Tujuan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Proses pencucian uang ini dapat juga disebutkan sebagai upaya penyesatan. 90 Dengan cara ini maka kekayaan yang didapat dari hasil kejahatan diubah menjadi dana yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah atau legal. Modus tindakan ini akan selalu berkembang dari waktu ke waktu terlebih lagi dengan dukungan kemajuan tekhnologi dan sistem keuangan yang rumit.

B. Tujuan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Perkembangan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada penegakan hukum. 91 Banyak pihak yang mengakui bahwa penegakan hukum di Indonesia masih belum memenuhi harapan, baik mengenai profesionalisme aparat penegak hukum maupun mengenai perangkat peraturan perundang-undangan. Upaya untuk memenuhi tuntutan pembaharuan peraturan perundang- undangan 92 itu, maka pemerintah Indonesia terus melakukan pengkajian ulang 90 Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 14 91 Satjipto Raharjo, “Membedah Hukum Progresif”, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006, hal.122-124 , “bahwa penegakan hukum perlu dibedakan antara peraturan gezet, wet, rule dan kaidah recht, norm. Apabila kita membaca undang-undang, pertama yang dibaca adalah peraturan pasal- pasal. Berhenti pada pembacaan undang-undang sebagai peraturan bisa menimbulkan kesalahan besar karena kaidah yang mendasari peraturan itu menjadi terluputkan. Kaidah itu adalah makna spiritual, roh, sedangkan peraturan adalah penterjemahannya pada kata-kata dan kalimat.......membaca kaidah, bukan peraturan, adalah pedoman yang baik dalam penegakan hukum. Membaca kaidah adalah menyelam kedalam roh, azas, dan tujuan hukum. Ini membutuhkan perenungan.” 92 Ibid, hal. 60-61, kompleksnya permasalahan penegakan hukum sudah mulai disadari orang sejak pertengahan abad ke-20, bahwa penegakan hukum bukanlah seperti menarik garis lurus antara “dua titik”, karena penegakan hukum tidak hanya semata-mata menyangkut prinsip “peraturan dan logika” rules and logic”. Hasil-hasil penelitian lapangan membuktikan bahwa banyak faktor-faktor di luar hukum yang turut menentukan bagaimana hukum senyatanya dijalankan. Misalnya, ketika polisi dan kejaksaan melakukan penahanan, ternyata banyak faktor yang terlibat didalamnya sehingga memerlukan informasi yang luas mengenai “sosiologi penahanan” the sociology of arrest. Penelitian di amerika Serikat membuktikan bahwa faktor ras, stratifikasi sosial, kedekatan hubungan, sikap sopan tersangka dan sebagainya ikut menentukan bahwa dalam proses penahanan seseorang. Universitas Sumatera Utara kebijakan formulasi perundang-undangan di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU. Dasar filosofi pemikiran perlunya perbaikan dan penyempurnaan undang- undang TPPU adalah Pancasila sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara, hal ini berarti bahwa Pancasila sebagai norma filosofis negara dan merupakan sumber cita hukum. Undang-Undang Dasar UUD 1945 93 dalam pembukaannya menyebutkan bahwa tujuan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam upaya untuk memajukan kesejahteraan umum itu maka kejahatan yang ada dalam masyarakat harus diberantas. Salah satu bentuk kejahatan yang perlu diberantas adalah tindak pidana pencucian uang. Dasar sosiologis dari upaya penyempurnaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang adalah bahwa selama ini penegakan hukum di bidang pencucian uang belum berjalan maksimal. Penyebabnya bisa berasal dari pihak masyarakat sebagai pengguna jasa keuangan, dari pihak penyedia jasa keuangan, penyedia barangjasa, demikian juga aparat penegak hukum, maupun dari segi perangkat peraturan hukumnya. 93 Pasal 1 ayat 3 Bab I, amandemen ketiga UUD 1945 menegaskan kembali bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”. Artinya,bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum rechtstaat, tidak berdasarkan atas kekuasaan yang tidak terbatas absolutisme, sebagai konsekuensinya terdapat 3 tiga prinsip dasar yang wajib dijunjung oleh setiap warga negara Indonesia yaitu: supremasi hukum, kesetaraan dihadapan hukum, penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum itu sendiri. Universitas Sumatera Utara Peran Penyedia Jasa Keuangan dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebenarnya sangat berpengaruh pada kestabilan ekonomi dan sistem keuangan, peningkatan integritas sistem keuangan serta sebagai titik sentral dalam industri perbankan yang kompetitif dalam skala internasional. Penyedia jasa yang baik maka akan memberi manfaat bagi nasabah atau pengguna jasa yaitu memberikan rasa aman dalam bertransaksi karena tidak ada kekhawatiran bahwa penyedia jasa keuangan dimana nasabah melakukan transaksi akan dikenai sanksi sampai pada penutupan usaha. Dasar yuridis dari upaya penyempurnaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang adalah kesadaran bahwa masih adanya kelemahan dalam pengaturan dan penegakan hukum Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, karena adanya multi interpretasi terhadap rumusan delik pencucian uang, masih banyak “loopholes” dan kekurangtegasan rumusan mengenai pemberian sanksi atau ancaman hukuman yang diyakini sebagai salah satu penyebab kurang efektifnya pelaksanaan dan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang. 94 Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan mengenai tindak pidana pencucian uang itu belum dapat memberikan jaminan akan kepastian hukum dan ketertiban dalam masyarakat, sedangkan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sangat membutuhkan kepastian hukum dan penegakan hukum yang berkeadilan dan dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan. 94 Naskah Akademik, Op. Cit., hal. 19-20 Universitas Sumatera Utara Selain itu juga juga dipicu oleh perkembangan atau telah berubahnya standard internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU yang diakui oleh masyarakat internasional dan dikenal dengan sebutan FATF 95 Revised 40+9 Recs Financial Action Task Force on Money Laundering Revised 40 Recommendations and 9 Special Recommendations. FATF Revised 40+9 Recs yang merupakan standard setter dalam merumuskan dan mengukur efektifitas kebijakan suatu negara di bidang pencegahan dan pemberantasan pencucian uang di dunia. Standard internasional terbaru tersebut dikeluarkan sebagai reaksi atas berbagai praktek pencucian uang yang semakin kompleks dan meluas hingga menjamah lembaga-lembaga di luar sistem keuangan sebagai “modus operandi” terkini dalam pencucian uang. Salah satu isi dari rekomendasi itu adalah tuntutan perluasan pihak pelapor reporting parties yang wajib melaporkan transaksi keuangan mencurigakan suspisious transaction report dan tuntutannya adalah memasukkan profesi dalam 95 FATF dibentuk pada tahun 1989 oleh negara-negara yang bergabung dalan G-7 countries. FAFT merupakan intergovermental body sekaligus policy making body yang berisikan para pakar hukum, keuangan dan penegakan hukum yang membantu yurisdiksi negara dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Ada 3 tiga fungsi utama dari FAFT yaitu : memonitor kemajuan yang dicapai para anggota FAFT dalam melaksanakan langkah-langkah pemberantasan money laundering, melakukan kajian mengenai money laundering trends, techniques dan counter measures, dan mempromosikan pengadopsian dan pelaksanaan standart anti pencucian uang kepada masyarakat internasional. Pada tahun 1990, FAFT untuk pertama kalinya mengeluarkan 40 recommendations sebagai suatu kerangka yang komprehensip untuk memerangi money laundering. Sebagai reaksi atas tragedi WTC atau yang dikenal dengan peristiwa 11 September 2001. Bulan Oktober 2001 FAFT mengeluarkan 8 special recomendations untuk memerangi pendanaan terorisme atau yang dikenal dengan counter terrorist financing 40+8 recommendations menetapkan prinsip-prinsip untuk menyusun kebijakan implementasi oleh setiap negara. Pada tanggal 22 Juni 2003, FAFT mengeluarkan revised 40 recommendations pada bulan Oktober 2004 mengeluarkan 9 special recommendations atas cash couriers. Meskipun revised 40+9 recommendations bukan merupakan produk hukum yang mengikat namun rekomendasi ini dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat dan organisasi internasional sebagai suatu standard internasional untuk memerangi kejahatan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Universitas Sumatera Utara kategori pihak pelapor yaitu pengacara, notaris, profesi hukum lainnya, akuntan publik, pedagang barang-barang berharga dan perhiasan, serta lembaga profesi lainnya. Tuntutan ini menunjukkan bahwa perhatian masyarakat internasional sangat besar terhadap aktivitas pencucian uang, selain itu juga karena kesadaran akan akibat buruk dari pencucian uang itu sendiri. Sehingga dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang lebih kompleks untuk menjamin tercapainya upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang tersebut. Kegiatan pencucian uang juga sangat membawa pengaruh buruk bagi perekonomian nasional bahkan dunia. John MCDowell dan Gary Novis dari Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs, US departement of state mengemukakan bahwa pencucian uang mempunyai potensi menghancurkan ekonomi, keamanan dan konsekuensi sosial lainnya, lebih lanjut disebutkan dampak negatif pencucian uang adalah: 96 1. Undermining The Ligitimate Private Sector merongrong sektor swasta yang sah. Untuk menyembunyikan dan mengaburkan hasil-hasil kejahatannya, para pencuci uang seringkali menggunakan perusahaan- perusahaan tertentu untuk mencampuradukkan uang haram dengan uang sah. Perusahaan-perusahaan yang diciptakan untuk melakukan pencucian uang, mengelola dana dalam jumlah yang besar, yang digunakan untuk mensubsidi barang-barang atau jasa-jasa yang akan dijual dibawah harga pasar. Bahkan, perusahaan-perusahaan tersebut dapat menawarkan barang- barang dibawah harga produksi. Dengan demikian perusahaan-perusahaan tersebut memiliki competitive advantage terhadap perusahaan-perusahaan sejenis yang bekerja secara sah. Konsekuensinya adalah kebangkrutan bisnis yang sah karena kalah bersaing. 96 John McDowell Gary Novis, “Effect Negative Money Laundering”, http:www.apglm.orgissusdocs30negative EffectML_economicPerspektives May 2001.pdf, diakses 3 Mei 2011 Universitas Sumatera Utara 2. Undermining The Integrity of Financial Markets merongrong integritas pasar-pasar keuangan. Likuiditas dari lembaga-lembaga keuangan financial institutions seperti bank akan menjadi buruk apabila dalam operasionalnya cendrung mengandalkan dana hasil kejahatan. Jika sejumlah dana yang sangat besar dimasukkan kedalam bank, namun tiba- tiba ditarik maka bank tersebut akan mengalami masalah likuiditas yang sangat serius liquidity risk. 3. Loss of Control of Ekonomic Policy hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonomi, IMF memperkirakan sejumlah uang haram yang terlibat dalam kegiatan pencucian uang sekitar 2 sampai 5 persen dari gross domestic product dunia, atau sekurang-kurangnya US 600.000 juta. Apabila uang haram sebesar ini masuk dalam sirkulasi ekonomi dan perdagangan suatu negara, khususnya negara berkembang atau negara ketiga, hal ini akan mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya. 4. Economic distortion and Instability timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi. Penanaman dana hasil kejahatan untuk tujuan pencucian uang bukan semata-mata untuk mencari keuntungan, tetapi mereka lebih tertarik untuk melindungi hasil kejahatannya. Akibatnya dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Misalnya suatu industri konstruksi disuatu negara dibiayai oleh dana dari pencucian uang bukan atas dasar permintaan yang nyata, maka sewaktu-waktu pelaku pencucian uang dapat mencabut dananya, maka hal ini akan menimbulkan ketidakstabilan perekonomian dalam negara tersebut. 5. Loss of Revenue hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak. Pendapatan pajak pemerintah bisa berkurang karena kaburnya dana hasil kejahatan. Dalam hal uang hasil kejahatan dipindahkan keluar yurisdiksi negara tersebut, mengakibatkan target perolehan pajak yang telah ditetapkan dalam tahun anggaran tidak akan tercapai, akibatnya untuk memenuhi target tersebut pemerintah terpaksa membuat kebijakan untuk meningkatkan tarif pengenaan pajak, tentu hal ini yang dapat merugikan wajib pajak lainnya. 6. Risk of Privatization Effort resiko pemerintah dalam melaksanakan program privatisasi. Pelaku pencucian uang dapat mengancam upaya pemerintah dalam melaksanakan program privatisasi. Karena dengan kepemilikan dana yang sangat besar, maka mereka dapat membeli saham- saham perusahaan yang diprivatisasi, meskipun harganya jauh lebih tinggi. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menyembunyikan hasil kejahatan, bukan untuk mendapatkan keuntungan melalui investasi tersebut. 7. Reputation Risk merusak reputasi. Maraknya kegiatan pencucian uang dan kejahatan di bidang keuangan financial crimes di suatu negara dapat mengakibatkan terkikisnya kepercayaan pasar terhadap sistem dan institusi keuangan negara yang bersangkutan. Konsekuensinya dapat Universitas Sumatera Utara menghilangkan peluang-peluang bisnis yang sah, hal ini sangat mengganggu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. 8. Social cost menimbulkan biaya sosial yang tinggi. Hasil-hasil kejahatan yang telah dicuci oleh para pelaku kejahatan, besar kemungkinan dimanfaatkan kembali untuk memperluas aksi-aksi kejahatan mereka. Konsekuensinya pemerintah akan membutuhkan biaya yang besar untuk kegiatan penegakan hukum dan dampak-dampak lain yang ditimbulkannya. Apabila hasil kegiatannya pencucian uang jumlahnya sangat besar, maka dapat digunakan untuk mengalihkan kekuatan ekonomi, bahkan mengendalikan atau mengambil alih pemerintahan. Demikian besarnya akibat dari pencucian uang tersebut yang merupakan ancaman serius, tidak hanya mengancam pembangunan ekonomi dan keuangan, tetapi bagi integritas politik dan stabilitas bangsa. 97 Tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bibit Samad Rianto 98 dalam makalahnya menyatakan tindak pidana pencucian uang adalah salah satu bentuk dari tindak pidana kejahatan yang mempunyai anatomi kejahatan tersendiri yang mempunyai korelasi dengan kejahatan yang mendahuluinya dan police hazards 99 , serta faktor korelatif kriminogen tersendiri yang harus mampu dikenali, sebelum diusahakan untuk melakukan penanggulangan 97 Billy Steel, ”Conclusion”, http:www.laundryman.unet.compage14conclusions.html, diakses tanggal 5 Mei 2011 98 Bibit Samad Rianto, “Korelasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Korupsi”, Makalah Sosialisasi Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dari Perspektif Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, Medan 14 April 2011. hal. 3 99 Police hazards adalah kondisi didalam masyarakat yang menimbulkan kerawanan apabila tidak segera diantisipasi oleh petugasmasyarakat atau peralatan secara tepat. Police hazards dapat berupa manusia, police hazard lokasi, police hazard barang dan police hazard kegiatan. Universitas Sumatera Utara dan pencegahan yang efektif. 100 Pengenalan akan korelasi antara tindak pidana asal dengan tindak pidana pencucian uang akan membuka jalan bagi upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Alasan lain perlunya revisi kebijakan yaitu karena pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, serta penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana. 101 Penegakan hukum tindak pidana pencucian uang dilakukan melalui pendekatan anti pencucian uang anti-money laundering strategy. Dengan pendekatan anti pencucian uang ini, pengungkapan tindak pidana dan pelakunya dilakukan melalui penelusuran transaksi keuangan atau aliran dana follow the money. Penelusuran transaksi keuangan atau aliran dana merupakan cara yang paling mudah untuk memastikan terjadinya kejahatan, menemukan pelakunya, dan tempat dimana hasil kejahatan disembunyikan atau disamarkan. 102 Pendekatan ini tidak terlepas dari pemikiran dan keyakinan bahwa hasil kejahatan proceeds of crime merupakan life-blood of the crime, artinya hasil kejahatan merupakan “darah” yang menghidupi tindak kejahatan itu sendiri sekaligus merupakan titik terlemah dari mata rantai kejahatan. 100 Bibit Samad Rianto, Loc.Cit., hal. 3 101 Konsideran Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. 102 Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 38 Universitas Sumatera Utara Upaya memotong mata rantai kejahatan ini selain relatif mudah dilakukan, juga akan menghilangkan motivasi para pelaku untuk mengulangi kejahatan. Hilangnya motivasi tersebut karena tujuan pelaku kejahatan untuk menikmati hasil kejahatannya menjadi terhalang atau sulit dilakukan. Para pelaku kejahatan tidak memiliki kemampuan lagi untuk melanjutkan kegiatannya karena modalnya telah disita dan dirampas untuk kepentingan bangsa dan negara. 103 Dengan pendekatan follow the money ini, selain dapat menelusuri dan menyelamatkan aset hasil kejahatan untuk kepentingan negara, dalam beberapa kasus, aliran dana yang berhubungan dengan suatu transaksi keuangan dapat pula menghubungkan suatu kejahatan dengan pelaku utamanya intellectual dader, dimana dengan pendekatan konvensional follow the suspect hal tersebut sulit untuk dilakukan. Dalam upaya memenuhi semua kebutuhan ini maka pemerintah terus berusaha untuk menciptakan aturan yang lebih baik. Semula tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003. Kedua undang-undang ini masih banyak memiliki kelemahan yang dapat digunakan sebagai celah bagi pelaku pencucian uang. 103 Ibid., hal 225 Universitas Sumatera Utara Kelemahan-kelemahan dimaksud antara lain: 104 1. Kriminalisasi perbuatan pencucian uang yang multi interpretatif, banyaknya unsur yang harus dipenuhi atau dibuktikan sehingga menyulitkan dalam hal pembuktian; 2. Kurang sistematis dan tidak jelasnya klasifikasi perbuatan yang dapat dijatuhi sanksi berikut bentuk-bentuk sanksinya; 3. Masih terbatasnya pihak pelapor reporting parties yang harus menyampaikan laporan kepada PPATK termasuk jenis laporannya 4. Tidak adanya landasan hukum mengenai perlunya penerapan prinsip mengenali pengguna jasa Customer Due Diligence oleh pihak pelapor 5. Terbatasnya instrumen formal untuk melakukan deteksi dan penafsiran serta penyitaan aset hasil kejahatan 6. Terbatasnya pihak yang berwenang melakukan penyidikan TPPU 7. Terbatasnya kewenangan PPATK. Kelemahan-kelemahan tersebut yang mengakibatkan tidak maksimalnya pendekatan anti pencucian uang dalam mendukung dan membantu upaya penegakan hukum atas tindak pidana asal predicate crime seperti tindak pidana korupsi, penyuapan, perdagangan orang, narkotika dan psikotropika, tindak pidana ekonomi perbankan, pasar modal, perasuransian, pajak, kepabeanan, cukai dsb, serta tindak pidana terorisme. Kelemahan-kelemahan diatas berusaha dieliminasi pada Undang- Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 104 Yunus Husein, “Urgensi Pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”, disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat Umum RDPU Panitia Khusus Pansus RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan Kepala PPATK tanggal 6 Mei 2010 di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, hal 4 Universitas Sumatera Utara Adapun tujuan dari undang-undang ini adalah : 105 1. memperkokoh komitmen bangsa Indonesia untuk menegakkan rezim anti tindak pidana pencucian uang di Indonesia 2. mendukung dan meningkatkan efektivitas upaya penegakan hukum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang 3. memberi dasar hukum yang kuat dan kemudahan dalam pendeteksian, penafsiran dan penyitaan hasil kejahatan 4. menyesuaikan pengaturan mengenai tindak pidana pencucian uang dengan standar internasional yang telah mengalami perubahan serta ketentuan anti- money laundering strategy yang berlaku secara internasional sebagai international best practice 5. untuk lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat baik dalam maupun luar negeri terhadap penegakan hukum di Indonesia dalam kasus-kasus tindak pidana pencucian uang Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari penyusunan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, adalah : 106 1. memelihara dan menjaga stabilitas dan integritas sistem keuangan nasional dari tindak pidana pencucian uang 2. mencegah dan memberantas kejahatan yang melibatkan harta kekayaan dalam jumlah yang signifikan sekaligus mencegah diulangi dan diperluasnya kejahatan tersebut 3. meningkatkan koordinasi penegakan hukum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang 4. meningkatkan penerimaan negara melalui penyitaan dan perampasan hasil kejahatan 5. memenuhi dan mengikuti standard internasional yang telah berubah sebagaimana tercermin dalam ”Revised 40+9 FATF Recs” serta ketentuan anti-money laundering regime yang berlaku secara internasional international best practice. Beberapa hal yang kemudian direvisi dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu : 105 Ibid, tujuan ini diadopsi dari tujuan penyusunan Rancangan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang 106 Ibid, sasaran ini diadopsi dari sasaran penyusunan Rancangan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Universitas Sumatera Utara perumusan delik yang lebih sederhana dengan unsur yang bersifat alternatif, sehingga Penuntut Umum tidak perlu membuat dakwaan secara subsider berlapis dari huruf a sampai dengan huruf g. Rumusan itu terdapat dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa : Tindak pidana pencucian uang adalah setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang. Kemudian dalam Pasal 4 disebutkan : Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenanya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana karena tindak pidana pencucian uang. Pasal 5 ayat 1, disebutkan : Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dipidana karena tindak pidana pencucian uang. Ketiga pasal ini merumuskan tindak pidana dengan cara yang lebih sederhana, sehingga aparat penegak hukum dapat lebih mudah melakukan penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan dalam penanganan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya disempurnakan juga kriminalisasi perbuatan yang terkait dengan pencucian uang yaitu : setiap orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang. 107 Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap orang yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya tidak menjaga kerahasiaan dokumen atau keterangan yang diwajibkan kerahasiaannya. 108 Perbuatan yang melanggar ketentuan bahwa direksi, komisaris, pengurus atau pegawai pihak pelapor dilarang memberitahukan kepada pengguna jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK. 109 Perbuatan yang melanggar ketentuan mengenai pejabat atau pegawai PPATK atau Lembaga Pengawas dan Pengatur dilarang memberitahukan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang akan atau telah dilaporkan kepada PPATK secara langsung atau tidak langsung dengan cara apa pun kepada Pengguna Jasa atau pihak lain. 110 Pelanggaran ketentuan dalam hal campur tangan terhadap tugas dan 107 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 10 108 Ibid., Pasal 11 109 Ibid., Pasal 12 ayat 1 110 Ibid., Pasal 12 ayat 3 Universitas Sumatera Utara kewenangan PPATK, 111 yang terakhir adalah sehubungan dengan ketentuan tentang kerahasiaan pihak pelapor. 112 Revisi yang berikutnya adalah mengenai pelaporan dan pengawasan kepatuhan yaitu membuat perluasan pihak pelapor reporting parties hingga mencakup penyedia barangjasa designated non-financial business dan profesi tertentu profession. Seiring dengan ketentuan FATF revised 40+9 recommendations, maka pihak pelapor perlu diperluas hingga mencakup penyedia barang danatau jasa lainnya seperti perusahaan propertiagen properti, dealer mobil, pedagang permata dan perhiasanlogam mulia, pedagang barang seni dan antik, atau balai lelang. Dengan adanya perluasan pihak-pihak yang memiliki kewajiban pelaporan akan semakin memperbanyak jumlah pelaporan, volume data base bertambah, dan bahan analisis semakin kayaluas. Pada akhirnya hasil analisis secara optimal dapat dimanfaatkan oleh penegak hukum untuk pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sehubungan dengan ketentuan pelaporan ada beberapa ketentuan yang kembali ditegaskan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu : a. Pengukuhan Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang dimaknai sebagai Customer Due Diligence CDD 111 Ibid., Pasal 14 d Pasal 37 ayat 3 112 Ibid., Pasal 83 ayat 1 dan Pasal 85 ayat 1 Universitas Sumatera Utara b. Pemberian kewenangan kepada pihak pelapor untuk menunda mutasi atau pengalihan aset. c. Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi administrasi Selanjutnya, dalam undang-undang ini ditentukan bahwa yang penting untuk dilaporkan oleh pihak pelapor adalah informasi yang berkaitan dengan : a. Laporan transaksi keuangan mencurigakan suspicious transaction report b. Laporan transaksi keuangan tunai dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,- lima ratus juta rupiah atau dengan mata uang asing yang nilainya setara baik yang dilakukan sekaligus atau beberapa kali transaksi c. Laporan transaksi transfer dana ke dalam atau ke luar negeri d. Laporan pembawaan uang tunai dan istrumen pembayaran lain ke dalam atau keluar daerah pabean Indonesia Kontrol terhadap pembawaan uang tunai termasuk hingga mencakup Bearer Negotiable Instrument BNI ke dalam atau ke luar wilayah pabean Indonesia, hal ini bukan hanya dalam konteks menjaga stabilitas nilai tukar mata uang rupiah dan mencegah internasionalisasi mata uang rupiah, tetapi juga sangat penting dalam konteks pencegahan dan pemberantasan TPPU. 113 Dalam undang-undang ini pelanggaran terhadap ketentuan pembawaan uang ke dalam atau ke luar wilayah pabean Indonesia diberikan sanksi administrasi yang lebih mudah untuk dilaksanakan, bila dibandingkan dengan pemberian sanksi pidana. 113 Naskah Akademik, Op. Cit., hal. 41 Universitas Sumatera Utara Penjatuhan sanksi administratif terhadap pelanggaran kewajiban pelaporan pembawaan uang tunai dilakukan secara langsung oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sebagai instansi pemerintah yang berkompeten mengawasi lalu lintas barang dalam wilayah kepabeanan Indonesia. Dalam hal terdapat kekhawatiran bahwa pembawaan uang tersebut sebenarnya adalah praktek pencucian uang, maka Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selaku penyidik 114 tindak pidana di bidang kepabeanan dapat melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut. Selanjutnya diatur juga mengenai penataan kembali kelembagaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK yang meliputi : a. Revitalisasi fungsi, tugas dan wewenang PPATK PPATK selaku focal point dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna. Adapun fungsi, tugas dan kewenangannya tetap memperhatikan ”standar minimum” yang telah ditentukan oleh FATF Revised 40+9 recommendations. Namun yang terpenting, pengembangan organisasi PPATK harus disesuaikan dengan kebutuhan domestik dalam mencegah dan memberantas TPPU serta membantu penegakan hukum atas tindak pidana lainnya. b. Restrukturisasi dan reorganisasi kelembagaan Dalam konteks penataan kelembagaan ini, telah ditetapkan dasar dan arah “restrukturisasi” atau “reorganisasi“ kelembagaan PPATK sesuai dengan fungsi, 114 Penyidik dalam tindak pidana pencucian uang terdiri dari : Kepolisian, Kejaksaan, KPK, BNN, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai. Universitas Sumatera Utara tugas dan kewenangan yang akan berkembang. Sebagai lembaga yang melaksanakan kegiatan intelijen di bidang keuangan, maka perlu diperjelas kedudukan dan status kepala sebagai penanggung jawab lembaga yang memimpin dan mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang PPATK. c. Pembenahan SDM Maksud dari pembenahan sumber daya manusia SDM disini adalah bahwa pelaksanaan tugas dari PPATK adalah bersifat khusus sehingga memerlukan pengembangan management sumber daya manusia SDM yang bersifat meritokrasi. Hal ini tentunya memerlukan pengaturan yang lebih lanjut dan spesifik, demikian juga susunan oganisasi dan tata kerja dari PPATK perlu dijabarkan dengan peraturan pelaksana. 115 Penataan Kembali Hukum Acara Pemeriksaan juga diatur dalam Undang- Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu memberikan wewenang kepada PPATK sebagai “penyelidik”. 116 Hal ini terjadi karena selama ini banyak laporan analisis transaksi keuangan dari PPATK yang belum dapat ditindaklanjuti secara maksimal oleh penyidik. 115 Yunus Husein, “Urgensi Pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”, Op. Cit., hal. 20 116 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP menyebutkan bahwa wewenang penyelidik adalah menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana, mencari keterangan dan alat bukti, menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. Selain itu atas perintah penyidik dapat melakukan penangkapan, pelarangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penyitaan. Pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret seseorang, membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik. Universitas Sumatera Utara Sampai dengan akhir bulan April 2010, PPATK telah menyampaikan Laporan Hasil Analisis kepada penegak hukum sebanyak 1.219 seribu dua ratus sembilan belas Laporan Hasil Analisis LHA terkait dengan analisis dari 2.442 dua ribu empat ratus empat puluh dua Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan LTKM. Rinciannya, sebanyak 92 atau setara dengan 1. 094 seribu sembilan puluh empat Laporan Hasil Analisis LHA diserahkan kepada Kepolisian dan 8 atau setara dengan 90 sembilan puluh Laporan Hasil Analisis LHA, diberikan kepada Kejaksaan. Berdasarkan hasil analisis yang disampaikan kepada penegak hukum, tindak pidana Korupsi menjadi tindak pidana yang paling banyak yaitu sebanyak 486 empat ratus delapan puluh enam Hasil Analisis HA dengan jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait sebanyak 1.030 seribu tiga puluh. Diikuti oleh tindak pidana penipuan 357 tiga ratus lima puluh tujuh. 117 Dari hasil pemantauan PPATK, sampai dengan akhir tahun 2009, hanya ada 26 dua puluh enam putusan terkait tindak pidana pencucian uang atau yang diputusan oleh pengadilan dengan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Sebagian besar laporan PPATK yang ditindaklanjuti hingga ke pemeriksaan di sidang pengadilan akhirnya diputus dengan menggunakan undang- undang lain terutama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Salah satu penyebab tidak maksimalnya pemanfaatan laporan PPATK, karena PPATK dalam melakukan analisisnya hanya terbatas pada laporan diatas kertas 117 Yunus Husein, “Urgensi Pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”, Op. Cit., hal. 22 Universitas Sumatera Utara sehingga tidak dapat membuat terangnya suatu peristiwa dan tidak mengetahui kondisi yang sesungguhnya karena tidak memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap pihak terkait guna mendapatkan kebenaran materil. 118 Dengan tambahan kewenangan tersebut, laporan PPATK akan lebih matang dan tinggal dilengkapi oleh penyidik melalui proses penyidikan yang bersifat pro- justisia. Hasil penyelidikan yang disampaikan oleh PPATK, diharapkan dapat memperkuat keyakinan para penyidik tindak pidana asal untuk melanjutkan proses penegakan hukum termasuk mengambil tindakan-tindakan untuk mengamankan rekeningaset sehingga tidak dibawa lari atau dialihkan kepada pihak ketiga yang akan mempersulit pengungkapan kasus yang berasal dari laporan PPATK. Penataan Hukum Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Pencucian Uang meliputi : a. Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang Multi Investigator Peraturan perundang-undangan No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, hanya menetapkan penyidik dari Kepolisian Negara RI POLRI sebagai satu-satunya penyidik yang berwenang melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka undang-undang ini 118 Yenti Garnasih, “Anti Pencucian Uang Di Indonesia dan Kelemahan Dalam Implementasinya”, http:opinihukumkasus-ic-bni.blogspot.com200807anti-pencucian-uang-di- indonesia-dan.html. akses tanggal 11 Mei 2010, tanpa halaman. Universitas Sumatera Utara memberikan kewenangan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang kepada penyidik tindak pidana asal, hal ini merupakan multi-investigators system yang akan lebih mempermudah dalam mengaitkan antara perkara Tindak Pidana Pencucian Uang itu sendiri dengan perkara pokok yang sedang disidik oleh instansi yang bersangkutan, sehingga koordinasi tidak memakan waktu yang lebih panjang dan sangat memudahkan Jaksa dalam melakukan pembuktian di Pengadilan. b. Perlindungan bagi Pelapor dan Saksi. Pengaturan perlindungan bagi pelapor dan saksi ini dapat dipandang sebagai penegasan dari undang-undang bahwa terhadap pelapor dan saksi diberikan perlindungan khusus oleh negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa danatau hartanya termasuk keluarganya dari pihak manapun. c. Pengembangan kerjasama dan koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pengembangan kerjasama dan koordinasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini juga merupakan salah satu pilar terpenting di dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia dan merupakan prasyarat utama di dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Beberapa materi penting yang diatur antara lain penegasan pentingnya kerjasama dengan pihak terkait di dalam lingkup nasional maupun internasional yaitu bisa dalam bentuk pertukaran informasi, bantuan teknis, pertukaran staf, dan pendidikanpelatihan, bantuan timbal balik dalam masalah pidana mutual legal Universitas Sumatera Utara assistance in criminal matters, serta Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Komite TPPU. Hingga saat ini kerjasama pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah dilakukan dengan baik, meskipun kuantitas dan kualitasnya masih harus ditingkatkan di masa mendatang. PPATK sebagai financial intelligence unit FIU, focal point dan regulator pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah melakukan kerjasama domestik dan internasional dengan berbagai pihak, baik melalui penandatanganan nota kesepahaman memorandum of understanding maupun tanpa nota kesepahaman. Hal ini berkaitan dengan Undang-undang No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana yang menjadi undang-undang induk umbrella act dari pengaturan masalah bantuan timbal balik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa upaya penyempurnaan Undang- Undang Tindak Pidana Pencucian Uang bertujuan untuk menghancurkan penggunaan uang hasil kejahatan hilir, dengan harapan menghancurkan juga tindak kejahatan pokok di hulunya, seperti kejahatan narkotik, korupsi, penyelundupan senjata, perdagangan wanita dan anak-anak serta judi. 119

C. Trafficking Sebagai Predicate Crime Tindak Pidana Pencucian Uang

Dokumen yang terkait

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Perpajakan Melalui Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

1 69 151

Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 71 102

Kejahatan Perdagangan Anak Sebagai Predicate Crime Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 39 136

.UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DARI HASIL KEJAHATAN NARKOTIKA MELALUI UNDANG-UNDANG NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.

0 2 14

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG uu0082010

0 0 65

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

0 0 20

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

0 0 15

BAB II UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Sejarah Terjadinya Pencucian Uang - Identifikasi Transaksi Keuangan Mencur

0 0 44

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERPAJAKAN MELALUI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

0 0 14

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang JURNAL ILMIAH

0 0 35