Karakteristik Tumor Ganas Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher Di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Periode Januari 2006 – Desember 2010

(1)

KARAKTERISTIK TUMOR GANAS TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE JANUARI 2006 – DESEMBER 2010

Tesis

Oleh:

dr. Merza Maulana Muzakkir

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KARAKTERISTIK TUMOR GANAS TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE JANUARI 2006 – DESEMBER 2010

Tesis

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Bedah Kepala Leher

Oleh:

dr. Merza Maulana Muzakkir

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

KARAKTERISTIK TUMOR GANAS TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE JANUARI 2006 – DESEMBER 2010 2012

Medan, januari 2012 Tesis dengan judul

Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

dr. Rizalina A Asnir, Sp.THT-KL(K)

NIP: 19610716 198803 2 001 19700316200212 1 002 dr. Farhat, SpTHT-KL(K)

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ketua Program Studi

Prof.dr.Abdul Rachman Saragih,Sp.THT-KL(K) dr.T.Siti Hajar Haryuna,Sp.THT-KL NIP: 19471130 198003 1 001 NIP: 19790620 200212 2 003


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas rahmat, karunia dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu tugas dan syarat untuk mencapai gelar Magister dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Sjahril Pasaribu, Dr, dr, Sp.A (K), DTM&H, dan mantan rektor Prof. Chairuddin Panusunan Lubis, dr, Sp.A (K), DTM&H yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Gontar Alamsyah Siregar, dr, Sp.PD-KGEH yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja di Rumah Sakit ini.

Prof. Abdul Rachman Saragih, dr, Sp.THT-KL (K) sebagai Kepala Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan,


(5)

bimbingan dan arahan sejak penulis mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Yang terhormat, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, atas bimbingan dan dorongan semangat yang diberikan sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya.

Yang terhormat dr. Rizalina Arwinati Asnir, Sp.THT-KL(K) dan Almarhumah dr. Hafni, SpTHT-KL(K) sebagai ketua pembimbing tesis, dr. Farhat, Sp. THT-KL(K) sebagai anggota pembimbing tesis, yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis Magister ini. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan selama dalam penelitian dan penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru-guru di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. Ramsi Lutan, dr. Sp.THT-KL (K); dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL (K); Prof. Askaroellah Aboet, dr, Sp.THT-KL (K); Prof. Abdul Rachman Saragih, dr, Sp.THT-KL (K); dr. Muzakkir Zamzam, Sp.THT-KL (K); dr. Mangain Hasibuan, Sp.THT-KL; dr. T. Sofia Hanum, Sp.THT-KL (K); Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K); dr. Linda I Adenin, Sp.THT-KL; Alm. dr. Hafni, Sp.THT-KL (K); dr. Ida Sjailandrawati Harahap, Sp.THT-KL; dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL; dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K), dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL; dr. Andrina YM Rambe, Sp.THT-KL; dr. Harry Agustaf A, Sp.THT-KL; dr. Farhat, Sp.THT-KL; dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri, KL; dr. Ashri Yudhistira, KL; dr. Devira Zahara,


(6)

Sp.THT-KL, dr.H.R.Yusa Herwanto, Sp.THT-Sp.THT-KL, dr.M. Pahala Hanafi Hrp, Sp.THT-KL dan dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, Sp.THT-KL yang telah memberikan bimbingan, ilmu dan pengetahuan di bidang THT-KL yang bermanfaat bagi penulis di kemudian hari.

Yang terhormat Prof. Dr. Albiner Siagian, M.Sc yang telah banyak membantu saya di bidang metodologi penelitian dalam pengolahan data tesis ini.

Yang terhormat perawat / paramedis dan seluruh karyawan / karyawati RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya Departemen / SMF THT-KL yang selalu membantu dan bekerjasama dengan baik dalam menjalani tugas pendidikan dan pelayanan kesehatan selama ini.

Yang mulia dan tercinta Ayahanda dr. H. Muzakkir Zamzam, SpTHT-KL(K), Ibunda dr. Hj. Erliana Malik Miraza, SpA dan tante Kis Suryaningsih Ngesti Utami, ananda sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas kasih sayang yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada ananda sejak dalam kandungan dan dengan segala daya upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih sayang semenjak kecil sehingga penulis dewasa agar menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua, agama, bangsa dan Negara. Dengan memanjatkan do’a kehadirat Allah SWT, ampunilah dosa kedua orang tua penulis serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi penulis sewaktu kecil.

Yang tercinta Bapak mertua Dr. dr. H. Nazaruddin Umar, SpAn-KNA dan Ibu mertua dr. Hj. Tity Rosnila Harahap yang telah memberikan dorongan dan restu untuk selalu menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Kepada istriku tercinta Irmayani, S.Si, tiada kata yang lebih indah yang dapat saya ucapkan selain ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan tiada


(7)

tara, kesabaran, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya kepada ibunda sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya kita sampai pada saat yang berbahagia ini.

Kepada Abang dan Adik-Adik, H. Muzliansyah Muzakkir, ST., M.Sc., MBA, dr. Munarza Muzakkir, Dimas Surya Utama Muzakkir, Azzahra Sekar Putri Muzakkir. Kakak dan Adik-adik ipar, Ayu Mayangsari, SE., drg. Rini Wahyuni, Abdullah Edi Suranta Tarigan, SH, dr. M. Budi Kurniawan, dr. Karlina Putri Siregar, penulis mengucapkan terimakasih atas limpahan kasih sayang dan tak henti-hentinya memberikan dorongan serta doa kepada penulis.

Yang tercinta teman-teman sejawat peserta Magister Kedokteran Ilmu Kesehatan THT-Bedah Kepala dan Leher yang telah bersama-sama, baik dalam suka maupun dalam duka, saling membantu sehingga terjalin persaudaraan yang erat, dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah selalu memberkahi kita semua.

Semoga segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis menjadi amal ibadah. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan semoga Allah Subhanahu Wata’ala selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.

Medan, Januari 2012


(8)

KARAKTERISTIK TUMOR GANAS TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE JANUARI 2006 – DESEMBER 2010

Abstrak

Latar Belakang : Tumor ganas Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher

(THT-KL) termasuk dalam lima besar dari seluruh keganasan di dunia, dimana dijumpai lebih dari 600.000 kasus setiap tahunnya, dan yang paling banyak dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa. Letak tumor ganas THT-KL yang tersembunyi dan gejala yang tidak khas menyebabkan sulitnya diagnosa dini pada tumor ganas ini.

Tujuan: Mengetahui karakteristik tumor ganas THT-KL di Bagian THT-KL RSUP

H. Adam Malik-Medan Periode Januari 2006 – Desember 2010.

Metode: Rancangan penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan design case

series. Pengambilan sampel penelitian adalah secara retrospektif dengan melihat rekam medik yaitu seluruh penderita tumor ganas THT-KL yang datang ke bagian THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2010.

Hasil: Pada penelitian ini dijumpai penderita tumor ganas THT-KL pada Januari

2006 sampai Desember 2010 sebanyak 589 penderita dan paling banyak ditemukan pada laki-laki (72,84%), kelompok umur terbanyak adalah < 50 tahun (51,44%) dengan umur termuda adalah 12 tahun, lokasi tumor ganas tersering adalah nasofaring (56,88%), jenis histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (68,93%), stadium terbanyak adalah stadium lanjut (III dan IV) (91%), penatalaksanaan terbanyak adalah terapi kombinasi (51.95%).


(9)

THE CHARACTERISTICS OF EAR NOSE THROAT HEAD AND NECK MALIGNANT TUMORS IN ENT DEPARTMENT OF H. ADAM MALIK

HOSPITAL MEDAN IN JANUARY 2006 - DECEMBER 2010 Abstract

Background: Ear Nose Throat Head and Neck malignant tumors, considered to be the

highest five malignancies in the world, which more than 600,000 cases found annually and most of them were squamous cell carcinomas. Hidden location of Ear Nose Throat Head and Neck malignant tumors and non specific symptoms caused difficulties in early diagnosis.

Purpose: Knowing the characteristics of Ear Nose Throat Head and Neck malignant

tumors in ENT Department of H. Adam Malik Hospital Medan in January 2006 - December 2010.

Methods: This study design is a descriptive study using case series design. Sampling is

a retrospective study by looking at medical records of all patients with Ear Nose Throat Head and Neck malignant tumors who came to ENT Department of Medical Faculty University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Hospital Medan from January 2006 to December 2010.

Results: In this study, in January 2006 to December 2010, there were 589 patients with

Ear Nose Throat Head and Neck malignant tumors and most often were found in men (72.84%), the largest age group was <50 years (51.44%) with the youngest age was 12 years old, the most common location were in the nasopharynx (56.88%), the most common histopathologic type were squamous cell carcinomas (68.93%), the most common stage were at advanced stage (III and IV) (91%), and mostly were manage with combination therapy (51.95%).

Keywords: Characteristics, Ear Nose Throat Head and Neck malignant tumors,


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.7.1 Staging Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasal berdasarkan AJCC 2006

Tabel 2.7.2 Staging Tumor Ganas Nasofaring berdasarkan AJCC 2006 Tabel 2.7.3 Staging Tumor Ganas Rongga Mulut berdasarkan AJCC 2006 Tabel 2.7.4 Staging Tumor Ganas Orofaring berdasarkan AJCC 2006 Tabel 2.7.5 Staging Tumor Ganas Laring berdasarkan AJCC 2006 Tabel 2.7.6 Staging Tumor Ganas Telinga berdasarkan AJCC 2006

Tabel 4.1.1 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut Umur

Tabel 4.1.2 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut Jenis Kelamin

Tabel 4.1.3 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut Suku Bangsa

Tabel 4.1.4 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut Pendidikan

Tabel 4.2.1 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL

Tabel 4.2.2 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut Lokasi Tumor

Tabel 4.2.3 Distribusi frekuensi jenis histopatologi pada penderita tumor ganas THT-KL

Tabel 4.2.4 Distribusi Frekuensi Stadium pada Penderita Tumor Ganas THT-KL

Tabel 4.2.5 Distribusi Frekuensi Terapi pada Tumor Ganas THT-KL Tabel 4.3.1 Frekuensi Kelompok Umur berdasarkan Stadium Klinis Tabel 4.3.2 Frekuensi kelompok lokasi tumor berdasarkan stadium klinis

23

24 24 25 26 27 34

35

35

36

36 37

38

39

40 40 41


(11)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1.2 Distribusi frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut jenis kelamin

Diagram 4.2.2 Distribusi frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut lokasi tumor

35


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Kepala dan Leher 6

Gambar 2. Pembagian Regio Kelenjar Getah Bening Leher 20

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian 29


(13)

DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Kata Pengantar Abstrak Abstract Daftar Tabel Daftar Diagram Daftar Gambar Daftar Isi

BAB I Pendahuluaan 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum 1.3.2. Tujuan Khusus 1.4. Manfaat Penelitian BAB II Tinjauan Pustaka 2.1Anatomi Kepala Leher 2.2Epidemiologi

2.3Lokasi Tumor 2.4Jenis Histopatologi

2.5Etiologi dan Faktor Resiko 2.6Diagnosis

2.6.1. Gejala Klinik

2.6.1.1Tumor Ganas Nasofaring

2.6.1.2Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasal 2.6.1.3Tumor Ganas Orofaring

2.6.1.4Tumor Ganas Rongga Mulut 2.6.1.5Tumor Ganas Laring

2.6.1.6Tumor Ganas Telinga 2.6.2. Pemeriksaan 2.7. Stadium

2.8. Penatalaksanaan 2.9. Kerangka Konsep 2.10. Kerangka Kerja BAB III Metode Penelitian 3.1Jenis Penelitian

3.2Tempat dan Waktu Penelitian 3.3Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi 3.3.2. Sampel 3.4Variabel Penelitian

3.4.1. Variabel Penelitian

i ii vi vii viii ix x xi 1 1 2 2 2 3 4 5 5 7 10 14 15 16 16 16 17 18 18 19 19 19 21 27 29 30 31 31 31 31 31 31 31 31


(14)

3.4.2. Defenisi variabel operasional 3.5Bahan dan Alat Penelitian

3.6Cara Kerja

3.6.1. Persiapan

3.6.2. Pengumpulan data 3.7Analisis data

BAB IV Hasil Penelitian 4.1Karakteristik Penderita

4.1.1 Disribusi Frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut umur

4.1.2 Disribusi Frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut jenis kelamin

4.1.3 Disribusi Frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut suku bangsa 4.1.4 Disribusi Frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut pendidikan 4.2Karakteristik Tumor

4.2.1 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL Menurut Tahun 4.2.2 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL Menurut lokasi tumor

4.2.3 Distribusi Frekuensi Jenis Histopatologi Pada Penderita Tumor Ganas THT-KL

4.2.4 Distribusi Frekuensi Stadium Pada Penderita Tumor Ganas THT-KL 4.2.5 Distribusi Frekuensi Terapi Pada Penderita Tumor Ganas THT-KL 4.3Statistik Analitik

4.3.1. Frekuensi Kelompok Umur berdasarkan stadium klinis

4.3.2. Frekuensi Kelompok Lokasi Tumor berdasarkan stadium klinis BAB V Pembahasan

5.1Karakteristik Penderita

5.1.1 Disribusi Frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut umur 5.1.2 Disribusi Frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut jenis

kelamin

5.1.3 Disribusi Frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut suku bangsa

5.1.4 Disribusi Frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut pendidikan 5.2Karakteristik Tumor

5.2.1. Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL Menurut Tahun 5.2.2. Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL Menurut lokasi

tumor

5.2.3. Distribusi Frekuensi Jenis Histopatologi Pada Penderita Tumor Ganas THT-KL

5.2.4. Distribusi Frekuensi Stadium Pada Penderita Tumor Ganas THT-KL 5.2.5. Distribusi Frekuensi Terapi Pada Penderita Tumor Ganas THT-KL 5.3Statistik Analitik

4.3.1. Frekuensi Kelompok Umur berdasarkan stadium klinis

32 33 33 33 33 33 34 34 34 35 35 36 36 36 37 38 39 40 40 40 41 42 42 42 43 44 45 45 45 46 47 48 49 49


(15)

4.3.2. Frekuensi Kelompok Lokasi Tumor berdasarkan stadium klinis BAB VI Kesimpulan dan Saran

6.1Kesimpulan 6.2Saran

DAFTAR PUSTAKA

PERSONALIA PENELITIAN ETHICAL CLEARANCE LAMPIRAN

CURICULUM VITAE

50 52 52 53 55 58 60 61 83


(16)

KARAKTERISTIK TUMOR GANAS TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER DI SMF THT-KL RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE JANUARI 2006 – DESEMBER 2010

Abstrak

Latar Belakang : Tumor ganas Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher

(THT-KL) termasuk dalam lima besar dari seluruh keganasan di dunia, dimana dijumpai lebih dari 600.000 kasus setiap tahunnya, dan yang paling banyak dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa. Letak tumor ganas THT-KL yang tersembunyi dan gejala yang tidak khas menyebabkan sulitnya diagnosa dini pada tumor ganas ini.

Tujuan: Mengetahui karakteristik tumor ganas THT-KL di Bagian THT-KL RSUP

H. Adam Malik-Medan Periode Januari 2006 – Desember 2010.

Metode: Rancangan penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan design case

series. Pengambilan sampel penelitian adalah secara retrospektif dengan melihat rekam medik yaitu seluruh penderita tumor ganas THT-KL yang datang ke bagian THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2010.

Hasil: Pada penelitian ini dijumpai penderita tumor ganas THT-KL pada Januari

2006 sampai Desember 2010 sebanyak 589 penderita dan paling banyak ditemukan pada laki-laki (72,84%), kelompok umur terbanyak adalah < 50 tahun (51,44%) dengan umur termuda adalah 12 tahun, lokasi tumor ganas tersering adalah nasofaring (56,88%), jenis histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (68,93%), stadium terbanyak adalah stadium lanjut (III dan IV) (91%), penatalaksanaan terbanyak adalah terapi kombinasi (51.95%).


(17)

THE CHARACTERISTICS OF EAR NOSE THROAT HEAD AND NECK MALIGNANT TUMORS IN ENT DEPARTMENT OF H. ADAM MALIK

HOSPITAL MEDAN IN JANUARY 2006 - DECEMBER 2010 Abstract

Background: Ear Nose Throat Head and Neck malignant tumors, considered to be the

highest five malignancies in the world, which more than 600,000 cases found annually and most of them were squamous cell carcinomas. Hidden location of Ear Nose Throat Head and Neck malignant tumors and non specific symptoms caused difficulties in early diagnosis.

Purpose: Knowing the characteristics of Ear Nose Throat Head and Neck malignant

tumors in ENT Department of H. Adam Malik Hospital Medan in January 2006 - December 2010.

Methods: This study design is a descriptive study using case series design. Sampling is

a retrospective study by looking at medical records of all patients with Ear Nose Throat Head and Neck malignant tumors who came to ENT Department of Medical Faculty University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Hospital Medan from January 2006 to December 2010.

Results: In this study, in January 2006 to December 2010, there were 589 patients with

Ear Nose Throat Head and Neck malignant tumors and most often were found in men (72.84%), the largest age group was <50 years (51.44%) with the youngest age was 12 years old, the most common location were in the nasopharynx (56.88%), the most common histopathologic type were squamous cell carcinomas (68.93%), the most common stage were at advanced stage (III and IV) (91%), and mostly were manage with combination therapy (51.95%).

Keywords: Characteristics, Ear Nose Throat Head and Neck malignant tumors,


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tumor ganas Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher (THT-KL) termasuk dalam lima besar dari seluruh keganasan di dunia, dimana dijumpai lebih dari 600.000 kasus setiap tahunnya, dan yang paling banyak dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa (Parkin et al. 2005).

Di Amerika Serikat pada tahun 2001, dari 75.000 kasus keganasan pada kepala leher, ditemukan lokasi terbanyak adalah tiroid 29%, laring 15%, mukosa orofaring 12%, lidah 10% dan jaringan lunak 9%. Tipe histologi yang paling banyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa (80%) (Davis & Welch, 2006).

Hutagalung dalam penelitiannya menemukan, dari 31.875 penderita baru yang berobat ke poliklinik THT RSUP DR. Sardjito periode 1991-1995, 1084 atau 3,40% menderita tumor ganas di bagian THT. Dari pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lokasi yang terbanyak terserang tumor ganas nasofaring (45,35%), jenis histopatologi yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (45,94%). Proporsi kejadiannya adalah 69,50% menyerang laki-laki (Hutagalung, 1996).

Penelitian yang sama dilakukan oleh Siahaan, dari 569.948 penderita baru yang berobat ke poliklinik RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 1991-1995, 576 atau 0,1% menderita tumor ganas THT dan kepala leher. Lokasi yang banyak terserang tumor ganas adalah nasofaring (56,25%), penderita terbanyak adalah laki-laki (65,27%) dan jenis pekerjaan terbanyak petani-buruh tani (38,54%). Jenis histopatologi terbanyak


(19)

adalah karsinoma sel skuamosa (60,67%), sedangkan tindakan yang dilakukan terbanyak adalah dengan radiasi (Siahaan, 1996).

Penelitian yang dilakukan oleh Sihotang pada tahun 2007 di RSUP HAM, ditemukan lokasi terbanyak tumor ganas THT-KL adalah pada nasofaring yaitu 13 penderita dari 22 sampel (59,10%), diikuti tumor hidung dan sinus paranasalis 13,60%, tumor telinga 9,10%, tumor lidah 9,10%, tumor laring 4,50%, tumor palatum 4,50%. (Sihotang, 2007)

Dari data diatas dapat dilihat bahwa kasus tumor ganas THT-KL banyak dijumpai di beberapa sentra pendidikan dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sedangkan di RSUP H. Adam Malik Medan data dasar untuk melihat karakteristik tumor ganas THT-KL tersebut belum ada, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui karakteristik tumor ganas THT-KL di Bagian THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode 2006-2010.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana karakteristik tumor ganas THT-KL di Bagian THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode 2006-2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik tumor ganas THT-KL di Bagian THT-KL RSUP H. Adam Malik-Medan Periode Januari 2006 – Desember 2010.


(20)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi umur pada penderita tumor ganas THT-KL setiap tahunnya.

2. Mengetahui distribusi jenis kelamin pada penderita tumor ganas THT-KL setiap tahunnya.

3. Mengetahui distribusi suku bangsa pada penderita tumor ganas THT-KL 4. Mengetahui distribusi pendidikan pada penderita tumor ganas THT-KL 5. Mengetahui frekuensi penderita tumor ganas THT-KL setiap tahunnya. 6. Mengetahui distribusi lokasi tumor pada penderita tumor ganas THT-KL

setiap tahunnya.

7. Mengetahui distribusi jenis histopatologi pada penderita tumor ganas THT-KL.

8. Mengetahui distribusi stadium tumor pada penderita tumor ganas THT-KL. 9. Mengetahui distribusi penatalaksanaan pada penderita Tumor Ganas

THT-KL.

10.Mengetahui frekuensi kelompok umur penderita tumor ganas THT-KL berdasarkan stadium klinis

11.Mengetahui frekuensi kelompok lokasi tumor ganas THT-KL berdasarkan stadium klinis


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan dalam upaya meningkatkan pelayanan penatalaksanaan pada penderita tumor ganas THT-KL.

2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai data dasar untuk pengembangan keilmuan di bidang Ilmu Penyakit THT-KL.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kepala dan Leher

Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, hipofaring, laring dan telinga. Yang termasuk rongga mulut adalah mukosa bukal, gusi, dasar mulut, palatum durum, dua pertiga anterior lidah. Yang termasuk orofaring adalah dasar lidah, tonsil, palatum mole, uvula, dinding posterior dan lateral faring (Forastiere & Marur, 2008).

Nasofaring adalah suatu ruangan yang terletak di belakang cavum nasi yang mempunyai atap, dinding posterior dan dinding lateral yang termasuk fosa rosenmuller dan mukosa yang menutupi torus tubarius membentuk orifisium tuba eustachius. Laring dibagi menjadi tiga regio yaitu supraglotik, glotik dan subglotik. Hidung dan sinus paranasal terdiri dari cavum nasi mulai nares anterior hingga koana, disertai juga sinus maksila, sinus etmoid, sinus frontal dan sinus sphenoid. Regio tumor ganas pada telinga dapat dijumpai pada daun telinga, liang telinga luar dan telinga tengah serta tulang mastoid (Forastiere & Marur, 2008). Davis & Welch (2006) dalam penelitiannya membagi lokasi tumor ganas THT-KL menjadi 3 lokasi, yaitu lokasi pertama adalah tumor yang sulit terlihat yaitu hidung dan sinus paranasal, laring, hipofaring, esophagus servikal; lokasi kedua adalah tumor yang dapat terlihat yaitu orofaring dan rongga mulut; lokasi ketiga adalah tumor yang dapat diraba yaitu tiroid, jaringan lunak, kelenjar getah bening, tulang. Sedangkan Carvalvo et al (2002) dalam penelitiannya membagi lokasi tumor ganas THT-KL menjadi 2 lokasi yaitu lokasi tumor yang dapat dilihat


(23)

dengan pemeriksaan THT biasa yaitu orofaring dan rongga mulut; lokasi kedua adalah lokasi tumor yang hanya dapat dilihat dengan alat khusus yaitu laring dan hipofaring.


(24)

2.2 Epidemiologi

Takiar et al (2010) dalam penelitian mengenai prediksi perkembangan kanker di Bangalore, menemukan kasus tumor ganas kepala-leher pada tahun 2010 sebesar 175.791 kasus, dan diprediksi kasus tersebut meningkat menjadi 196.065 pada tahun 2015 dan pada tahun 2020 kasus tumor ganas kepala-leher meningkat menjadi 218.421 kasus. Perbandingan kejadian tumor ganas kepala-leher antara pria dan wanita adalah 2 : 1 dan antara tahun 2010, 2015 dan 2020 tidak ada perbedaan yang berarti.

Lebih dari 500.000 kasus baru keganasan pada kepala leher muncul di Amerika Serikat dan Eropa setiap tahunnya, dan ini adalah penyebab kematian dan kecacatan yang signifikan. Penelitian Hashibe et al (2009), dengan jumlah kasus 11.221, menemukan jenis kelamin laki-laki lebih sering terkena kanker kepala dan leher (79,9%) dibandingkan dengan perempuan (20,1%), dengan distribusi umur terbanyak dijumpai pada umur 55-59 (18,7%) dan yang paling sedikit dijumpai pada umur <40 tahun (3,7%). Ras yang paling banyak dijumpai adalah ras kulih putih (73,7%) dan yang paling sedikit adalah ras Asia (0,5%). Pendidikan penderita tumor ganas kepala leher yang paling dijumpai adalah SD (38,7%) dan paling sedikit adalah tidak berpendidikan (0,8%) (Hashibe et al, 2009).

Ronis et al (2008) menemukan 316 pasien tumor ganas kepala dan leher selama periode 2007, dengan frekuensi terbesar ditemukan pada laki-laki (79,4%) sedangkan perempuan (20,6%). Rata-rata umur yang ditemukan 58,6±10,2, dengan range umur 25-86 tahun. Ras yang paling banyak ditemukan adalah ras non Hispanic white (88,3%) diikuti oleh ras Hispanic/non white (11,7%). Distribusi pendidikan pada penderita tumor ganas THT-KL adalah 147 penderita (46,5%) (SMA) dan 169 penderita (53,5%) (Perguruan Tinggi).


(25)

Adeyemi et al (2008) yang melakukan studi retrospektif di sarana kesehatan primer dan sekunder di Nigeria periode 1991-2005 menemukan 778 kasus tumor ganas THT-KL dengan perbandingan antara pria dan wanita adalah 1,8 : 1. Umur rata-rata pasien adalah 43,8±19,6 tahun. Adeyemi dan kawan-kawan tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara umur rata-rata laki-laki dengan perempuan (p=0,198).

Piccirillo dan Yung (2008) pada penelitiannya menemukan 183 kasus tumor ganas THT-KL periode 1997-1998, dengan kasus terbanyak dijumpai pada laki-laki (71,6%) diikuti oleh perempuan (28,4%). Ras kulit putih (84,2%) paling banyak menderita tumor ganas THT-KL, diikuti ras kulit hitam (28%). Kelompok umur 51-60 tahun (30,1%) paling banyak menderita tumor ganas THT-KL, diikuti kelompok umur 61-70 tahun (25,7%), dan umur 71-80 (25,1%).

Kasus baru keganasan kepala dan leher diperkirakan sebanyak 644.000 kasus pertahunnya di seluruh dunia, dimana dua pertiga dari jumlah kasus baru itu muncul di negara berkembang. Angka kejadian keganasan kepala dan leher di Amerika Serikat sebesar 3,2% (39.750) dari seluruh keganasan (Jemal et al, 2005). Insidensi kanker kepala leher 3 kali lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan (Hayat et al, 2007).

Sihotang (2007) di RSUP HAM dalam penelitiannya terhadap 22 penderita tumor ganas THT-KL, menemukan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki (77,3%), dengan kelompok umur tersering adalah <50 tahun (54,6%). Suku terbanyak yang dijumpai adalah suku Batak (50%).

Studi retrospektif di laboratorium patologi anatomi RS dr. Kariadi Semarang periode 2001-2005 menemukan 448 kasus tumor ganas kepala dan leher, dengan perbandingan pria dan wanita adalah 1,2 : 1. Distribusi kelompok umur yang tersering


(26)

adalah < 50 tahun sebesar 235 penderita (52,45%), diikuti 50-59 tahun sebesar 97 penderita (21,65%), dan yang paling sedikit ditemukan adalah >70 tahun (8,93%) (Wiliyanto, 2006).

Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Bhurgri et al (2006) menemukan insidensi tumor ganas THT-KL pada laki-laki sebesar 21% dan pada perempuan sebesar 11% pada dua periode (1995-1997 dan 1998-2002). Umur rata-rata yang ditemukan adalah 53±5 tahun. Pada studi ini ditemukan lokasi terbanyak adalah rongga mulut baik pada laki-laki maupun perempuan, diikuti oleh tumor ganas laring.

Studi cross sectional pada pasien tumor ganas THT-KL di berbagai daerah di brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL, dimana 88% nya adalah laki-laki. Ras yang paling banyak ditemukan adalah ras eropa (84,2%), dengan rentang umur 15–82 tahun dan rata-rata umur adalah 58 tahun (Carvalho et al, 2002)

The national cancer data base pada tahun 1998 di amerika serikat melaporkan dijumpai 295.022 kasus keganasan kepala dan leher periode 1985-1994. Ras yang paling banyak dijumpai adalah amerika-afrika, umur paling banyak dijumpai keganasan adalah 60-69 tahun (27%), dengan perbandingan pria dengan wanita adalah 1,5:1 (Hoffman et al, 1998).

Iro dan Waldfahrer (1998) melakukan Studi retrospektif di divisi bedah kepala-leher Universitas Nuremberg Jerman periode 1970-1990 dengan hasil menemukan 3247 kasus keganasan kepala dan leher, dengan rata-rata umur penderita 58,2±12 tahun, dan jumlah penderita laki-laki sebanyak 2883 penderita, perempuan sebanyak 364 penderita. Studi prospektif oleh badan kanker nasional amerika serikat periode 1 September 1983 – 28 Februari 1987 di tiga negara bagian, menemukan 649 pasien yang didiagnosa tumor ganas kepala dan leher. Laki-laki lebih banyak ditemukan pada


(27)

penelitian ini sebesar 71,2% sedangkan perempuan sebesar 28,8%. Umur yang paling banyak ditemukan adalah umur 56-71 tahun (65,6%). Ras kulit putih lebih banyak ditemukan (95,8%) dibandingkan ras bukan kulit putih (4,2%). Dari segi pendidikan, pasien lulusan SMA lebih banyak ditemukan (50%) (Deleyianis et al, 1996).

Hutagalung dalam penelitiannya menemukan, dari 31.875 penderita baru yang berobat ke poliklinik THT RSUP DR. Sardjito periode 1991-1995, 1001 atau 3,40% menderita tumor ganas di bagian THT. Proporsi kejadiannya adalah 69,50% menyerang laki-laki, kelompok umur yang paling sering terkena adalah <50 tahun (61,84%) (Hutagalung, 1996).

Penelitian yang sama dilakukan oleh Siahaan, dari 569.948 penderita baru yang berobat ke poliklinik RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 1991-1995, 576 atau 0,1% menderita tumor ganas THT dan kepala leher. Penderita terbanyak adalah laki-laki (65,27%) dan jenis pekerjaan terbanyak petani-buruh tani (38,54%). Kelompok umur yang sering terkena adalah <50 tahun (50,86%) (Siahaan, 1996).

2.3 Lokasi Tumor

Berdasarkan AJCC 2006, lokasi tumor pada kepala dan leher adalah di rongga mulut, orofaring, nasofaring, laring, tiroid, hidung dan sinus paranasal, sedangkan telinga termasuk dalam tumor kulit.

Penelitian Hashibe et al (2009), dengan jumlah kasus 11.221, menemukan keganasan kepala leher yang tersering adalah kanker orofaring (36%), diikuti kanker rongga mulut (26,7%) dan yang terakhir adalah kanker laring(26,4%).


(28)

Penelitian oleh Ronis et al (2008) menemukan 316 penderita tumor ganas THT-KL, dengan lokasi terbanyak dijumpai adalah Rongga Mulut (21,5%), faring-orofaring-hipofaring-nasofaring (53,5%) dan laring (25%).

Studi retrospektif di sarana kesehatan primer dan sekunder di Nigeria periode 1991-2005 oleh Adeyemi et al (2008), menemukan 778 kasus tumor ganas THT-KL dengan lokasi yang paling sering terlibat adalah rongga mulut dan orofaring (31,1%), diikuti oleh nasofaring (16,4%) dan hidung sinus paranasal (15%). Umur rata-rata pasien tumor ganas nasofaring dan rongga mulut signifikan lebih rendah, sedangkan umur rata-rata pasien tumor ganas hipofaring dan laring lebih tinggi, dibandingkan dengan regio tumor ganas THT-KL lainnya.

Penelitian oleh Piccirillo dan Yung (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan lokasi terbanyak adalah laring (38,3%), kemudian rongga mulut (31,1%) dan orofaring (30,6%).

Penelitian oleh Sihotang (2007) di RSUP HAM, ditemukan lokasi terbanyak tumor ganas kepala leher adalah pada nasofaring yaitu 13 penderita dari 22 sampel (59,10%), diikuti tumor hidung dan sinus paranasalis 13,60%, tumor telinga 9,10%, tumor lidah 9,10%, tumor laring 4,50%, tumor palatum 4,50% (Sihotang, 2007).

Periode 1 Januari 2001–31 Desember 2005 di RS dr. Kariadi, ditemukan jenis tumor ganas kepala dan leher tersering adalah tumor ganas nasofaring (25%) dan tumor ganas kelenjar getah bening leher (25%) (Wiliyanto, 2006).

Di Amerika Serikat pada tahun 2001, dari 75.000 kasus keganasan pada kepala leher, ditemukan lokasi terbanyak adalah tiroid 29%, laring 15%, mukosa orofaring 12%, lidah 10% dan jaringan lunak 9% (Davis & Welch, 2006).


(29)

Bhurgri et al (2006), pada studi epidemiologi tumor ganas THT-KL di Pakistan, menemukan lokasi tumor terbanyak pada penderita berumur diatas 40 tahun adalah rongga mulut (30 %), nasofaring (28,6%), orofaring (6,3%) dan laring (2,6%).

Penelitian Shiboski, Schmidt, Jordan pada tahun 2005 ditemukan lokasi tumor pada keganasan kepala leher yang berasal dari rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan laring.

Studi cross sectional oleh Carvalho et al (2002) di berbagai daerah di brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL. Tumor ganas rongga mulut paling banyak ditemukan yaitu sebesar 32,4%, diikuti tumor ganas laring sebesar 24,1% dan tumor ganas orofaring sebesar (20,4%).

Pada RSU Dadi dan RSU dr Wahidin selama periode 10 tahun (1990-1999) ditemukan 570 keganasan kepala dan leher yang terdiri dari karsinoma nasofaring (47,98%), hidung dan sinus paranasalis (19,96%), tonsil (10,33%), laring (7,72%) dan rongga mulut (7%) (Kuhuwael, 2001).

Hasil penelitian Soekamto (2000) tentang insidensi tumor ganas kepala dan leher di RS. Dr. Soetomo Surabaya antara 1996–2000, mendapatkan tumor ganas tersering adalah tumor ganas nasofaring (478 kasus atau 28 %) dan tumor ganas laring (257 atau 16%).

The National Cancer Database periode 1985–1994 di Amerika Serikat melaporkan, lokasi tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak ditemukan adalah laring (20,9%), diikuti rongga mulut (17,6%) dan tiroid (15,8%) (Hoffman et al, 1998).

Studi retrospektif oleh Iro dan Waldfahrer (1998) menemukan 3247 kasus keganasan kepala dan leher di Universitas Nuremberg Jerman periode 1970-1990. Lokasi yang paling banyak ditemukan adalah tumor ganas laring (40,7%), diikuti tumor


(30)

ganas orofaring (23,8%) dan lokasi tumor yang paling sedikit adalah tumor ganas sinus maksila (1,9%).

Deleyianis et al (1996) dalam penelitiannya dari 649 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan lokasi terbanyak ditemukan tumor ganas adalah rongga mulut (35,4%), diikuti laring (33,1%) dan yang paling sedikit adalah hipofaring (9,8%).

Dari 712 kasus tumor ganas telinga hidung tenggorok di Bagian THT FK UI/RSCM selama periode 1988–1992, kasus terbanyak adalah di nasofaring 511 (71,7%), diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 72 (10,1%), laring 71 (10,0%), telinga 15 (2,1%), orofaring 12 (1,7%), esophagus-bronkus 10 (1,4%), rongga mulut 9 (1,3%) dan sisanya 12 (1,7%) penderita di tempat lain.

Hutagalung dalam penelitiannya menemukan dari 1084 kasus keganasan kepala dan leher di poliklinik THT RSUP DR. Sardjito periode 1991-1995, lokasi yang paling banyak adalah nasofaring (45,35%), kavum oris (22,67%), laring (14,88%), kavum nasi (9,09%), sinus paranasal (7,99%) (Hutagalung, 1996).

Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan di poliklinik RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 1991-1995, menemukan lokasi tumor yang paling sering adalah nasofaring (56,25%), diikuti hidung dan sinus paranasal (11,46%), dan laring (9,03%) (Siahaan, 1996).

Data terakhir tahun 1990–2001 di FKUI/RSCM Jakarta, ditemukan sejumlah 2007 kasus keganasan di bidang telinga hidung tenggorok, tercatat karsinoma nasofaring sebanyak 1247 (62,13%) penderita, hidung dan sinus paranasal 179 (8,92%) penderita, laring 125 (6,23%) penderita, rongga mulut 137 (6,83%) penderita, telinga 54 (2,69%) penderita.


(31)

2.4 Jenis Histopatologi

Karsinoma sel skuamosa dapat timbul pada seluruh mukosa di daerah kepala dan leher. Shiboski et al (2005) melaporkan jenis histopatologi yang banyak ditemukan pada keganasan kepala dan leher adalah karsinoma sel skuamosa (90%).

The National Cancer Database periode 1985 – 1994 di Amerika Serikat menemukan jenis histopatologi kanker kepala leher terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (55,8%), diikuti dengan adenokarsinoma (19,4%) dan limfoma (15,1%) (Hoffman et al, 1998).

Penelitian Lee et al (2008), jenis histopatologi dari 531 kasus keganasan kepala dan leher, ditemukan 515 kasus jenis histopatologinya adalah karsinoma sel skuamosa (Lee et al, 2008).

Adeyemi et al (2008) dalam penelitiannya terhadap 778 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan jenis histopatologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa (66,7%), diikuti dengan karsinoma anaplastik (9,3%) dan karsinoma adenoid kistik (8%).

Di Amerika Serikat pada tahun 2001, dari 75.000 kasus keganasan pada kepala leher, Tipe histologi yang paling banyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa (80%) (Davis & Welch, 2006).

Di Pakistan periode tahun 1995-1997 dan 1998-2002 pada studi epidemiologi yang dilakukan bhurgri et al (2006) menemukan jenis histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (96,5%).

Hutagalung (1996) dalam penelitiannya tentang tumor ganas THT menemukan jenis histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (45,94%) diikuti oleh karsinoma tanpa berdiferensiasi (40,36%).


(32)

Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (1996) menjumpai jenis histopatologi terbanyak pada kasus tumor ganas THT adalah karsinoma epidermoid (60,67%) kemudian karsinoma anaplastik (30,03%).

2.5 Etiologi dan Faktor Risiko

Merokok dan minum alkohol adalah faktor etiologi yang sering ditemukan pada tumor ganas THT-KL. Perokok berat beresiko 5 sampai 25 kali lebih tinggi mengalami tumor ganas THT-KL dibandingkan dengan yang bukan perokok. Alkohol dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor ganas THT-KL. Seseorang dengan riwayat merokok 40 bungkus per tahun dan minum alkohol 5 botol per hari dapat meningkatkan resiko 40 kali mengalami tumor ganas THT-KL. Efek langsung dari nikotin dan hidrokarbon polisiklik aromatik dipertimbangkan bersifat karsinogenik. Merokok dan minum alkohol juga menyebabkan mutasi dari gen supresor tumor p53 (Goldenberg, et al. 2004).

Faktor diet juga berpengaruh terhadap kejadian tumor ganas THT-KL. Kebiasaan makan makanan yang mengandung nitrosamine meningkatkan resiko terjadinya karsinoma nasofaring (Shi et al, 2002).

Human Papilloma Virus (HPV) dan Epstein Barr Virus (EBV) adalah virus yang erat hubungannya dengan kejadian tumor ganas THT-KL, EBV berkaitan dengan karsinoma nasofaring dan HPV berkaitan dengan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher terutama pada orofaring dan laring, dimana 25% dari seluruh karsinoma sel skuamosa terinfeksi virus HPV (Goldenberg et al, 2004). Selain faktor resiko diatas, terpajan dengan kromikum, nikel, radium, gas mustard, pewarnaan kulit, serbuk kayu


(33)

ditempat kerja berhubungan dengan kejadian karsinoma sinonasal (Forastiere & Marur, 2008).

2.6 Diagnosis 2.6.1 Gejala Klinik

Gejala klinis yang ditemukan pada stadium awal tumor ganas THT-KL tidak spesifik dan dari pemeriksaan THT rutin jarang ditemukan tanda-tanda keganasan. Kebanyakan kasus datang dengan gejala bervariasi tergantung dari lokasi tumor (Forastiere & Marur, 2008).

2.6.1.1Tumor Ganas Nasofaring

Lokasi nasofaring yang tersembunyi di belakang rongga hidung cukup menyulitkan untuk dapat diperiksa secara rutin, kecuali dengan menggunakan endoskopi. Letaknya ini pula menyebabkan pertumbuhan tumor pada stadium dini tidak diketahui atau tidak memberikan gejala yang khas. Umumnya karsinoma itu muncul pada fossa Rosenmuller sehingga bisa memberikan gejala pada telinga berupa oklusi tuba, rasa penuh, gangguan pendengaran, tinnitus.

Pada hidung tumor ini memberikan keluhan berupa sumbatan hidung dan epistaksis. Cepatnya penjalaran ke kelenjar limfatik menyebabkan keluhan pembesaran leher di lateral atas (kelenjar jugularis profunda superior) yang merupakan keluhan utama yang mendorong penderita datang berobat pada kasus-kasus yang kami temukan (80%). Perluasan ke intrakranial menimbulkan sefalgia, kelumpuhan saraf kranialis terutama nervus VI dan V dengan gejala berupa diplopia dan parestesi pipi karena terjadi perluasan melalui foramen laserum, dapat juga mengenai nervus III dan IV yang


(34)

menimbulkan gejala optalmoplegia, atau perluasan ke posterior mengenai nervus IX, X dan XI. Metastase jauh dapat terjadi pada tulang, paru, hepar (Kuhuwael, 2001).

2.6.1.2Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasalis

Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, mendorong atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi atau orbita. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.

Perluasan tumor ke arah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus dapat disertai likuorea. Jika peluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf-saraf kranial lainnya juga terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anesthesia dan parestesia daerah yang dipersyarfi nervus maksilaris dan mandibularis. Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena rongga sinus sangat miskin


(35)

dengan system limfatik kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi jaringan lunak hidung dan pipi yang kaya akan system limfatik. Metastases jauh juga jarang ditemukan (kurang dari 10%) dan organ yang paling sering terkena adalah hati dan paru (Armiyanto, Roezin, 2007).

2.6.1.3Tumor Ganas Orofaring

Gejala awal kurang dirasakan sehingga penderita sering datang terlambat. Umumnya terjadi pada tonsil dengan gejala disfagia, merasa benda asing, odinofagia, nyeri alih telinga, trismus bila terjadi perluasan ke rongga faring. Pada tonsil tampak pembesaran yang unilateral, permukaan tidak rata dan ulserasi (Dhingra, 2007).

2.6.1.4Tumor Ganas Rongga Mulut

Umumnya pasien tumor ganas ini mempunyai keluhan-keluhan seperti rasa nyeri di telinga, disfagia, kadang-kadang pasien tidak bisa membuka mulut (trismus). Terdapatnya bercak keputihan dan bercak kemerahan yang tidak bisa hilang dengan pengobatan biasa, harus dicurigai kemungkinan adanya keganasan (Munir, 2007).

2.6.1.5Tumor Ganas Laring

Pasien dengan karsinoma supraglotis cenderung asimtomatik sampai tumor telah berkembang dan dijumpai metastasis nodul. Biasanya dijumpai keluhan nyeri tenggorok, disfagia dan nyeri alih di telinga atau teraba massa kelenjar limfe di leher. Suara serak, penurunan berat badan, sumbatan jalan nafas merupakan gejala lanjut dari tumor ganas supraglotis. Tanda awal tumor ganas glottis laring adalah suara serak karena lesi pada pita suara asli akan mempengaruhi kapasitas getaran. Hal ini


(36)

menyebabkan tumor ganas laring dapat dideteksi lebih awal. Peningkatan pertumbuhan ukuran massa akan menyebabkan stridor dan obstruksi laring. Gambaran awal dari kanker subglotis yaitu stridor atau obstruksi laring. Suara serak mengindikasikan bahwa perjalanan penyakit sampai ke permukaan bawah pita suara asli, infiltrasi m.tiroaritenoid atau terlibatnya nervus laringeus rekuren. Secara umum, Tanda dan gejala tumor ganas laring meliputi suara serak, disfagia, hemoptisis, teraba massa di leher, nyeri tenggorok, otalgia, gangguan jalan nafas, dan aspirasi (Concus et al, 2008).

2.6.1.6Tumor Ganas Telinga

Gejala pada tumor ganas pada telinga ditegakkan dengan adanya anamnesis berupa: mula-mula terjadi perubahan kulit di daerah daun telinga yang diikuti tumbuhnya benjolan keras, tidak sakit, tampak ulserasi, mudah berdarah. Gejala yang dapat timbul dapat juga berupa keluhan rasa sakit di dalam liang telinga, keluarnya cairan dari telinga yang kadang-kadang bercampur darah, rasa penuh dan kurang pendengaran pada telinga yang sakit, dan keluhan muka perot (Dhingra, 2007).

2.6.2 Pemeriksaan

Pada pemeriksaan fisik, seluruh permukaan mukosa diperiksa secara teliti untuk melihat adanya ulkus, massa submukosa ataupun permukaan tidak rata. Palpasi bimanual pada dasar mulut dan palpasi pada leher juga dilakukan. Pemeriksaan kelenjar getah bening leher juga dilakukan. Region kelenjar getah bening leher dibagi menjadi 5 regio, yaitu :

1. Level I : KGB yang termasuk adalah KGB submental dan submandibula. 2. Level II : KGB yang termasuk adalah KGB jugular atas


(37)

3. Level III : KGB yang termasuk adalah KGB jugular tengah 4. Level IV : KGB yang termasuk adalah KGB jugular bawah 5. Level V : KGB yang termasuk adalah KGB segitiga posterior 6. Level VI : KGB yang termasuk adalah KGB kompartemen anterior

Gambar 2. Pembagian Regio Kelenjar Getah Bening Leher (Forastiere & Marur, 2008)

Dengan mengetahui letak pembesaran KGB leher, kita dapat menduga letak tumor primernya. Karsinoma rongga mulut, penyebarannya ke KGB leher level I. Karsinoma nasofaring penyebarannya ke KGB leher level II dan V. Karsinoma laring penyebarannya ke KGB leher level II dan III. Karsinoma sinus paranasal dan karsinoma glotik jarang bermetastase ke KGB leher. Dengan mengetahui ada tidaknya metastase ke KGB leher, kita dapat menentukan prognosis tumor ganas THT-KL (Forastiere & Marur, 2008).

Untuk diagnosis pasti dari tumor ganas adalah biopsi jaringan dari mukosa abnormal atau massa yang kita curigai sebagai tumor ganas. Untuk melihat perluasan tumor dapat kita lakukan pemeriksaan CT-scan, MRI, ataupun PET scan. Untuk melihat metastase jauh dapat kita lakukan pemeriksaan foto thoraks, scan tulang, pemeriksaan fungsi hati, dan USG hepar (Forastiere & Marur, 2008).


(38)

2.7 Stadium

Stadium tumor ganas kepala dan leher didasarkan pada sistem TNM oleh AJCC 2006, yang diklasifikasikan sesuai letak anatomi dan perluasan penyakit. Tumor (T) bervariasi, menurut letak tumor tertentu dan pada region tertentu, sedangkan klasifikasi untuk N (Nodul) dan Metastase jauh (M) seragam untuk semua tempat. Pengelompokan stadium ini dapat menjadi stadium awal yaitu stadium I dan II, stadium akhir yaitu stadium III dan IV.

Penelitian Yung dan Piccrillo (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT-KL, yang datang dengan stadium I sebesar 18,5 %, stadium II sebesar 16,4%, stadium III sebesar (22,4%), stadium IV sebesar 42,6%.

Ronis et al (2008), dari 316 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan pasien yang datang berobat pada stadium 0, I dan II adalah 75 penderita dan stadium III, IV adalah 241 penderita.

Penelitian oleh Bhurgri et al (2006) selama periode 1995-2002 menemukan dua pertiga kasus datang pada stadium III dan IV.

Pada 31 pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher berumur di < 40 tahun yang diteliti oleh Pytynia et al (2004), ditemukan 10 pasien (32,3%) datang pada stadium awal (stadium I dan II) dan 21 pasien (67,7%) datang pada stadium lanjut (Stadium III dan IV).

Carvalho et al (2002) dalam studi cross sectional nya di berbagai daerah di brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL, dimana pasien datang stadium awal (I dan II) sebesar 20,9 %, sedangkan pasien dengan stadium lanjut (III dan IV) sebesar 79,1%. Terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah pasien stadium lanjut dan stadium awal dengan letak tumor yang sulit dilihat dengan pemeriksaan biasa


(39)

(hipofaring, laring) dan letak tumor yang dapat dilihat dengan pemeriksaan biasa(rongga mulut, orofaring), pada penelitian didapatkan pasien dengan tumor ganas hipofaring dan laring stadium lanjut (88%) lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan tumor ganas rongga mulut dan orofaring (74,6%) (p<0,001).

Penelitian retrospektif oleh Puspitasari (2011) pada salah satu tumor ganas KL yaitu tumor ganas nasofaring, menemukan frekuensi penderita tumor ganas THT-KL stadium dini paling tinggi pada kelompok umur >48 tahun sebesar 59.5%. Sedangkan stadium lanjut antara kelompok umur ≤48 tahun dan >48 tahun hanya berbeda sedikit yaitu 0.6%. Analisa statistik dengan uji Chi-square diperoleh p=0.177 sehingga secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok umur dengan stadium. Sementara itu, penelitian case series oleh Nurhalisah (2009) menemukan bahwa kelompok umur stadium dini paling tinggi pada kelompok umur >50 tahun sebesar 52.6% dan stadium lanjut 52.8%.

Studi retrospektif di Universitas Nuremberg Jerman periode 1970-1990 menemukan 3247 kasus keganasan kepala dan leher dan ditemukan pasien yang datang pada stadium I sebesar 17,9%, stadium II sebesar 18,9%, stadium III sebesar 21,5% dan stadium IV 41,8% (Iro & Waldfahrer, 1998).

Hoffman et al (1998) dalam penelitiannya terhadap 295.022 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan pasien yang datang pada stadium I (35,8%), stadium II (19%), stadium III (17,5%), stadium IV (24,8%).

Studi retrospektif oleh hutagalung (1996) di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta periode 1991 – 1995, dari 1001 kasus tumor ganas THT-KL, yang datang pada stadium I sebesar 3,28%, stadium II sebesar 18,35%, stadium III sebesar 38,44% dan stadium IV sebesar 39,54%.


(40)

Tabel 2.7.1 Staging Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasal berdasarkan AJCC 2006 Maxillary Sinus

Tis : Carcinoma in situ

T1 : Tumor terbatas pada sinus maksila T2 : Tumor menyebabkan erosi tulang termasuk palatum durum dan meatus media, tanpa penyebaran ke dinding posterior sinus maksila.

T3 : tumor menginvasi dinding posterior sinus maksila, jaringan subkutaneus, dinding medial dan dasar orbita, fossa pterygoid, sinus etmoid.

T4a : tumor menginvasi dinding anterior orbita, kulit pipi, fossa intratemporal, lempeng pterygoid, plate cribiformis, sinus frontal dan sphenoid.

T4b : Tumor menginvasi atap orbita, dura, kranial, fosa media kranial, saraf kranial.

Nasal Cavity and Ethmoid Sinus Tis : Carcinoma in situ

T1 :tumor terbatas pada satu sisi, dengan atau tanpa destruksi tulang.

T2 : tumor menginvasi dua sisi termasuk complex nasoethmoidal, dengan atau tanpa destruksi tulang.

T3 : tumor meluas ke dinding medial dan dasar orbita, sinus maksila, palatum atau plate cribiformis.

T4a : tumor menginvasi orbita anterior, kulit dari hidung dan pipi, ekstensi minimal dari fossa kranial anterior, plate pterygoid, sinus sphenoid dan frontal.

Regional Lymph Nodes (N)

N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher N1 : Metastase single KGB leher

ipsilateral, dengan ukuran ≤ 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran ≥ 6 cm

Distant Metastasis (M) M0: tidak ada metastase jauh M1 : ditemukan metastase jauh STAGE GROUPING

0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.2 Staging Tumor Ganas Nasofaring berdasarkan AJCC 2006 Nasopharynx

T1: tumor terbatas di nasofaring T2: tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau kavum nasi

o T2a : tanpa perluasan ke parafaring

o T2b : dengan perluasan ke parafaring

Distant Metastasis (M)

Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING:

NASOPHARYNX 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0


(41)

T3: tumor menginvasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4: tumor dengan ekstensi intrakranial dan/atau keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, atau orbita, atau ruang mastikator

Regional Lymph Nodes (N)

N0: tidak dijumpai metastasis kelenjar limfe regional

N1: metastasis kelenjar limfe unilateral, ukuran ≤ 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular

N2: metastasis kelenjar limfe bilateral, ukuran ≤ 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular

N3: metastasis kelenjar limfe

o N3a: ukuran > 6 cm

o N3b: meluas ke fossa supraklavikular

IIA T2a N0 M0 IIB T1 N1 M0 T2 N1 M0 T2a N1 M0 T2b N0 M0 T2b N1 M0 III T1 N2 M0 T2a N2 M0 T2b N2 M0 T3 N0 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 IVA T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 IVB Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.3 Staging Tumor Ganas Rongga Mulut berdasarkan AJCC 2006 Primary Tumor (T)

T0 : Tidak dijumpai tumor primer T1 : Tumor berukuran ≤ 2cm T2 : Tumor berukuran 2≤x<4 T3 : Tumor berukuran ≥4 cm

T4a : (bibir) tumor menginvasi tulang, n. alveolaris inferior, dasar mulut, kulit wajah (dagu/hidung)

T4a : (rongga mulut) tumor menginvasi tulang, otot-otot ekstrinsik lidah, sinus maksila atau kulit wajah.

T4b : Tumor melibatkan ruang masticator, plate pterygoideus, dasar otak, dan/atau arteri karotis interna Regional Lymph Nodes (N)

N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher N1 : Metastase single KGB leher

ipsilateral, dengan ukuran ≤ 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2c : metastase ke bilateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm

N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran ≥ 6 cm

Distant Metastasis (M)

Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING

0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB Any T N3 M0 T4b Any N M0 IVC Any T Any N M1


(42)

Tabel 2.7.4 Staging Tumor Ganas Orofaring berdasarkan AJCC 2006 Oropharynx

T0 : Tidak dijumpai tumor primer T1 : Tumor berukuran ≤ 2cm T2 : Tumor berukuran 2≤x<4 T3 : Tumor berukuran ≥4 cm

T4a : Tumor menginvasi laring, otot-otot ekstrinsik lidah, pterygoid medial, palatum durum, atau mandibula T4b : Tumor menginvasi muskulus pterygoid lateral, plate pterygoid, nasofaring lateral, dasar otak, arteri karotis.

Regional Lymph Nodes (N)

N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher N1 : Metastase single KGB leher

ipsilateral, dengan ukuran ≤ 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2c : metastase ke bilateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm

N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran ≥ 6 cm

Distant Metastasis (M)

Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING

0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.5 Staging Tumor Ganas Laring berdasarkan AJCC 2006 Primary Tumor (T)

TX Primary tumor cannot be assessed T0 No evidence of primary tumor Tis Carcinoma in situ

Supraglottis T1

T

: tumor terbatas pada satu sub bagian supraglotis dengan pergerakan pita suara asli masih normal

2

T

: tumor menginvasi >1 mukosa yang berdekatan dengan supraglotis atau glotis atau daerah di luar supraglotis (mis : mukosa dasar lidah, vallecula, dinding medial sinus pyriformis) tanpa fiksasi laring.

3

Subglottis

: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau

T1 T

: tumor terbatas pada subglotis 2

T

: tumor meluas ke pita suara asli dengan pergerakan yang normal atau terjadi gangguan

3

T

: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli

4a

T

: tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (mis : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

4b: tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur

mediastinum.


(43)

menginvasi : area postkrikoid, jaringan pre-epiglotik, ruang paraglotik dan/atau invasi minor kartilago tiroid.

T4a

T

: tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (mis : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

4b: tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur

mediastinum. Glottis T1

T

: tumor terbatas pada pita suara asli (mungkin melibatkan komisura anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal

1a

T

: tumor terbatas pada satu pita suara asli

1b:

T

tumor melibatkan kedua pita suara asli

2

T

: tumor meluas ke supraglotis dan/atau subglotis, dan/atau dengan gangguan pergerakan pita suara asli

3

T

: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau

menginvasi ruang paraglotik dan/atau erosi minor kartilago tiroid.

4a

T

: tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (mis : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus)

4b:

N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher

tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur

mediastinum.

N1 : Metastase single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran ≤ 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3≤x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran <6 cm N2c : metastase ke bilateral atau

kontralateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm

N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran ≥ 6 cm

Distant Metastasis (M)

Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING

0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.6 Staging Tumor Ganas Telinga berdasarkan AJCC 2006 Primary Tumor (T)

T0 : Tidak dijumpai tumor primer T1 : Tumor berukuran ≤ 2cm T2 : Tumor berukuran 2≤x<5 T3 : Tumor berukuran ≥5 cm T4 Tumor menginvasi struktur

ekstadermal, seperti tulang rawan, tulang, atau otot

Distant Metastasis (M)

Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING

0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 T3 N0 M0


(44)

Regional Lymph Nodes (N)

Mo: tidak dijumpai metastasis ke KGB M1: dijumpai metastasis ke KGB

III T4 N0 M0 Any T N1 M0 IV Any T Any N M1

2.8Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor ganas THT-KL, antara lain, melalui radioterapi, kemoterapi, pembedahan, atau kombinasi ketiganya. Penatalaksanaan yang dipilih tergantung dari stadium tumor ganas tersebut. Pada stadium awal terapi utama adalah radioterapi ataupun pembedahan. Pada stadium lanjut terapinya adalah kombinasi dari kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan (Forastiere & Marur, 2008).

Penelitian Yung dan Piccrillo (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 37,2%, radioterapi sebesar 10,9%, kemoterapi sebesar 1,6% dan terapi kombinasi sebesar 50,2%.

Ronis et al (2008) dalam penelitiannya tentang kualitas hidup pasien tumor ganas THT-KL, 273 pasien (86,4%) menerima terapi radiasi, 205 pasien (64,9%) menerima terapi kemoterapi dan 160 pasien (50,6%) menerima terapi pembedahan.

Penelitian Pytynia et al (2004), dari 31 pasien berumur <40 tahun yang menderita keganasan kepala dan leher, yang mendapat terapi radiasi adalah 32,3%, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 22,6%, sedangkan yang mendapat terapi kombinasi sebesar 45,1%.

Penelitian oleh Hoffman et al (1998) di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, dari 295.022 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 32,4%, radioterapi sebesar 18,9%, kemoterapi sebesar 5,4%, terapi kombinasi sebesar 43,3%.

Studi prospektif periode 1 September 1983–28 Februari 1987 di tiga negara bagian terhadap 649 pasien yang didiagnosa tumor ganas kepala dan leher, menemukan


(45)

pasien yang mendapat terapi bedah sebesar 38,5%, terapi radioterapi sebesar 20%, terapi kemoterapi sebesar 2% dan terapi kombinasi sebesar 39,5% (Deleyianis et al, 1996).

Hutagalung (1996) dalam studi retrospektif di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta periode 1991–1995, dari 1001 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 6,09%, radioterapi sebesar (39,8%), kemoterapi sebesar 1,69%, kombinasi sebesar 18,77 %.

Di RSUP dr. Kariadi Semarang periode 1991-1995, dari 576 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat radioterapi sebesar 81,6%, kemoterapi sebesar 2,6%, kombinasi sebesar 11,98% (Siahaan, 1996).


(46)

- Suku/Ras - Umur

- Jenis Kelamin - Pendidikan

- Keluhan Utama - Stadium

- Tipe Histopatologi - Terapi

2.9 Kerangka Konsep


(47)

Tumor Ganas THT Kepala dan Leher

2.10 Kerangka Kerja

Gambar 4. Kerangka Kerja Penelitian

REKAM MEDIS

1. Jenis kelamin

2. Umur

3. Pendidikan

4. Suku/Ras

5. Lokasi Tumor

6. Jenis Histopatologi

7. Stadium


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif-retrospektif

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan mulai Mei 2011–Juni 2011.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita baru tumor ganas THT-KL berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan yang datang ke RSUP H. Adam Malik Medan yang tercatat pada rekam medis mulai dari Januari 2006 – Desember 2010.

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah total populasi.

3.4. Variabel Penelitian 3.4.1. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti adalah lokasi tumor; umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan penderita; histopatologi; stadium; dan terapi.


(49)

3.4.2. Definisi Operasional Variabel

• Tumor ganas KL adalah tumor ganas yang berada di bagian THT-KL, yang ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi jaringan.

• Lokasi tumor adalah tempat asal tumor primer yang dibagi menjadi hidung dan sinus paranasanal, orofaring, rongga mulut, nasofaring, telinga dan laring. Lokasi tumor ini dikelompokkan lagi menjadi 2 kelompok yaitu lokasi tumor yang dapat dilihat dengan mudah yaitu orofaring dan rongga mulut, telinga; lokasi tumor yang sulit dilihat yaitu nasofaring, laring, hidung dan sinus paranasal

• Umur adalah usia penderita yang dihitung dalam tahun dan menurut ulang tahun terakhir sesuai yang tertulis di rekam medis.

• Jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.

• Suku bangsa adalah suatu masyarakat dengan budaya, bahasa, agama, dll yang tertulis di rekam medis.

• Tipe histopatologi adalah jenis dari suatu tumor yang sediaanya diambil dari jaringan biopsi yang dilihat di bawah mikroskop oleh ahli patologi anatomi sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.

• Terapi adalah penatalaksanaan yang diberikan terhadap penderita tumor ganas THT-KL, yang dapat berupa pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan kombinasi dari ketiganya

• Stadium tumor adalah penentuan stadium penyakit yang tertulis di rekam medis berdasarkan klasifikasi AJCC 2006


(50)

o Stadium dini : Stadium I dan II

o Stadium lanjut : Stadium III dan IV

3.5. Bahan dan Alat Penelitian

Rekam Medis Penderita yang memiliki kelengkapan data seperti : nama, no RM, umur, jenis kelamin, pendidikan, jenis histopatologi, CT-scan, terapi.

3.6. Cara Kerja 3.6.1. Persiapan

Mencatat nama dan nomor rekam medis penderita tumor ganas THT-KL yang datang ke poliklinik dan yang dirawat di Departemen/SMF THT-KL FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan mulai Januari 2006 sampai Desember 2010 dan menghubungi Instalasi Rekam Medis RSUP H.Adam Malik Medan.

3.6.2. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari pencatatan rekam medis penderita tumor ganas THT-Kepala Leher di RSUP H.Adam Malik Medan mulai Januari 2006–Desember 2010.

3.7. Analisis Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik untuk mengetahui presentase penderita tumor ganas THT-KL berdasarkan lokasi tumor, umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan, histopatologi, stadium dan terapi. Data yang diperoleh akan diolah dengan SPSS versi 15.


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Data seluruh penderita baru tumor ganas THT-KL di bagian THT RSUP H. Adam Malik Medan mulai Januari 2006-Desember 2010 yang terkumpul sebanyak 589 orang akan dijabarkan di bawah ini.

4.1Karakteristik Penderita

4.1.1 Distribusi frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut umur

Tabel 4.1.1 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut Umur Kelompok

Umur

Tahun

Total

2006 2007 2008 2009 2010

f (%) f (%) f (%) f (%) f (%) N (%)

≤50 42 (46,15) 41 (48,24) 77 (48,13) 68 (59,13) 75 (54,35) 303 (51,44) 51 – 60 27 (29,67) 21 (24,71) 47 (29,38) 21 (18,26) 38 (27,54) 154 (26,15) 61 – 70 19 (20,88) 20 (23,53) 28 (17,50) 21 (18,26) 18 (13,04) 106 (18,00) 71 – 80 2 (2,20) 3 (3,53) 7 (4,38) 4 (3,48) 5 (3,62) 21 (3,57) > 80 1 (1,10) 0 (0,00) 1 (0,63) 1 (0,87) 2 (1,45) 5 (0,85) Total 91 (100) 85 (100) 160 (100) 115 (100) 138 (100) 589 100,00

Sejak tahun 2006-2010, distribusi frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur <50 tahun sebanyak 303 penderita (51.44%) dan diikuti kelompok 51–60 tahun sebanyak 154 penderita (26.15%), sedangkan yang terendah pada kelompok umur >80 tahun sebanyak 5 penderita (0.85%). Usia termuda adalah 12 tahun dan tertua berusia 88 tahun dengan umur rerata 49,3 tahun dan median 50 tahun.


(52)

4.1.2 Distribusi frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut jenis kelamin

Tabel 4.1.2 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Tahun

Total

2006 2007 2008 2009 2010

f (%) f (%) f (%) f (%) f (%) F (%)

Laki-laki 61 (67,03) 66 (77,65) 115 (71,88) 80 (69,57) 107 (77,54) 429 (72,84) Perempuan 30 (32,97) 19 (22,35) 45 (28,12) 35 (30,43) 31 (22,46) 160 (27,16) Total 91 (100) 85 (100) 160 (100) 115 (100) 138 (23,43) 589 (100)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setiap tahunnya jenis kelamin laki-laki lebih banyak dijumpai dibandingkan perempuan dengan frekuensi sebesar 429 penderita (72,84%), sedangkan perempuan 160 penderita (27,16%) dengan perbandingan 2.7 : 1.

Diagram 4.1.2 Distribusi frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut jenis kelamin

4.1.3 Distribusi frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut suku bangsa

Tabel 4.1.3 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut Suku Bangsa

Suku Bangsa

Tahun

Total

2006 2007 2008 2009 2010

f % f % F % f % f % F %

Batak 45 49,95 43 50,59 82 51,25 57 49,57 69 50,00 296 50,25 Aceh 19 20,88 12 14,12 24 15,00 27 23,48 42 30,43 124 21,05 Melayu 8 8,79 8 9,41 15 9,38 13 11,30 10 7,25 54 9,17 Jawa 14 15,38 18 21,18 31 19,38 16 13,91 10 7,25 89 15,11 Dll 5 5,49 4 4,71 8 5,00 2 1,74 7 5,07 26 4,41


(53)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa frekuensi penderita berdasarkan suku tercatat tertinggi adalah Batak (50.25%) dan terendah adalah suku lainnya (4.4%).

4.1.4 Distribusi frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut pendidikan

Tabel 4.1.4 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut Pendidikan

Pendidikan f %

SD 199 33,8

SMP 171 29,0

SMA 166 28,2

Akademi/PT 49 8,3

Tidak sekolah 4 ,7

Total 589 100,0

Dari tabel diatas tampak pendidikan SD adalah yang paling banyak dijumpai pada penderita tumor ganas THT-KL (33,8%), dan yang tidak bersekolah paling sedikit dijumpai (0,7%).

4.2Karakteristik Tumor

4.2.1 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut tahun

Tabel 4.2.1 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL

Tahun f %

2006 91 15,4

2007 85 14,4

2008 160 27,2

2009 115 19,5

2010 138 23,4

Total 589 100,0

Dari Tabel 4.2.1 terungkap bahwa jumlah kasus penderita tumor ganas THT-KL pada kurun waktu tahun 2006-2010 adalah 589 kasus, dan kasus yang tertinggi dijumpai pada tahun 2008, yaitu 160 kasus. Angka itu meningkat hampir 2 kali lipat dari jumlah


(54)

4.2.2 Distribusi frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut lokasi tumor

Tabel 4.2.2 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas THT-KL menurut Lokasi Tumor

Letak Tumor

Tahun

Total 2006 2007 2008 2009 2010

F % f % F % f % f % F %

Nasofaring (N) 43 47,25 44 51,76 93 58,13 88 76,52 67 48,55 335 56,88 Orofaring (O) 5 5,49 7 8,24 13 8,13 6 5,22 13 9,42 44 7,47 Rongga mulut

(RM) 7 7,69 11 12,94 11 6,88 3 2,61 11 7,97 43 7,30 Telinga (T) 3 3,30 1 1,18 2 1,25 0 0,00 5 3,62 11 1,87 Laring (L) 20 21,98 10 11,76 27 16,88 10 8,70 31 22,46 98 16,64 Hidung dan SPN

(H&SPN) 13 14,29 12 14,12 14 8,75 8 6,96 11 7,97 58 9,85 Total 91 100 85 100 160 100 115 100 138 100 589 100,00

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui dalam periode 2006 – 2010, tumor ganas nasofaring adalah lokasi tumor yang paling sering dijumpai sebesar 335 penderita (56,88%), diikuti oleh laring sebesar 98 penderita (16,64%), sedangkan lokasi tumor ganas yang paling sedikit dijumpai adalah telinga sebesar 11 penderita (1,87%).

Diagram 4.2.2 Distribusi frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut lokasi tumor


(55)

4.2.3 Distribusi frekuensi jenis histopatologi pada penderita tumor ganas THT-KL

Tabel 4.2.3 Distribusi frekuensi jenis histopatologi pada penderita tumor ganas THT-KL Jenis

Histopatologi

Nasofaring Orofaring Rongga Mulut

Telinga Laring Hidung dan SPN Total Karsinoma sel skuamosa : keratinizing non keratinizing 75(22,39%) 156(46,57% 8 (18,18%) 21(47,73%) 17(39,53%) 18(41,86%) 4(36,36%) 6(54,55%) 35(35,71%) 43(43,88%) 8(13,79%) 15(25,86%) 147(24,96%) 259(43,97%) Karsinoma undifferentiated

104(31,04%) 1(2,27%) - - - 14(24,14%) 119(20,20%)

Limfoepitelioma - - 3(6,98%) - - 2(3,45%) 5(0,85%)

Adenokarsinoma - 6(13,64%) 5(11,63%) - 1(1,02%) 15(25,86%) 27(4,58%)

Limfoma - 8(18,18%) - - - 3(5,17%) 11(1,87%)

Karsinoma sel basal

- - - 1(1,72%) 1(0,17%)

Melanoma maligna

- - - 1(9,09%) - - 1(0,17%)

Karsinoma verukosa

- - - - 7(7,14%) - 7(1,19%)

Karsinoma sel spindle

- - - - 7(7,14%) - 7(1,19%)

Karsinoma epidermoid

- - - - 5(5,10%) - 5(0,85%)

Total 335(100%) 44(100%) 43(100%) 11(100%) 98(100%) 58(100%) 589(100%)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa karsinoma sel skuamosa adalah jenis histopatologi tersering yang ditemukan sebanyak 406 kasus (68.9%), diikuti karsinoma undifferentiated sebanyak 119 kasus (20.2%). Pada tumor ganas nasofaring jenis histopatologi terbanyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa non keratizing (46,57%). Pada tumor ganas orofaring jenis histopatologi terbanyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa non keratizing (47,73%). Pada tumor ganas rongga mulut jenis histopatologi terbanyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa non keratizing (41,86%). Pada tumor ganas telinga jenis histopatologi terbanyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa non keratizing (54,55%). Pada tumor ganas laring jenis histopatologi terbanyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa non keratizing (43,88%). Pada tumor ganas hidung dan sinus paranasal jenis histopatologi terbanyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa non keratizing (25,86%) dan


(56)

4.2.4 Distribusi Frekuensi Stadium Pada penderita tumor ganas THT-KL

Tabel 4.2.4 Distribusi Frekuensi Stadium pada Penderita Tumor Ganas THT-KL

Stadium

Total

Stadium

I

Stadium II

Stadium III

Stadium IV Letak

Tumor

Nasofaring n 2 6 50 277 335

% 0,60% 1,79% 14,93% 82,68% 100%

Orofaring n 1 10 16 17 44

% 2,27% 22,73% 36,36% 38,64% 100% Rongga

mulut

n 2 6 13 22 43

% 4,65% 13,95% 30,23% 51,16% 100%

Telinga n 0 2 6 3 11

% 0% 18,18% 54,55% 27,27% 100%

Laring n 0 17 24 57 98

% 0% 17,35% 24,49% 58,16% 100% Hidung

dan SPN

n 0 7 17 34 58

% 0% 12,07% 29,31% 58,62% 100%

Total n 5 48 126 410 589

% 0,85% 8,15% 21,39% 69,61% 100,0%

Pada tabel di atas diketahui bahwa stadium lanjut merupakan frekuensi stadium yang terbanyak, dan selama periode 5 tahun stadium lanjut dijumpai sebesar 91 % yang terdiri dari stadium IV sebesar 69.61% dan stadium III sebesar 21.39%, sedangkan stadium dini sebesar 9%.

Pada tabel diatas dapat juga dilihat stadium awal pada tumor ganas orofaring, rongga mulut dan telinga lebih banyak dijumpai dibandingkan stadium awal pada tumor ganas nasofaring, laring dan hidung dan sinus paranasal.


(57)

4.2.5 Distribusi frekuensi terapi pada tumor ganas THT-KL

Tabel 4.2.5 Distribusi Frekuensi Terapi pada Tumor Ganas THT-KL Letak Tumor

Terapi

Total Radioterapi Kemoterapi Pembedahan Kombinasi

f % F % f % F % f %

Nasofaring (N) 49 14,63 115 34,33 0 0,00 171 51,04 335 100,00 Orofaring (O) 1 2,27 15 34,09 11 25,00 17 38,64 44 100,00 Rongga mulut (RM) 0 0,00 17 39,53 8 18,60 18 41,86 43 100,00 Telinga (T) 1 9,09 0 0,00 4 36,36 6 54,55 11 100,00 Laring (L) 13 13,27 22 22,45 11 11,22 52 53,06 98 100,00 Hidung dan SPN

(H&SPN) 3 5,17 2 3,45 11 18,97 42 72,41 58 100,00 Total 67 11,38 171 29,03 45 7,64 306 51,95 589 100,00

Pada tabel di atas tampak semua tumor ganas THT-KL dimanapun lokasinya paling banyak mendapat terapi kombinasi sebesar 306 penderita (51.95%), diikuti dengan kemoterapi sebesar 171 penderita (29.03%), sedangkan paling sedikit mendapat terapi pembedahan sebanyak 45 penderita (7.64%).

4.3 Hasil Statistik Analitik

4.3.1 Frekuensi kelompok umur berdasarkan stadium klinis

Tabel 4.3.1 Frekuensi Kelompok Umur berdasarkan Stadium Klinis

Stadium Kelompok Umur

Total

<= 50 > 50

Stadium awal 33 (62,26%) 20 (37,74%) 53 (100%) Stadium lanjut 270 (50,37%) 266 (49,63%) 536 (100%)

303 (51,44%) 286 (48,56%) 589 (100%) df= 1 p=0,113

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa stadium lanjut paling banyak dijumpai pada semua kelompok umur. Pada penelitian ini tampak bahwa frekuensi penderita tumor ganas THT-KL stadium dini paling tinggi pada kelompok umur ≤ 50 tahun sebesar 62.26%. Sedangkan stadium lanjut antara kelompok umur ≤50 tahun dan >50 tahun hanya berbeda sedikit yaitu 0.74%. Hasil analisis statistik dengan


(58)

menggunakan uji chi-square diperoleh p=0.113 berarti secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok umur berdasarkan stadium klinis.

4.3.2 Frekuensi kelompok lokasi tumor berdasarkan stadium klinis

Tabel 4.3.2 Frekuensi kelompok lokasi tumor berdasarkan stadium klinis

Stadium Kelompok lokasi tumor

Total

Mudah terlihat Sulit Terlihat

Stadium awal 21 (21,43%) 32 (6,52%) 53 (9,00%) Stadium lanjut 77 (78,57%) 459 (93,48%) 536 (91,00%)

Total 98 (100%) 286 (100%) 589 (100%)

df=1 p=0,000

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa stadium lanjut lebih banyak dijumpai daripada stadium awal pada kelompok lokasi tumor yang sulit terlihat (93.48%) dan yang mudah terlihat (78.57%). Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p=0.000 berarti secara statistik ada perbedaan bermakna antara kelompok lokasi tumor berdasarkan stadium klinis.


(59)

BAB V PEMBAHASAN

Data seluruh penderita baru tumor ganas THT-KL di bagian THT RSUP H. Adam Malik Medan mulai Januari 2006-Desember 2010 yang terkumpul sebanyak 589 orang akan dijabarkan di bawah ini.

5.1 Karakteristik Penderita

5.1.1 Distribusi frekuensi penderita tumor ganas THT-KL menurut umur

Dari gambaran penderita diatas, distribusi penderita tumor ganas THT-KL terbanyak dijumpai pada kelompok umur < 50 tahun sebanyak 303 penderita (51.4%) dan diikuti 51–60 tahun 154 penderita (26.1%), sedangkan yang terendah pada kelompok umur >80 tahun sebanyak 5 penderita (0.8%)

Hal ini sama dengan penelitian Wiliyanto (2006) yang menemukan kelompok umur yang tersering adalah <50 tahun (52,45%), begitu juga dengan penelitian Hutagalung (1996) dan Siahaan (1996) menemukan kelompok umur tersering adalah <50 tahun masing-masing sebesar 61,84% dan 50,86%. Hal ini terjadi karena pada kelompok umur di bawah 50 tahun, penderita masih rajin memeriksakan dirinya ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya.

Pada penelitian internasional ditemukan perbedaan hasil kelompok umur yang tersering, seperti pada penelitian Hasibie et al (2009) kelompok umur tersering adalah 55 -59 tahun (18,7%), begitu pula pada penelitian Piccirillo dan Yung (2008) kelompok umur tersering adalah 51-60 tahun (30,1%). Penelitian Hoffman et al (1998) menemukan kelompok umur tersering adalah 60-69 tahun (27%).


(1)

Fre q u e n c y

Ta b le

Ta h u n Ta h u n

Frequency Percent

Valid Thn 2006 91 15,4

Thn 2007 85 14,4

Thn 2008 160 27,2

Thn 2009 115 19,5

Thn 2010 138 23,4

Total 589 100,0

J e n is Ke la m in J e n is

Ke la m in Frequency Percent

Valid Laki-laki 429 72,8

Perempuan 160 27,2

Total 589 100,0

Ke lo m p o k Um u r

Um u r

Frequency Percent

Valid < = 50 303 51,4

51 - 60 154 26,1

61 - 70 106 18,0

71 - 80 21 3,6

> 80 5 ,8

Total 589 100,0

Le ta k Tu m o r

Le ta k

Tu m o r Frequency Percent

Valid Nasofaring

(N)

335 56,9 Orofaring

(O)

44 7,5 Rongga

mulut (RM)

43 7,3

Telinga (T) 11 1,9 Laring (L) 98 16,6 Hidung

dan SPN (H&SPN)

58 9,8


(2)

S u ku Ba n g s a

S u ku

Ba n g s a Frequency Percent

Valid Batak 296 50,3

Aceh 124 21,1

Melayu 54 9,2

Jawa 89 15,1

Dll 26 4,4

Total 589 100,0

P a to lo g i An a to m i P a to lo g i

An a to m i Frequency Percent

Valid Karsinoma sel akuamosa

406 68,9 Karsinoma

undifferentiated

119 20,2

Limfoepitelioma 5 ,8

Adenokarsinoma 27 4,6

Limfoma 11 1,9

Karsinoma sel basal

1 ,2

Melanoma maligna

1 ,2

Karsinoma verukosa

7 1,2 Karsinoma sel

spindle

7 1,2 Karsinoma

epidermoid

5 ,8

Total 589 100,0

P e n d id ika n P e n d id ika n

Frequency Percent

Valid SD 199 33,8

SMP 171 29,0

SMA 166 28,2

Akademi/PT 49 8,3

Tidak sekolah

4 ,7


(3)

Le ta k Tu m o r *

S ta d iu m

Cro s s ta b

Stadium

Total

Stadium

I

Stadium II

Stadium III

Stadium IV Letak

Tumor

Nasofaring (N)

Count 2 6 50 277 335

% within Stadium

40,0% 12,5% 39,7% 67,6% 56,9% Orofaring

(O)

Count 1 10 16 17 44

% within Stadium

20,0% 20,8% 12,7% 4,1% 7,5% Rongga

mulut (RM)

Count 2 6 13 22 43

% within Stadium

40,0% 12,5% 10,3% 5,4% 7,3%

Telinga (T) Count 0 2 6 3 11

% within Stadium

,0% 4,2% 4,8% ,7% 1,9%

Laring (L) Count 0 17 24 57 98

% within Stadium

,0% 35,4% 19,0% 13,9% 16,6% Hidung

dan SPN (H&SPN)

Count 0 7 17 34 58

% within Stadium

,0% 14,6% 13,5% 8,3% 9,8%

Total Count 5 48 126 410 589

% within Stadium

100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

Ch i-S q u a re Te s ts

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided) Pearson

Chi-Square

95.138a 15 ,000 Likelihood

Ratio

92,974 15 ,000

Linear-by-Linear Association

32,820 1 ,000

N of Valid Cases

589


(4)

Le ta k Tu m o r * Te ra p i

Cro s s ta b

Count

Terapi

Total

Radioterapi Kemoterapi Pembedahan Kombinasi

Letak Tumor Nasofaring (N) 49 115 0 171 335

Orofaring (O) 1 15 11 17 44

Rongga mulut (RM) 0 17 8 18 43

Telinga (T) 1 0 4 6 11

Laring (L) 13 22 11 52 98

Hidung dan SPN (H&SPN) 3 2 11 42 58

Total 67 171 45 306 589

Ch i-S q u a re Te s ts

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 116.611a 15 ,000

Likelihood Ratio 142,328 15 ,000

Linear-by-Linear Association

14,674 1 ,000

N of Valid Cases 589

Ke lo m p o k S ta d iu m * Ke lo m p o k Le ta k Tu m o r Cro s s ta b u la tio n

Kelompok Letak Tumor

Total

Mudah

terlihat

Sulit terlihat Kelompok

Stadium

Stadium awal

Count 21 32 53

% within Kelompok Letak Tumor

21,4% 6,5% 9,0%

Stadium lanjut

Count 77 459 536

% within Kelompok Letak Tumor

78,6% 93,5% 91,0%

Total Count 98 491 589

% within Kelompok Letak Tumor

100,0% 100,0% 100,0%

Ch i-S q u a re Te s ts

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 22.183a 1 ,000

Continuity Correctionb 20,399 1 ,000

Likelihood Ratio 17,873 1 ,000


(5)

Linear-by-Linear Association

22,145 1 ,000

N of Valid Cases 589

Ke lo m p o k S ta d iu m * Ke lo p o k Um u r2 Cro s s ta b u la tio n

Kelopok Umur2

Total

<= 50 > 50

Kelompok Stadium

Stadium awal

Count 33 20 53

% within Kelopok Umur2

10,9% 7,0% 9,0%

Stadium lanjut

Count 270 266 536

% within Kelopok Umur2

89,1% 93,0% 91,0%

Total Count 303 286 589

% within Kelopok Umur2

100,0% 100,0% 100,0%

Ch i-S q u a re Te s ts

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson

Chi-Square

2.730a 1 ,098

Continuity Correction

2,275

b 1 ,131

Likelihood Ratio

2,761 1 ,097

Fisher's

Exact Test

,113 ,065

Linear-by-Linear Association

2,726 1 ,099

N of Valid Cases

589


(6)

CURICULUM VITAE

I.

IDENTITAS

1. Nama

: dr. Merza Maulana Muzakkir

2. Tempat/ Tanggal lahir

: Medan / 18 Maret 1983

3. Alamat

: Jl. Gajah Mada No. 30 Medan

4. No Telp/ HP

: 061-69668264/0819882425

II.

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1988-1994

: SD Bhayangkari Medan

2. 1994-1997

: SMP Negeri 7 Medan

3. 1997-2000

: SMU Negeri 1 Medan

4. 2001-2007

: Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung

5. 2008- Sekarang

: PPDS I. Kes THT-KL FK USU Medan

III.

KEANGGOTAAN PROFESI

1.

2008- sekarang

: Anggota Muda PERHATI-KL

Cabang SUMUT