Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Customer Due Diligence

a. Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Customer Due Diligence

Prinsip dalam sistem keuangan yang dapat dimaksimalkan yaitu prinsip mengenali pengguna jasa Customer Due Diligence, yang dalam undang-undang sebelumnya dikenal dengan sebutan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles. Prinsip ini dikenal dengan mulai keluarnya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003. Undang-undang ini diikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 310PBI2003 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 310PBI2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles. Kemudian dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, istilah yang dipakai mengalami perubahan yaitu menjadi Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Customer Due Diligence, sebagai salah satu upaya untuk mencegah agar sistem perbankan tidak digunakan sebagai sarana kejahatan pencucian uang, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak cara langsung oleh para pelaku kejahatan. Untuk penerapan prinsip mengenali pengguna jasa, bank wajib menetapkan kebijakan penerimaan nasabah, kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah, kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi Universitas Sumatera Utara nasabah, dan kebijakan dan prosedur managemen resiko yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal pengguna jasa. 134 Dalam sistem pelaksanaan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, maka pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Penerapan Prinsip mengenali Pengguna Jasa, hal ini dilakukan dengan pemikiran bahwa setiap hasil kejahatan pasti akan selalu menggunakan kerumitan dalam sistem keuangan dalam upaya penyamaran atau pengaburan asal usul harta kekayaannya, Peraturan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa Customer Due Diligence ini juga merupakan faktor yang penting dalam melindungi kesehatan bank, karena dapat mengidentifikasi nasabah, pemantauan rekening nasabah, pemantauan transaksi nasabah juga kebijakan dan prosedur managemen resiko. Melalui penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Customer Due Diligence membantu bank untuk mengidentifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan suspicious transactions dan selanjutya melaporkannya kepada Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan PPATK. Semakin besarnya kegiatan usaha perbankan dan dengan adanya persaingan dalam perkembangan usaha perbankan, maka akan semakin banyak resiko yang akan dihadapi oleh bank baik itu resiko reputasi, resiko operasional, resiko hukum, dan 134 Adrian Sutedi, Op. Cit., hal 150 Universitas Sumatera Utara resiko terkonsentrasinya transaksi. 135 Memperhatikan hal ini maka bank wajib melindungi dirinya dengan penerapan prinsip mengenali nasabah secara efektif. Resiko reputasi berhubungan dengan hal-hal yang berpotensi mempengaruhi penilaian masyakat terhadap produk-produk yang dikeluarkan oleh bank tertentu, dalam hal ini penilaian masyarakat dapat berpengaruh pada integritas bank. Resiko operasional merupakan resiko kerugian yang secara langsung atau tidak langsung bersumber dari internal maupun eksternal bank. Resiko hukum berkaitan dengan kemungkinan bank menjadi target pengenaan sanksi karena tidak dipatuhinya standar prinsip mengenal nasabah. Dalam hal ini bank akan mendapat saksi baik itu sanksi administratif maupun saksi denda dari otoritas pengawas bank maupun sanksi pidana. Sanksi konsentrasi berkaitan dengan posisi aktiva dan passiva dalam bank. Dalam praktek pengawasan, pengawas bank tidak hanya berkepentingan pada sistem informasi untuk mengidentifikasi konsentrasi kredit yang dijalankan oleh bank, tetapi juga penerapan prinsip kehati-hatian oleh bank dalam menyalurkan kredit pada seseorang ataupun terhadap group kreditor. Tanpa adanya penerapan prinsip mengenal nasabah yang baik maka akan sulit bagi bank mengatasi resiko konsentrasi yang dimaksud. Kemudian di sisi passiva, resiko konsentrasi berkaitan dengan resiko adanya penarikan dana, khususnya penarikan dana dalam jumlah yang 135 Yunus Husein, “Kebijakan Bank Indonesia Tentang Pencucian Uang Money Laundering”, http:yunus husein.files-wordpess.com20070727_kebijakan-bank-indonesia_x.pdf diakses tanggal 16 Februari 2011 Universitas Sumatera Utara Dalam perkembangannya pemerintah kemudian juga mengeluarkan peraturan mengenai prinsip mengenal nasabah baik di Bank Perkreditan Rakyat BPR, Lembaga Non Bank, Pasar Modal dan Perdagangan valuta Asing. Hal ini diatur dengan PBI No. 523PBI2003 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles bagi Bank Perkreditan Rakyat BPR, PBI No. 612004 tentang Pedagang Valuta Asing, Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal No. KEP-02PM2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah, dan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 45KMK.062003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank. Semua kebijakan itu bertujuan untuk meminimalisasi ruang gerak para pelaku pencucian uang. Kejahatan pencucian uang digunakan oleh para pelaku agar dapat menikmati uang ”yang seolah-olah” bersih dengan bantuan Lembaga Keuangan maupun Lembaga Non Keuangan. Prinsip Mengenali Pengguna Jasa customer due diligence yang diterapkan oleh Penyedia Jasa Keuangan untuk mengetahui identitas nasabah dan memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Kewajiban menerapkan prinsip mengenali nasabah atau pengguna jasa dilakukan pada saat melakukan hubungan usaha dengan pengguna jasa, terjadi transaksi keuangan dengan mata uang rupiah danatau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,- seratus juta rupiah. Saat ditemukan transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan tindak pidana Universitas Sumatera Utara pencucian uang atau tindak pidana pendanaan terorisme, atau saat adanya keraguan pada kebenaran informasi yang diberikan oleh pengguna jasa. 136 Prinsip mengenali pengguna jasa customer due diligence memuat sekurang- kurangnya : 137 a. identifikasi pengguna jasa b. verifikasi pengguna jasa, dan c. Pemantauan transaksi pengguna jasa Dengan menggunakan prinsip mengenal pengguna jasa customer due diligence ini dapat dilakukan identifikasi terhadap orang pribadi maupun terhadap perusahaan jasa penyalur tenaga kerja Indonesia baik untuk tujuan domestik maupun yang melintasi batas teritorial Indonesia, sehingga akan mempersulit pengguna jasa untuk melakukan manipulasi terhadap identitas pribadiperusahaan, demikian juga terhadap transaksi keuangannya. b. Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Istilah transaksi mencurigakan suspicious transaction pertama sekali digunakan dalam The Financial Action Task Force on Money Laundering FATF dalam the Forty Recomendations tentang pemberantasan tindak pidana pencucian uang. 136 Bibit Samad Rianto, Op.Cit., hal. 15 137 Ibid Universitas Sumatera Utara Ciri-ciri umum dari transaksi keuangan mencurigakan yaitu sebagai berikut : Tidak memiliki tujuan ekonomis dan bisnis yang jelas, menggunakan uang tunai dalam jumlah yang relatif besar danatau dilakukan secara berulang-ulang di luar kewajaran, dan di luar kebiasaan dan kewajaran aktivasi transaksi nasabah. Dalam hal penanganan transaksi mencurigakan, maka ada pertanyaan- pertanyaan pokok yang dapat digunakan untuk menganalisa transaksi tersebut, yaitu 138 a. Apakah jumlah nominal dan frekuensi transaksi konsisten dengan kegiatan nominal yang selama ini dilakukan oleh nasabahpengguna jasa? b. Apakah transaksi yang dilakukan wajar dan sesuai dengan kegiatan usaha, aktivitas dan kebutuhan nasabahpengguna jasa c. Apakah pola transaksi yang dilakukan oleh nasabah tidak menyimpang dari pola transaksi uum untuk nasabah sejenisnya? d. Apabila transaksi yang dilakukan sifatnya internasional, apakah nasabah memiliki alasan yang kuat untuk menjalin usaha dengan pihak di luar negeri? e. Apakah nasabah melakukan transaksi dengan nasabah yang tergolong dalam nasabah beresiko tinggi high risk customer? Transaksi mencurigakan dengan menggunakan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan dapat diidentifikasi melalui : transaksi dan perilaku nasabah. Transaksi dibagi atas pola transaksi tunai dan pola transaksi yang tidak rasional secara ekonomis, dan transfer dana. 138 Bismar Nasution, Op. Cit., hal. 48 Universitas Sumatera Utara Identifikasi melalui Pola Transaksi Tunai dapat dilihat sebagai berikut : a. Penyetoran tunai dalam jumlah yang besar yang tidak lajim oleh perorangan maupun perusahaan b. Peningkatan penyetoran tunai yang sangat material pada rekening perorangan atau perusahaan tanpa disertai penjelasan yang memadai, khususnya apabila setoran tunai tersebut langsung ditransfer ketujuan yang tidak mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan perorangan atau perusahaan tersebut, c. Penyetoran tunai dengan memakai beberapa slip setoran dalam jumlah yang kecil sehingga total penyetoran tunai tersebut mempunyai jumlah sangat besar d. Penukaran uang tunai dengan denominasi kecil dalam jumlah besar dengan uang tunai berdenominasi besar e. Pembelian travellers checks secara tunai dalam jumlah relatif besar f. Pembelian secara tunai beberapa produk asuransi dalam jangka waktu berdekatan atau bersamaan dengan pembayaran premi sekaligus dalam jumlah besar kemudian diikuti oleh pencairan polis sebelum jatuh tempo g. Pembelian efek dengan menggunakan uang tunai, transfer atau cek atas nama orang lain. 139 Sedangkan identifikasi melalui transaksi yang tidak rasional secara ekonomis, dapat dilihat melalui : transaksi-transaksi yang tidak sesuai dengan tujuan pembukaan 139 Keputusan Kepala PPATK No. 24KEP.PPATK2003 Tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan Universitas Sumatera Utara rekening, transaksi yang tidak ada hubungannya dengan usaha nasabah, jumlah dan frekuensi transaksi di luar kebiasaan yang normal. Identifikasi transaksi melalui transfer dana dapat dilihat, yaitu : a. Transfer dana untuk dan dari offshore financial centre yang berisiko tinggi high risk tanpa alasan usaha yang jelas b. Penerimaan transfer dana dalam beberapa tahap dan setelah mencapai akumulasi jumlah tertentu yang cukup besar kemudian ditransfer ke luar secara sekaligus c. Penerimaan dan pengiriman dana dalam jumlah yang sama atau hampir sama serta dilakukan dalam jangka waktu yang relatif singkat pass-by d. Pembayaran dana dalam kegiatan ekspor impor tanpa dokumen yang lengkap. e. Transfer dana dari atau ke luar negeri yang tergolong beresiko tinggi high risk f. Penerimaan pembayaran dana dengan menggunakan lebih dari satu rekening baik atas nama yang sama atau nama yang berbeda g. Transfer dana dengan menggunakan rekening atas nama pegawai Penyedia Jasa Keuangan dalam jumlah yang diluar kewajaran. 140 Identifikasi transaksi mencurigakan melalui pola perilaku nasabah, yaitu : a. Perilaku nasabah yang tidak wajar pada saat melakukan transaksi gugup b. Nasabahcalon nasabah memberikan informasi yang tidak benar mengenai hal- hal yang berkaitan dengan identitas, sumber penghasilan atau usahanya 140 Ibid Universitas Sumatera Utara c. Nasabahcalon nasabah menggunakan dokumen identitas yang diragukan kebenarannya atau diduga palsu seperti tanda tangan yang berbeda atau foto yang tidak sama. d. Nasabahcalon nasabah enggan atau menolak untuk memberikan informasidokumen yang diminta oleh petugas Penyedia Jasa Keuangan tanpa alasan yang sah e. Nasabah atau kuasanya mencoba mempengaruhi petugas Penyedia Jasa Keuangan untuk tidak melaporkan transaksi keuangan mencurigakan dengan berbagai alasan f. Nasabah hanya membuka rekening untuk jangka pendek saja g. Nasabah tidak bersedia memberikan informasi yang benar atau segera memutuskan hubungan usahamenutup rekening pada saat petugas Penyedia Jasa Keuangan meminta informasi atas transaksi yang dilakukannya. 141 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang trafficking melalui metode pendekatan melalui transaksi mencurigakan dalam sistem keuangan dan prinsip mengenal Pengguna Jasa dalam sektor keuangan maupun non keuangan. Pengefektipan kedua metode ini dapat menghindarkan lembaga keuangan dan non keuangan dimanfaatkan sebagai media untuk membersihkan uang kotor yang didapatkan pelaku dari tindak pidana perdagangan orang. Penanggulangan tindak pidana trafficking melalui identifikasi transaksi keuangan mencurigakan dapat dilakukan dengan adanya kerjasama penyedia jasa 141 Ibid Universitas Sumatera Utara keuangan, penyedia barangjasa dengan pihak pengawas perusahaan jasa penyalur tenaga kerja, dengan memperbandingkan transaksi keuangannya dengan kredibilitas dan tingkat kegiatan dari orang pribadiperusahaan dalam melakukan kewenangannya.

2. Penerapan Perluasan Pihak Pelapor

Dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang membuat perluasan pihak pelapor sesuai dengan tuntutan FATF dimana mensyaratkan perluasan pihak pelapor, yaitu dengan memasukkan bidang profesi sebagai pihak yang wajib melapor tentang adanya dugaan tindak pidana pencucian uang ini. Pihak pelapor ditetapkan pada Pasal 17 yaitu : a. Penyedia Jasa Keuangan : bank, perusahaan pembiayaan, asuransi dan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manager investasi, kustodian, wali amanat, perposan, pedagang valas, penyelenggara e-money danatau pembayaran menggunakan kartu, koperasi simpan pinjam, pegadaian, perusahaan perdagangan berjangka, komoditas, atau penyelenggaaan kegiatan usaha pengiriman uang. b. Penyedia barang danatau jasa lain : meliputi perusahaan profertiagen proferti, pedagang kendaraan bermotor, permata, dan perhiasanlogam mulia, barang seni dan antik, atau balai lelang. Demikian juga dengan kewajiban melapor bagi pribadi orang yang membawa uang ke dan dari luar negeri Rp100.000.000,- seratus juta rupiah kepada Ditjen Bea dan Cukai, selanjutnya Ditjen Bea dan Cukai melaporkan informasi tersebut kepada PPATK. Dengan semakin bertambahnya pihak sebagai pelapor, maka akan semakin mempersempit ruang gerak bagi pelaku pencucian uang, yang merupakan tindakan Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Perpajakan Melalui Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

1 69 151

Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 71 102

Kejahatan Perdagangan Anak Sebagai Predicate Crime Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 39 136

.UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DARI HASIL KEJAHATAN NARKOTIKA MELALUI UNDANG-UNDANG NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.

0 2 14

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG uu0082010

0 0 65

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

0 0 20

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

0 0 15

BAB II UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Sejarah Terjadinya Pencucian Uang - Identifikasi Transaksi Keuangan Mencur

0 0 44

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERPAJAKAN MELALUI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

0 0 14

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang JURNAL ILMIAH

0 0 35