Kebijakan Fiskal Kondisi Ekonomi Indonesia

disebabkan karena adanya cost push inflation. Untuk mengatasi masalah inflasi yang tinggi ini maka Bank Indonesia telah menerapkan kebijakan moneter kontraktif dengan meningkatkan tingkat suku bunga, dengan tingkat suku bunga yang semakin meningkat maka perekonomi pelan tapi pasti membaik dan tingkat inflasipun turun pada tahun 1999 menjai 20,7.

4.1.1 Kebijakan Fiskal

Dengan melihat perkembangan riil ekonomi Indonesia, defisit disasarkan yan ,2 triliun p menurun secara bertahap dari 3,5 dari PDB dalam 2001 menjadi 2,5 dalam 2002, 1,9 dalam 2003, 1,2 dalam 2004, dibawah 1 dalam 2005 dan 0 dalam 2006. Sampai dengan akhir 2003, arah perkembangan defisit anggaran dapat dikatakan on track dan apabila kestabilan sosial, politik dan keamanan dapat dijaga, sasaran defisit untuk 2004-2006 dapat tercapai. Dengan APBN yang kurang lebih seimbang, diharapkan memenuhi salah satu syarat utama dari keuangan negara yang sustainable. 4.1.1.1 Penerimaan Perpajakan Dalam periode 2005-2007, penerimaan perpajakan mengalami pertumbuhan g sangat pesat, yaitu dari Rp. 347,0 triliun pada tahun 2005, menjadi Rp. 409 ada tahun 2006 dan Rp. 491,0 triliun pada tahun 2007. Secara rata-rata, dalam kurun waktu tiga tahun tersebut, penerimaan perpajakan meningkat sebesar 18,9 persen. Dengan semakin meningkatnya penerimaan perpajakan, maka peranan perpajakan sebagai salah satu sumber pendapatan negara menjadi semakin penting. Hal ini dapat ditunjukkan dari besarnya kontribusi penerimaan perpajakan terhadap Universitas Sumatera Utara pendapatan negara dan hibah yang dalam periode 2005-2007 rata-rata mencapai 67,0 persen. Sejalan dengan itu, kemampuan Pemerintah dalam memungut pajak juga menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin besarnya rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB tax ratio. Pada tahun 2005 tax ratio mencapai sekitar 12,5 persen, kemudian ditargetkan meningkat menjadi 13,7 persen dalam tahun 2008. Perkembangan tax ratio selama periode 2005-2007 dan perkiraan tahun 2008 dapat dilihat pada grafik berikut : sebesar 4,0 persen. Gambar 4.3. Grafik Tax Ratio dan Pertumbuhan Penerimaan Perpajakan Selanjutnya, apabila dilihat dari komponen penyumbangnya, penerimaan perpajakan terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Dalam periode 2005-2007, pajak dalam negeri berhasil memberikan kontribusi sebesar 96,0 persen terhadap total penerimaan pajak selama tiga tahun, sedangkan pajak perdagangan internasional memberikan kontribusi Universitas Sumatera Utara Semen maan perpajakan diperkirakan mencapai Rp. 641,0 triliun kelapa sawit dan batubara. Sementara itu, di sisi tara itu, dari realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp.491,0 triliun dalam tahun 2007, Rp. 470,1 triliun atau 95,7 persen dari jumlah tersebut merupakan kontribusi dari pajak dalam negeri, sisanya Rp. 20,9 triliun atau 4,3 persen merupakan kontribusi dari pajak perdagangan internasional. Dibandingkan dengan realisasi Tahun 2006 yang mencapai Rp. 409,2 triliun, penerimaan perpajakan pada tahun 2007 berhasil meningkat sebesar Rp.81,8 triliun atau 20,0 persen. Meningkatnya penerimaan perpajakan ini didukung oleh meningkatnya penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional masing masing 18,7 persen dan 58,2 persen. Dalam tahun 2008, peneri atau 105,2 persen dari target APBN-P. Secara umum, lebih tingginya penerimaan perpajakan dalam tahun 2008 tersebut didukung oleh keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan perpajakan dan reformasi sistem administrasi perpajakan yang telah dilakukan secara intensif dan adanya perkembangan dari beberapa asumsi ekonomi makro. Selain kebijakan-kebijakan tersebut, salah satu kebijakan perpajakan yang dinilai berhasil adalah kebijakan intensifikasi yang dilakukan melalui kegiatan penggalian potensi perpajakan. Kegiatan penggalian potensi perpajakan ini dilakukan melalui pembuatan mapping, profiling dan benchmarking WP penentu penerimaan di setiap Kantor Pelayanan Pajak KPP dan penggalian secara sektoral, khususnya pada sektor-sektor yang booming, yaitu industri perkembangan ekonomi makro, tingginya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah membawa dampak positif bagi penerimaan perpajakan. Universitas Sumatera Utara Tingginya inflasi menyebabkan harga-harga di pasar domestik naik dan selanjutnya meningkatkan nilai dari transaksi bisnis yang pada gilirannya meningkatkan penerimaan PPN dan PPnBM. Disisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang diperkirakan akan terdepresiasi atau lebih reendah dari asumsi dalam APBN-P 2008, menyebabkan penerimaan bea masuk dan bea keluar akan meningkat. Selanjutnya, selain faktor-faktor tersebut, tingginya harga minyak mentah, harga komoditi pangan, dan harga CPO beserta turunannya di pasar internasional turut mendorong meningkatnya penerimaan perpajakan, khususnya bea 4.1.1.2 r, sedangkan pertumbuhan belanja pemban keluar dan PPh nonmigas. Pengeluaran Pemerintah Kebijakan belanja rutin didasarkan atas prinsip efesiensi tanpa mengurangi kualitas pelayanan kepada masyarakat, sedangkan kebijakan belanja pembangunan didasarkan atas prinsip lebih mengutamakan belanja pembangunan didasarkan atas prinsip lebih mengutamakan belanja pembangunan untuk sektor-sektor strategis dan mempunyai dampak pengganda yang besar bagi perekonomian nasional. Dalam kaitan ini dalam tahun anggaran 19961997, pertumbuhan belanja rutin telah diupayakan menurun dari 19,2 persen dalam tahun anggaran sebelumnya menjadi 17,2 persen atau dari Rp. 16.568,00 milia gunan naik dari 6,2 persen dalam tahun anggaran sebelumnya menjadi 16,2 persen atau menjadi Rp 33.454,35 miliar. Sementara itu, berbagai kebijakan deregulasi di sektor riil terus dilakukan. Beberapa kebijakan penting tersebut antara lain adalah paket deregulasi 27 Juni 1994, Universitas Sumatera Utara Paket Deregulasi 23 Mei 1995, Paket Deregulasi 26 Januari 1996, Paket Deregulasi 4 Juni 1994, serta Paket Deregulasi Juli 1997. Paket-paket deregulasi ini, antara lain berisi penurunan tarif, penyederhanaan prosedur, penanaman modal, dan kebijaksanaan perkreditan. Salah satu tujuan dari keseluruhan paket tersebut adalah untuk memperlancar distribusi dan penyediaan berbagai barang dan jasa kebutuhan rakyat serta untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia dalam menghadapi persaingan global.

4.1.2 Kebijakan Bidang