Tumor Ganas Nasofaring Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasalis

ditempat kerja berhubungan dengan kejadian karsinoma sinonasal Forastiere Marur, 2008.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Gejala Klinik

Gejala klinis yang ditemukan pada stadium awal tumor ganas THT-KL tidak spesifik dan dari pemeriksaan THT rutin jarang ditemukan tanda-tanda keganasan. Kebanyakan kasus datang dengan gejala bervariasi tergantung dari lokasi tumor Forastiere Marur, 2008.

2.6.1.1 Tumor Ganas Nasofaring

Lokasi nasofaring yang tersembunyi di belakang rongga hidung cukup menyulitkan untuk dapat diperiksa secara rutin, kecuali dengan menggunakan endoskopi. Letaknya ini pula menyebabkan pertumbuhan tumor pada stadium dini tidak diketahui atau tidak memberikan gejala yang khas. Umumnya karsinoma itu muncul pada fossa Rosenmuller sehingga bisa memberikan gejala pada telinga berupa oklusi tuba, rasa penuh, gangguan pendengaran, tinnitus. Pada hidung tumor ini memberikan keluhan berupa sumbatan hidung dan epistaksis. Cepatnya penjalaran ke kelenjar limfatik menyebabkan keluhan pembesaran leher di lateral atas kelenjar jugularis profunda superior yang merupakan keluhan utama yang mendorong penderita datang berobat pada kasus-kasus yang kami temukan 80. Perluasan ke intrakranial menimbulkan sefalgia, kelumpuhan saraf kranialis terutama nervus VI dan V dengan gejala berupa diplopia dan parestesi pipi karena terjadi perluasan melalui foramen laserum, dapat juga mengenai nervus III dan IV yang Universitas Sumatera Utara menimbulkan gejala optalmoplegia, atau perluasan ke posterior mengenai nervus IX, X dan XI. Metastase jauh dapat terjadi pada tulang, paru, hepar Kuhuwael, 2001.

2.6.1.2 Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasalis

Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, mendorong atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi atau orbita. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik. Perluasan tumor ke arah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus dapat disertai likuorea. Jika peluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf-saraf kranial lainnya juga terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anesthesia dan parestesia daerah yang dipersyarfi nervus maksilaris dan mandibularis. Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi kurang dari 5 karena rongga sinus sangat miskin Universitas Sumatera Utara dengan system limfatik kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi jaringan lunak hidung dan pipi yang kaya akan system limfatik. Metastases jauh juga jarang ditemukan kurang dari 10 dan organ yang paling sering terkena adalah hati dan paru Armiyanto, Roezin, 2007.

2.6.1.3 Tumor Ganas Orofaring