Studi Penerapan Metode Load Oriented Manufacturing Control (LOMC) dalam Pemenuhan Waktu Penerimaan Pesanan (Received Date) di PT. Jaya Beton Indonesia

(1)

STUDI PENERAPAN METODE LOAD ORIENTED

MANUFACTURING CONTROL (LOMC) DALAM PEMENUHAN

WAKTU PENERIMAAN PESANAN (RECEIVED DATE)

DI PT. JAYA BETON INDONESIA

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

DEWI SARI KENCANA 080403017

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan berkat dan kasih karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana yang berjudul “Studi Penerapan Metode Load Oriented Manufacturing Control (LOMC) dalam Pemenuhan Waktu Penerimaan Pesanan (Received Date) di PT. Jaya Beton Indonesia”. Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan program sarjana di Departemen Teknik Industri USU. Ini merupakan langkah awal bagi penulis untuk mengenal lingkungan kerja serta menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan di lingkungan kerja.

Penulis menyadari bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan penulis sebagai masukan yang berarti. Semoga tugas sarjana ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak.

Medan, Agustus 2013


(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Yang pertama dan terutama puji syukur dan terimakasih saya ucapkan yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan anugerah kepada saya untuk dapat mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknik Industri USU serta telah membimbing saya selama masa kuliah dan penulisan tugas sarjana ini.

Dalam penulisan tugas sarjana ini saya telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, maupun informasi. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara yang telah memberi izin pelaksanaan tugas sarjana ini.

2. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara yang telah memberi izin pelaksanaan tugas sarjana ini.

3. Bapak Ir. Mangara Tambunan, M.Sc selaku Koordinator Tugas Akhir sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk membimbing, mengarahkan serta memberikan masukan dalam proses penyelesaian tugas sarjana ini.


(7)

4. Bapak Aulia Ishak, ST, MT sebagai Dosen Pembimbing II yang juga telah menyediakan waktu untuk membimbing serta memberikan masukan dalam proses penyelesaian tugas sarjana ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng selaku Ketua Bidang Rekayasa Manufaktur atas waktu, bimbingan, dan masukan yang diberikan kepada saya dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

6. Bapak/Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan saran untuk menyempurnakan tugas sarjana ini.

7. Seluruh Dosen Departemen Teknik Industri USU, yang telah memberikan ilmu kepada saya selama proses perkuliahan.

8. Kakanda Ir. Koresj Sirait, yang telah membantu saya dalam pencarian pabrik untuk pelaksanaan penelitian.

9. Bapak Wahyudi yang telah bersedia menjadi pembimbing saya selama proses penelitian di PT. Jaya Beton Indonesia.

10.Seluruh Staf Administrasi Departemen Teknik Industri USU, Bang Ridho, Bang Mijo, Bang Nurmansyah, Kak Dina, Kak Ani, Kak Rahma, dan Bang Kumis, untuk waktu dan bantuannya kepada saya selama ini.

11.Kedua orang tuaku tercinta dan terkasih (FM. Silaban dan R. Br. Tobing) yang selalu memahami saya dan senantiasa memberikan dukungan doa, semangat, materiil, dan kasih sayang berlimpah kepada saya selama ini.

12.Saudara-saudarku terkasih dan tercinta, Bang Fernando Damour dan Bang Roy Stepen yang senantiasa memberikan dukungan doa, semangat, materiil, dan kasih sayang berlimpah kepadaku selama ini.


(8)

13.Keluarga Op. Raymond Nababan, untuk Abang, Kakak, Deddy Nababan, Pak Raymond, Mak Raymond, dan kedua cucu kecilku Raymond Nababan dan Rahel Nababan, trima kasih buat doa, dukungan dan bantuannya selama ini. 14.Kawan-kawan stambuk 2008 yang sama-sama berjuang menyelesaikan tugas

sarjana terkhusus Geng Pembangunan No.3, Debbie TJ, Grace Aloina, Rachel Julia, Marta Sirait, Dewi Resna atas kebersamaannya selama masa-masa sulit, dan juga Deasy Pardede, Ruth Dalimunthe, Fitri Siahaan, Katarina, Melanie, Efraim Ginting, Clara T, Marito, Nova Tambunan, Laek-laek dan teman-teman stambuk 2008 lainnya.

15.Sahabat-sahabatku Lely Purba, Ivana Purba, Christina Simanjuntak, Ika Tamba, Debby, Indri kirana, dan Silvia M.

16.Teman-teman Mantan PK GMKI FT USU, Debbie Tiur, Falexius M, Satahi N, Andreas S, Bg. Ganda, Ridho Bancin, Yuni Siahaan, Lusi Pane, Rio Gurky, Nehemia, dan Frans T.

17.Para Kakanda GMKI FT USU dan adik-adikku di GMKI FT USU, Parlaungan, Andi Suranta, Ardiano P, Iwin Manurung, Yessi S, Ridho M, Jernih G, Angel Siregar, Jagardo, Haposan B, Dice D, Liel Nehe, Martin Silalahi, Nugraha, Absaliok, Dedy M, Darwin S, Arie B, Bill dan Torasman. 18.Dan semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

laporan ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Terima kasih untuk Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan anugerah terindah yaitu menghadirkan kalian semua dikehidupanku, Kiranya kasih Tuhan Yesus tetap menyertai kita semua. Amin.


(9)

ABSTRAK

Ketepatan dalam pemenuhan waktu penerimaan pesanan pada konsumen yang telah dijanjikan perusahaan (received date) dan kualitas produk yang sesuai dengan harapan, serta biaya yang dibebankan dinilai wajar adalah unsur-unsur kepuasan yang harus dipenuhi oleh perusahaan terhadap konsumen.

PT. Jaya Beton Indonesia merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang pembuatan produk-produk beton yaitu PC Piles (tiang pancang) dan PC Pole (tiang listrik). PT. Jaya Beton Indonesia berproduksi secara pesanan (Make to order system). Produk yang akan diproduksi sesuai dengan spesifikasi dan jumlah pesanan pelanggan dengan standar mutu produk yang telah ditetapkan yaitu JIS A 5335. Berdasarkan data dari perusahaan, pada tahun 2011 perusahaan hanya mampu memenuhi SPK sebesar 15 proyek (71,43%) saja yang sesuai dengan jadwal dari 21 proyek yang ditangani, selebihnya sebanyak 6 proyek (28,57%) mengalami keterlambatan penyelesaian.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan received date dengan metode load oriented manufacturing control dimana penentuan received date didasarkan pada perhitungan manufacturing lead time yang mempertimbangkan waktu pengiriman order ke konsumen, kapasitas yang tersedia pada tiap stasiun kerja, waktu proses pada stasiun kerja dan aliran produksi di lantai produksi.

Urutan loading sequence ditentukan dengan aturan prioritas FCFS (First Come First Serve). Order yang direlease adalah order yang pertama tiba, maka urutan loading sequence yang pertama adalah PC A 400(1), kemudian disusul

dengan order PC A 400(2),PC A 400(3), PC A 350(1),PC A 350(2), dan PC A 300.

Dengan menggunakan metode load oriented manufacturing control dengan memperhatikan kapasitas tersedia dan prioritas order diperoleh received date untuk order tipe PC A 4001 adalah 3 hari, tipe PC A 4002 adalah 5 hari, tipe PC A

4003 adalah 9 hari, tipe PC A 3501 adalah 6 hari, tipe PC A 3502 adalah 8 hari,

dan tipe PC A 300 adalah 7 hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 job order, hanya order tipe PC A 350(1) yang dapat diselesaikan sesuai dengan due date pada SPK. Untuk

order tipe PC A 400 (1), PC A 400 (2),PC A 400(3), PC A 350 (2), dan PC A 300

mengalami keterlambatan penyelesaian order sesuai dengan SPK yang disepakati.

Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan penentuan received date order dengan menggunakan metode load oriented manufacturing control (LOMC) lebih akurat dibandingkan dengan metode aktual.

Kata Kunci : Make to order, Received date, Kapasitas tersedia, Load Oriented Manufacturing Control


(10)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan Laporan ... I-5 II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-6 2.3.2. Tenaga Kerja, Jam kerja dan Pengupahan ... II-7 2.3.2.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-8 2.3.2.2. Jam Kerja ... II-8 2.3.2.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya ... II-9 2.4. Proses Produksi ... II-11 2.4.1. Standar Mutu Bahan/ Produk... II-12 2.4.2. Bahan yang Digunakan ... II-13 2.4.2.1. Bahan Baku ... II-13 2.4.2.2. Bahan Tambahan ... II-14 2.4.2.3. Bahan Penolong ... II-15 2.4.3. Uraian Proses ... II-15 2.5. Mesin dan Peralatan ... II-20 2.5.1. Mesin Produksi ... II-20 2.5.2. Peralatan (Equipment) ... II-22 2.5.3. Utilitas ... II-23 2.5.4. Safety and Fire Protection ... II-24 2.5.5. Waste Treatment ... II-24


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Pengendalian Manufaktur Berorientasi Beban (Load Oriented Manufacturing Control) ... II-1 3.2. Prosedur Load Oriented Manufacturing Control ... II-1

3.2.1. Perencanaan Kapasitas ... II-2 3.2.2. Release Order (Pelepasan Order) ... III-3 3.2.2.1. Pengendalian Prioritas ... III-3 3.2.2.2. LoadOriented Order Release ... III-5 3.2.2.3. Teknik Konversi Beban ... III-7 3.2.2.4. Prosedur Load Oriented Order Release ... III-9 3.2.3. Sequencing ... III-11 3.2.4. Memonitoring Perhitungan Data (Monitoring Data

Calculation) ... III-12 3.3. Penjadwalan ... III-13 3.3.1. Terminologi Penjadwalan ... III-14 3.3.2. Kriteria di dalam Evaluasi Penjadwalan ... III-15 3.4. Pengukuran Waktu (Time Study) ... III-16 3.4.1. Pengukuran Waktu Jam Henti ... III-17 3.4.2. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan ... III-20 3.4.3. Pengujian Keseragaman Data ... III-20 3.4.4. Pengujian Kecukupan Data ... III-21


(13)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.4.5. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran ... III-22 3.4.6. Perhitungan Waktu Standar ... III-23 3.5. Manufacturing Lead Time ... III-24

IV METODOLOGI PENELTIAN ... IV-1

4.1. Jenis Penelitian ... IV-1 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-2 4.4.1. Variabel Penelitian ... IV-2 4.5. Instrumen Penelitian ... IV-4 4.6. Studi Pustaka ... IV-5 4.7. Sumber Data ... IV-5 4.8. Metode Pengumpulan Data ... IV-6 4.9. Metode Pengolahan Data ... IV-6 4.10. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-9 4.11. Kesimpulan dan Saran ... IV-9

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Permintaan Produk ... V-1


(14)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.1.2. Data Kapasitas Work Center ... V-2 5.1.3. Data Pengukuran Waktu ... V-3 5.1.4. Rating Factor ... V-4 5.1.5. Allowance ... V-6 5.2. Pengolahan Data ... V-10 5.2.1. Uji Keseragaman Data dan Uji Kecukupan Data ... V-11 5.2.1.1. Uji Keseragaman Data ... V-11 5.2.1.2. Uji Kecukupan Data ... V-15 5.2.2. Perhitungan Waktu Standar ... V-17 5.2.2.1. Menghitung Waktu proses Terpilih ... V-17 5.2.2.2. Perhitungan Waktu Normal dan Waktu Baku V-18 5.2.3. Perhitungan Kapasitas Tersedia (Available Capacity) ... V-22 5.2.4. Loading Sequence ... V-24 5.2.5. Konversi Beban ... V-26 5.2.6. Loading ... V-29 5.2.7. Sequencing ... V-29 5.2.8. Perhitungan Received date ... V-65

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1 6.1. Analisis Pengerjaan Produk Tiang Pancang ... VI-1


(15)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

6.2. Analisis Perbandingan Penentuan Release Order dan Received Date dengan Metode Load Oriented Manufacturing Control

(LOMC) ... VI-2

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Spesifikasi Prestressed Concrete Spun Piles ... II-3 2.2. Spesifikasi Prestressed Concrete Spun Poles ... II-5 2.3. Data Tenaga Kerja ... II-8 2.4. Standar Mutu Bahan ... II-12 2.5. Standar Mutu Produk ... II-12 2.6. Lama Putaran dan Kecepatan Putaran Spinning Machine No. 1 ... II-19 2.7. Lama Putaran dan Kecepatan Putaran Spinning Machine No. 2

dan No. 3 ... II-19 2.8. Mesin Produksi ... II-20 2.9. Peralatan/ Equipment ... II-22 2.10. Utilitas ... II-23 5.1. Data Spesifikasi, Jumlah dan Due Date Order ... V-1 5.2. Data Kapasitas Work Center ... V-2 5.3. Waktu Siklus untuk Tiang PAncang Tipe PC A 300 ... V-3 5.4. Waktu Siklus untuk Tiang PAncang Tipe PC A 350 ... V-3 5.5. Waktu Siklus untuk Tiang PAncang Tipe PC A 400 ... V-4 5.6. Waktu Muat untuk Tiang PAncang Tipe PC A 300 ... V-5 5.7. Waktu Muat untuk Tiang PAncang Tipe PC A 350 ... V-5 5.8. Waktu Muat untuk Tiang PAncang Tipe PC A 400 ... V-6 5.9. Rating Factor Tiap Work Center ... V-7 5.10. Allowance untuk Tiap Operator Tiap Work Center ... V-9


(17)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.11. Pengukuran Waktu Stasiun Kerja (WC) I ... V-12 5.12. Uji Keseragaman Data ... V-14 5.13. Pengukuran Waktu Stasiun Kerja I Tipe PC A 300 ... V-15 5.14. Uji Kecukupan Data Pembuatan Tiang Pancang ... V-16 5.15. Waktu Siklus & Waktu Muat Terpilih Tiap Order ... V-18 5.16. Perhitungan Waktu Normal dan Waktu Baku ... V-19 5.17. Data Urutan Proses, Waktu Prosesdan Due date ... V-21 5.18. Kapasitas Jam Tersedia ... V-22 5.19. Kapasitas Produksi Tersedia Setiap Work Center ... V-23 5.20. Data Urutan Pembebanan ... V-25 5.21. Konversi Beban Periode 1 ... V-28 5.22. Konversi Beban Periode 2 ... V-28 5.23. Konversi Beban Periode 3 ... V-31 5.24. Konversi Beban Periode 4 ... V-31 5.25. Konversi Beban Periode 5 ... V-32 5.26. Konversi Beban Periode 6 ... V-32 5.27. Konversi Beban Periode 7 ... V-33 5.28. Konversi Beban Periode 8 ... V-33 5.29. Konversi Beban Periode 9 ... V-34 5.30. Konversi Beban Periode 10 ... V-34 5.31. Konversi Beban Periode 11 ... V-35


(18)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.32. Konversi Beban Periode 12 ... V-35 5.33. Konversi Beban Periode 13 ... V-36 5.34. Konversi Beban Periode 14 ... V-36 5.35. Hasil Perhitungan Due Date tiap Order ... V-65 5.36. Hasil perhitungan Received Date tiap Order ... V-66 6.1. Waktu Baku per Unit Tiap Order ... VI-1 6.1. Hasil Implementasi Metode Load Oriented Manufacturing


(19)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT. Jaya Beton Indonesia ... II-7 3.1. Throughput Model dari Load Oriented Order Release untuk Satu

Stasiun Kerja ... III-7 3.2. Komponen Lead Time Stasiun Kerja ... III-24 4.1. Kerangka Konseptual ... IV-2 4.2. Diagram Alir Metodologi Penelitian ... IV-8 5.1. Uji Keseragaman Data Pada WC I untuk Tpe PC A 300 ... V-13 5.2. Loading Periode 1 ... V-37 5.3. Loading Periode 2 ... V-38 5.4. Loading Periode 3 ... V-39 5.5. Loading Periode 4 ... V-40 5.6. Loading Periode 5 ... V-41 5.7. Loading Periode 6 ... V-42 5.8. Loading Periode 7 ... V-43 5.9. Loading Periode 8 ... V-44 5.10. Loading Periode 9 ... V-45 5.11. Loading Periode 10 ... V-46 5.12. Loading Periode 11 ... V-47 5.13. Loading Periode 12 ... V-48 5.14. Loading Periode 13 ... V-49 5.15. Loading Periode 14 ... V-50


(20)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.16. Sequencing Periode 1 ... V-51 5.17. Sequencing Periode 2 ... V-52 5.18. Sequencing Periode 3 ... V-53 5.21. Sequencing Periode 4 ... V-54 5.20. Sequencing Periode 5 ... V-55 5.21. Sequencing Periode 6 ... V-56 5.22. Sequencing Periode 7 ... V-57 5.23. Sequencing Periode 8 ... V-58 5.24. Sequencing Periode 9 ... V-59 5.25. Sequencing Periode 10 ... V-60 5.26. Sequencing Periode 11 ... V-61 5.27. Sequencing Periode 12 ... V-62 5.28. Sequencing Periode 13 ... V-63 5.29. Sequencing Periode 14 ... V-64


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Tabel Rating Factor dan Allowance ... L.1 2. Grafik Uji Keseragaman Data ... L.2 3. Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L.3 4. Form Penetapan Tugas Sarjana ... L.4 5. Surat Penjajakan ... L.5 6. Surat Balasan Perusahaan ... L.6 7. Surat Keputusan Tugas Sarjana ... L.7 8. Lembar Asistensi ... L.8


(22)

ABSTRAK

Ketepatan dalam pemenuhan waktu penerimaan pesanan pada konsumen yang telah dijanjikan perusahaan (received date) dan kualitas produk yang sesuai dengan harapan, serta biaya yang dibebankan dinilai wajar adalah unsur-unsur kepuasan yang harus dipenuhi oleh perusahaan terhadap konsumen.

PT. Jaya Beton Indonesia merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang pembuatan produk-produk beton yaitu PC Piles (tiang pancang) dan PC Pole (tiang listrik). PT. Jaya Beton Indonesia berproduksi secara pesanan (Make to order system). Produk yang akan diproduksi sesuai dengan spesifikasi dan jumlah pesanan pelanggan dengan standar mutu produk yang telah ditetapkan yaitu JIS A 5335. Berdasarkan data dari perusahaan, pada tahun 2011 perusahaan hanya mampu memenuhi SPK sebesar 15 proyek (71,43%) saja yang sesuai dengan jadwal dari 21 proyek yang ditangani, selebihnya sebanyak 6 proyek (28,57%) mengalami keterlambatan penyelesaian.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan received date dengan metode load oriented manufacturing control dimana penentuan received date didasarkan pada perhitungan manufacturing lead time yang mempertimbangkan waktu pengiriman order ke konsumen, kapasitas yang tersedia pada tiap stasiun kerja, waktu proses pada stasiun kerja dan aliran produksi di lantai produksi.

Urutan loading sequence ditentukan dengan aturan prioritas FCFS (First Come First Serve). Order yang direlease adalah order yang pertama tiba, maka urutan loading sequence yang pertama adalah PC A 400(1), kemudian disusul

dengan order PC A 400(2),PC A 400(3), PC A 350(1),PC A 350(2), dan PC A 300.

Dengan menggunakan metode load oriented manufacturing control dengan memperhatikan kapasitas tersedia dan prioritas order diperoleh received date untuk order tipe PC A 4001 adalah 3 hari, tipe PC A 4002 adalah 5 hari, tipe PC A

4003 adalah 9 hari, tipe PC A 3501 adalah 6 hari, tipe PC A 3502 adalah 8 hari,

dan tipe PC A 300 adalah 7 hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 job order, hanya order tipe PC A 350(1) yang dapat diselesaikan sesuai dengan due date pada SPK. Untuk

order tipe PC A 400 (1), PC A 400 (2),PC A 400(3), PC A 350 (2), dan PC A 300

mengalami keterlambatan penyelesaian order sesuai dengan SPK yang disepakati.

Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan penentuan received date order dengan menggunakan metode load oriented manufacturing control (LOMC) lebih akurat dibandingkan dengan metode aktual.

Kata Kunci : Make to order, Received date, Kapasitas tersedia, Load Oriented Manufacturing Control


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap perusahaan selalu berusaha untuk memberikan kepuasan bagi konsumennya, karena hal ini akan mempengaruhi posisi perusahaan tersebut dalam persaingan bisnis. Ketepatan waktu pemenuhan pesanan konsumen dan kualitas produk yang sesuai dengan harapan, serta biaya yang dibebankan dinilai wajar adalah unsur-unsur kepuasan yang harus dipenuhi oleh perusahaan terhadap konsumen. Waktu penyelesaian produk akan sesuai dengan yang diharapkan apabila sumber-sumber daya seperti manusia, peralatan, bahan, mesin, energi, informasi dan sebagainya tersedia sehingga kegiatan produksi dapat berjalan dengan baik.

PT. Jaya Beton Indonesia merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang pembuatan produk-produk beton yaitu PC Piles (tiang pancang) dan PC Pole (tiang listrik). Proses transformasi produknya sendiri berdasarkan flowshop, yaitu produk yang dibuat memiliki spesifikasi yang berbeda tetapi urutan produksinya sama. PT. Jaya Beton Indonesia berproduksi secara pesanan (Make to order system). Produk yang akan diproduksi sesuai dengan spesifikasi dan jumlah pesanan pelanggan dengan standar mutu produk yang telah ditetapkan yaitu JIS A 5335.

Proses penerimaan order pada PT. Jaya Beton Indonesia dari konsumen melalui email dan telepon, kemudian perusahaan merespon dengan memberikan


(24)

informasi total harga order dan received date kepada konsumen, selanjutnya apabila kedua belah pihak telah menyetujui kesepakatan, maka dilakukan penandatanganan SPK (surat perintah kerja). PT. Jaya Beton Indonesia sering menerima order dari pelanggan pada waktu yang bersamaan, perusahaan sering tidak tepat dalam melakukan pemilihan order yang akan direlease terlebih dahulu. Perusahaan melakukan pengurutan pekerjaan order tanpa melalui suatu penjadwalan yang baik. Berdasarkan data dari perusahaan, pada tahun 2011 perusahaan hanya mampu memenuhi SPK sebesar 15 proyek (71,43%) saja yang sesuai dengan jadwal dari 21 proyek yang ditangani, terjadi keterlambatan pemenuhan order sebanyak 6 proyek (28,57%). Akibat dari keterlambatan order

tersebut perusahaan akan kehilangan kepercayaan dari pelanggan yang memungkinkan pelanggan akan beralih ke perusahaan pesaing lain.

Untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang terdapat pada perusahaan maka perlu dilakukan analisis dalam penentuan waktu penerimaan pesanan pada konsumen yang telah dijanjikan perusahaan (received date) di PT. Jaya Beton Indonesia dengan menggunakan metode Load Oriented Manufacturing Control (LOMC) yang didasarkan pada perhitungan

manufacturing leadtime yang mempertimbangkan waktu pengiriman order kepada konsumen, kapasitas tersedia pada tiap stasiun kerja, waktu proses pada stasiun kerja, dan aliran produksi di lantai produksi.

Metode Load Oriented Manufacturing Control juga telah banyak dimanfaatkan di dalam penelitian. Salah satunya adalah pada penelitian yang


(25)

dilakukan oleh 1

1.2. Perumusan Masalah

Sri Hartini, Sriyanto dan Naela karima pada PT. JI. Metode Load Oriented Manufacturing Control digunakan untuk menentukan waktu penerimaan pesanan pada konsumen yang telah dijanjikan perusahaan (received date). Penelitian ini merancang received date dengan model Load Oriented Manufacturing Control dimana penentuan received date didasarkan pada perhitungan manufacturing lead time yang mempertimbangkan variabel produksi yang terjadi di lantai pabrik seperti waktu proses di setiap stasiun kerja, waktu interoperasi, waktu setup, aliran material antar stasiun, kapasitas tersedia, waktu

release order, dan waktu pengiriman order ke konsumen. Pada penelitian ini, dengan Load Oriented Manufacturing Control received date bisa mencapai 33 hari lebih cepat dibandingkan dengan received date aktual di perusahaan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dapat dirumuskan bahwa beberapa pelanggan tidak menerima pesanan tepat waktu (received date) sesuai dengan SPK (surat perintah kerja) yang disepakati.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menentukan waktu penerimaan pesanan (received date) yang akurat pada pelanggan sehingga meminimisasi keterlambatan penyelesaian order.

1

Sri Hartini, Sriyanto, dan Naela Karima, (2012), Penentuan Received Date dengan Load Oriented Manufacruring Control.Program Studi Teknik Industri UNDIP, Semarang.


(26)

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu:

1. Menentukan release order berdasarkan kapasitas tersedia.

2. Menentukan received date berdasarkan perhitungan manufacturing leadtime, sehingga mengurangi keterlambatan penyelesaian order.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak yakni:

1. Manfaat bagi mahasiswa

Mahasiswa memperoleh pengalaman dan dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh selama kuliah.

2. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan waktu pemenuhan pesanan pada konsumen (received date).

3. Bagi universitas

Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penerapan metode Load Oriented Manufacturing Control (LOMC).

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Adapun batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(27)

1. Penelitian hanya dilakukan pada proses produksi dari produk PC Piles (tiang pancang).

2. Perhitungan received date menggunakan metode Load Oriented Manufacturing Control (LOMC).

3. Pengamatan dilakukan terhadap order yang diterima pada Juni 2012. 4. Penelitian tidak membahas masalah biaya.

5. 1 shift kerja per hari adalah 10 jam.

6. Proses pengeringan pada work center IX (steam curing) dilakukan dengan menggunakan bak uap dimana prosesnya dilakukan per batch, 1 batch

berjumlah 12 unit.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Metode kerja tidak mengalami perubahan.

2. Proses produksi dan mesin-mesin/peralatan yang digunakan tidak mengalami kerusakan.

3. Waktu proses pengiriman order (delivery time) tidak mengalami gangguan.

1.6. Sitematika Penulisan Laporan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah :

Bab I berisi tentang Pendahuluan yang menguraikan latar belakang permasalahan yang mendasari peneliti untuk membuat suatu rancangan perbaikan terhadap masalah di perusahaan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian dan asumsi yang digunakan dalam penelitian, dan sistematika penulisan.


(28)

Di dalam Bab II berisi Gambaran Umum Perusahaan, yaitu mengenai sejarah dan gambaran umum perusahaan, struktur organisasi dan manajemen serta proses produksi. Juga disertakan uraian peta aliran proses (flow process chart) dari produk yang dihasilkan.

Bab III memuat Landasan Teori yang berisikan teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah antara lain Teori Pengendalian Manufaktur Berorientasi Beban (Load Oriented Manufacturing Control), Teori Perencanaan Kapasitas, Teori Release Order, dan Teori Pengukuran waktu. Sumber teori atau literatur yang digunakan diambil dari referensi buku-buku dan jurnal penelitian yang berhubungan dengan topik yang disertakan pada Daftar Pustaka.

Bab IV berisi Metodologi Penelitian yang menjelaskan tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada saat penelitian yaitu mencakup jenis penelitian, lokasi penelitian, kerangka konseptual, prosedur pelaksanaan penelitian, studi pustaka, metode pengumpulan data dan pengolahan data, analisis pemecahan masalah, serta kesimpulan dan saran.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data menjelaskan tentang jenis-jenis data yang diperlukan baik data primer maupun data sekunder, serta metode pengumpulan data dan pengolahan data.

Bab VI atau Analisis Pemecahan Masalah berisi analisis dari hasil pengolahan data dan alternatif dari pemecahan masalah.

Bab VII berisi tentang Kesimpulan dan Saran, yaitu hasil pemecahan masalah, beserta saran-saran yang diberikan kepada pihak perusahaan.


(29)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Umum Perusahaan

PT. Jaya Beton Indonesia dibangun oleh PT. Pembangunan Jaya pada tahun 1978 yang muncul dari aspirasi untuk mengikuti kemajuan perkembangan yang sangat cepat dalam sektor industri dan infrastruktur. Beberapa proyek besar telah disupplai oleh PT. Jaya Beton Indonesia sebagai gantinya material telah diimpor dari luar negeri pada awal berdirinya PT Jaya Beton Indonesia.

Proyek seperti Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), Asean Aceh Fertilizer Plant, Panjang Harbour, LNG Bontang, Jakarta Outer Ring Road, Matahari Tower (40 storey Building) telah menggunakan produk Jaya Beton, bahkan PT. Jaya Beton telah mengekspor tiang pancang ke Guam, Hawaii dan ke Brunei Darussalam untuk proyek Royal Brunei Air Force. Dengan produk dan pelayanan yang handal, pasar Jaya Beton bertumbuh dengan sangat cepat. Pada saat ini, perusahaan ada dalam hampir setiap proyek infrastruktur seluruh Indonesia.

Sejak awal didirikan, PT. Jaya Beton Indonesia telah berpartisipasi dalam pengembangan aktivitas dalam mendukung penerapan produk-produk utama di seluruh Indonesia. Dengan proyek awal yaitu Proyek Asahan, PT. Jaya Beton Indonesia dengan cepat dapat mencapai kreibilitas dalam penanganan banyak proyek besar seperti Pabrik Pupuk Asean di Aceh, Pabrik Minyak Kelapa di


(30)

Belawan, Pabrik Pengepakan Semen Andalas, Gudang Bulog di Dumai dan berbagai proyek besar lainnya.

Untuk memproduksi tiang pancang dan tiang listrik membutuhkan proses teknologi yang tinggi dan utilisasi dengan teknik yang modern dan terbaru. Jadi, PT. Jaya Beton Indonesia berusaha untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan Jepang yang memiliki pengalaman tinggi, dengan tujuan transfer teknologi. Sebagai hasilnya, pada tahun 1978 PT. Jaya Beton Indonesia menjalin kerjasama dengan perusahaan Jepang Yoshimoto Co, Ltd dan Daido Concrete Co.Ltd.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Jaya Beton Indonesia Sumut di dalam menjalankan perusahaannya memproduksi jenis beton sebagai berikut:

1. Prestressed Concrete Spun Piles, yaitu produk beton yang berbentuk tiang pancang bulat yang di gunakan untuk pondasi bangunan dan gedung bertingkat. Spesifikasi untuk produk ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(31)

Tabel 2.1. Spesifikasi Prestressed Concrete Spun Piles Outside Diameter (mm) Tipe (Kelas) Ketebalan (mm) Cross Section Area (cm2)

Allowable Bearing Capacity (ton) Kekuatan Patah

Panjang (m) & Berat (ton)

7m 8m 9m 10m 11m 12m 13m 14m 15m

300

A

60 452,4 46

2,5

0,82 0,94 1,06 1,18 1,29 1,41 1,53

AB 3,0

B 3,5

C 4,0

350

A

65 582,0 59

3,5

1,06 1,21 1,36 1,51 1,66 1,81 1,97 2,12 2,27

AB 4,0

B 5,0

C 6,0

400

A

75 765,8 78

5,5

1,39 1,59 1,79 1,99 2,19 2,39 2,59 2,79 2,98

AB 6,5

B 7,5

C 9,0

450

A

80 929,9 95

7,5

1,69 1,93 2,17 2,42 2,66 2,90 3,14 3,38 3,62

AB 9,0

B 11,0

C 12,5


(32)

Tabel 2.1. Spesifikasi Prestressed Concrete Spun Piles (Lanjutan) Outside Diameter (mm) Tipe (Kelas) Ketebalan (mm) Cross Section Area (cm2)

Allowable Bearing Capacity (ton) Kekuatan Patah

Panjang (m) & Berat (ton)

7m 8m 9m 10m 11m 12m 13m 14m 15m

500

A

90 1159 120

10,5

2,11 2,41 2,71 3,01 3,31 3,62 3,92 4,22 4,52

AB 12,5

B 15,0

C 17,0

600

A

100 1570,8 161

17,0

2,86 3,27 3,67 4,08 4,49 4,90 5,31 5,71 6,12

AB 20,0

B 25,0

C 29,0

800

A

120 2564,1 270

40,7

4,49 5,13 5,77 6,41 7,05 7,69 8,33 8,97 9,62

AB 48,0

B 55,7

C 70,6

1000

A

140 3872 402

75,0

6,62 7,57 8,51 9,46 10,41 11,35 12,30 13,24 14,19

AB 87,2

B 105,7

C 123,6

1200

A

150 4847,8 529

120,0

8,66 9,90 11,13 12,37 13,61 14,84 16,08 17,32 18,56

AB 137,0

B 170,0

C 200,0


(33)

2. Prestressed Concrete Spun Poles (Electricity and Telecommunication), yaitu produk beton yang berupa tiang listrik dan telekomunikasi yang di gunakan untuk menyangga kabel/kawat yang di aliri listrik dari pembangkit ke konsumen. Spesifikasi untuk produk ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Spesifikasi Prestressed Concrete Spun Poles

Spesifikasi Panjang (m) Diameter Atas (cm) Diameter Bawah (cm) Tarikan Kabel (DaN) 7-12,4-100 7-14,2-100 7 7 12,4 12,4 22 24 100 200 9-15,7-100 9-15,7-200 9-19-350 9-19-500 9 9 9 9 16 16 16 19 28 28 31 31 100 200 350 500 11-19-200 11-19-350 11-19-500 11-22-850 11 11 11 11 19 19 19 22 34 34 34 37 200 350 500 850 12-19-350 12-19-500 12 12 19 19 35 35 350 500 13-19-350 13-19-500 13-22-850 13 13 13 19 19 22 36 36 39 350 500 850 14-19-350 14-19-500 14 14 19 19 38 38 350 500 Sumber : PT. Jaya Beton Indonesia

Saat ini PT. Jaya Beton Indonesia memiliki tiga pabrik yang tersebar di Indonesia yaitu:

1. Tangerang, Jakarta 2. Medan, Sumatera Utara 3. Surabaya, Jawa Timur


(34)

2.3. Organisasi dan Manajemen

2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Dalam menjalankan kegiatan perusahaan diperlukan struktur organisasi serta uraian tugas yang jelas dari setiap orang yang terlibat dalam organisasi tersebut. Struktur organisasi memberikan gambaran tentang posisi dan hubungan kerja sama antara setiap unit-unit kerja yang ada pada perusahaan. Masing-masing unit kerja tersebut mempunyai tujuan umum yang sama untuk mewujudkan suatu keberhasilan. Hal ini dijumpai di PT. Jaya Beton Indonesia yang mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan maksimum dengan kesejahteraan karyawan dan kegiatan perusahaan.

Jenis struktur organisasi pada PT. Jaya Beton Indonesia dikategorikan dalam bentuk lini dan fungsional. Struktur organisasi PT. Jaya Beton Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(35)

Kepala Operasi Wil. 1

Supervisor Accounting Plant Manager

Inspector

Supervisor Umum & Pers.

Supervisor Pembelian

Supervisor Gudang Supervisor Pemancangan

Supervisor M & R Supervisor

Produksi Supervisor

Marketing

Kabag QC & Eng Kabag KPU

Kabag Marketing

Kabag/ Wakabag

Produksi

Kasir

Supervisor Adm. Produksi

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Jaya Beton Indonesia

Sumber : PT. Jaya Beton Indonesia

2.3.2. Tenaga Kerja, Jam Kerja dan Pengupahan

Penjelasan lebih lanjut mengenai jumlah tenaga kerja, jam kerja, dan sistem pengupahan yang berlaku di PT. Jaya Beton Indonesia, akan dijelaskan sebagai berikut.


(36)

2.3.2.1. Jumlah Tenaga Kerja

Data tenaga kerja pada PT. Jaya Beton Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Data Tenaga Kerja

No. Karyawan Jumlah

1 Pegawai kantor 41 Orang 2 Tenaga kerja Outsourcing 82 Orang

Total 123 Orang

Sumber : PT. Jaya Beton Indonesia

PT. Jaya Beton Indonesia terdiri dari 3 departemen yang dibagi lagi atas beberapa bagian, adapun departemen tersebut yaitu:

1. Departemen Produksi

2. Departemen KPU (Keuangan, Pembelian dan Umum) 3. Departemen QualityControl & Engineering

2.3.2.2. Jam Kerja

Jam kerja produksi terdiri atas 2 shift kerja dengan perincian sebagai berikut :

Shift I :

1. Jam 07.00-12.00 WIB (Kerja) 2. Jam 12.00-13.00 WIB (Istirahat) 3. Jam 13.00-18.00 WIB (Kerja) Shift II :


(37)

2. Jam 00.00-01.00 WIB (Istirahat) 3. Jam 01.00-04.00 WIB (Kerja) 4. Jam 04.00-05.00 WIB (Istirahat) 5. Jam 05.00-07.00 WIB (Kerja)

Karyawan yang bekerja melebihi kerja normal atau kerja shift dihitung sebagai kerja lembur. Hari Minggu dan hari-hari besar lainnya merupakan hari libur bagi perusahaan.

2.3.2.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya

Gaji adalah pembayaran berupa uang yang diberikan kepada pegawai atas pekerjaan yang dilaksanakan dan diserahkan setiap bulan pada tanggal yang telah ditetapkan perusahaan. Pada PT. Jaya Beton Indonesia, jumlah gaji yang diterima oleh pegawai tergantung dari gaji pokok dan tunjangan-tunjangan yang diperoleh dan yang ditentukan oleh perusahaan. Staf dan karyawan perusahaan digaji menurut gaji sesuai dengan jenjang organ yang telah diatur secara terperinci.

Upah adalah pembayaran berupa uang yang diberikan kepada karyawan atas pekerjaan yang dilaksanakan. Upah untuk karyawan outsourcing diberikan secara insentif, yaitu didasarkan pada massa output beton yang dihasilkan. Upah didapat dengan mengalikan upah/ ton dengan massa beton yang dihasilkan. Jadi, semakin banyak unit produksi yang dihasilkan maka semakin tinggi insentif yang diterima.


(38)

Sistem pengupahan dibuat berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) yang ditetapkan oleh Disnaker untuk daerah Medan, yaitu upah serendah-rendahnya Rp. 1.197.000,-

Dalam manajemennya, perusahaan memberikan fasilitas berupa materi maupun non materi untuk memotivasi staff dan karyawan agar tetap bekerja lebih giat dalam meningkatkan prestasinya. Adapun beberapa fasilitas yang diberikan yaitu:

1. Pemberian Cuti

Pemberian cuti dilakukan sesuai dengan tahunan, cuti sakit kepada staf dan karyawan tetap.

2. Asuransi Kesehatan

Seluruh karyawan tetap diberikan asuransi kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Fasilitas Kerja

Perusahaan memberikan pakaian kerja, sarung tangan, kaca mata las, helm, dan alat pengaman kepada regu produksi.

4. Jaminan sosial

Seluruh staff dan karyawan yang bekerja di PT. Jaya Beton Indonesia diikutsertakan pada PERUM JAMSOSTEK.

5. Dana Pensiun

Kepada seluruh staff dan karyawan diberikan dana pensiun (BPLK) dan asuransi untuk batas usia 55 tahun ke atas.


(39)

Memberikan tunjangan berupa THR sebanyak 2 kali dalam setahun yaitu pada saat Lebaran dan Tahun Baru sebesar 1 bulan upah.

7. Sarana/ fasilitas

Staff dan karyawan mendapat fasilitas berupa mushalla. 8. Ekstra puding

Karyawan yang bekerja pada shift malam mendapat ekstra puding bubur. 9. Training

Training kepada seluruh staff dan karyawan, misalnya mengenai: a. Proses produksi

b. Training-training eksternal yang biasanya dilaksanakan di Jepang. 10.Peningkatan Karir

Pada setiap akhir semester, dilakukan evaluasi kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki kinerja baik akan dipromosikan untuk mendapatkan jabatan yang lebih baik. Selain itu, lama bekerja juga sangat diperhatikan di perusahaan ini. Karyawan yang sudah bekerja cukup lama akan diberikan cenderamata sebagai bentuk penghargaan.

2.4. Proses Produksi

Proses produksi dapat diartikan sebagi cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan baku dan dana) yang ada. PT. Jaya Beton memproduksi dengan sistem produksi Make to Order (MTO). Suatu perusahaan disebut mempunyai sistem produksi Make to Order yaitu bila


(40)

perusahaan/produsen menyelesaikan item jika dan hanya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut.

2.4.1. Standar Mutu Bahan/Produk

Keberhasilan dalam mencapai standar mutu produk ditentukan oleh mutu dari bahan-bahan penyusun produk itu sendiri. PT. Jaya Beton melakukan pengawasan terhadap mutu produk baik dari segi proses dan mutu bahan-bahannya. Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain PC bar, iron wire, semen, pasir, kerikil, dan air. Dalam hal mutu dari bahan-bahan itu telah ada standarnya seperti yang ditujukan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Standar Mutu Bahan

No. Bahan Standard

1. PC Bar JIS G 3137-94 SPBDN & Contract Spesification 2. Iron wire JIS G3532

3. Semen SNI 15-03032-2004

4. Pasir Diameter (∅) < 4 mm 5. Kerikil Diameter (∅) = 10-20 mm

6. Air PDAM

Sumber: PT. Jaya Beton Indonesia

Untuk standar mutu produk dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Standar Mutu Produk

No. Bahan Standard

1. Tiang pancang JIS A 5335

2. Tiang listrik dan telekomunikasi

SPLN 93:1991, STEL L-022 dan STEL L-024


(41)

2.4.2. Bahan yang Digunakan

2.4.2.1.Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi di PT. Jaya Beton Indonesia antara lain:

1. PC Bar (Prestressed Concrete Bar/Baja Beton Pratekan)

PC Bar merupakan kawat baja karbon tinggi berpenampang bulat dengan penampang beralur atau berlekuk dilakukan proses perlakuan panas, didinginkan dengan cepat untuk menghasilkan struktur kemudian dihilangkan sisa tegangannya dengan proses perlakuan panas secara kontinu untuk mencapai sifat mekanis sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. PC Bar yang digunakan dalam poduksi tiang pancang berdiameter 7,1 mm dengan kekuatan tarik 1445-1500 N/mm2 dan elongasi >5,0%. PC Bar digunakan sebagai tulangan dalam pembuatan sangkar.

2. Iron wire

Iron wire yang digunakan berdiameter 3,2 mm dengan kekuatan tarik 640-1080 N/mm2. Iron wire digunakan sebagai lilitan dalam pembuatan sangkar. 3. Semen

Semen yang digunakan adalah semen Andalas tipe Portland Pozzolan Cement (PPC).

4. Pasir

Pasir yang digunakan memiliki diameter <4 mm dengan kadar lumpur tidak lebih dari 5% dan daya serap air lebih kecil dari 3 %.


(42)

5. Kerikil

Kerikil yang digunakan memiliki diameter 10-20 mm dengan kadar lumpur tidak lebih dari 1 % dan daya serap air lebih kecil dari 3%.

6. Pile joint plate

Pile joint plate (plat sambung) yang digunakan antara lain berdiameter 300 mm, 350 mm, 400 mm, 450 mm, 500 mm, 550 mm, dan 600 mm.

2.4.2.2.Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan untuk mempermudah proses dan meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan. Bahan tambahan yang digunakan dalam proses produksi di PT. Jaya Beton Indonesia antara lain: 1. Air

Air yang dipergunakan dalam proses produksi berasal dari air sumur bor dengan tingkat kesadahan 72 mg/L.

2. Plascitizer

Plascitizer merupakan jenis chemical admixture yang ditambahkan dalam proses pembuatan adukan beton untuk mempermudah adukan supaya homogen dan mengurangi pemakaian air dengan tidak mengurangi mutu. 3. Cat

Cat digunakan sebagai bahan untuk mewarnai kedua ujung tiang pancang dan membuat label akta produksi (marking) pada produk.


(43)

4. Baut

Baut digunakan untuk menahan PC Bar agar tidak lepas saat sangkar dirakit dengan pile joint plate. Baut berukuran ¾ inchi ditempatkan pada locking pin hole keemudian dikencangkan menggunakan impact tool.

2.4.2.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi untuk membantu kelancaran proses, tetapi bahan tersebut tidak terdapat pada produk akhir.

1. Minyak CPO (Crude Palm Oil)

Minyak CPO merupakan bahan tambahan yang digunakan untuk melapisi cetakan agar pada saat pengecoran, beton tidak lengket dengan cetakan.

2.4.3. Uraian Proses

PT. Jaya Beton Indonesia merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi tiang pancang dan tiang listrik. Adapun proses produksi dimulai dari persiapan tulangan, pembuatan sangkar (cage forming), pemasangan pile joint plat, perakitan sangkar dengan cetakan, pembuatan adukan beton (concrete mixing) pengecoran adukan beton, penutupan cetakan dan penarikan PC Bar (tensioning), pemutaran cetakan (spinning), steam curing, remoulding, storage.

Proses produksi selengkapnya dapat dilihat pada flow process chart dan dijelaskan sebagai berikut.


(44)

PC Bar (∅=7,1 mm) dengan kekuatan tarik 1445-1500 N/mm2

dan elongasi >5,0% dipindakan dari gudang penyimpanan ke area pemotongan menggunakan forklift. Selanjutnya PC Bar dipindahkan ke cutting machine

menggunakan hoist crane. PC Bar dipotong menggunakan cutting machine

dengan ukuran sesuai pesanan (7 m - 15 m). Potongan PC Bar dipindahkan ke area pengheadingan dengan menggunakan hoist crane. Secara manual PC Bar dimasukkan ke heading machine kemudian diproses untuk membentuk ujung PC Bar menjadi bulat (berkepala) dengan diameter 15 mm.

2. Pembuatan sangkar (cage forming)

Dalam pembuatan sangkar diperlukan PC Bar (∅ = 7,1 mm) dan iron wire

(∅=3,2 mm). Iron wire dipindahkan dari gudang ke area perakitan dengan menggunakan forklift. Gulungan iron wire ditempatkan ke cage forming machine secara manual. Cover ring dipasang sesuai diameter sangkar yang akan dibuat. PC Bar yang sudah melewati tahap pengheadingan dipasang pada plat tembaga langsung ke plat penarik. Selanjutnya ujung iron wire

dipasangkan pada PC Bar. Pengelasan iron wire secara otomatis dilakukan. Pada masing-masing ujung sangkar berjarak 1m ± 100 mm jarak spiralnya 40-80 mm, sedangkan jarak spiral 1m ± 100 mm dari ujung pertama adalah 80-120 mm sampai 1m ± 100 mm. Setelah selesai pengelasan, ujung PC wire

dipotong menggunakan tang. Sangkar yang telah selesai dibuat dipindahkan ke area pemasangan joint secara manual.


(45)

3. Pemasangan pile joint plate

Sangkar yang telah selesai selanjutnya dipasangi pile joint plate (∅ = sesuai

dengan diameter luar produk yang akan dibuat). Ujung PC bar yang berkepala ditempatkan pada lubang-lubang yang ada di pile joint plate. Baut berukuran ¾ inchi ditempatkan pada locking pin hole yang berfungsi untuk menahan agar PC Bar tidak lepas.

4. Perakitan sangkar dengan cetakan

Cetakan diolesi dengan minyak CPO sebelum dilakukan pengecoran. Selanjutnya dipindahkan ke area placing dengan menggunakan over head crane. Sangkar yang telah dipasangi pile joint plate dipindahkan ke area placing menggunakan over head crane dan ditempatkan di dalam cetakan bagian bawah.

5. Pembuatan adukan beton (concrete mixing)

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat adukan beton adalah air, semen, kerikil, pasir, dan plascitizer sebagai admixture. Sebelum digunakan dalam proses ini, terlebih dahulu mutu bahan diinspeksi. Semen, kerikil, dan pasir dimasukkan ke dalam batching plant dengan menggunakan conveyor. Air dan plascitizer dialirkan ke batching plant melalui selang. Pengadukan terhadap bahan-bahan tersebut selama 5 menit dengan putaran 45 rpm. Hasil pengadukan dipindahkan ke trolley hopper atas kemudian ke trolley hopper

bawah selanjutnya ke concrete placing machine dengan membuka gate trolley hopper.


(46)

6. Pengecoran adukan beton

Setelah adukan beton dipindahkan ke concrete placing machine, pengecoran dilakukan dengan menjalankan concrete placing machine sepanjang mould yang akan dicor sambil membuka gate perlahan-lahan. Kemudian adukan beton diratakan.

7. Penutupan cetakan dan penarikan PC Bar (tensioning)

Setelah adukan beton rata dilakukan penutupan cetakan. Cetakan atas dibawa dengan over head crane. Setelah penutup atas cetakan tepat menutupi cetakan, maka seluruh baut cetakan dikencangkan dengan menggunakan

impact tool. Bila seluruh baut telah dikencangkan maka dilakukan

prestressing terhadap PC Bar menggunakan tensioning jack (kekuatan tarik 750 kg/cm2). Selanjutnya cetakan dipindahkan ke spinningmachine.

8. Pemutaran cetakan (spinning)

Pada bagian pemutaran (spinning) terdapat roda atau roll pemutar yang akan memutar cetakan. Setelah cetakan diletakkan di atas roll pemutar maka

spinning machine akan menggerakkan roll. Pemutaran cetakan bertujuan untuk memadatkan adonan beton dalam cetakan dengan memanfaatkan gaya sentrifugal yang ditimbulkan oleh mesin. Cetakan diputar dengan kecepatan dan lama putaran sesuai dengan diameter luar produk. Lama putaran dan kecepatan putaran dapat dilihat pada Tabel 2.6. dan 2.7.


(47)

Tabel 2.6. Lama Putaran dan Kecepatan Putaran SpinningMachine no. 1

Diameter Early Low Middle High

Rpm Time Rpm Time Rpm Time Rpm Time

300 200 0,5 300 1,5 600 1,5 800 5,0

350 200 0,5 300 1,5 600 1,5 800 5,0

400 200 0,5 300 1,5 600 1,5 800 5,0

450 200 0,5 300 1,5 600 1,5 800 5,0

500 200 0,5 300 1,5 700 1,5 840 6,0

600 200 0,5 300 1,5 700 1,5 840 6,0

Sumber: PT. Jaya Beton Indonesia

Tabel 2.7. Lama Putaran dan Kecepatan Putaran SpinningMachine no. 2

dan 3

Diameter

Early Low Middle High

Rpm Time Rpm Time Rpm Time Rpm Time

300 300 0,5 500 1,5 900 1,5 1200 6,0

350 300 0,5 500 1,5 900 1,5 1200 6,0

400 300 0,5 500 1,5 900 1,5 1200 6,0

450 300 0,5 500 1,5 900 1,5 1200 6,0

500 300 0,5 500 1,5 1000 1,5 1400 5,0

600 300 0,5 500 1,5 1000 1,5 1400 5,0

Sumber: PT. Jaya Beton Indonesia

Selanjutnya cetakan yang telah selesai melalui proses spinning dipindahkan ke bak uap menggunakan over head crane.

9. Steamcuring

Steam curing merupakan proses pengeringan dengan menggunakan uap air yang dialirkan dari boiler ke bak uap bertujuan untuk mempercepat pengerasan beton. Proses penguapan dilakukan selama lebih kurang 4 jam


(48)

pada suhu 70oC. Dari bak uap selanjutnya dipindahkan ke area pembukaan cetakan menggunakan over head crane.

10. Remoulding

Remoulding merupakan proses pembukaan cetakan. Cetakan bagian atas dibuka dengan terlebih dahulu melepaskan baut menggunakan impact tool. Cetakan bagian atas dipindahkan menggunakan over head crane. Selanjutnya produk dipindahkan ke bagian pengecatan. Produk diinspeksi apakah sudah sesuai dengan standar. Selanjutnya kedua ujung produk dicat dan produk diberi label akta produksi.

11. Storage

Produk yang telah selesai diinspeksi dan dicat selanjutnya dipindahkan ke

stock area menggunakan over head crane.

2.5. Mesin dan Peralatan

2.5.1. Mesin Produksi

Dalam melakukan proses produksinya, PT. Jaya Beton Indonesia menggunakan beberapa mesin dan peralatan. Adapun mesin-mesin yang digunakan oleh PT. Jaya Beton Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Mesin Produksi

No. Nama Mesin Kegunaan Spesifikasi

1. CuttingMachine Untuk memotong PC Bar sesuai ukuran yang dibutuhkan

Buatan : Takasima Type : TB-1 Kapasitas : 30 m/min Tahun : 1978


(49)

Tabel 2.8. Mesin Produksi (Lanjutan)

No. Nama Mesin Kegunaan Spesifikasi

2. HeadingMachine Untuk membuat kepala di kedua ujung PC Bar

1. Tipe : SH-40 Tahun : 1986 2. Tipe : SH-40

Tahun : 1978 3. Spinning

Machine

Untuk memutar roll spinning

agar adukan beton di dalam cetakan menjadi padat

1.Buatan : Tatchi/Baldor Tipe : 45 Kw

Diameter : 300-400 mm Tahun : 1995

2.Buatan : Kodama (Meiden) Tipe : EB-MHC Motor 30 Kw

Diameter : 300-400 mm Tahun : 1986-Jepang 3.Buatan : Kodama (Meiden)

Tipe : EB-MHC Motor 30 Kw

Diameter : 300-400 mm Tahun : 1982-Jepang 4. Cage forming

Machine

Untuk membentuk sangkar produk

Model : P 400 – 13B Buatan : Hiraoka (Jepang) Tahun : 1978

5. Batching Plant Untuk mencampur atau mengaduk pasir, semen, kerikil, dan plascitizer selama 5 menit sehingga homogen

Merk : Nikko-Jepang Model : BPU 100A Kapasitas : 60 m3/ hr 6. Concrete placing

machine

Untuk menempatkan adonan pengecoran pada cetakan

Buatan : Lokal – JBI Sumber: PT. Jaya Beton Indonesia

2.5.2. Peralatan (Equipment)

Dalam mendukung kegiatan produksi diperlukan adanya material handling yang berperan sebagai sarana transportasi untuk memindahkan material. Alata material handling dan peralatan lainnya yang digunakan dalam proses produksi dapat dilihat pada Tabel 2.9.


(50)

Tabel 2.9. Peralatan/Equipment

No. Nama Peralatan Kegunaan

1. OverheadCrane - Untuk memindahkan sangkar ke area placing

- Untuk memindahkan cetakan ke area placing

- Untuk memindahkan cetakan dari spinning machine ke area steamcuring

- Untuk memindahkan cetakan dari bak steam curing ke area remoulding

- Untuk memindahkan cetakan ke area pengecatan - Untuk memindahkan produk ke stock area

2. BeltConveyor Untuk memindahkan pasir, kerikil, dan semen dari bucket ke batching plant

3. Tensioningjack Untuk menarik PC Bar agar menjadi tegang, dilakukan setelah proses pengecoran

4. Hoist crane Untuk memindahkan PC Bar dari area pemotongaan ke area pengheadingan

5. Tang Untuk memotong iron wire setelah selesai proses pembuatan sangkar (cage forming)

6. Kuas - Sebagai alat untuk membantu kegiatan pengolesan minyak CPO ke cetakan

- Sebagai alat untuk membantu kegiatan pemberian label akta produksi dan pengecatan ujung produk

7. Forklift Untuk memindahkan gulungan PC Bar dan iron wire dari gudang ke area produksi

8. Meteran Untuk mengukur diameter produk 9. Vernier caliper Untuk mengukur diameter iron wire

10. Trolley Hopper Untuk memindahkan adonan beton dari batching plant ke


(51)

Tabel 2.9. Peralatan/Equipment (Lanjutan)

No. Nama Peralatan Kegunaan

11. Bucket Sebagai tempat pasir, kerikil, dan semen sebelum dipindahkan ke batching plant

12. Impact Tool Untuk mengencangkan dan mengendurkan baut Sumber: PT. Jaya Beton Indonesia

2.5.3. Utilitas

Utilitas adalah sarana penunjang untuk membantu semua kegiatan dalam suatu bangunan atau gedung. Untuk kelancaran kegiatan produksi pada PT. Jaya Beton Indonesia diperlukan unit pendukung seperti pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Utilitas

No. Utilitas Kegunaan

1. Genset Pembangkit listrik bagi perusahaan apabila terjadi pemadaman arus oleh PLN

2. Boiler Sebagai penghasil uap air yang digunakan pada proses steam curing

3. Kompresor Untuk menghasilkan udara bertekanan yang diperlukan oleh impact tool

Sumber: PT. Jaya Beton Indonesia

2.5.4. Safety and Fire Production

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang perlu diperhatikan di dalam pabrik yang sedang beroperasi. Kecelakaan kerja akan dapat mengakibatkan terhambatnya proses produksi. Cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengagn menggunakan alat pelindung diri. Alat-alat


(52)

pelindung diri yang terdapat pada PT. Jaya Beton Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Helm

Helm berfungsi untuk melindungi kepala pekerja dari benda yang terjatuh dari atas.

2. Sepatu

Sepatu berfungsi sebagai pengaman atau pelindung kaki. 3. Sarung tangan

Sarung tangan berfungsi untuk melindungi tangan dari benda-benda yang tajam, permukaan kasar, dan sebagainya.

4. Masker

Masker berfungsi untuk melindungi hidung dan mulut dari debu.

2.5.5. Waste Treatment

Setiap perusahaan perlu memperhatikan masalah limbah agar tidak mencemari lingkungan. Limbah dari proses pembuatan produk di PT. Jaya Beton Indonesia berupa limbah cair dan padat yaitu air, sisa potongan PC Bar, dan sisa potongan iron wire. Air merupakan hasil buangan dari cetakan setelah proses spinning. Air ini kemudian dialirkan ke bak pengolahan limbah untuk disaring dalam 3 tahap. Selanjutnya air dialirkan ke kolam. Sisa potongan PC Bar dan sisa potongan iron wire yang tidak dapat dipakai lagi dijual karena ukurannya tidak cukup untuk membuat tulangan.


(53)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pengendalian Manufaktur Berorientasi Beban (Load Oriented

Manufacturing Control)

Salah satu tujuan dari suatu sistem manufaktur yang cukup penting adalah mengurangi lead time dan tingkat persediaan setengan jadi. Untuk mencapai tujuan tersebuat telah dikembangkan suatu konsep dalam pengendalian sistem manufaktur yaitu konsep beban kerja. Salah satu konsep beban kerja yang dikembangkan adalah Load Oriented Manufakturing Control (pengendalian manufaktur berorientasi beban).

Beban yang berlebih akan menyebabkan kondisi yang lebih buruk terhadap competitor order yang mengantri serta pengurutan operasi akan semakin tidak menentu.

3.2. Prosedur Load Oreiented Manufacturing Control

Prosedur dari Load Oriented Manufacturing Control adalah sebagai berikut:2

1. Perencanaan Kapasitas (Capacity Planning) 2. Perencanaan Release Order (Pelepasan order) 3. Sequencing

4. Memonitoring perhitungan data (monitoring data calculation)

2

Wiendahl, Hans-Peter.1995. Load Oriented Manufacturing Control, Berlin: Springer-Verlarg, Hannover.


(54)

3.2.1. Perencanaan Kapasitas3

1. Kapasitas desain: Menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal di mana tidak terdapat konflik penjadwalan, tidak ada produk yang rusak atau cacat, perawatan hanya yang rutin, dsb.

Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah output (produk) maksimum yang dapat dihasilkan suatu fasilitas produksi dalam suatu selang waktu tertentu. Pengertian ini harus dilihat dari tiga perspektif agar lebih jelas, yaitu:

2. Kapasitas efektif: Menunjukkan output maksimum pada tingkat operasi tertentu. Pada umumnya kapasitas efektif lebih rendah daripada kapasitas desain.

3. Kapasitas aktual: Menunjukkan output nyata yang dapat dihasilkan oleh fasilitas produksi. Kapasitas aktual sedapat mungkin harus diusahakan sama dengan kapasitas efektif.

Ada dua faktor tambahan yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kapasitas tersedia. Faktor pertama adalah utilisasi. Faktor kedua adalah efisiensi. Efisiensi secara formal didefinisikan sebagai rata-rata dari jam standar produksi per jam kerja aktual. Jika waktu standar secara tepat benar, efisiensinya adalah 1. Jika waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan lebih dari waktu standar, efisiensinya kurang dari 1. Rumus berikut merupakan rumus menentukan kapasitas tersedia.

Waktu tersedia = jumlah mesin jam kerja

Kapasitas tersedia = waktu tersedia x utilisasi x Efisiensi

3


(55)

3.2.2. Release Order (Pelepasan Order)

Release order merupakan awal dimulainya fase produksi. Perencanaan pelepasan order tersebut didasarkan pada prioritas, persediaan dari bahan dan perkakas (tooling), dan pembebanan ditetapkan dengan perencanaan input/ output. Pelepasan suatu order dilengkapi dengan:

1. Daftar permintaan bahan serta komponen yang dibutuhkan setiap order. 2. Dokumen pesanan produksi untuk pabrik, biasanya meliputi gambar-gambar

teknik, spesifikasi teknis dan urutan proses produksi. 3. Daftar permintaan peralatan yang dibutuhkan.

3.2.2.1. Pengendalian Prioritas

Keputusan untuk melepaskan order ke pabrik menimbulkan pertanyaan,

order mana yang harus dilepaskan dan kalau sudah direlease dalam urutan yang bagaimana mereka diproses. Berbagai urutan prioritas yang berbeda tersedia untuk menentukan urutan order mana yang akan dijalankan. Beberapa diantaranya yang umum digunakan adalah:4

1. FCFS (First Come First Serve)

Prioritas order yang direlease adalah order yang pertama tiba pada departemen tersebut. Aturan ini hanya bisa digunakan apabila pekerjaan/

order tidak datang pada waktu bersamaan. 2. SPT (Shortest Processing Time)

4

Forgaty, Donald W.1991. Production & Inventory Management, Cincinnati: South Western Publishing Co.


(56)

Prioritas order yang direlease adalah order yang mempunyai waktu pengerjaan yang paling singkat. Aturan ini akan tepat digunakan apabila pekerjaan/ order tidak tergantung pada batas due date.

3. STPT (Shortest Total Processing Time Remaining)

Urutan pengerjaan ditentukan oleh jumlah waktu proses yang tersisa dari suatu produk. Aturan ini tidak digunakan pada awal perencanaan produksi, karena yang diperhatikan adalah waktu proses yang tersisa dari suatu produk.

4. EDD (Earliest Start Date)

Urutan pengerjaan ditentukan dengan mengerjakan pekerjaan yang memiliki tanggal penyerahan (due date) terdekat. Aturan ini berjalan dengan baik jika waktu prosesnya relatif sama.

5. ST (Slack Time)

Urutan pengerjaan ditentukan dengan mendahulukan pekerjaan yang waktu tenggangnya (slack time) lebih kecil. ST= waktu penyerahan – waktu penyelesaian produk. Aturan ini mendukung jadwal penyerahan produk. 6. CR (Critical Ratio)

Urutan pekerjaan ditentukan dengan mendahulukan CR yang paling kecil. CR= tanggal penyerahan – tanggal saat ini dibagi sisa waktu penyelesaian produk. CR prinsipnya hampir sama dengan STPT.


(57)

3.2.2.2. Load Oriented Order Release5

Salah satu tahap Load Oriented Manufacturing Control (LOMC) adalah

order release. Secara konseptual order release adalah salah satu tahap pengendalian aktivitas produksi yang mengawali fase eksekusi dalam suatu proses produksi.

Load oriented order release memilih order mana yang dapat dikerjakan secara periodik berdasarkan kapasitas yang tersedia dalam periode perencanaan jangka pendek. Pada tahap ini juga dilakukan pembatasanbeban kerja dan juga dapat mengidentifikasi adanya bottleneck serta penyesuaian kapasitas jika mungkin sehingga order release dan perencanaan jangka pendek dilakukan secara simultan.

Load oriented order release merupakan metode untuk mengendalikan flow time dilantai pabrik dengan mengendalikan inputan aktual versus output terencana. Gambar 3.1. menunjukkan keadaan pada akhir periode penjadwalan pada sebuah stasiun kerja. Pada gambar sebelah kiri dapat dilihat bagian dari kurva input dan output masa lalu dan diagram throughput yang ideal untuk periode selanjutnya.

Inventori awal yang sebenarnya, (disebut leftover inventory (ILO) dalam Gambar 3.1.), adalah penyimpangan dari planned mean inventory. Jadi, pekerjaan yang direlease bukan input terencana (disebut planned input (INP)) tapi lebih kepada Load Limit LL dikurangi Leftover Inventory (ILO).

5

Wiendahl, Hans-Peter.1995. Load Oriented Manufacturing Control, Berlin: Springer-Verlarg, Hannover.


(58)

Penjumlahan dari planned mean inventory dan planned output disebut

Load Limit (LL). Selisih antara LL dan ILO ini disebut release (REL). Metode yang dikembangkan dari hal ini disebut load-oriented order release. Tidak seperti metode penjadwalan kapasitas secara konvensional, metode ini tidak mencoba untuk menjadwalkan satu order selama kurva output penjadwalan dengan tingkat akurasi hari atau jam, tapi mengharapkan performansi keseimbangan antar periode pada dasar dari input dan output.

INP + Im = OUT + Im REL + ILO = OUT + Im

LL = OUT + I REL = LL – ILO

dimana:

REL = pekerjaan yang direlease untuk satu periode penjadwalan (dalam jam)

LL = batas beban (dalam jam)

OUT = output terjadwal dalam periode penjadwalan (dalam jam)

Im = rata-rata inventory terencana (dalam jam)

ILO = leftover inventory pada awal periode penjadwalan (dalam jam)

INP = input dalam periode penjadwalan/ (dalam jam).

Satu karakteristik penting dari metode ini adalah hanya memakai satu rumus perhitungan untuk setiap stasiun kerja, dan hal ini diupdate setiap periode. Jadi, metode konvensional yang memakai beberapa perhitungan dari beberapa periode, tidak dibutuhkan lagi.


(59)

Gambar 3.1. Throughput Model dari Load Oriented OrderRelease untuk Satu

Stasiun Kerja

3.2.2.3. Teknik Konversi Beban

Penerapan prinsip pembatasan beban pada work center pertama pada saat

order release merupakan hal yang mudah, tetapi tidak demikian dengan work center berikutnya. Beban yang datang pada work center terdiri dari berbagai jenis beban yang berasal dari upstream work center yang sulit untuk diperkirakan secara tepat dimana beban ini akan diproses pada downstream work center pada periode perencanaan berikutnya. Estimasi statistik digunakan untuk mengatasi hal ini melalui teknik konversi beban.

Salah satu pengendalian beban dalam order release dapat membatasi total beban yang terdiri dari beban yang terdapat pada work center tersebut dan beban tambahan yang akan datang dari work center sebelumnya. Posisi work center

menggambarkan jumlah operasi rata-rata yang dilalui order setelah direlease


(60)

posisi work center karena adanya order campuran, maka batas beban selalu direvisi secara terus menerus. Prosedur ini akan semakin kompleks jika upstream work center tidak mempunyai batas beban yang sama.

Beban kerja untuk masing-masing order pada tiap periode dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

BKijk=TOij �

100 LPG�

j-1

Dimana:

BKijk = beban kerja order ke i pada operasi j di periode k

LPG = load percentage

TOij = waktu operasi order i pada urutan operasi j

Karena adanya konversi beban, cara yang lebih mudah adalah mengkonversikan beban total menjadi estimasi beban langsung yang terdiri dari beban yang dimiliki work center saat ini dan beban yang mungkin datang dari

work center sebelumnya. Konversi beban dihitung dengan menurunkan semua beban dari upstreamwork center satu atau beberapa kali sesuai dengan jarak yang ada pada down stream work center. Jika upstream work center mempunyai batas beban yang berbeda, penurunan menggunakan hasil batas beban individual, sehingga batas beban work center masih tersisa dan tidak memerlukan penyesuaian terhadap perubahan posisi work center.

Keuntungan dari konversi beban dan pembatasan beban adalah bahwa kedua proses ini mengendalikan hubungan yang sesuai dari beban upstream dan beban yang dimiliki dengan sendirinya, misalnya membatasi dan menyeimbangkan WIP total sesuai dengan kebutuhan individu setiap work center.


(61)

3.2.2.4. Prosedur Load OrientedOrder Release

Pada awal setiap periode perencanaan, umumnya satu minggu prosedur

load orientedorder release memutuskan planned order mana yang akan direlease

dalam periode perencanaan berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

1. Waktu operasi dari setiap order. 2. Tersedianya material yang diperlukan. 3. Tersedianya peralatan yang diperlukan.

4. Kapasitas mesin/ WC ada setiap periode perencanaan sudah diketahui. Prosedur load orientedorder release dapat dibagi menjadi beberapa tahap antara lain:

1. Penentuan loading sequence

Tujuan: menentukan urutan pembebanan berdasarkan aturan prioritas. Data yang diperlukan: jenis order, waktu pengerjaan order.

Hasil: data urgent order

2. Konversi beban

Tujuan: menentukan besarnya beban yang akan diterima stasiun kerja pada setiap periode perencanaan.

Mekanisme:

a. Data yang diperlukan: urgent order, persentase loading.

b. Tahap inisialisasi

Menentukan beban kerja di setiap order pada periode pertama dengan rumus sebagai berikut:


(62)

BKijk=TOij �

100 LPG�

j-1

Dimana:

BKijk = beban kerja order ke i pada operasi j di periode k

LPG = load percentage

TOij = waktu operasi order i pada urutan operasi j

c. Melakukan loading periode 1 d. Melakukan sequencing periode 1

e. Melakukan konversi beban untuk periode k+1 (k=1….t)

f. Evaluasi order apakah order yang direlease di periode 1 sudah selesai diproses

Hasil: beban yang akan diterima WC/ mesin berikutnya. 3. Loading

Tujuan: menentukan order yang akan direlease pada satu periode berdasarkan batas beban yang dimiliki setiap stasiun kerja, batas beban didapatkan dari rumus berikut:

LLij = LPG 100 × Cij

Dimana:

LLij = load limit (batas beban) work center i pada periode ke j

LPG = kapasitas work center i pada periode ke j Cij = waktu operasi order i pada urutan operasi j


(63)

a. Data yang diperlukan: urgent order, beban yang sudah dikonversi, load limit.

b. Membuat bar chart berdasarkan work center. c. Mengurutkan order berdasarkan prioritas.

d. Bebankan order yang mempunyai prioritas lebih tinggi ke dalam setiap

work center yang digunakan dengan ukuran beban sesuai dengan hasil konversi beban.

e. Lakukan pembebanan hingga ditemukan salah satu operasi suatu order

tidak dapat dibebankan lagi karena pembebanan order sebelumnya sudah melebihi load limit.

f. Jika salah satu operasi suatu order tidak dapat dibebankan maka order

tersebut belum dapat direlease pada periode tersebut.

Hasil: daftar urutan order yang dapat direlease ke dalam shoop floor pada satu periode.

3.2.3. Sequencing

Sesudah mengetahui order mana yang akan direlease, kemudian dilakukan kegiatan sequencing yaitu kegiatan mengalokasikan beban kerja ke setiap stasiun kerja yang kapasitasnya sudah ditentukan sebelumnya.

Adapun tujuan dari sequencing adalah:

1. Menentukan urutan order ke dalam stasiun kerja setiap periode sesuai dengan kapasitas yang dimiliki dan sesuai dengan kondisi system.


(64)

2. Mengevaluasi order yang sudah selesai dikerjakan pada stasiun kerja satu periode perencanaan.

Mekanisme pada sequencing adalah:

1. Data yang diperlukan: urutan order yang direlease pada periode perencanaan, kapasitas mesin setiap periode, kondisi mesin (posisi order dalam shop). 2. Membuat bar chart berdasarkan mesin.

3. Bebankan order yang paling mungkin diproses oleh mesin.

4. Jika terdapat order bersaing, urutan pembebanan dilakukan berdasarkan FCFS (first come first serve).

5. Identifikasikan urutan operasi order yang telah diselesaikan pada periode perencanaan yang sedang direncanakan.

6. Operasi order yang telah selesai akan mempengaruhi nilai konversi beban untuk periode berikutnya.

Dari proses sequencing dapat diperoleh hasil yaitu urutan order pada stasiun kerja dan daftar order yang sudah diselesaikan pada beberapa operasi di stasiun kerja.

3.2.4. Memonitoring Perhitungan Data (Monitoring Data Calculation)

Monitored Data Calculation didasarkan pada data feedback, dalam hal ini akan dianalisis hasil implementasi Load Oriented Manufacturing Control, dan juga dengan adanya modul ini perusahaan dapat menentukan lamanya due date

dari order-order yang datang, sehingga perusahaan tidak perlu khawatir lagi akan


(65)

3.3. Penjadwalan

Penjadwalan (scheduling) menurut Conway adalah pengurutan pembuatan produk secara menyeluruh yang dikerjakan pada beberapa buah mesin. Sedangkan menurut Kenneth R. Baker, penjadwalan didefinisikan sebagai proses pengalokasian sumber daya untuk memilih sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan kedua definisi tersebut, maka pengertian penjadwalan secara umum dapat diartikan sebagai pengalokasian sumber daya terbatas untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Unit dasar dari sebuah proses penjadwalan adalah operasi yang harus dikerjakan pada mesin. Sedangkan job (pekerjaan) merupakan suatu susunan yang terdiri dari beberapa operasi.Pengertian job (pekerjaan) sendiri dikembangkan sehingga mempunyai arti sebagai entiti individual yang diketahui waktu prosesnya, mempunyai due date dan memerlukan waktu set-up sebelum diproses pada mesin. Input dari suatu penjadwalan mencakup urutan ketergantungan antar operasi (routing), waktu proses untuk masing-masing operasi serta fasilitas yang dibutuhkan untuk setiap operasi.

Masalah penjadwalan seringkali muncul jika terdapat n job yang akan diproses pada m buah mesin, yang harus ditetapkan mana yang harus dikerjakan lebih dahulu dan bagaimana urutan proses, pengalokasian operasi pada mesin sehingga diperoleh suatu proses produksi yang terjadwal. Masalah penjadwalan dapat diselesaikan dengan bantuan model matematis yang akan memberikan solusi optimal. Model-model penjadwalan akan memberikan rumusan masalah yang sistematik berikut dengan solusi yang diharapkan.


(66)

3.3.1. Terminologi Penjadwalan6

Terminologi atau istilah-istilah yang ditemukan dalam penjadwalan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Processing time (waktu proses), merupakan perkiraan waktu penyelesaian satu pekerjaan. Perkiraan ini juga meliputi perkiraan waktu setup mesin. Simbol untuk waktu proses pekerjaan i adalah Ti.

2. Due date (batas waktu), merupakan waktu maksimal yang dapat diterima untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kelebihan waktu dari waktu yang telah ditetapkan merupakan suatu keterlamabatan. Batas waktu ini disimbolkan sebagai Di.

3. Lateness (keterlambatan), merupakan penyimpangan antara waktu penyelesaian pekerjaan dengan batas waktu yang ditentukan. Suatu pekerjaan mempunyai keterlambatan positif jika diselesaikan setelah batas waktu dan bernilai negatif jika diselesaikan sebelum batas waktu. Simbol keterlambatan ini adalah Li.

4. Tardiness (ukuran keterlambatan), merupakan ukuran untuk keterlambatan positif. Jika suatu pekerjaan diselesaikan lebih cepat dari batas waktu yang ditetapkan, maka mempunyai nilai keterlambatan negatif dan jika suatu pekerjaan diselesaikan setelah batas waktu yang ditetapkan maka ukuran keterlambatan positif. Ukuran ini disimbolkan dengan Ti.

6


(67)

156-5. Slack (kelonggaran), merupakan ukuran yang digunakan untuk melihat selisih waktu antara waktu proses dengan batas waktu yang telah ditetapkan. Slack dinotasikan Sli, dan dihitung dengan persamaan Sli = di –ti.

6. Completion time (waktu penyelesaian), merupakan rentang waktu saat pekerjaan dimulai sampai dengan pekerjaan itu selesai. Waktu penyelesaian ini disimbolkan Ci.

7. Flow time (waktu alir), merupakan rentang waktu antara saat pekerjaan dapat dimulai (tersedia) dan saat pekerjaan selesai. Waktu alir sama dengan waktu proses ditambah dengan waktu tunggu sebelum pekerjaan diproses.

3.3.2. Kriteria di dalam Evaluasi Penjadwalan

Di dalam mengambil keputusan tentang penjadwalan, banyak kriteria yang ditampilkan sebagai evaluasi dari penjadwalan sejumlah job yang diproses di dalam sejumlah mesin yang merupakan fungsi dari sekumpulan waktu penyelesaian.

Misalkan ada sejumlah n job yang akan dijadwalkan, maka kriteria penjadwalan dapat berupa:

1. Minimisasi waktu penyelesaian rata-rata (mean flow time) 2. Minimisasi mean lateness

3. Minimisasi mean tardiness

4. Maksimisasi tardiness

5. Maksimisasi keseluruhan waktu penyelesaian job yang ada (maximum flow time)


(68)

6. Minimisasi jumlah job yang terlambat (number of tardy job) 7. Maksimisasi utilitas rata-rata mesin (U)

Kriteria penjadwalan dapat pula dibagi berdasarkan waktu, ongkos maupun kombinasi dari keduanya.Berdasarkan waktu, kriteria ini dapat dibedakan atas minimisasi makespan dan pemenuhan due date.Makespan merupakan jangka waktu penyelesaian suatu penjadwalan yang merupakan jumlah dari seluruh waktu proses.

Due date seperti yang diuraikan sebelumnya merupakan batas waktu penyerahan produk oleh konsumen, yang diterapkan oleh konsumen.Produsen selalu berusaha untuk memenuhi due date tersebut.

3.4. Pengukuran Waktu (Time Study)7

Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Untuk menghitung waktu baku (Standard Time) penyelesaian pekerjaan guna memilih alternative metoda kerja terbaik, maka perlu diterapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja (Work measurement atau time study). Pengukuran waktu kerja ini berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Secara singkat pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian yaitu:

7


(69)

1. Pengukuran waktu secara langsung

Pengukuran ini dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Misalnya pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work sampling). 2. Pengukuran secara tidak langsung

Pengukuran ini dilakukan dengan menghitung waktu kerja tanpa si pengamat harus ditempat kerja yang diukur.Pengukuran waktu dilakukan dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan. Misalnya aktivitas data waktu baku (standard data), dan data waktu gerakan (predetermined time system).

3.4.1. Pengukuran Waktu Jam Henti8

Pengukuran waktu jam henti adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat yang telah disiapkan. Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak digunakan. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu

Dalam penelitian pendahuluan yang harus dilakukan adalah mengamati dan mengidentifikasi kondisi kerja dan metode kerja. Dalam penelitian ini perlu

8


(70)

dianalisis hasil pengukuran waktu kerja, apakah masih ada kondisi yang tidak yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Tahapan dalam melakukan pengukuran waktu adalah sebagai berikut:

1. Penetapan Tujuan Pengukuran.

Dalam melakukan pengukuran waktu kerja, tujuan pengukuran harus ditetapkan terlebih dahulu dan untuk apa hasil pengukuran digunakan. Dalam penentuan tujuan tersebut, dibutuhkan adanya tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang digunakan dalam pengukuran jam henti.

2. Melakukan Penelitian Pendahuluan

Dalam penelitian pendahuluan yang harus dilakukan adalah mengamati dan mengidentifikasi kondisi kerja dan metode kerja. Dalam penelitian ini perlu dianalisis hasil pengukuran waktu kerja, apakah masih ada kondisi yang tidak optimal, jika perlu dilakukan perbaikan kondisi kerja dan cara kerja yang baik.

3. Memilih Operator

Operator yang akan melakukan pekerjaan harus dipilih yang memenuhi beberapa persyaratan agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat tersebut yang dibutuhkan berkemampuan normal dan dapat bekerja sama menjalankan prosedur kerja yang baik.


(71)

Operator harus dilatih terlebih dahulu agar terbiasa dengan kondisi dan cara yang telah ditetapkan dan telah dibakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara wajar.

5. Menguraikan Pekerjaan Atas Beberapa Elemen Pekerjaan

Pekerjaan dibagi menjadi beberapa elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan.Pengukuran waktu dilakukan atas elemen pekerjaan. Ada beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam melakukan pemisahan menjadi beberapa elemen pekerjaan yaitu:

a. Uraikan pekerjaan tersebut, tetapi harus dapat diamati oleh alat ukur dan dapat dicatat dengan menggunakan jam henti.

b. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal karena jumlah waktu elemen kerja tersebut merupakan siklus penyelesaian suatu pekerjaan. c. Antara elemen satu dengan elemen yang lain pemisahannya harus

jelas. Hal ini dilakukan agar tidak timbul keraguan dalam menentukan kapan berakhirnya atau mulainya suatu pekerjaan.

6. Menyiapkan Alat Pengukuran Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran waktu baku tersebut yaitu:

a. Jam henti (stop watch) b. Lembar pengamatan c. Pena atau pensil d. Papan pengamatan


(72)

3.4.2. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan9

Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan untuk melakukan sampling dalam pengambilan data.Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenamya.Hal ini biasanya dinyatakan dengan persen (dari waktu penyelesaian sebenamya, yang seharusnya dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur akan hasil yang diperoleh telah memenuhi syarat ketelitian yang ditentukan. Jadi tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95% berarti bahwa penyimpangan hasil pengukuran dari hasil sebenamya maksimum 5% dan kemungkinan berhasil mendapatkan hasil yang demikian adalah 95%.

3.4.3. Pengujian Keseragaman Data

Selama melakukan pengukuran, operator mungkin mendapatkan data yang tidak seragam. Untuk itu digunakan alat yang dapat mendeteksinya yaitu peta kendali. Batas kendali dibentuk dari data yang merupakan batas yang menetukan seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, jika berada dalam batas control dan data dikatakan tidak seragam jika berada diluar batas control.

Dalam penentuan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) untuk tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5% digunakan batas

2σ. Peta kontrol mempunyai batas-batas:

BKA = ×� + 2σ

9


(73)

BKB = ×� - 2σ 3.4.4. Pengujian Kecukupan Data

Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil dari lapangan penelitian telah mencukupi untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Misalkan serangkaian pengukuran pendahuluan telah dilakukan dan hasil pengukuran ini dapat dikelompokkan ke dalam subgroup berukuran n, dimana:

X

�j = Data pengamatan ke-j (j=1,2,3,…,N)

Xi = Harga rata-rata data pengamatan pada subgroup ke-i (i=1,2,3,…,k) k = Banyaknya subgroup

n = Besarnya subgroup

X

� = Harga rata-rata dari harga rata-rata subgroup N = Jumlah pengamatan pendahuluan

N’ = Jumlah pengamatan yang diperlukan

σ = Standar deviasi data pengamatan

�� = Standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgroup x Maka:

1. Harga rata-rata dari subgroup adalah:

X

�= ∑ X�i

k i=1

k

2. Standar deviasi dari data pengamatan adalah:

�=

�� ∑ ���

�=1 − �∑��=1��� 2

� −1


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)