BAB II BENTUK KEJAHATAN TRAFFICKING DALAM
SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
A. Pengertian Trafficking
Kejahatan trafficking perdagangan orang atau yang dapat dikategorikan sebagai “perbudakan modren” adalah merupakan persoalan global sangat serius.
35
Hal ini merupakan suatu permasalahan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia HAM. Perlindungan terhadap Hak Azasi Manusia menekankan bahwa setiap orang
dilahirkan memiliki kebebasan, dengan harkat dan martabat yang sederajat, serta berhak atas perlindungan tanpa diskriminasi.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengatur bahwa bangsa Indonesia mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, kemudian wajib mengakui persamaan derajat, persamaan hak
dan kewajiban azasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
36
Undang-Undang Dasar 1945
dalam rumusan salah satu pasalnya disebutkan mengenai
hak untuk tidak diperbudak.
37
Untuk
mewujudkan
perlindungan hak tersebut,
35
Karen E. Bravo, “Human Trafficking: Global and National Responses To The Cries for Freedom,” Article, Westlaw: University of St. Thomas Law Journal, 2009, hal. 2
36
Pancasila sila ke-2, butir kesatu dan kedua
37
UUD 1945 Pasal 28 ayat 1, hasil amandemen ke-2, tanggal 18 Agustus 2000
Universitas Sumatera Utara
maka
Pe
merintah Indonesia memandang perlu untuk melakukan pengaturan tersendiri mengenai tindak pidana trafficking perdagangan orang.
Secara universal juga telah diakui bahwa setiap manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Setiap orang berhak atas kehidupan,
pekerjaan, kemerdekaan, dan keamanan pribadi.
38
Namun terkadang dalam upaya memperoleh hak-hak tersebut diperhadapkan pada beragam tantangan dan perlakuan
yang melanggar Hak Asasi Manusia yang disertai dengan kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.
Trafficking perdagangan orang bukan merupakan bentuk kejahatan yang baru dikenal. Dalam sejarah bangsa Indonesia, perdagangan orang pernah terjadi
yaitu melalui perbudakan atau perhambaan. Pada masa kerajaan, perdagangan perempuan merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan feodal.
39
Perdagangan orang lebih terorganisir dan berkembang pesat pada masa penjajahan Belanda, hal ini terlihat dari adanya perbudakan tradisional dan perseliran untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat Eropa. Perdagangan orang ini dapat berbentuk
38
Founding Father negara Indonesia mengatur tentang Hak Azasi Manusia HAM ini dalam pasal- pasal Batang Tubuh Undang-Undang Dasar UUD 1945, ini yang menjadi dasar bagi pelaksanaan
perlindungan Hak Azasi Manusia HAM di Indonesia.
39
Farhana, Op.Cit., hal. 1, pada masa itu konsep kekuasaan raja digambarkan sebagai kekuasaan yang bersifat agung dan mulia, kekuasaan raja tidak terbatas, sehingga raja bebas memiliki selir yang
banyak. Selir-selir ini sebahagian merupakan putri-putri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan, selain itu ada juga sebagai persembahan dari kerajaan lain, dan ada juga yang
berasal dari lingkungan masyarakat bawah yang dijual atau diserahkan oleh keluarganya dengan maksud agar keluarga tersebut mempunyai keterkaitan dengan keluarga istana.
Universitas Sumatera Utara
kerja rodi, penjualan anak perempuan untuk mendapatkan imbalan materi dan kawin kontrak,
40
demikian juga halnya dengan masa penjajahan Jepang.
41
Pada awal perkembangan perdagangan orang belum merupakan tindak pidana, sehingga tidak ada hukuman yang diberikan pada para pelaku perdagangan orang
tersebut. Kemudian, pada masa kemerdekaan perdagangan orang dinyatakan sebagai tindakan yang melawan hukum. Hal ini dengan pemikiran bahwa perdagangan orang
tersebut telah meluas baik dalam bentuk jaringan kejahatan yan terorganisir, antar negara maupun internal negara, maka timbul keinginan pemerintah untuk mencegah
dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang dengan melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan pelaku, perlindungan korban, dan peningkatan
kerjasama.
42
Pemerintah Indonesia mengkriminalisasi perdagangan orang dengan Pasal 297 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP yang secara eksplisit mengatur
tentang perdagangan orang. Pasal itu mengatur bahwa memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya
6 enam tahun. Pasal-pasal yang sering dipakai sebagai dasar hukum untuk menjerat pelaku trafficking perdagangan orang adalah Pasal 285, Pasal 287-298, Pasal 324,
dan Pasal 506 KUHP. Pengaturan dalam KUHP masih membutuhkan penyempurnaan agar dapat menjerat setiap kegiatan atau modus baru perdagangan orang.
40
Ibid., hal. 2
41
Ibid., hal. 3, pada masa ini Jepang bukan hanya memaksa perempuan pribumi menjadi pelacur, tetapi Jepang juga membawa perempuan dari Singapura, Malaysia, dan Hongkong ke Jawa untuk
melayani Perwira Tinggi Jepang.
42
Konsideran Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan pemerintah dilakukan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional RAN Penghapusan
Perdagangan Perempuan dan Anak, yang salah satu tujuan kuncinya adalah untuk mendorong danatau menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perdagangan orang, khususnya perdagangan perempuan dan anak. Dalam Deklarasi Universal tentang Hak Azasi Manusia DUHAM
43
dinyatakan bahwa pengakuan martabat dan hak yang sama dan mutlak umat manusia adalah dasar dari kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia, dan bahwa aspirasi
tertinggi rakyat adalah penikmatan kebebasan mengeluarkan pendapat, kepercayaan, dan bebas dari rasa takut dan kekurangan.
44
Lebih lanjut diatur juga bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat pekerjaan yang adil dan
menguntungkan.
45
Kenyataannya dalam pelaksanaannya upaya masyarakat untuk keinginan memperoleh pekerjaan untuk kehidupan yang layak menyebabkan banyak
yang terperangkap dalam sebuah perdagangan orang. Perdagangan orang terjadi dengan tidak memandang jenis kelamin dan usia, baik laki-laki atau perempuan,
dewasa atau bahkan anak-anak.
46
43
Deklarasi Universal tentang Hak Azasi Manusia DUHAM diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948, yang merupakan standar umum mengenai pemajuan dan mendorong
penghormatan terhadap hak dan kebebasan manusia sebagai landasan dari keadilan, kebebasan dan kedamaian.
44
Achie Sudiarti Luhulima, “ Bahan Ajar Tentang Hak Perempuan”, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2007, hal. 38-39
45
Ibid., hal 78
46
Administrator, ”Trafficking di Indonesia“, http:www.humantrafficking.orgcountries Indonesia, diakses tanggal 2 Mei 2011
Universitas Sumatera Utara
Daerah-daerah di Indonesia yang dulunya hanya sebagai daerah penerima sekarang berubah menjadi daerah transit, bahkan sebagai daerah pengirim dan
sebaliknya. Perdagangan orang terjadi tidak hanya lintas daerah dalam wilayah Indonesia namun telah meluas menjadi lintas negara atau antar negara.
47
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia UU HAM dalam Pasal 65 diatur secara eksplisit mengenai kriminalisasi perdagangan
orang tersebut yaitu dengan menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan ekploitasi dan pelecehan seksual, penculikan,
perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Pasal 9 huruf c Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa perbudakan merupakan salah satu kejahatan
kemanusiaan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik. Penjelasan pasal ini menyebutkan dengan tegas bahwa perbudakan adalah
termasuk tindakan perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak-anak. Perkembangan selanjutnya yaitu lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang UU PTPPO, undang-undang ini semakin memperjelas pemahaman tentang tindak pidana ini.
47
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1 ayat 1 UU PTPPO berbunyi : Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalagunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang
yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan didalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan
orang tersebut tereksploitasi. Penjelasan umum dari undang-undang ini menyebutkan bahwa perdagangan
orang adalah bentuk modren dari perbudakan manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan
martabat manusia. Kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi ini dimanfaatkan
oleh orang atau sekelompok orang untuk melakukan atau mengembangkan kejahatannya. Salah satu bentuk kejahataan yang berkembang itu adalah perbudakan
atau perhambaan dalam bentuk yang baru yaitu perdagangan orang trafficking, yang beroperasi secara tertutup dan terorganisasi dan disertai dengan semakin
canggihnya peralatan dan modus operandinya.
48
Monsignor Franklyn M, menyatakan bahwa :
49
Human trafficking is not a new phenomenon. Since a decade or so, however, this appalling practice has reached epidemic proportions. Listed as one of
the three most profitable organized crimes alongside the trafficking of weapons and drugs and intrinsically related to them, human trafficking is
part of the dark side of reality virtually everywhere. The U.S. State Departments 2007 report on human trafficking estimates that 800,000 people
48
Karen E. Bravo, Op.Cit., hal. 2
49
Monsignor Franklyn M.
, “
International Trafficking in Persons : Suggested Responses to a scourge of Humankind“, Westlaw : Intercultural Human Rights Law Review, 2008, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
are being trafficked across borders each year, with 80 of the victims being women and children, and up to 50 minors.
Protokol untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku perdagangan orang khusus perempuan dan anak, Suplemen Konvensi PBB untuk Melawan
Organisasi Kejahatan Transnasional, Protokol ini memberi pengertian perdagangan orang adalah :
a. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan
seseorang, dengan ancaman atau kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalagunaan
kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari
seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, eksploitasi untuk melacurkan orang
lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, penghambaan
atau pengambilan organ tubuh.
b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang
dimaksud yang dikemukakan dalam sub alinea a ini tidak relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam subalinea a digunakan.
c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan
seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang
dikemukakan dalam subalinea a pasal ini.
d. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun.
50
Dalam suplemen ini juga disebutkan maksud dibuatnya protokol ini yaitu :
untuk mencegah dan melawan perdagangan terhadap orang, memberi perlindungan kepada perempuan dan anak-anak, untuk melindungi dan mendampingi korban
perdagangan orang dengan penuh kepedulian terhadap hak-hak azasi mereka.
51
50
Farhana, Op.Cit., hal. 21
51
Achie Sudiarti Luhulima, Op.Cit., hal. 182
Universitas Sumatera Utara
Kathleen K. Hogan dalam komentarnya mengatakan “Human trafficking is a very profitable form of organized crime. It is the most profitable form of illegal trade
worldwide, second to the trafficking of arms and drugs. Criminal groups make more than nine billion dollars in annual revenue globally from the trafficking of human
beings
.
52
Dengan demikian dapat dilihat bahwa Trafficking perdagangan orang merupakan tindak pidana yang bisa dilakukan oleh perorangan dan sindikasi
organised crime yang sangat menguntungkan karena perputaran uang yang sangat besar. Sebagai bukti bahwa kejahatan perdagangan orang adalah merupakan
kejahatan yang sangat menguntungkan, hal itu bisa dilihat dari perkembangan tindak kejahatan ini dari tahun ke tahun.
Data International Organization of Migration IOM Indonesia, disebutkan Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara pengirim terbesar dengan
total persentase sebesar 99,71 sembilan puluh sembilan koma tujuh puluh satu persen, diikuti oleh negara Uzbekistan sebesar 0.24 nol koma dua puluh empat
persen dan Kamboja dan Ukraina masing-masing dengan persentase 0.03 nol koma nol tiga persen.
53
52
Kathleen K. Hogan, “Comment Slavery In The 21
st
Century and In New York : What Has The State Legislature Done?”, West law : Albany Law School, 2008, hal. 2
53
International Organization Migration IOM Indonesia, http:www.iom. or.id loadpdf.jsp?lang=eng=upd2fike=custatistics2010June201028072010.pdf, diakses tanggal 27 April
2011
Universitas Sumatera Utara
Data perdagangan orang dengan kategori provinsi pengirim atau daerah asal di Indonesia, lima kota yang menduduki peringkat teratas adalah Jawa Barat,
Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara.
54
Dari semua data kejahatan trafficking perdagangan orang yang terjadi sebagian besar kejahatan itu dilakukan ke luar negeri dengan negara tujuan Malaysia,
Saudi Arabia dan Singapura,
55
ketiga negara ini menduduki 3 tiga peringkat teratas. Dari penelitian yang dilakukan International Organization Migration IOM
Indonesian, dapat dilihat bahwa kejahatan trafficking perdagangan orang yang dilakukan oleh agen sejumlah 2059 dua ribu lima puluh sembilan kasus atau
sebanyak 54.40 , agen penyalur resmi sebanyak 736 tujuh ratus tiga puluh enam kasus atau sebanyak 19.54 , anggota keluarga sebanyak 260 dua ratus enam puluh
kasus atau sebanyak 6.87 , teman 236 dua ratus tiga puluh enam kasus atau sebanyak 6.24 , tetangga sebanyak 232 dua ratus tiga puluh dua kasus atau
sebanyak 6.13 , kontak pribadi ada 112 seratus dua belas kasus atau sebanyak 2.96 , sedangkan yang tanpa data sebanyak 150 seratus lima puluh kasus atau
sekitar 3.96 .
56
Meskipun kejahatan trafficking perdagangan orang telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, tetapi aparat penegak hukum masih belum
bisa memaksimalkan perannya dalam memberantas trafficking, hal ini dapat terjadi karena ringannya hukuman yang diberikan kepada para pelaku trafficking di
54
Ibid., hal. 2
55
Ibid., hal. 4
56
Ibid., hal. 6
Universitas Sumatera Utara
Indonesia.
57
Akibatnya kasus trafficking bukannya dapat diatasi tetapi sebaliknya makin meningkat.
Peningkatan ini juga terjadi karena beberapa faktor seperti adanya kelemahan pada perangkat hukum peraturan perundang-undangan dan juga adanya faktor-
faktor di luar peraturan perundang-undangan. Kelemahan pada perangkat hukum disebabkan adanya peraturan yang sulit untuk diterapkan pada kasus-kasus trafficking
yang ditangani oleh aparat penegak hukum.
58
Faktor-faktor di luar peraturan perundang-undangan misalnya adanya pandangan masyarakat tentang perempuan yang menganggap bahwa bila ada
kejahatan yang terjadi pada dirinya, maka hal itu merupakan kesalahannya sendiri. Selain itu ada juga pandangan masyarakat yang enggan terlibat dengan masalah
orang lain terutama yang berhubungan dengan polisi karena akan merugikan diri sendiri, alasan lainnya ada kecendrungan paradigma pemerintah yang memandang
tenaga kerja sebagai komoditi penghasil devisa negara, kemudian adanya faktor- faktor sosial yang berkembang di masyarakat, misalnya masih adanya diskriminasi
terhadap perempuan. Ada juga kelemahan yang datang dari aparat penegak hukum yang disebabkan ketidaktahuan mereka tentang masalah trafficking perdagangan
orang.
59
57
Banyak kasus trafficking diputus hakim Pengadilan Negeri dengan pidana jauh lebih rendah dari batas minimal yang ditetapkan oleh undang-undang.
58
Farhana, Op.Cit., hal. 137
59
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Bachtiar H. Tambunan mengatakan bahwa kesulitan untuk memberantas trafficking karena beberapa kendala yaitu :
60
1. luas wilayah Indonesia yang tidak sebanding dengan petugas pengawas di
perbatasan. 2.
kemampuan penyidik polisi yang masih rendah, sedangkan tempat kejadian perkara terkadang melintasi dua negara, hal ini menimbulkan
masalah dalam pelaksanaan penyidikan.
3. belum adanya atau jarangnya kerjasama antar negara untuk
menindaklanjuti kasus trafficking dan sulitnya melakukan penyidikan apabila tempat kejadian perkara di luar negeri dan tersangkanya adalah
warga negara asing.
5 - June Menghadapi kondisi ini, maka diperlukan kebijakan yang lebih dapat
mengatur secara komprehensif mengenai pencegahan, penanganan, penanggulangan, dan penegakan hukum atas tindak pidana perdagangan orang.
B. Bentuk-bentuk Trafficking