Simulasi Dan Eksperimental Gaya Pemotongan Mata Pisau Alat Pemanen Sawit

(1)

SIMULASI DAN EKSPERIMENTAL GAYA PEMOTONGAN

MATA PISAU ALAT PEMANEN SAWIT

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DANIANSYAH 080401008

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

ABSTRAK

Telah dilakukan simulasi dan eksperimental pada alat pemanen sawit untuk mengetahui gaya yang paling optimal diterapakan dalam memanen sawit. Pisau pemanen sawit merupakan alat yang digunakan untuk memotong tandan dan pelepah kelapa sawit. Proses pemotongan memerlukan gaya potong, sudut potong, dan jarak pemotongan dengan batang kelapa sawit. Rancang bangun pisau pemanen sawit didesain menggunakan solidwork 2011 dan mensimulasikan distribusi tegangan dengan software ansys workbench 14.5. Pengukuran gaya pemanenan terhadap dua objek penelitian pemanenan di Kabupaten Mandailing Natal dan di Universitas Sumatera Utara. Hasil gaya potong pemanenan di Mandailing Natal diperoleh gaya potong minimum tandan 569 KgF, maksimum 951,6 KgF, dan rata-rata 799,1 KgF. Gaya potong minimum pelepah 981 KgF, maksimum 1657,9 KgF, dan rata-rata 1354,4 KgF. Gaya potong pemanenan di Universitas Sumatera Utara diperoleh gaya potong minimum tandan 952 KgF, maksimum 1079 KgF, dan rata-rata 1018 KgF. Gaya potong minimum pelepah 1864 KgF, maksimum 2286 KgF, dan rata-rata 2006 KgF. Pengukuran luas penampang tandan minimum di Kabupaten Mandailing Natal 453,42 mm2, maksimum 967,20 mm2, dan rata-rata 719,15 mm2. Pengukuran luas penampang pelepah minimum 987,5 mm2, maksimum 1254,4 mm2, dan rata-rata 1120,6 mm2. Pengukuran luas penampang tandan minimum di Universitas Sumatera Utara 949,85 mm2, maksimum 2111,34 mm2, dan rata-rata 1288,6 mm2. Pengukuran luas penampang pelepah minimum 1920 mm2, maksimum 4522 mm2, dan rata-rata 3150 mm2. Dapat disimpulkan dari dua desain sudut alat pemanen sawit yaitu sudut 20˚ dan 30˚ diperoleh gaya optimal secara simulasi pada sudut 30˚, dan semakin besar sudut potong tandan pelepah maka gaya potong semakin besar seperti halnya luas penampang semakin besar gaya potong juga semakin besar.

Kata kunci : Buah kelapa sawit, pisau pemanen kelapa sawit, tandan kelapa sawit, pelepah kelapa sawit, Ansys Workbench V 14.5.


(10)

ABSTRACT

Been done simulation and experimental knife harvester oil palm to determine the most optimal force be applicable in the harvesting of palm. Knife harvester oil palm is a tool used to cut bunches and palm midrib. Cutting process requires cutting force, angle cut, and cutting distance with palm trunks. design blade palm harvester in the design using solidworks 2011 and simulate the stress distribution with software ansys workbench 14.5. Force measurements of harvesting on two research object extraction in the District Mandailing Natal and the University of North Sumatera. Results of cutting force obtained in Mandailing Natal harvest cutting bunches minimum strength 569 KgF, maximum 951 KgF, and average 799,1 KgF. The style cut midrib minimum 981 KgF, maximum 1657,9 KgF, and average 1354,4 KgF. Style cut harvesting in North Sumatra University obtained the minimum cutting force bunches 952 KgF, maximum 1079 KgF, and average 1018 KgF. The style cut midrib minimum 1864 KgF, maximum 2286, and average 2006 KgF. Measurements minimum cross-sectional area bunches in Mandailing Natal Regency 453,42 mm2, maximum 967,20 mm2,and average 719,15 mm2. Measurements minimum cross-sectional area midrib 987,5 mm2,maximum 1254,4 mm2,and average 1120,6 mm2. Measurements minimum cross-sectional area bunches in Regency University of North Sumatera949,85 mm2,maximum 2111,34 mm2, and average 1288,6 mm2. Measurements minimum cross-sectional area midrib 1920 mm2, maximum 4522 mm2, and average 3150 mm2. It can be concluded from two palm harvester design tool angle is an angle of 20 ˚ and 30 ˚ obtain optimal force at an angle of 30 ˚ simulation and the greater the angle of the cut bunches midrib greater cutting force as well as the cross-sectional area greater cutting force is also getting bigger.

Keyword : Oil palm, knife harvesters oil palm, oil palm bunches, midrib oil palm, Ansys Workbench V 14.5.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena tanpa seizin-NYA, mustahil manusia mampu menyelesaikan semua tugasnya dengan baik. Sungguh tiada tempat mengadu yang paling baik selain kepadan-NYA. Salawat dan salam juga penulis limpahkan kepada nabi junjungan kita nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari sepenuhnya , bahwa penulisan laporan Tugas Ahir yang berjudul “Simulasi dan Ekperimental Gaya Pemotongan Mata Pisau Alat Pemanen Sawit” ini dapat diselesaikan dengan sedemikian rupa berkat asuhan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

 Orang tua, kakak, adik serta seluruh keluargaku atas iringan do’a dan harapan serta dukungan yang diberikan baik dalam bentuk moril maupun materil.

 Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

 Bapak Dr. Eng. Ir. Indra MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

 Bapak Ir. Alfian Hamsi, MSc dan Bapak Ir. Mulfi Hazwi, MSc yang telah meluangkan waktu sebagai dosen pembanding saya.


(12)

 Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi di Departemen Teknik Mesin, Ibu Ismawati, Kak Sonta, Kak Ika, Bapak Syawal, Bang Sarjana, dan Bang Lilik yang telah banyak membantu dan memberikan ilmu selama perkuliahan.

 Seluruh anggota dalam tim penelitian ini Aldiansyah Leo, Indra Rukmana, Ismail Husin Tanjung, Maujan Yudika, Royyan Sy Nst, dan Sahir Bani Rangkuti.

 Seluruh penghuni Kos 86-C Syafril ramadan, Mustafa Parlindunagan Ritonga, Andreas, Adis Nasution, Moh.Mara Sunan (Ucok) dan Arifin Siahaan yang selalu mengghibur penulis disaat jenuh.

 Temen-temen angkatan 2008 Departemen Teknik Mesin Jumain Halim, Zulfhadli, Fauzi, Ahmad Syarif, Ikram, Irham Fadilah, Fahrul Rozzy, Rahman, Arlan Budiman, Dian Anggi Putri, Gio Saputra, Maragi Mutaqin, Zimmy Syahputra, Munawir RS, Ari Fadilah, Harry Pramana, Felix Asade, M. Iqbal, Indra Bayu, Fandi Satria, Yudi Pratama, Abdul Rahman, Faisal Hajj, Syahrul Ramadhan, Putra Setiawan, Ramadhan, Fadli Rian Arikundo, Ficky Hamdani, Nehemia, dan Efrata S.

Saya menyadari bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik dari pembaca sekalian sangat diharapkan demi kesempurnaan skrispi ini. Semoga tugas sarjana ini bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.

Medan, November 2013

Daniansyah


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR NOTASI ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Batasan Masalah ... 6

1.6 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kelapa Sawit ... 7

2.2 Kandungan Kimia Kelapa Sawit ... 8

2.3 Cara Pemotongan Tandan Dan Pelepah ... 12

2.4 Pisau Egrek/Pisau Pemanen Kelapa Sawit ... 13

2.5 Baja ... 20

2.5.1 Baja Karbon ... 21

2.5.2 Baja Paduan ... 23

2.5.3 Sifat-Sifat Baja ... 24

2.5.4 Diagram Fasa Fe-C ... 27

2.6 Tegangan dan Regangan ... 30

2.6.1 Tegangan ... 30


(14)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1 Waktu dan Tempat ... 35

3.2 Alat dan Bahan ... 35

3.2.1 Alat ... 35

3.3 Dimensi Pisau Pemanen Sawit ... 44

3.4 Cara Simulasi ... 47

3.5 Diagram Alir Penelitian ... 54

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 55

4.1 Data Hasil Pengukuran ... 55

4.2 Penguraian Gaya Saat Pemotongan ... 65

4.3 Hasil Simulasi Dan Rancang Bangun Mata Pisau ... 70

4.3.1 Rancang Bangun Mata Pisau Pemanen Sawit ... 70

4.3.2 Data Hasil Uji Tarik ... 71

4.3.3 Simulasi Ansys Workbench 14.5 Dengan Sudut 30˚ ... 73

4.3.4 Simulasi Ansys Workbench 14.5 Dengan Sudut 20˚ ... 87

4.3.5 Data Perbandingan Hasil Eksperimental Dengan Hail Simulasi Ansys Workbench v 14.5 ... 100

4.3.6 Data Perbandingan Hasil Simulasi Sudut Pisau 30˚ Dengan Hasil Simulasi Sudut Pisau 20˚ Ansys Workbench V 14.5 ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

5.1 Kesimpulan ... 108

5.2 Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pohon Kelapa Sawit ... 7

Gambar 2.2 Pisau Egrek/Pisau Pemanen Sawit ... 14

Gambar 2.3 Mesin Tempa (Hammer) ... 15

Gambar 2.4Mesin Gerinda Kasar ... 16

Gambar 2.5 Proses penyepuhan ... 17

Gambar 2.6 Diagram Fasa Fe-C ... 27

Gambar 2.7 Konsep Intensitas Gaya Dalam Sebuah Benda ... 31

Gambar 2.8 Komponen Tegangan Pada Bidang X-Y ... 32

Gambar 2.9 Tegangan Utama Tiga Dimensi ... 33

Gambar 2.10 Ilustrasi Regangan Beban Tarik Unaksial ... 34

Gambar 2.11 Ilustrasi Regangan benda mengalami Regangan Geser Murni . 34 Gambar 3.1 Komputer ... 35

Gambar 3.2 Foto Pisau Egrek ... 37

Gambar 3.3 Pengambilan Buah Dan Tandan Kelapa Sawit ... 38

Gambar 3.4 IlustrasiPemotongan Tandan Dan Pelepah Kelapa Sawit ... 39

Gambar 3.5 Alat Pengukur Gaya Pemotongan ... 40

Gambar 3.6 Ilustrasi Proses Kerja Alat Pengukur Gaya Pemotongan ... 41

Gambar 3.7 Alat Penarik Tandan dan Pelepah Kelapa Sawit ... 42

Gambar 3.8 Pembuatan Alat Penarik Tandan dan Pelepah Kelapa Sawit ... 42

Gambar 3.9 Ilustrasi kerja Alat Penarik Tandan dan Pelepah Kelapa Sawit 43

Gambar 3.10 Dimensi Galah Egrek ... 44

Gambar 3.11 Dimensi Pisau Pemanen Sawit Sudut Kemiringan 30˚ ... 44

Gambar 3.12 Dimensi Pisau Pemanen Sawit Sudut Kemiringan 20˚ ... 45

Gambar 3.13 Assembling Pemasangan Alat Ukur ... 45

Gambar 3.14 Sudut Kemiringan Pisau Sawit ... 47

Gambar 3.15 Skets Mata Pisau Pemanen Kelapa Sawit ... 48

Gambar 3.16 Extrude Mata Pisau Pemanen Kelapa sawit ... 48

Gambar 3.17 Hasil Extrude Mata Pisau Pemanen Kelapa sawit ... 49


(16)

Gambar 3.19 Penentuan Bentuk Ketajaman ... 50

Gambar 3.20 Pembuatan Galah Mata Pisau Pemanen Kelapa Sawit ... 50

Gambar 3.21 Extrude Galah Mata Pisau Pemanen Sawit ... 51

Gambar 3.22 Cara Analisis Software Ansys Workbench 14.5 ... 51

Gambar 3.23 Analisis Mesh Untuk Active Assembly ... 52

Gambar 3.24 Penentuan Posisi Gaya Pada Mata Pisau ... 52

Gambar 3.25 Analisa Dengan Static Structural ... 53

Gambar 3.26 Hasil Analisa Menggunakan Ansys 14.5 ... 53

Gambar 3.27 Diagram Alir Penelitian ... 54

Gambar 4.1 Pengukuran gaya potong tandan dan pelepah kelapa sawit ... 55

Gambar 4.2 Pengukuran Luas Penampang Pelepah ... 56

Gambar 4.3 Pengukuran Diameter Tandan ... 56

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Sudut Potong Dan Gaya Potong ... 57

Gambar 4.5 Grafik Hub. Gaya Potong Dengan Luas Penampang Tandan ... 59

Gambar 4.6 Grafik Hub. Gaya Potong Dengan Luas Penampang Pelepah ... 60

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Sudut Potong Dan Gaya Potong ... 61

Gambar 4.8 Grafik Hub. Gaya Potong Dengan Luas Penampang tandan ... 63

Gambar 4.9 Grafik Hub. Gaya Potong Dengan Luas Penampang Pelepah ... 64

Gambar 4.10 Skema Penguraian Gaya F-N... 65

Gambar 4.11 Penguraian Gaya F-N Pada Sumbu x Dan Sumbu y ... 66

Gambar 4.12 Grafik Hubungan Gaya Potong Dan Sudut Potong ... 67

Gambar 4.13 Penguraian Gaya F Terhadap Sudut θ ... 67

Gambar 4.14 Penguraian Gaya N Terhadap Sudut θ ... 68

Gambar 4.15 Rancang Bangun Mata Pisau Pemanen Kelapa Sawit ... 70

Gambar 4.16 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Stainless Steel Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 73

Gambar 4.17 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Stainless Steel Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 74

Gambar 4.18 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Stainless Steel Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 74


(17)

Gambar 4.19 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Stainless

Steel Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 74 Gambar 4.20 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Stainless

Steel Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 75 Gambar 4.21 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Stainless

Steel Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 75 Gambar 4.22 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Stainless

Steel Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 75 Gambar 4.23 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Stainless

Steel Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 76 Gambar 4.24 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler K-460

Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 76 Gambar 4.25 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler K-460 Gaya

951,6 N Sudut 30˚ ... 76 Gambar 4.26 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler K-460

Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 77 Gambar 4.27 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler K-460

Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 77 Gambar 4.28 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler K-460

Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 77 Gambar 4.29 Hasil Simulasi Total Defomasi Baja Bohler K-460

Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 78 Gambar 4.30 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler K-460

Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 78 Gambar 4.31 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler K-460

Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 78 Gambar 4.32 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Boler VCN-150

Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 79 Gambar 4.33 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler VCN-150

Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 79 Gambar 4.34 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler VCN-150 Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 79


(18)

Gambar 4.35 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler

VCN-150 Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 80 Gambar 4.36 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler

VCN-150 Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 80 Gambar 4.37 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler

VCN-150 Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 80 Gambar 4.38 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler

VCN-150 Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 81 Gambar 4.39 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler

VCN-150 Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 81 Gambar 4.40 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler

K-110 KNL Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 81 Gambar 4.41 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler

K-110 KNL Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 82 Gambar 4.42 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler

K-110 KNL Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 82 Gambar 4.43 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler

K-110 KNL Gaya 951,6 NSudut 30˚ ... 82 Gambar 4.44 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler

K-110 KNL Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 83 Gambar 4.45 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler

K-110 KNL Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 83 Gambar 4.46 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler

K-110 KNL Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 83 Gambar 4.47 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler

K-110 KNL Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 84 Gambar 4.48 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler HSS

Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 84 Gambar 4.49 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler HSS

Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 84 Gambar 4.50 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler HSS


(19)

Gambar 4.51 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler HSS

Gaya 951,6 N Sudut 30˚ ... 85 Gambar 4.52 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler HSS

Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 85 Gambar 4.53 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler HSS

Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 86 Gambar 4.54 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler HSS

Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 86 Gambar 4.55 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler HSS

Gaya 1657,9 N Sudut 30˚ ... 86 Gambar 4.56 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler Stainless Steel Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 87 Gambar 4.57 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler Stainless Steel Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 87 Gambar 4.58 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler Stainless Steel Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 87 Gambar 4.59 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler Stainless

Steel Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 88 Gambar 4.60 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler Stainless Steel Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 88 Gambar 4.61 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler Stainless Steel Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 88 Gambar 4.62 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler Stainless Steel Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 89 Gambar 4.63 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler Stainless

Steel Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 89 Gambar 4.64 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler K-460

Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 89 Gambar 4.65 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler K-460

Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 90 Gambar 4.66 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler K-460


(20)

Gambar 4.67 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler K-460

Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 90 Gambar 4.68 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler K-460

Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 91 Gambar 4.69 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler K-460

Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 91 Gambar 4.70 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler K-460

Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 91 Gambar 4.71 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler K-460

Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 92 Gambar 4.72 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler VCN-150

Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 92 Gambar 4.73 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler VCN-150 Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 92 Gambar 4.74 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler VCN-150 Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 93 Gambar 4.75 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler VCN-150

Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 93 Gambar 4.76 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler VCN-150

Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 93 Gambar 4.77 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler VCN-150 Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 94 Gambar 4.78 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler VCN-150 Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 94 Gambar 4.79 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler VCN-150

Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 94 Gambar 4.80 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler K-110 KNL

Extra Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 95 Gambar 4.81 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler K-110 KNL Extra Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 95 Gambar 4.82 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler K-110 KNL Extra Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 95


(21)

Gambar 4.83 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler K-110 KNL

Extra Gaya 951,6 N Sudut 20˚ ... 96 Gambar 4.84 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja Bohler K-110 KNL

Extra Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 96 Gambar 4.85 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja Bohler K-110 KNL Extra Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 96 Gambar 4.86 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja Bohler K-110 KNL Extra Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 97 Gambar 4.87 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja Bohler K-110 KNL

Extra Gaya 1657,9 N Sudut 20˚ ... 97 Gambar 4.88 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja HSS Gaya

951,6 N Sudut 20˚ ... 97 Gambar 4.89 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja HSS Gaya

951,6 N Sudut 20˚ ... 98 Gambar 4.90 Hasil Simulasi ReganganMaksimum Baja HSS Gaya

951,6 N Sudut 20˚ ... 98 Gambar 4.91 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja HSS Gaya

951,6 N Sudut 20˚ ... 98 Gambar 4.92 Hasil Simulasi Tegangan Normal Baja HSS Gaya

1657,9 N Sudut 20˚ ... 99 Gambar 4.93 Hasil Simulasi Tegangan Maksimum Baja HSS Gaya

1657,9 N Sudut 20˚ ... 99 Gambar 4.94 Hasil Simulasi Regangan Maksimum Baja HSS Gaya

1657,9 N Sudut 20˚ ... 99 Gambar 4.95 Hasil Simulasi Total Deformasi Baja HSS Gaya

1657,9 N Sudut 20˚ ... 100 Gambar 4.96 Grafik Perbandingan Tegangan Normal Eksperimental

Dengan Tegangan Normal Simulasi Pemotongan Tandan

Kelapa Sawit ... 101 Gambar 4.97 Grafik Perbandingan Tegangan Maksimum Eksperimental

Dengan Tegangan Maksimum Simulasi Pemotongan Tandan Kelapa Sawit ... 102


(22)

Gambar 4.98 Grafik Perbandingan Tegangan Normal Eksperimental Dengan Tegangan Normal Simulasi Pemotongan Pelepah

Kelapa Sawit ... 103 Gambar 4.99 Grafik Perbandingan Tegangan Maksimum Eksperimental

Dengan Tegangan Maksimum Simulasi Pemotongan

Pelepah Kelapa Sawit ... 104 Gambar 4.100 Grafik Perbandingan Sudut Pisau 20˚ dengan 30˚ Gaya

951,6 N ... 106 Gambar 4.101 Grafik Perbandingan Sudut Pisau 20˚ Dengan 30˚ Gaya


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi kimia tandan kosong kelapa sawit

(persen berat kering) ... 10 Tabel 2.2 Komposisi Kimia Pelepah Kelapa Sawit ... 11 Tabel 2.3 Nama-Nama Alat Pemanen Kelapa Sawit ... 18 Tabel 2.4 Syarat Mutu Egrek-SNI ... 20 Tabel 3.1 Spesifikasi mata pisau pemanen sawit/pisau egrek ... 37 Tabel 3.2 Spesifikasi alat pengukur gaya pemotongan ... 45 Tabel 3.3 Spesifikasi alat penarik gaya pemotongan ... 47 Tabel 4.1 Hasil pengukuran gaya potong tandan, gaya potong pelepah,

dan sudut potong tandan kelapa kelapa sawit di kabupaten

Mandailing Natal Sumatera Utara ... 57 Tabel 4.2 Hasil pengukuran luas penampang hasil pemotongan tandan

Kelapa sawit di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara ... 58 Tabel 4.3 Luas penampang pelepah dan gaya potong pelepah kelapa

sawit di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara ... 59 Tabel 4.4 Hasil pengukuran gaya potong tandan, gaya potong pelepah,

dan sudut potong tandan kelapa kelapa sawit di Universitas

Sumatera Utara ... 61 Tabel 4.5 Luas penampang tandan dan gaya potong tandan kelapa

sawit di Universitsas Sumatera Utara ... 62 Tabel 4.6 Luas penampang pelepah dan gaya potong pelepah kelapa

sawit di Universitsas Sumatera Utara ... 63 Tabel 4.7 Hasil uji tarik bahan Stainless Steel M303 ... 71 Tabel 4.8 Hasil uji tarik bahan Baja Bohler K460 ... 71 Tabel 4.9 Hasil uji tarik bahan Baja Bohler VCN-150 ... 72 Tabel 4.10 Hasil uji tarik bahan Baja Bohler K-110 KNL Extra ... 72 Tabel 4.11 Hasil uji tarik bahan Baja Baja Bohler Hss (high speed steel) ... 73 Tabel 4.12 Data hasil tegangan normal eksperimental dengan tegangan


(24)

gaya 951,6 N ... 100 Tabel 4.13 Data hasil tegangan maksimum eksperimental dengan

tegangan maksimum simulasi Gaya pemotongan tandan

Kelapa Sawit gaya 951,6 N ... 101 Tabel 4.14 Data simulasi dengan ekperimental Gaya pemotongan pelepah

Sawit gaya 1657,9 N ... 102 Tabel 4.15 Data hasil tegangan maksimum eksperimental dengan tegangan maksimum simulasi Gaya pemotongan pelepah Kelapa Sawit

gaya 1657,9 N ... 103 Tabel 4.16 Hasil simulasi regangan maksimum tandan dan regangan

maksimum pelepah kelapa sawit ... 104 Tabel 4.17 Hasil simulasi Total Deformasi maksimum tandan dan total

deformasi pelepah kelapa sawit ... 105 Tabel 4.18 Perbandingan Hasil Simulasi Sudut Pisau 30˚ Dengan Hasil

Simulasi Sudut Pisau 20˚ Gaya Potong Tandan 951,6 N ... 105 Tabel 4.19 Perbandingan Hasil Simulasi Sudut Pisau 30˚ Dengan Hasil


(25)

DAFTAR NOTASI

Simbol Nama Keterangan Satuan

A ρ E σ F D L ε Δ - rho - sigma - - - ebsilon delta luas penampang massa jenis modulus elastisitas tegangan gaya Diameter Panjang penguluran perubahan mm2 kg/mm3 N/mm2 N/mm2 N mm mm % -


(26)

ABSTRAK

Telah dilakukan simulasi dan eksperimental pada alat pemanen sawit untuk mengetahui gaya yang paling optimal diterapakan dalam memanen sawit. Pisau pemanen sawit merupakan alat yang digunakan untuk memotong tandan dan pelepah kelapa sawit. Proses pemotongan memerlukan gaya potong, sudut potong, dan jarak pemotongan dengan batang kelapa sawit. Rancang bangun pisau pemanen sawit didesain menggunakan solidwork 2011 dan mensimulasikan distribusi tegangan dengan software ansys workbench 14.5. Pengukuran gaya pemanenan terhadap dua objek penelitian pemanenan di Kabupaten Mandailing Natal dan di Universitas Sumatera Utara. Hasil gaya potong pemanenan di Mandailing Natal diperoleh gaya potong minimum tandan 569 KgF, maksimum 951,6 KgF, dan rata-rata 799,1 KgF. Gaya potong minimum pelepah 981 KgF, maksimum 1657,9 KgF, dan rata-rata 1354,4 KgF. Gaya potong pemanenan di Universitas Sumatera Utara diperoleh gaya potong minimum tandan 952 KgF, maksimum 1079 KgF, dan rata-rata 1018 KgF. Gaya potong minimum pelepah 1864 KgF, maksimum 2286 KgF, dan rata-rata 2006 KgF. Pengukuran luas penampang tandan minimum di Kabupaten Mandailing Natal 453,42 mm2, maksimum 967,20 mm2, dan rata-rata 719,15 mm2. Pengukuran luas penampang pelepah minimum 987,5 mm2, maksimum 1254,4 mm2, dan rata-rata 1120,6 mm2. Pengukuran luas penampang tandan minimum di Universitas Sumatera Utara 949,85 mm2, maksimum 2111,34 mm2, dan rata-rata 1288,6 mm2. Pengukuran luas penampang pelepah minimum 1920 mm2, maksimum 4522 mm2, dan rata-rata 3150 mm2. Dapat disimpulkan dari dua desain sudut alat pemanen sawit yaitu sudut 20˚ dan 30˚ diperoleh gaya optimal secara simulasi pada sudut 30˚, dan semakin besar sudut potong tandan pelepah maka gaya potong semakin besar seperti halnya luas penampang semakin besar gaya potong juga semakin besar.

Kata kunci : Buah kelapa sawit, pisau pemanen kelapa sawit, tandan kelapa sawit, pelepah kelapa sawit, Ansys Workbench V 14.5.


(27)

ABSTRACT

Been done simulation and experimental knife harvester oil palm to determine the most optimal force be applicable in the harvesting of palm. Knife harvester oil palm is a tool used to cut bunches and palm midrib. Cutting process requires cutting force, angle cut, and cutting distance with palm trunks. design blade palm harvester in the design using solidworks 2011 and simulate the stress distribution with software ansys workbench 14.5. Force measurements of harvesting on two research object extraction in the District Mandailing Natal and the University of North Sumatera. Results of cutting force obtained in Mandailing Natal harvest cutting bunches minimum strength 569 KgF, maximum 951 KgF, and average 799,1 KgF. The style cut midrib minimum 981 KgF, maximum 1657,9 KgF, and average 1354,4 KgF. Style cut harvesting in North Sumatra University obtained the minimum cutting force bunches 952 KgF, maximum 1079 KgF, and average 1018 KgF. The style cut midrib minimum 1864 KgF, maximum 2286, and average 2006 KgF. Measurements minimum cross-sectional area bunches in Mandailing Natal Regency 453,42 mm2, maximum 967,20 mm2,and average 719,15 mm2. Measurements minimum cross-sectional area midrib 987,5 mm2,maximum 1254,4 mm2,and average 1120,6 mm2. Measurements minimum cross-sectional area bunches in Regency University of North Sumatera949,85 mm2,maximum 2111,34 mm2, and average 1288,6 mm2. Measurements minimum cross-sectional area midrib 1920 mm2, maximum 4522 mm2, and average 3150 mm2. It can be concluded from two palm harvester design tool angle is an angle of 20 ˚ and 30 ˚ obtain optimal force at an angle of 30 ˚ simulation and the greater the angle of the cut bunches midrib greater cutting force as well as the cross-sectional area greater cutting force is also getting bigger.

Keyword : Oil palm, knife harvesters oil palm, oil palm bunches, midrib oil palm, Ansys Workbench V 14.5.


(28)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit sebenarnya sudah ada sejak zaman panjajahan Belanda ke Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda pertumbuhan perkebunan besar kelapa sawit di Indonesia seperti perkebunana lain Indonesia berjalan dengan sangat laju. Maka banyak peneliti melakukan eksperimen tentang alat-alat pemanen sawit, salah satunya adalah alat pemanen sawit dengan mode galah. Alat mode galah atau pemotong tandan kelapa sawit ini menggunakan alat potong yang disebut dengan pisau egrek/dodos yang sampai sekarang digunakan oleh masyarakat.

Mesin pencincang tandan kosong kelapa sawit adalah salah satu upaya menigkatkan nilai tambah yang dapat memanfaatkan sisa tandan kelapa sawit (TKS) dari tandan buah segar (TBS) ke pabrik pengolah kelapa sawit untuk mengolah kembali sisa tandan kosong kelapa sawit. Mesin yang didisain dapat dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat lain dan mudah untuk dibongkar pasang (1).

Pisau yang didisain berbentuk cakram dapat digunakan untuk memotong dan mencincang tandan kosong kelapa sawit kemudian dimasukan ke dalam hopper. Pisau-pisau ini dipasang pada sepasang batang poros yang berputar berlawanan arah, pasangan batang poros digerakkan dengan sebuah motor melalui transmisi sabuk dan roda gigi. Kesimpulan yang diperoleh adalah didapatkan sebuah prototype Mesin Pencincang Tandan Kosong Kelapa Sawit Kapasitas 150 - 250 kg TKS/jam, ukuran cakram pisau diameter 310 mm, dimensi mesin: panjang 1800 mm, lebar 960 mm dan tinggi 1346 mm (1).


(29)

Pemotongan logam pada mesin perkakas, dimana daya pemotongan yang diperlukan dipengaruhi oleh parameter pemotongan. Beberapa parameter pemotongan diantaranya adalah gerak makan (feed), kedalaman potong (depth of cut), kecepatan potong (cutting speed) dan kecepatan penghasilan geram (metal removal rate). Chip thickness adalah tebal geram (chip) sebelum terpotong, terletak dititik/daerah mata potong. Chip thickness diyakini sebagai faktor yang sangat berpengaruh pada besar/kecilnya daya pemotongan. Dengan demikian besarnya daya pemotongan bisa diprediksi berdasarkan faktor dari besarnya daya pemotongan berdasarkan chip thickness (2).

Mata pisau pemanen sawit dalam pengerjaanya secara konvensional dilakukan 2 (dua) orang atau lebih, yang berbeda gaya yang diberikan (tenaga) untuk memukul (memberikan tekanan) benda kerja dengan hammer. Kekerasan yang tidak merata pada mata pisau pemanen sawit dapat menyebabkan kerusakan, yang paling fatal yaitu terjadinya patahan setempat. Selain itu untuk memperoleh bahan yang lebih baik maka harus diperhatikan keuletan, ketahanan aus, dan lain-lain. Untuk mendapatkan sifat mekanis baja yang baik, maka dikembangkan baja dengan penambahan unsur paduan seperti silikon, mangan, chromium, nikel, aluminium, copper, vanadium dan sebagainya. Hal ini efektif dalam perbaikan sifat mekanis baja, akan tetapi ada dampak buruk pada biaya produksi yang sangat tinggi. Beberapa tahun belakangan ini telah dikembangkan metode lain untuk mendapatkan sifat mekanis yang baik tanpa menambahkan unsur paduan yaitu dengan metode deformasi plastis menyeluruh (Severe Plastic Deformation) (3).

Pendekatan yang dapat dilakukan dalam pengembangan alat pemanen kelapa sawit adalah melakukan analisis mekanisme pemotongan pelepah dan


(30)

tandan kelepa sawit. Analisis ini dapat memberikan parameter dasar mata pisau yang dapat memotong pelepah maupun tandan sawit dengan efisien (4).

Pelepah dan tandan kelapa sawit dalam penelitiannya banyak memiliki data-data yang berkaitan dengan sifat mekanik untuk menganalisis gaya pemotongannya. Dalam penelitian ini dianalisis gaya pemotongan spesifik dari parenkhim pelepah daun kelapa sawit untuk mendapatkan hubungan antara sifat mekanik dengan mekanisme pemotongan dan parameter variasi mata pisau, seperti sudut pemotongan (θ), sudut ketajaman (β) serta pisau dua sisi dan satu sisi ketajaman. Dalam analisis dibuat model matematik gaya pemotongan dan selanjutnya divalidasi menggunakan data pengukuran (4).

Hasil eksperimen dan simulasi model matematik menunjukkan gaya maksimum terendah pada pisau satu sisi θ = 30˚ dan β = 10˚, gaya maksimum tertinggi pada pisau satu ketajaman θ = 0˚ dan β = 20˚. Semakin besar sudut θ maka semakin kecil gaya maksimum pemotongan spesifiknya. Gaya pemotongan maksimum pisau dengan dua sisi ketajaman lebih rendah dibandingkan pisau dengan satu sisi ketajaman (4).

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan melalui “Simulasi Dan Eksperimental Gaya Pemotongan Mata Pisau Alat Pemanen Sawit” yang effisien dan effektif.

1.2 Rumusan Masalah


(31)

1. Berapakah besar gaya potong maksimum dan minimum tandan dan pelepah kelapa sawit.

2. Bagaimana melakukan simulasi pisau pemanen kelapa sawit terhadap beban statik dengan menggunakan software Ansys workbench v 14.5.

3. Apakah variabel yang mempengaruhi: • Tegangan normal

• Tegangan maksimum • Regangan maksimum • Deformasi

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menghitung besar gaya potong maksimum dan minimum tandan dan pelepah kelapa sawit serta menghitung rata-rata luas penampang tandan dan besar rata-rata luas penampang pelepah kelapa sawit.

2. Menghitung tegangan normal, tegangan maksimum dan regangan maksimun yang terjadi pada pisau pemanen sawit dengan simulasi menggunakan software ansys workbench v 14.5.

3. Agar dapat diaplikasikan kepada masyarakat yang bekerja pada pembuatan pisau egrek/ pisau pemanen sawit dengan bentuk yang tepat dan standard.


(32)

1.4Manfaat Penelitian

1. Dari kajian ini akan dihasilkan pengetahuan tentang besarnya tegangan normal, tegangan maksimum, dan regangan maksimum pada analisa simulasi Ansys workbench V 14.5.

2. Dari kajian akan dihasilkan pengetahuan tentang besar gaya potong spesifik, sudut potong, besar luas penampang tandan dan besar luas penampang pelepah kelepa sawit.

3. Bagi industri dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam pembuatan mata pisau pemanen sawit dengan sudut dan kemiringan mata pisau yang efektif.

1.5Batasan Masalah

Masalah yang akan dibahas pada Penelitian skripsi ini akan dibatasi, yaitu: 1. Mengukur besar gaya pemotongan tandan dan pelepah kelapa sawit di Kabupaten Mandailing Natal Dan di Universitas Sumatera Utara.

2. Menganalisa distribusi tegangan yang terjadi pada mata pisau pemanen sawit dengan menggunakan perangkat lunak Ansys Workbench V 14.5 3. Menghitung gaya eksperimental dan simulasi gaya potong tandan dan pelepah kelapa sawit.

4. Bahan sampel pohon sawit yang diambil berjumlah 25 batang.

5. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah alat ukur DLE hanging scale.


(33)

1.6Sistematika Penulisan

Laporan tugas akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan pendahuluan tentang jurnal-jurnal studi kasus yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan pemecahan masalah yang berisi antara lain : Latar belakang, rumusan masalah batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian , dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka yang berisi tentang kelapa sawit, pisau egrek dan cara pembuatanya, klasifikasi kelapa sawit, teori dasar tentang baja dan pengaruh unsur paduannya, dan materi yang berhubungan dengan judul tugas akhir.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian yang dilakukan mencakup diagram alir penelitian, studi literatur, data pengukuran gaya potong tandan dan pelepah kelapa sawit, cara menggambar pisau pemotong tandan dan pelepah kelapa sawit dan cara simulasi menggunakan software ansys worbench 14.5, dan pembuatan alat penarik kelapa sawit.

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pembahasan meliputi hasil perhitungan, dan analisa hasil simulasi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari analisa yang dilakukan terhadap permasalahan dan saran mengenai penyempurnaan hasil penelitian.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Tanaman ini adalah tanaman berkeping satu yang masuk dalam genus Elais, family Palmae, kelas divisio Monocotyledonae, subdivisio Angiospermae dengan divisio Spermatophyta. Nama Elaeis berasal dari kata Elaion yang berarti minyak dalam bahasa Yunani, guineensis berasal dari kata Guinea yang berarti Afrika. Jacq berasal dari nama botanis Amerika yang menemukannya, yaitu Jacquine. Tanaman ini tumbuh pada iklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan suhu 22-32°C (Basiron 2005). Kelapa sawit berasal dari Afrika Barat dan di Indonesia tanaman ini pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor oleh orang Belanda pada tahun 1848 (Sambanthamurthi et al. 2000). Berikut gambar pohon kelapa sawit:

Sumber: Pohon sawit di Kab.Mandailing Natal Gambar 2.1 Pohon Kelapa Sawit


(35)

2.2Kandungan Kimia Kelapa Sawit

Minyak kelapa diekstraksi dari mesocarp buah dari Elaeis guineensis sawit. Ada beberapa jenis tanaman ini tetapi Tenera, yang merupakan hibrid dari Dura dan Pisifera, hadir melimpah melalui luar Semenanjung keseluruhan mesocarp ini terdiri dari sekitar 70 - 80% dari berat buah dan sekitar 45 -50% dari mesocarp ini adalah minyak. Sisanya buah terdiri dari shell, kernel, kelembaban dan lemak diekstraksi fiber, non minyak lainnya dikenal sebagai crude palm oil (CPO). Minyak kelapa sawit seperti semua lemak dan minyak terdiri dari:

1. Tryglyceride

Ini adalah senyawa kimia dari satu molekul gliserol terikat dengan tiga molekul asam Lemak.

CH2-OH + R1-COOHC H2 – COOR1

CH -OH + R2-COOH CH – COOR2 + 3H 2O CH 2 - OH + R3-COOH CH 2 – COOR3

2. Mono dan di-glycerides dan FFA

Dengan adanya panas dan air trigliserida putus dengan proses yang dikenal sebagai hidrolisis membentuk asam lemak bebas sehingga menghasilkan mono dan di-glycerides dan FFA yang sangat penting bagi penyuling. Hidrolisis dapat direpresentasikan sebagai berikut:

CH2 – COOR1 + CH2 - OH

CH – COOR2 + H 2 O CH - COOR2 + R1COOH CH2 – COOR3 + CH2- COOR3

Mono dan digliserida account selama sekitar 3 sampai 6% dari berat glycerides dalam minyak. Baik minyak memiliki jumlah yang lebih rendah dari


(36)

mono dan digliserida dikatakan sangat penting dalam proses fraksinasi karena mereka bertindak sebagai agen pengemulsi menghambat pembentukan kristal dan membuat filtrasi sulit.

3. Moisture dan Dirt

Ini adalah hasil penggilingan praktek. penggilingan yang baik akan mengurangi kelembaban dan kotoran dalam minyak sawit tetapi biasanya berada dalam kisaran 0,25%.

4. Minor Komponen

Ini diklasifikasikan ke dalam satu kategori karena mereka lemak di alam tetapi tidak benar-benar minyak. Mereka disebut sebagai unsaponifiable masalah dan mereka adalah sebagai berikut:

a. Carotineoids b. Tocopherol c. Sterol d. Polar Lipid e. Kotoran

Komposisi kimia lain yang terdapat dalam tandan kelapa sawit yaitu di tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Tandan kosong kelapa sawit banyak dijumpai disekitar pabrik minyak kelapa sawit, merupakan limbah berlignoselulosa yang belum dimanfaatkan secara efektif. Menurut Darwis et al. (1988), pemanfaatan limbah padat (selain bungkil inti sawit) belum optimal. Tandan kosong kelapa sawit baru dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler atau


(37)

dibuang di jalan-jalan di daerah perkebunan kelapa sawit untuk mengeraskan jalan. Berikut tabel komposisi kimia yang terdapat di tandan kosong kelapa sawit:

Tabel 2.1 Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit (persen berat kering) Komposisi Kimia Tun Tedja

Irawadi

Pratiwi 1988 Azemi et al 1994

Lemak 5,76 - -

Protein 4,45 - -

Selulosa 32,55 37,82 40

Lignin 26,54 20,6 21

Hemiselulosa 30,7 29,54 24

Sari - - -

Pentosan - - -

Holoselulosa - -

Abu - 12,04 15

Pektin - - -

kelarutan dalam:

1 % NaOH - - -

Air Panas - - -

Air Dingin - - -

Sumber: Naibaho, 1990

Hasil samping berupa limbah tandan kosong kelapa sawit yang belum dikembangkan penggunaannya perlu mendapat perhatian penuh sehingga usaha perkebunan kelapa sawit lebih maju. Tandan kosong mengandung 30-35% K2O dan 3-5% MgO, oleh karena itu pemanfaatannya dapat dibakar menjadi abu yang cukup berguna sebagai pupuk dan untuk menetralkan pH hasil samping cair pabrik pengolahan minyak sawit, akan tetapi mendapat masalah dalam aplikasinya yaitu dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan para pekerja. Limbah padat industri kelapa sawit merupakan limbah lignoselulosa yang sulit dikonversi menjadi bahan yang lebih sederhana, seperti konversi komponen selulosa menjadi


(38)

gula sederhana (glukosa). Ikatan lignin pada selulosa yang sangat erat dan rumit memerlukan perlakuan tersendiri sebelum proses pengolahan (Said, 1994).

Sedangkan komposisi kimia pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Komposisi kimia Pelepah Kelapa Sawit

Nomor Komponen Kimia Kandungan(%)

1 Selulosa 54,2

2 Lignin 21,3

3 Hemiselulosa 20,2

4 Zat Ektraktif 2,1

5 Silica 2,2

Sumber: Herryawan Irfanto, Padil, Yelmida A.

Berdasarkan analisa komponen kimia TKKS, terlihat bahwa kandungan lignin, sari (ekstrak alkohol-benzena), abu dan selulosa TKKS cukup tinggi. Demikian juga persentase kelarutan TKKS dalam 1% NaOH, air dingin dan air panas cukup tinggi. Kelarutan tersebut menunjukkan banyaknya komponen terlarut yang meliputi senyawa anorganik dan organik, antara lain karbohidrat yang mempunyai berat molekul rendah, tanin, kinon, zat warna dan sebagian lignin (SNI, 1990). Kadar lignin dengan persentase 22,12% di dalam TKKS menjadikannya alternatif sumber lignin alami non kayu yang memiliki potensi besar. Selulosa merupakan bagian selulosa yang mempunyai berat molekul tinggi yang merupakan bagian yang tinggal setelah bagian selulosa lainnya larut pada perlakuan dengan NaOH 8,3% dan pelarutan setelah terjadi pengembangan dengan NaOH 17,5% serta bagian hemiselulosa yang terdeteksi sebagai selulosa (SNI, 1989).


(39)

2.3Cara Pemotongan Tandan dan Pelepah

Panen adalah pemotongan tandan buah dari pohon sampai dengan pengangkutan ke pabrik yang meliputi kegiatan pemotongan tandan buah matang, pengutipan brondolan, pemotongan pelepah, pengangkutan hasil ke TPH, dan pengangkutan hasil ke pabrik (PKS). Panen merupakan salah satu kegiatan penting dalam pengelolaan tanaman kelapa sawit. Selain bahan tanam (bibit) dan pemeliharaan tanaman, panen juga merupakan faktor penting dalam pencapain produktivitas.

Berdasarkan tinggi tanaman ada 2 cara panen yg umum di lakukan oleh perkebunan kelapa sawit. Untuk tanaman yg berumur kurang dari 7 tahun cara panen menggunakan alat dodos yg lebar 10-72,5 cm dengan gagang pipa besi/tongkat kayu. Sedangkan tanaman yg berumur 7 thn/ lbh pemanenen menggunakan egrek yg disambung dengan pipa aluminium/batang bambu dengan diameter kurang lebih 5-8 cm. Adapun tujuan dari pemanenan atau pemotongan tandan buah dan pelepah kelapa sawit adalah sebagai berikut:

− Memanen semua buah pada tingkat kematangan yang optimum, yaitu pada saat tandan buah segar (TBS) mengandung minyak dan kernel tertinggi. − Memanen hanya buah yang matang dan mengutip brondolan.

− Mengirim TBS ke pabrik dalam waktu 24 jam setelah panen. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kandungan asam lemak bebas di dalam minyak sawit mentah.

Untuk mendapatkan hasil panen buah kelapa sawit harus mengikuti aturan jadwal pemanenan. Berikut aturan normal pengambilan buah menurut peraturan panen yang benar adalah:


(40)

− Pada saat kelapa sawit berumur 3 tahun : 0.6 ton/hk. − Pada saat kelapa sawit berumur 4 tahun : 0.8 ton/hk. − Pada saat kelapa sawit berumur 5 tahun : 1.2 ton/hk.

− Pada saat kelapa sawit berumur diatas 5 tahun : 1.5 ton/hk.

Standar panen yg digunakan antara satu perusahaan dan perusahaan lain kemungknan berbeda salah satunya sebagai berikut:

− Tandan buah matang harus mempuyai sedikitnya 1 brondolan di piringan sebagai tanda buah tersebut siap di panen

− Pelepah yang di tunas di potong dan di susun rapi pd gawangan − Rotasi panen di pertahankan pada interval 7-10 hari

− TBS di brondolan di susun rapi di tph (tempat pemungutan hasil) untk pengangkutan ke pabrik

− Tangkai buah di potong dan seluruh kotoran tandan (tbs) di bersihkan sebelum pengangkutan

− Tingkat ekstraksi minyak >22% dan kandungan ABL <2%

2.4 Pisau Egrek/Pisau Pemanen Sawit

Bahan baku alat pemanen sawit dalam hal ini pisau egrek biasanya menggunakan baja karbon sedang dari pegas daun mobil yang dalam bentuk potongan plastrip sesuai dengan ukuran egrek dan tipe yang ada. Proses produksi egrek ini menggunakan pembakaran arang kayu atau dipanaskan didalam furnace

guna untuk mempermudah proses tempa (hammer). Proses pembakaran


(41)

Sumbe Gambar 2.2Pisau Egrek/Pisau Pemanen Sawit

Dalam proses produksi egrek, beberapa tahapan yang harus dilalui antara lain:

1. Proses hammer

Baja karbon sedang yang sudah dalam bentuk potongan platstrip dibakar dalam tungku pembakaran selama menit tujuannya agar baja karbon sedang tersebut mudah untuk dibengkokkan karena pada awal tahap ini dilakukan proses tarik ekor yaitu pada ujung potongan baja karbon. Proses tarik ekor ini dilakukan dengan menggunakan mesin tempa. Setelah proses tarik ekor, potongan baja karbon dipanaskan kembali. Akibat pemanasan ini, ukuran baja karbon semakin memanjang karena mengalami proses pemuaian. Selanjutnya dilakukan proses buka bagian depan dengan menggunakan mesin tempa. Agar ukuran/dimensi platstrip tersebut rata, maka dibawa ke tempat pemotongan dan dipotong dengan menggunakan mesin potong. Kemudian dipanaskan kembali di tungku pembakaran agar baja karbon tersebut dapat dibengkokkan dengan menggunakan


(42)

mesin rolling sesuai dengan bentuk egrek yang sudah standard dan dipukul rata dengan menggunakan mesin tempa. Seperti gambar dibawah ini.

Sumber : Foto Mesin Tempa Di Balai Riset Dan Standarisasi Industri Medan Gambar 2.3 Mesin Tempa (hammer)

2. Proses Polishing

Hasil akhir dari proses mesin tempa sudah dalam bentuk egrek tetapi masih memerlukan pemolesan kembali agar sesuai dengan ukuran standard perusahaan. Tahap pertama proses ini adalah penggambaran pola. Dalam penggambaran pola ini, digunakan egrek yang sudah terstandard sebagai acuan dalam pembuatan. Dengan menggambar pola ini, maka operator dapat dengan mudah memformat dengan menggunakan mesin format dan mempertajam bagian tepinya. Setelah selesai diformat, egrek dibawa ke proses flating. Proses flating ini merupakan proses pemukulan dengan menggunakan palu, tujuannya agar egrek tersebut tidak baling.


(43)

3. Gerinda kasar

Setelah selesai dari proses format, egrek dibawa ke stasiun gerinda kasar. Pada tahap ini dilakukan kegiatan tekuk ekor dengan menggunakan mesin gerinda sehingga bagian ujungnya runcing dan bagian tepinya juga makin dipertajam. Proses ini merupakan proses paling lama karena membutuhkan waktu sekitar tujuh menit untuk menyelesaikannya. Setelah kegiatan gerinda selesai, maka kembali dibawa ke tempat flating untuk dipukul dengan palu. Akhir proses selalu dilakukan proses pemukulan yang tujuannya agar egrek tidak baling karena biasanya setelah mengalami proses permukaan egrek tersebut tidak rata.

Sumber : Foto Di Pandai Besi Pancur Medan Gambar 2.4 Mesin Gerinda Kasar

4. Penyepuhan

Setelah mengalami proses gerinda kasar, egrek tersebut di sepuh dengan memanaskan pada tungku pembakaran. Oleh karena itu sebelum disepuh, arang dibakar selama 5 menit pada tungku pemanasan sehingga suhu mencapai diatas

850˚C. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengeluarkan kandungan karbon

kepermukaan bahan sehingga egrek tersebut makin keras. Pada tahap penyepuhan ini terjadi dua proses yaitu proses pengerasan (hardening) dan proses tempering. Pada proses hardening, egrek dipanaskan agar kandungan karbon hilang namun


(44)

apabila pada tahap pemanasan suhu sudah terlalu tinggi maka egrek dapat patah maka dilanjutkan dengan tahap tempering agar panas pada egrek dapat disesuaikan. Sesudah disepuh, tahap selanjutnya egrek masih mengalami proses flating untuk meratakan permukaan egrek (agar tidak baling).

Sumber : Foto Di Pandai Besi Pancur Medan Gambar 2.5 Poses Penyepuhan

5. Gerinda halus

Egrek yang sudah disepuh dibawa ke mesin gerinda halus untuk digerinda. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memutihkan permukaan egrek sehingga tampak mengkilap dan tampak lebih tajam.

6. Finishing

Tahap finishing merupakan tahap pengecatan dengan menggunakan tiner. Egrek direndam sebentar dalam wadah yang berisi tiner kemudian ditiriskan pada

lemari oven dengan temperatur 600˚C. Dalam lemari oven ini, bertujuan untuk

mengeringkan cat clear dan dibutuhkan waktu sekitar 30 menit agar cat clear tersebut dapat benar-benar kering. Setelah itu, egrek yang sudah selesai dibawa ke gudang produk jadi dengan menggunakan beko.

Desain dan dimensi pisau dan set up yang ditunjukkan Pisau terbuat dari baja karbon tinggi dan ditimbang sekitar 0.6 kg dengan ketebalan 3 mm. Panjangnya dan lebar yang 31.7 cm dan 15.5 cm masing-masing. Ujung tombak


(45)

memiliki kelengkungan Radius 17cm sehingga dapat memahami dan memotong pelepah efektif. Sudut tepi (a) dirancang di lo ", dan sudut miring yang dijaga konstan sebesar 24,2 "di semua posisi. Dua bilah yang bergabung dengan poros (Abdul Razak Zelani 1998).

Pisau didukung oleh dua hubungan untuk mencegah gerakan lateral. Sebagai gaya pemotongan dilakukan oleh dua sisi dari dua bilah, kekuatan menarik dirasakan oleh load cell adalah gaya resultan dibutuhkan oleh kedua pisau untuk mencapai pemotongan. Gaya pemotongan yang dibutuhkan adalah sama dengan kekuatan perlawanan yang diberikan oleh materi. Dengan asumsi gaya gesekan pada poros Z diabaikan dibandingkan dengan gaya menarik (0, persamaan berikut merupakan maksimum memotong gaya yang dibutuhkan pada pemotongan titik.

− Fc = cutting gaya (kg)

− f = gaya dirasakan oleh sel beban (kg)

− k = jarak tegak lurus dari poros ke garis Fc (menetapkan 23cm) − x = jarak horizontal dari titik tumpu untuk keterkaitan (cm) − Z = poros di mana dua pisau melesat

Tabel 2.3 Nama – Nama Alat untuk Pemotong Pemanen Kelapa Sawit

No Nama alat Pengunaan Spesifikasi

1 Dodos kecil Potong buah tanaman umur 3-4 tahun

Lebar mata 8 cm, lebar tengah 7 cm, tebal tengah 0,5 cm, tebal pangkal 0,7 cm, diameter gagang 4,5 cm, dan


(46)

Tabel Lanjutan:

2 Dodos besar

Potong buah tanaman umur 5-8

tahun

Lebar mata 12-14 cm, lebar tengah 12 cm, tebal tengah 0,5 cm, tebal pangkal 0,7 cm, diameter gagang 4,5

cm, dan panjang total 20 cm

3 Pisau egrek

Potong buah tanaman umur >9 tahun (tinggi pokok 3

meter)

Panjang pangkal 20 cm, panjang pisau 45 cm, sudut lengkung dihitung pada sumbu 135˚C dan

berat 0,5 kg

4 Angkong

Sebagai tempat atau wadah TBS dan brondolan diangkut

ke TPH

Sesuai spesifikasi yang ada

5 Keranjang

Sebagai tempat atau wadah TBS dan brondolan diangkut

ke TPH

Diameter keranjang 60-70 cm, tinggi 40 cm, dan panjang tali keranjang

40-60 cm

6 Goni eks-pupuk

Sebagai tempat atau wadah TBS dan brondolan diangkut

ke TPH

-

7 Kapak

Sebagai alat pemotong tangkai tandan yang panjang

pada tanaman umur > 9 tahun

Sesuai spesifikasi yang ada

8 Tali nilon Pengikat pisau egrek

0,5 mm dipilin 3; 1 kg mempunyai panjang 43 m, dan dapat dipakai 5

egrek 9 Batu asah Pengasah dodos dan

pisau egrek -

10 Bambu egrek Gagang pisau egrek

Panjang 10-11 m, tebal 1-1,5 cm, berat 2,5-3 kg/m. Diameter ujung 4-5

cm dan diameter pangkal 6-7 cm 11 Allumunium

pole Gagang pisau egrek -

a. EBOR gold pole

EBOR gold pole lebih berat, keras dan

tahan lama, serta digunakan pada pokok yang lebih rendah dari Ultra

light pole

Diam 1,25” (32,0 mm)-p 20’ (6m) Diam 1,50” (38,1 mm)-p 20’ (6m) Diam 1,75” (42,3 mm)-p 25’ (6m) b. Ultra light

pole

Diam 1,50” (38,1 mm)- p 20’ (6m) Diam 1,50” (38,1 mm)- p 30’ (9m) Diam 1,75” (42,3 mm) -p 20’ (6m) Diam 1,75” (42,3 mm)- p 25’ (7,5m)

12 Gancu

Membuat dan membongkar TBS

dari dan ke alat transpor

Besi beton 3/8” dan panjang sesuai dengan kebiasaan setempat

13 Tojok

Memuat dan membongkar TBS

dari dan ke alat transpor

Disesuaikan dengan kebiasaan setempat


(47)

Tabel 2.4 Syarat Mutu Egrek – SNI

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Tampak luar - Tidak cacat

2 Sisi potong - Tajam

3 Bahan baku - Baja karbon sedang

atau setara 4 Kekerasan sisi potong dilakukan

perlakuan panas HRC 45,3

Sumber: Badan Standardisasi Nasional

2.5 Baja

Baja adalah besi karbon campuran logam yang dapat berisi konsentrasi dari element campuran lainnya, ada ribuan campuran logam lainnya yang mempunyai perlakuan bahan dan komposisi berbeda. Sifat mekanis sensitif kepada isi dari pada karbon, yang mana secara normal kurang dari 1,0%C. Sebagian dari baja umum digolongkan menurut konsentrasi karbon, yakni ke dalam rendah, medium dan jenis karbon tinggi.

Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Besi baja menduduki peringkat pertama di antara barang tambang logam dan produknya melingkupi hampir 90 % dari barang berbahan logam.

Baja merupakan paduan besi (Fe) dengan karbon (C), dimana kandungan karbon tidak lebih dari 2%.

Baja banyak digunakan karena baja mempunyai sifat mekanis lebih baik dari pada besi, sifat baja antara lain :


(48)

• Mudah ditempa • Mudah diproses

• Sifatnya dapat diubah dengan mengubah karbon • Sifatnya dapat diubah dengan perlakuan panas • Kadar karbon lebih rendah dibanding besi • Banyak di pakai untuk berbagai bahan peralatan.

Walaupun baja lebih sering digunakan, namun baja mempunyai kelemahan yaitu ketahanan terhadap korosinya rendah.

Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa macam yaitu: Baja Karbon ( Carbon Steel ), dan Baja Paduan ( Alloyed Steel ).

2.5.1 Baja Karbon

Baja karbon terdiri dari besi dan karbon. Karbon merupakan unsur pengeras besi yang efektif dan murah dan oleh karena itu umumnya sebagian besar baja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya (Smallman, 1991).

Baja karbon ini digolongkan menjadi 3 bagian yaitu: 1. Baja karbon rendah (<0,30 % C)

2. Baja karbon menengah (0,3%-0,7% C) 3. Baja karbon tinggi (0,70% -1,40% C)

1. Baja Karbon Rendah

a. Baja karbon rendah mengandung 0,04% C digunakan untuk plat strip dan badan kendaraan.


(49)

b. Baja karbon rendah mengandung 0,05% C digunakan untuk keperluan badan kendaraan.

c. Baja karbon rendah mengandung 0,15% - 0,25% C digunakan untuk kontruksi dan jembatan.

2. Baja Karbon Menengah

a. Baja karbon menengah mengandung 0,03 – 0,6% C. Baja karbon menengah dibagi menjadi 4 bagian menurut kegunaanya yaitu:

b. Baja karbon 0, 35- 0,45% C digunakan menjadi roda gigi dan poros. c. Baja karbon 0,4% C digunakan untuk keperluan industri kendaraan,

mur, poros, engkol dan batang torak.

d. Baja karbon 0,5 – 0,6 % C digunakan untuk roda gigi. e. Baja karbon 0,55 – 0,6 % C digunakan untuk pegas. Baja karbon menengah memilliki ciri- ciri:

a. Memiliki sifat mekanik yang lebih baik dari pada baja karbon rendah. b. Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah dan tidak mudah

dibentuk oleh mesin.

c. Dapat dikeraskan dengan mudah (quenching). 3. Baja Karbon Tinggi

Baja karbon tinggi mengandung karbon antara 0,6 – 1,7% C badasarakan kegunaan dibagi menjadi:

a. Baja karbon 0,6 – 0,7% C digunakan untuk pembuatan pegas, perkakas (landasan mesin, martil) dan alat-alat potong.

b. Baja karbon 0,75 – 1,7% C diguanakan untuk pembuatan pisau cukur, mata gergaji, bantalan peluru dan bantalan mesin.


(50)

Baja karbon tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Sangat kuat dan keras serta tahan gesekan. b. Sulit dibentuk oleh mesin.

c. Mengandung unsur sulfur dan fosofor mengakibatkan kurangnya sifat liat.

d. Dapat dilakukan proses heat treatment yang baik.

Pengklasifikasian baja karbon menurut standar American International and Steel Iron (AISI) dan Society for Automotive Engines (SAE) diberi kode dengan empat angka. Dua angka pertama adalah 10 yang menujukan nominal 1/100 % sebagai contoh AISI-SAE 1045 menunjukan kadar karbon 0,45 %.

2.5.2 Baja Paduan

Baja paduan diklasifikasikan menurut kadar paduannya dibagi menjadi: 1. Baja paduan rendah (low-aloy steel ), jika elemen paduan ≤ 2,5 %

misalnya unsur Cr, Mn, S, Si, P dan lain-lain.

2. Baja paduan menengah (medium-aloy steel ), jika elemen paduannya 2,5-10 % misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain.

3. Baja paduan tinggi (high- alloy steel) jika elemen paduannya > 10 % misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain.

Baja paduan dihasilkan dengan biaya lebih mahal dari baja karbon lainnya, karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerasan khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja padauan dapat didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel,


(51)

kromium, molibden, vanadium, mangan dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki (Amanto, 1999).

2.5.3 Sifat-Sifat Baja

Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka bahan tersebut harus dapat dikenali dengan baik sifat-sifatnya yang mungkin akan dipilih untuk digunakan. Sifat-sifat tersebut tentunya sangat banyak macamnya, untuk itu secara umum sifat-sifat bahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Sifat Kimia

Dengan sifat kimia diartikan sebagai sifat bahan yang mencakup antara lain kelarutan bahan terhadap larutan kimia, basa atau garam dan pengoksidasiannya terhadap bahan tersebut. Salah satu contoh dari sifat kimia yaitu : korosi.

2. Sifat Teknologi

Sifat teknologi adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam proses pengolahannya. Sifat ini harus diketahui terlebih dahulu sebelum mengolah atau mengerjakan bahan tersebut.

Sifat-sifat teknologi antara lain : sifat mampu las (weldability), sifat mampu dikerjakan dengan mesin (machineability), sifat mampu cor (castability), dan sifat mampu dikeraskan (hardenability)

3. Sifat Mekanik

Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau beban kombinasi.


(52)

Sifat-sifat mekanik antara lain : a) Kekuatan (strength)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok.

b) Kekerasan (hardness)

Dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan untuk bertahan terhadap goresen, pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance). Dimana kekerasan ini juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.

c) Kekenyalan (elasticity)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu bahan mengalami tegangan maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak melewati suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi bersifat sementara, perubahan bentuk ini akan hilang bersamaan dengan hilangnya tegangan, akan tetapi bila tegangan yang bekerja telah melampaui batas, maka sebagian bentuk itu tetap ada walaupun tegangan telah dihilangkan. Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi.


(53)

d) Kekakuan (stiffness)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting daripada kekuatan.

e) Plastisitas (plasticity)

Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis yang permanen tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan/kekenyalan (ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi plastis yang cukup tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan / kekenyalan tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet / kenyal (ductile). Sedang bahan yang tidak menunjukan terjadinya deformasi plastis dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan rendah atau dikatakan getas / rapuh (brittle).

f) Ketangguhan (toughness)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu.

g) Kelelahan (fatigue)

Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah apabila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih jauh dibawah batas


(54)

kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya.

h) Keretakan (creep)

Merupakan kecenderungan suatu logam mengalami deformasi plastik yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat bahan tersebut menerima beban yang besarnya relatif tetap.

2.5.4 Diagram Fasa Fe-C

Diagram keseimbangan besi karbon seperti pada gambar 2.1 adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperature dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun proses pengerasan.

Gambar 2.6 Diagram Fasa Fe-C (Sumber : file.upi.edu)


(55)

Baja dibagi dua bagian yaitu baja yang mengandung kurang dari 0,83% disebut hypoetectoid dan baja yang mengandung lebih dari 0,83% sampai dengan 2% karbon disebut dengan hyperetectoid.

Pemanasan pada suhu 723 0C dengan komposisi 0,8 % C disebut dengan titik eutectoid. Apabila dilakukan pemanasan sebelum mencapai titik eutectoid, pada titik hypoeutectoid terbentuk fasa pearlit dan ferrit.Sedangkan dibawah hypereutectoid mempunyai fasa pearlit dan sementit. Pada pemanasan melewati garis eutectoid, terjadi perubahan fasa pearlit menjadi austenite. Ketika paduan A (A1) mencapai suhu 7230C (suhu eutektoid) sisa austenit sekitar 0,8% C (meskipun sebenarnya jumlah komposisinya 0,4%). Oleh karena itu, pada titik eutectoidreaksi yang terjadi adalah perubahan sisi austenite menjadi pearlite (α + Fe3C). ketika paduan A (A3) mencapai suhu 9100C, ferit bcc mulai berubah bentuk menjadi austenite. Ini merupakan reaksi solid dan dipengaruhi oleh difusi karbon pada austenite. Ferrit yang berisi karbon terbentuk dengan sangat lambat. Keadaaan paduan A (Acm) transformasi Fe3C menjadi austenite secara keseluruhan pada suhu ini, seperti prediksi pada diagram. Seluruh system austenite fcc dengan kadar karbon 0.95 %.

Dari gambar (2.1), andaikan suatu bahan dipanaskan sampai sekitar suhu 8000C - 12000C dengan komposisi 0,68 % karbon sampai fasa austenit, kemudian didinginkan sampai 6000C fasa yang terbentuk adalah fasa pearlit tetapi bila didinginkan sampai batas kritis 7380C, fasa gamma sebagian akan terdistorsi


(56)

menjadi fasa alpha, dan bila dilanjutan pendinginan di bawah sedikit batas kritis, ferrit akan bergabung didalam pearlit dan austenite akan bertransformasi menjadi karbida (sementit). Andaikan didinginkan cepat, fasa akan bertransformasi menjadi sementit dan pearlit. Dalam hal ini, pengaruh waktu tahan sangat menetukan pada pembetukan perubahan butir. Adapun macam –macam struktur yang ada pada besi karbon adalah sebagai berikut:

1. Ferrit

Ferrit adalah fasa larutan padat yang memiliki struktur BCC (body centered cubic). Ferrit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austenit baja hypotektoid pada saat mencapai A3. Ferrit bersifat sangat lunak,ulet dan memiliki kekerasan sekitar 70 - 100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi.

2. Austenit

Fasa Austenit memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic).Dalam keadaan setimbang fasaaustenit ditemukan pada temperatur tinggi.Fasa ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi.Kelarutan atom karbon di dalam larutan padat austenite lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada fasa ferrit dan memiliki kekerasan sekitar 200 BHN.

3. Sementit

Semenit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal sebagai karbida besi dengan kandungan karbon 6,67% yang bersifat keras sekitar 5-68 HRC.


(57)

Perlit adalah campuran sementit dan ferit yang memiliki kekerasan sekitar 10-30 HRC. Perlit yang terbentuk sedikit dibawah temperatur eutektoid memiliki kekerasan yang lebih rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak.

5. Bainit

Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenit pada temperatur yang lebih rendah dari temperature transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit.

6. Martensit

Martensit merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh pada besi alfa sehingga latis-latis sel satuannya terdistorsi.

2.6 Tegangan dan Regangan 2.6.1 Tegangan

1. Tegangan secara umum

Salah satu masalah fundamental dalam mechanical engineering adalah menentukan pengaruh beban pada komponen mesin atau peralatan. Hal ini sangat essensial dalam perancangan mesin karena tanpa diketahuinya intensitas gaya di dalam elemen mesin, maka pemilihan dimensi, material, dan parameter lainnya tidak dapat dilakukan. Intensitas gaya dalam pada suatu benda didefinisikan sebagai tegangan (stress). Untuk menjaga prinsip kesetimbangan, tentu pada penampang potongan imajiner tesebut terdapat gaya-gaya dalam yang bekerja. Kalau penampang imaginer tersebut dibagi menjadi elemen-elemen yang sangat kecil ΔA, maka pada masing masing ΔA tersebut akan bekerja gaya dalam sebesar ΔF. Pada Gambar 4.1 menunjukkan sebuah benda yang mendapat beban dalam


(58)

bentuk gaya-gaya. Untuk mengetahui intensitas gaya di dalam benda maka dapat dilakukan dengan membuat potongan imaginer melalui titik O.

Gambar 2.7 Konsep Intensitas Gaya Dalam Sebuah Benda Yang Mendapat Beban

2. Pengaruh Beban Terhadap Kondisi Tegangan

Dalam analisis elemen mesin masing-masing jenis beban perlu dipelajari pengaruhnya terhadap tegangan, regangan, maupun deformasi yang ditimbulkan. Berdasarkan lokasi dan metoda aplikasi beban serta arah pembebanan, beban dapat diklasifikasikan menjadi : beban normal, beban geser, beban lentur, beban torsi, dan beban kombinasi. Pengaruh jenis-jenis pembebanan tersebut terhadap tegangan, regangan maupun defleksi elemen mesin dapat ditentukan secara analitik untuk komponen yang sederhana. Sedangkan untuk komponen yang kompleks, dapat digunakan metoda numerik maupun metoda eksperimental.


(59)

Vektor tegangan T yang bekerja pada bidang potongan imajiner dapat diuraikan sebagai berikut :

Gambar 2.8 Komponen Tegangan Pada Bidang X-Y

Komponen tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap bidang disebut tegangan normal, sedangkan komponen yang bekerja dalam arah bidang kerja disebut tegangan geser.

4. Tegangan Utama

Untuk menentukan kekuatan suatu elemen mesin maka diketahui tegangan maksimum yang terjadi pada elemen tersebut. Nilai atau besar suatu tegangan pada elemen tegangan sangat tergantung pada orientasi dari sistem koordinat.


(60)

Gambar 2.9 Tegangan Utama Tiga Dimensi

2.6.2 Regangan Elastis

Benda elastis yang mendapat beban-beban luar seperti ditunjukkan pada gambar 2.8 akan mengalami deformasi. Nilai deformasi dibagi dengan dimensi awal benda sebelum dibebani didefinisikan sebagai Regangan (strain). Parameter regangan sangat penting dalam dunia teknik karena dapat diukur langsung dalam eksperimen. Sedangkan tegangan adalah paremeter yang tidak dapat diukur secara langsung dari eksperimen. Dengan menggunakan hubungan tegangan-regangan selanjutnya akan dapat ditentukan tegangan yang terjadi pada komponen mesin. Jika sebuah benda isotropik dan elastis linear seperti ditunjukkan pada gambar 2.10 diberikan beban tarik dalam arah sumbu x (uniaksial), maka benda tersebut akan mengalami deformasi dalam arah x (memanjang) dan arah y, z (memendek). Jadi regangan normal dapat didefinisikan sebagai:


(61)

Gambar 2.10 Ilustrasi Regangan beban Tarik Unaksial

Jika benda isotropik pada gambar 2.9 diberi beban geser murni dalam pada bidang y dalam arah x, maka benda tersebut hanya akan mengalami deformasi geser seperti ditunjukkan pada gambar 2.10. Dari deformasi geser tersebut didefinisikan regangan geser atau shear strain.

Dengan cara yang sama, regangan γxz dan γyz dapat ditentukan dengan memberikan beban geser murni dalam arah y dan z.

Gambar 2.11 Ilustrasi Regangan Untuk Benda Yang Mengalami Regangan Geser Murni


(62)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, spesifikasi alat, cara analisa simulasi, serta metode pengambilan data.

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan yang dimulai dari bulan Februari sampai dengan November 2013. Tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara (MADINA), Universitas Sumatera Utara (USU) dan Balai Riset dan Standarisasi Idustri Medan (BARISTAND INDUSTRI MEDAN).

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Komputer

Digunakan untuk mengolah data dan simulasi Ansys Workbench v 14.5


(63)

Dengan spesifikasi:

 Computer Name : SONYVAIO-VAOI

 Operating system : Windows 7 Home Basic 64-bit(6.1,build 7601)  Language : B.Indonesia (Regional Setting:Bahasa Indonesia)  System Manufacture : Sony Corporation

 System Model : VPCEG25EG

 BIOS : Insydeh 2O Version 0.361.04R0230z8

 Processor : Intel(R) Core(TM)i3-2330 CPU @ 2.20 Hz (4 CPUs),-2.2GHz

Memory : 2048MB RAM

Page File : 1684MB used,230MB available Directx Version : Directx 11

b.Pisau egrek

Memotong pelepah dan tandan buah pada saat panen, digunakan pada pohon sawit yang tinggi kurang lebih 3-4 meter. Pisau yang digunakan dipenelitian ini adalah egrek pabrikan dari Malaysia, sedangkan stik/galahnya dari Aluminium buatan Indonesia. Pengunci terbuat dari plat yang dilas dengan dengan mur dan pengungkit untuk penguncian. Untuk bagian ujung galah agar tidak licin disaat penarikan, diikatkan karet yang dililitkan pada galah egrek pemanen sawit. Untuk sudut kemiringan pisau egrek yang digunakan untuk memotong tandan buah dan pelepah sawit menggunakan pisau pemanen sawit dengan sudut 30˚.


(64)

(a)

(b)

Gambar 3.2 (a) Foto Pisau Egrek

(b) Keterangan Pisau Egrek

Tabel 3.1 Spesifikasi mata pisau pemanen sawit/pisau egrek

Panjang stik/galah 600 cm

Berat stik/Galah 3,7 kg

Diameter stik/galah 4 cm


(65)

Penelitian pengambilan buah kelapa sawit ini dengan menggunakan tiga variasi sudut yakni ( sudut θ1, sudut θ2, dan sudut θ3). Variasi tiga titik sudut tersebut berguna untuk mengetahui titik mana yang paling ideal atau tepat dalam pengambilan buah kelapa sawit. Variasi tiga titik sudut mempunyai nilai sudut yang berbeda-beda dikarenakan dalam penelitian ini sampel pohon sawit yang diambil berjumlah lima belas pohon.

Gambar 3.3 Pengambilan Buah Dan Tandan Kelapa Sawit

Gambar diatas dapat dilihat bagaimana posisi yang ideal disaat pemotongan tandan dan pelepah kelapa sawit. Pemotongan diatas masih penentuan posisi yang ideal, akan tetapi setelah posisi tepat dimana sudut potong maka alat bantu penarik alat pengukuran gaya dipasang dan diakaitkan tepat dipengait alat pengukur, berguna untuk menghomogenisasikan gaya yang keluar dari alat pengukur gaya.

Adapun ilustrasi proses pengambilan pemotongan tandan dan pelepah kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 3.5.


(66)

Gambar 3.4 IlustrasiPemotongan Tandan Dan Pelepah Kelapa Sawit

Ilustrasi pemotongan tandan dan pelepah diatas di ambil contoh satu pohon sawit yang telah diukur ketinggian dan lebar jarak pohon sawit dengan galah disaat pemotongan.

c. Alat pengukur gaya pemotongan

Digunakan pada saat pengambilan buah kelapa sawit dan pelepah dengan cara dilaetakan dibawah stik/galah pisau egrek. Alat ini berguna untuk mengetahui berapa besar gaya yang dibutuhkan untuk memotong tandan dan pelepah kelapa sawit. Kegunaan lain dari alat ini adalah dapat digunakan untuk mengukur berapa berat dari mata pisau dan berapa berat galah kelapa sawit.


(67)

Gambar 3.5 Alat Pengukur Gaya Pemotongan Tabel 3.2 spesifikasi alat pengukur gaya pemotongan

Merk alat DLE hanging scale

Model DLE 300

Capacity 300 Kilogram

Display LCD with backlight

Display Designators Zero,stable,tare,unit (kg,lb,oz)

Power source 2 x AA size battery

Packing Dimensions (cm) 170 x 170 x 87 ( L x W x H )

Cara pemakain alat pengukur gaya pemotongan adalah dengan cara meletakan alat tersebut pada ujung stik/galah pisau egrek, kemudian dikaitkan menggunakan baut atau diikat dengan tali. Setelah alat tersebut sudah terpasang seterusnya dapat digunakan dengan memasang stik/galah yang sudah terpasang mata pisau pada tandan atau pelepah kelapa sawit. Kemudian dengan menentukan posisi pengambilan buah sawit yang sudah tepat maka langsung dapat menarik pelepah atau tandan dengan cara menarik pengait penarik alat pengukur gaya.


(68)

Proses penarikan alat pengukur gaya harus bersamaan melihat pergeseran dari kait penarik yang dapat ditunjukan pada skala ukuran gaya yang terletak pada layar ukuran gaya. Dengan catatan sebelum melakukan penarikan angka sekala dilayar harus diawali dengan angka nol.

Adapun ilustrasi proses kerja alat pengukur gaya pemotongan dapat dilihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.6 Ilustrasi Proses Kerja Alat Pengukur Gaya Pemotongan Gambar Ilustrasi Proses kerja alat pengukur gaya pemotongan diatas terlihat posisi letak alat pengukur gaya dengan galah egrek dan alat penarik semua saling berkaitan.

d. Alat Penarik Tandan dan Pelepah Kelapa Sawit

Alat ini berfungsi untuk membantu dalam pengambilan data pemotongnan tandan dan pelepah kelapa sawit yang dapat bekerja secara konstant pada saat pemotongn. Berikut gambar alat penarik tandan dan pelepah kelapa sawit.


(69)

Gambar 3.7 Alat Penarik Tandan dan Pelepah Kelapa Sawit

Gambar 3.8 Pembuatan Alat Penarik Tandan dan Pelepah Kelapa Sawit

Tabel 3.3 spesifikasi alat penarik gaya pemotongan

Panjang 55,5 cm

Tinggi 72 cm

Berat 15,6 Kg

Lebar 32 cm


(70)

Cara kerja alat penarik tandan dan pelepah kelapa sawit ini ialah dengan cara meletakan alat tersebut dimana posisi galah telah terpasang pada tandan/pelepah kelapa sawit, kemudian kunci alat tersebut yaitu dengan cara menanamkan besi kedalam tanah dimana besi tersebut diletakan tepat pada posisi pengunci. Jika pengunci telah terpasang kemudian hubungkan tali baja ke alat pengukur gaya yang berkaitan dengan galah dan pisau egrek. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 3.9 berikut:

Gambar 3.9 Ilustrasi kerja Alat Penarik Tandan dan Pelepah Kelapa Sawit

Gambar ilustrasi alat penarik tandan dan pelepah kelapa sawit diatas terlihat dimana letak galah egrek yang berkaitan dengan tali baja kemudian berujung diporos.


(71)

3.3 Dimensi Spesimen 1. Dimensi galah egrek

Gambar 3.10 Dimensi Galah Egrek 2. Dimensi pisau pemanen sawit sudut kemiringan 30˚


(72)

3. Dimensi pisau pemanen sawit sudut kemiringan 20˚

Gambar 3.12 Dimensi pisau pemanen sawit sudut kemiringan 20˚ 4. Assembling pemasangan alat ukur

Penggabungan pisau pemanen sawit dengan galah aluminium, alat ukur gaya potong, dan alat penarik gaya.

Gambar 3.13 Assembling Pemasangan Alat Ukur Keterangan gambar:


(1)

ekperimental sebesar 1500,38 Mpa, nilai tegangan maksimum simulasi sebesar 1221 Mpa. Nilai regangan maksimum sebesar 74,342 mm dengan total deformasi sebesar 0,40 mm.

• Nilai tegangan normal ekperimental pelepah dengan bahan type baja Bohler stainless Steel M303 Extra sebesar 750,74 Mpa, nilai tegangan normal simulasi 418,21 Mpa, nilai tegangan maksimum ekperimental sebesar 1501,14 Mpa, nilai tegangan maksimum simulasi sebesar 2127,3 Mpa. Nilai regangan maksimum sebesar 122,76 mm dengan total deformasi sebesar 0,69 mm.

b. Bahan type baja bohler K-460 o1

• Nilai tegangan normal ekperimental tandan dengan bahan type baja Bohler K-460 o1 Steel M303 Extra sebesar 380,24 Mpa, nilai tegangan normal simulasi 369,75 Mpa, nilai tegangan maksimum ekperimental sebesar 760,22 Mpa, nilai tegangan maksimum simulasi sebesar 2470,5 Mpa. Nilai regangan maksimum sebesar 133,1 mm dengan total deformasi sebesar 0,17 mm.

• Nilai tegangan normal ekperimental pelepah dengan bahan type baja Bohler K-460 o1 Steel M303 Extra sebesar 380,66 Mpa, nilai tegangan normal simulasi 485,99 Mpa, nilai tegangan maksimum ekperimental sebesar 760,98 Mpa, nilai tegangan maksimum simulasi sebesar 2474,7Mpa. Nilai regangan maksimum sebesar 160,72 mm dengan total deformasi sebesar 0,15 mm.


(2)

c. Bahan type baja bohler VCN-150

• Nilai tegangan normal ekperimental tandan dengan bahan type baja Bohler VCN-150 sebesar 748,44 Mpa, nilai tegangan normal simulasi 479,72 Mpa, nilai tegangan maksimum ekperimental sebesar 1496,62 Mpa, nilai tegangan maksimum simulasi sebesar 2054,5 Mpa. Nilai regangan maksimum sebesar 75,866 mm dengan total deformasi sebesar 0,29 mm.

• Nilai tegangan normal ekperimental pelepah dengan bahan type baja Bohler VCN-150 sebesar 748,86 Mpa, nilai tegangan normal simulasi 366,42 Mpa, nilai tegangan maksimum ekperimental sebesar 1497,38 Mpa, nilai tegangan maksimum simulasi sebesar 2059,9 Mpa .Nilai regangan maksimum sebesar 132,17 mm dengan total deformasi sebesar 0,51 mm.

d. Bahan type baja bohler K-110 KNL Extra

• Nilai tegangan normal ekperimental tandan dengan bahan type baja Bohler K-110 KNL Extra sebesar 769,06 Mpa, nilai tegangan normal simulasi 479,74 Mpa, nilai tegangan maksimum ekperimental sebesar 1537,86 Mpa, nilai tegangan maksimum simulasi sebesar 2470,7Mpa. Nilai regangan maksimum sebesar 78,643 mm dengan total deformasi sebesar 0,33 mm.

• Nilai tegangan normal ekperimental pelepah dengan bahan type baja Bohler K-110 KNL Extra sebesar 769,48 Mpa, nilai tegangan normal


(3)

simulasi 426,53 Mpa, nilai tegangan maksimum ekperimental sebesar 1538,62 Mpa, nilai tegangan maksimum simulasi sebesar 1538,62 Mpa .Nilai regangan maksimum sebesar 97,931 mm dengan total deformasi sebesar 0,41 mm.

e. Baja Hss (high speed steel)

• Nilai tegangan normal ekperimental tandan dengan bahan type baja Hss (high speed steel) sebesar 1554,49 Mpa, nilai tegangan normal simulasi 278,96 Mpa, nilai tegangan maksimum ekperimental sebesar 3108,72 Mpa, nilai tegangan maksimum simulasi sebesar 2556,5 Mpa. Nilai regangan maksimum sebesar 71,514 mm dengan total deformasi sebesar 0,88 mm.

• Nilai tegangan normal ekperimental pelepah dengan bahan type baja Hss (high speed steel) sebesar 1554,91 Mpa, nilai tegangan normal simulasi 486,02 Mpa, nilai tegangan maksimum ekperimental sebesar 3109,48 Mpa, nilai tegangan maksimum simulasi sebesar 4454 Mpa .Nilai regangan maksimum sebesar 124,59 mm dengan total deformasi sebesar 0,98 mm.

3. Dari design pisau pemanen sawit diperoleh nilai optimal terjadi pada sudut kemiringan 30˚ dibandingkan sudut pisau 20˚. Karena tegangan sudut pisau 20˚ lebih besar dibandingkan sudut pisau 30˚.


(4)

5.2Saran

1. Dalam pengukuran gaya pemotongan tandan dan pelepah kelapa sawit diharapkan menggunakan pengukur gaya yang standart, agar hasilnya lebih akurat.

2. Dalam melakukan penggambaran spesimen harus sesuai dengan bentuk aslinya agar hasil simulasi yang didapat sesuai dengan hasil antara eksperimental dengan simulasi.

3. Diharapkan dalam melakukan simulasi dengan software Ansys worbench V 14.5 dengan spesifikasi komputer yang mempunyai RAM dan Hasrdisk Ekternal yang tinggi agar proses pengerjaannya dapat lebih cepat.

4. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya yaitu simulasikan gaya pemotongan tandan dan pelepah kelapa sawit dengan variasi sudut kemiringan mata pisau alat pemanen kelapa sawit antara 10˚, 15˚, 20˚, 25˚, dan 35˚.

5. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggunakan alat penarik gaya pemotongan dengan mesin crane agar besar gaya dapat dibaca dengan akurat karena penarikan yang konstant.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, Malik. 2007.Disain Dan Pembuatan Mesin Pencincang Tandan Kosong Kelapa Sawit.Universitas Andalas Padang,Sumatera Barat.

2. Intara Ismi, Yazid. 2005.Analisis gaya spesifik pemotongan Parenkhim Pelepah dan Batang Tandan Sawit. Institut Pertanian Bogor:Jawa barat 3. Muhammad Yusuf, M.Sayuti. 2006. Simulasi Untuk Memprediksi Pengaruh Parameter Chip Thickness Terhadap Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning. Universitas Sumatera Utara:Medan

4. Murtiono, Arif.2012.Tugas Ahir: Pengaruh Quenching Dan Tempering Terhadap Kekerasan Dan Kekuatan Tarik Serta Struktur Mikro Baja Karbon Sedang Untuk Mata Pisau Pemanen Sawit.Universitas Sumatera Utara:Medan.

5. ANSYS.com (Online), Tutorial for a Three-Dimensional Heat Conduction Problem using ANSYS Workbench”.

6. Adlin U. L (1992). Kepala Sawit di Indonesia, Psaut Penelitian Perkebunan Marihat Indonesia.

7. Chinedum Nwajiuba and Adeola Akinsanmi, Department of Agriculture Economics, Imo State University, Owerri, Nigeria, Implication of Improved Oil Palm (Elaeis fuineesis) FruitProcessing Technologies for Labour and Income among RuralHouseholds in Imo State, Nigeria. 8. D.A Adetan, L.O. Adekoya and K.A. Oladejo, Department of Mechanical Engineering, Obafemi Awolowo University, Ile-Ife, Nigeria, An improved Pole-and-Knife Method of Harvesting OilPalms.

9. Hadi Suryanto (1994), Fundamentals Studies on The Field Stripping System of Oil Palm Fruitlets. Thesis Ph. D. UPM

10. Hadi Suryanto dan M. Zohadies B (1996), Design Parameters for The Stripping System of Fresh Oilpalm Fruitlets, J of Agric. Mechanization in Asia, Africa, and Latin America.

11.Hamedon, M.Nafis.O.Z. 2007. Design, Fabrication and Testing of New Invented Spring Sickle Pole “ZappIt” for Palm Harvesting. University Malaysia. Pahang.


(6)

12.Ojolo, S.J, Amuda, M.O.H, Ogunmola, Ononiwu. 2008. Experimental Determination Of The Effect Of Some Straight Biological Oils On Cutting Force During Cylindrical Turning. University Of Logos. Nigeria

13.Razak Jaelani, Abdul. 1998. Force And Energy Requirements For Cutting Oil Palm Frond.journal of oil palm research institut malaysia.Universiti Putra Malaysia.

14.Rao, KKP dan K. Thirupal (1990), Sugarcane Cutting Machine, SSISTA Sugar

Journal. 16 (3) : 23-25.

15.Rayendra, Armita. 2009. Penanganan tandan buah segar kelapa sawit (elaeis guineensis jacq.) Pra pengolahan di Kebun ujan mas, pt cipta futura, sumatera selatan. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat.

16.Syamsir A. Muin, (1986), Dasar-Dasar Perencanaan Perkakas dan Meisn- Mesin Perkakas, Rajawali, Jakarta

17.Zamri, Aidil dan Safril. 2006. Analisis Teknis Sudut Mata Pisau Terhadap Proses Pencacahan Tandan Kosong Sawit. Jurnal ilmiah poli rekayasa.