kgm
2
Sementara IMT adalah indeks massa tubuh yang memiliki formula berat badan kg dibagi kuadrat tinggi badan m
2
. Distribusi nilai LBM dengan rumus Janmahasatian et al. 2005 pada
kurva menunjukkan nilai yang konsisten terhadap peninggian berat badan, sedangkan pada rumus James ditunjukkan adanya kurva yang membentuk
parabola Colla et al., 2010.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Perbandingan hasil perhitungan LBM menggunakan rumus James dan Janmahasatian Colla et al., 2010.
Mitchell 2009 melakukan studi untuk menyelidiki kegunaan dari rumus lean body mass Janmahasatian et al. pada populasi lansia 65 tahun. Hasilnya
menunjukkan rumus ini dapat menjadi alat yang tepat untuk menghitung lean body mass dalam keadaan DXA tidak tersedia.
Janmahasatian 2005 sebelumnya juga telah melakukan studi validasi terhadap penggunaan rumus ini. Hasilnya nilai lean body mass perhitungan
berkorelasi kuat dengan nilai lean body mass dari hasil pengukuran oleh DXA yang merupakan baku emas dalam pengukuran LBM r
2
=0.93; CI 95.
2. 4. Penurunan massa sel tubuh pada PPOK