Pengendalian Manufaktur Berorientasi Beban Manufacturing Lead Time

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Pengendalian Manufaktur Berorientasi Beban

Load Oriented Manufacturing Control Salah satu tujuan dari suatu sistem manufaktur yang cukup penting adalah mengurangi lead time dan tingkat persediaan setengan jadi. Untuk mencapai tujuan tersebuat telah dikembangkan suatu konsep dalam pengendalian sistem manufaktur yaitu konsep beban kerja. Salah satu konsep beban kerja yang dikembangkan adalah Load Oriented Manufakturing Control pengendalian manufaktur berorientasi beban. Beban yang berlebih akan menyebabkan kondisi yang lebih buruk terhadap competitor order yang mengantri serta pengurutan operasi akan semakin tidak menentu.

3.2. Prosedur

Load Oreiented Manufacturing Control Prosedur dari Load Oriented Manufacturing Control adalah sebagai berikut: 2 1. Perencanaan Kapasitas Capacity Planning 2. Perencanaan Release Order Pelepasan order 3. Sequencing 4. Memonitoring perhitungan data monitoring data calculation 2 Wiendahl, Hans-Peter.1995. Load Oriented Manufacturing Control, Berlin: Springer-Verlarg, Hannover. Universitas Sumatera Utara

3.2.1. Perencanaan Kapasitas

3 1. Kapasitas desain: Menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal di mana tidak terdapat konflik penjadwalan, tidak ada produk yang rusak atau cacat, perawatan hanya yang rutin, dsb. Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah output produk maksimum yang dapat dihasilkan suatu fasilitas produksi dalam suatu selang waktu tertentu. Pengertian ini harus dilihat dari tiga perspektif agar lebih jelas, yaitu: 2. Kapasitas efektif: Menunjukkan output maksimum pada tingkat operasi tertentu. Pada umumnya kapasitas efektif lebih rendah daripada kapasitas desain. 3. Kapasitas aktual: Menunjukkan output nyata yang dapat dihasilkan oleh fasilitas produksi. Kapasitas aktual sedapat mungkin harus diusahakan sama dengan kapasitas efektif. Ada dua faktor tambahan yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kapasitas tersedia. Faktor pertama adalah utilisasi. Faktor kedua adalah efisiensi. Efisiensi secara formal didefinisikan sebagai rata-rata dari jam standar produksi per jam kerja aktual. Jika waktu standar secara tepat benar, efisiensinya adalah 1. Jika waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan lebih dari waktu standar, efisiensinya kurang dari 1. Rumus berikut merupakan rumus menentukan kapasitas tersedia. Waktu tersedia = jumlah mesin jam kerja Kapasitas tersedia = waktu tersedia x utilisasi x Efisiensi 3 Kusuma, Hendra. 2004. Manajemen Produksi, Perencanaan Pengendalian Produksi. Yogyakarta: Andi. Universitas Sumatera Utara

3.2.2. Release Order Pelepasan Order

Release order merupakan awal dimulainya fase produksi. Perencanaan pelepasan order tersebut didasarkan pada prioritas, persediaan dari bahan dan perkakas tooling, dan pembebanan ditetapkan dengan perencanaan input output. Pelepasan suatu order dilengkapi dengan: 1. Daftar permintaan bahan serta komponen yang dibutuhkan setiap order. 2. Dokumen pesanan produksi untuk pabrik, biasanya meliputi gambar-gambar teknik, spesifikasi teknis dan urutan proses produksi. 3. Daftar permintaan peralatan yang dibutuhkan.

3.2.2.1. Pengendalian Prioritas

Keputusan untuk melepaskan order ke pabrik menimbulkan pertanyaan, order mana yang harus dilepaskan dan kalau sudah direlease dalam urutan yang bagaimana mereka diproses. Berbagai urutan prioritas yang berbeda tersedia untuk menentukan urutan order mana yang akan dijalankan. Beberapa diantaranya yang umum digunakan adalah: 4 1. FCFS First Come First Serve Prioritas order yang direlease adalah order yang pertama tiba pada departemen tersebut. Aturan ini hanya bisa digunakan apabila pekerjaan order tidak datang pada waktu bersamaan. 2. SPT Shortest Processing Time 4 Forgaty, Donald W.1991. Production Inventory Management, Cincinnati: South Western Publishing Co. Universitas Sumatera Utara Prioritas order yang direlease adalah order yang mempunyai waktu pengerjaan yang paling singkat. Aturan ini akan tepat digunakan apabila pekerjaan order tidak tergantung pada batas due date. 3. STPT Shortest Total Processing Time Remaining Urutan pengerjaan ditentukan oleh jumlah waktu proses yang tersisa dari suatu produk. Aturan ini tidak digunakan pada awal perencanaan produksi, karena yang diperhatikan adalah waktu proses yang tersisa dari suatu produk. 4. EDD Earliest Start Date Urutan pengerjaan ditentukan dengan mengerjakan pekerjaan yang memiliki tanggal penyerahan due date terdekat. Aturan ini berjalan dengan baik jika waktu prosesnya relatif sama. 5. ST Slack Time Urutan pengerjaan ditentukan dengan mendahulukan pekerjaan yang waktu tenggangnya slack time lebih kecil. ST= waktu penyerahan – waktu penyelesaian produk. Aturan ini mendukung jadwal penyerahan produk. 6. CR Critical Ratio Urutan pekerjaan ditentukan dengan mendahulukan CR yang paling kecil. CR= tanggal penyerahan – tanggal saat ini dibagi sisa waktu penyelesaian produk. CR prinsipnya hampir sama dengan STPT. Universitas Sumatera Utara

3.2.2.2. Load Oriented Order Release

5 Salah satu tahap Load Oriented Manufacturing Control LOMC adalah order release. Secara konseptual order release adalah salah satu tahap pengendalian aktivitas produksi yang mengawali fase eksekusi dalam suatu proses produksi. Load oriented order release memilih order mana yang dapat dikerjakan secara periodik berdasarkan kapasitas yang tersedia dalam periode perencanaan jangka pendek. Pada tahap ini juga dilakukan pembatasanbeban kerja dan juga dapat mengidentifikasi adanya bottleneck serta penyesuaian kapasitas jika mungkin sehingga order release dan perencanaan jangka pendek dilakukan secara simultan. Load oriented order release merupakan metode untuk mengendalikan flow time dilantai pabrik dengan mengendalikan inputan aktual versus output terencana. Gambar 3.1. menunjukkan keadaan pada akhir periode penjadwalan pada sebuah stasiun kerja. Pada gambar sebelah kiri dapat dilihat bagian dari kurva input dan output masa lalu dan diagram throughput yang ideal untuk periode selanjutnya. Inventori awal yang sebenarnya, disebut leftover inventory ILO dalam Gambar 3.1., adalah penyimpangan dari planned mean inventory. Jadi, pekerjaan yang direlease bukan input terencana disebut planned input INP tapi lebih kepada Load Limit LL dikurangi Leftover Inventory ILO. 5 Wiendahl, Hans-Peter.1995. Load Oriented Manufacturing Control, Berlin: Springer-Verlarg, Hannover. Universitas Sumatera Utara Penjumlahan dari planned mean inventory dan planned output disebut Load Limit LL. Selisih antara LL dan ILO ini disebut release REL. Metode yang dikembangkan dari hal ini disebut load-oriented order release. Tidak seperti metode penjadwalan kapasitas secara konvensional, metode ini tidak mencoba untuk menjadwalkan satu order selama kurva output penjadwalan dengan tingkat akurasi hari atau jam, tapi mengharapkan performansi keseimbangan antar periode pada dasar dari input dan output. INP + Im = OUT + Im REL + ILO = OUT + Im LL = OUT + I REL = LL – ILO dimana: REL = pekerjaan yang direlease untuk satu periode penjadwalan dalam jam LL = batas beban dalam jam OUT = output terjadwal dalam periode penjadwalan dalam jam Im = rata-rata inventory terencana dalam jam ILO = leftover inventory pada awal periode penjadwalan dalam jam INP = input dalam periode penjadwalan dalam jam. Satu karakteristik penting dari metode ini adalah hanya memakai satu rumus perhitungan untuk setiap stasiun kerja, dan hal ini diupdate setiap periode. Jadi, metode konvensional yang memakai beberapa perhitungan dari beberapa periode, tidak dibutuhkan lagi. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.1. Throughput Model dari Load Oriented OrderRelease untuk Satu Stasiun Kerja

3.2.2.3. Teknik Konversi Beban

Penerapan prinsip pembatasan beban pada work center pertama pada saat order release merupakan hal yang mudah, tetapi tidak demikian dengan work center berikutnya. Beban yang datang pada work center terdiri dari berbagai jenis beban yang berasal dari upstream work center yang sulit untuk diperkirakan secara tepat dimana beban ini akan diproses pada downstream work center pada periode perencanaan berikutnya. Estimasi statistik digunakan untuk mengatasi hal ini melalui teknik konversi beban. Salah satu pengendalian beban dalam order release dapat membatasi total beban yang terdiri dari beban yang terdapat pada work center tersebut dan beban tambahan yang akan datang dari work center sebelumnya. Posisi work center menggambarkan jumlah operasi rata-rata yang dilalui order setelah direlease sampai diselesaikan pada down streamwork center. Sesuai dengan perubahan Universitas Sumatera Utara posisi work center karena adanya order campuran, maka batas beban selalu direvisi secara terus menerus. Prosedur ini akan semakin kompleks jika upstream work center tidak mempunyai batas beban yang sama. Beban kerja untuk masing-masing order pada tiap periode dapat diketahui dengan menggunakan rumus: BK ijk =TO ij × � 100 LPG � j-1 Dimana: BK ijk = beban kerja order ke i pada operasi j di periode k LPG = load percentage TO ij = waktu operasi order i pada urutan operasi j Karena adanya konversi beban, cara yang lebih mudah adalah mengkonversikan beban total menjadi estimasi beban langsung yang terdiri dari beban yang dimiliki work center saat ini dan beban yang mungkin datang dari work center sebelumnya. Konversi beban dihitung dengan menurunkan semua beban dari upstreamwork center satu atau beberapa kali sesuai dengan jarak yang ada pada down stream work center. Jika upstream work center mempunyai batas beban yang berbeda, penurunan menggunakan hasil batas beban individual, sehingga batas beban work center masih tersisa dan tidak memerlukan penyesuaian terhadap perubahan posisi work center. Keuntungan dari konversi beban dan pembatasan beban adalah bahwa kedua proses ini mengendalikan hubungan yang sesuai dari beban upstream dan beban yang dimiliki dengan sendirinya, misalnya membatasi dan menyeimbangkan WIP total sesuai dengan kebutuhan individu setiap work center. Universitas Sumatera Utara

3.2.2.4. Prosedur Load Oriented Order Release

Pada awal setiap periode perencanaan, umumnya satu minggu prosedur load oriented order release memutuskan planned order mana yang akan direlease dalam periode perencanaan berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: 1. Waktu operasi dari setiap order. 2. Tersedianya material yang diperlukan. 3. Tersedianya peralatan yang diperlukan. 4. Kapasitas mesin WC ada setiap periode perencanaan sudah diketahui. Prosedur load oriented order release dapat dibagi menjadi beberapa tahap antara lain: 1. Penentuan loading sequence Tujuan: menentukan urutan pembebanan berdasarkan aturan prioritas. Data yang diperlukan: jenis order, waktu pengerjaan order. Hasil: data urgent order 2. Konversi beban Tujuan: menentukan besarnya beban yang akan diterima stasiun kerja pada setiap periode perencanaan. Mekanisme: a. Data yang diperlukan: urgent order, persentase loading. b. Tahap inisialisasi Menentukan beban kerja di setiap order pada periode pertama dengan rumus sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara BK ijk =TO ij × � 100 LPG � j-1 Dimana: BK ijk = beban kerja order ke i pada operasi j di periode k LPG = load percentage TO ij = waktu operasi order i pada urutan operasi j c. Melakukan loading periode 1 d. Melakukan sequencing periode 1 e. Melakukan konversi beban untuk periode k+1 k=1….t f. Evaluasi order apakah order yang direlease di periode 1 sudah selesai diproses Hasil: beban yang akan diterima WC mesin berikutnya. 3. Loading Tujuan: menentukan order yang akan direlease pada satu periode berdasarkan batas beban yang dimiliki setiap stasiun kerja, batas beban didapatkan dari rumus berikut: LL ij = LPG 100 × C ij Dimana: LL ij = load limit batas beban work center i pada periode ke j LPG = kapasitas work center i pada periode ke j C ij = waktu operasi order i pada urutan operasi j Mekanisme: Universitas Sumatera Utara a. Data yang diperlukan: urgent order, beban yang sudah dikonversi, load limit. b. Membuat bar chart berdasarkan work center. c. Mengurutkan order berdasarkan prioritas. d. Bebankan order yang mempunyai prioritas lebih tinggi ke dalam setiap work center yang digunakan dengan ukuran beban sesuai dengan hasil konversi beban. e. Lakukan pembebanan hingga ditemukan salah satu operasi suatu order tidak dapat dibebankan lagi karena pembebanan order sebelumnya sudah melebihi load limit. f. Jika salah satu operasi suatu order tidak dapat dibebankan maka order tersebut belum dapat direlease pada periode tersebut. Hasil: daftar urutan order yang dapat direlease ke dalam shoop floor pada satu periode.

3.2.3. Sequencing

Sesudah mengetahui order mana yang akan direlease, kemudian dilakukan kegiatan sequencing yaitu kegiatan mengalokasikan beban kerja ke setiap stasiun kerja yang kapasitasnya sudah ditentukan sebelumnya. Adapun tujuan dari sequencing adalah: 1. Menentukan urutan order ke dalam stasiun kerja setiap periode sesuai dengan kapasitas yang dimiliki dan sesuai dengan kondisi system. Universitas Sumatera Utara 2. Mengevaluasi order yang sudah selesai dikerjakan pada stasiun kerja satu periode perencanaan. Mekanisme pada sequencing adalah: 1. Data yang diperlukan: urutan order yang direlease pada periode perencanaan, kapasitas mesin setiap periode, kondisi mesin posisi order dalam shop. 2. Membuat bar chart berdasarkan mesin. 3. Bebankan order yang paling mungkin diproses oleh mesin. 4. Jika terdapat order bersaing, urutan pembebanan dilakukan berdasarkan FCFS first come first serve. 5. Identifikasikan urutan operasi order yang telah diselesaikan pada periode perencanaan yang sedang direncanakan. 6. Operasi order yang telah selesai akan mempengaruhi nilai konversi beban untuk periode berikutnya. Dari proses sequencing dapat diperoleh hasil yaitu urutan order pada stasiun kerja dan daftar order yang sudah diselesaikan pada beberapa operasi di stasiun kerja.

3.2.4. Memonitoring Perhitungan Data Monitoring Data Calculation

Monitored Data Calculation didasarkan pada data feedback, dalam hal ini akan dianalisis hasil implementasi Load Oriented Manufacturing Control, dan juga dengan adanya modul ini perusahaan dapat menentukan lamanya due date dari order-order yang datang, sehingga perusahaan tidak perlu khawatir lagi akan order yang terlambat selesai dari due date yang telah ditetapkan. Universitas Sumatera Utara

3.3. Penjadwalan

Penjadwalan scheduling menurut Conway adalah pengurutan pembuatan produk secara menyeluruh yang dikerjakan pada beberapa buah mesin. Sedangkan menurut Kenneth R. Baker, penjadwalan didefinisikan sebagai proses pengalokasian sumber daya untuk memilih sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan kedua definisi tersebut, maka pengertian penjadwalan secara umum dapat diartikan sebagai pengalokasian sumber daya terbatas untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Unit dasar dari sebuah proses penjadwalan adalah operasi yang harus dikerjakan pada mesin. Sedangkan job pekerjaan merupakan suatu susunan yang terdiri dari beberapa operasi.Pengertian job pekerjaan sendiri dikembangkan sehingga mempunyai arti sebagai entiti individual yang diketahui waktu prosesnya, mempunyai due date dan memerlukan waktu set-up sebelum diproses pada mesin. Input dari suatu penjadwalan mencakup urutan ketergantungan antar operasi routing, waktu proses untuk masing-masing operasi serta fasilitas yang dibutuhkan untuk setiap operasi. Masalah penjadwalan seringkali muncul jika terdapat n job yang akan diproses pada m buah mesin, yang harus ditetapkan mana yang harus dikerjakan lebih dahulu dan bagaimana urutan proses, pengalokasian operasi pada mesin sehingga diperoleh suatu proses produksi yang terjadwal. Masalah penjadwalan dapat diselesaikan dengan bantuan model matematis yang akan memberikan solusi optimal. Model-model penjadwalan akan memberikan rumusan masalah yang sistematik berikut dengan solusi yang diharapkan. Universitas Sumatera Utara

3.3.1. Terminologi Penjadwalan

6 Terminologi atau istilah-istilah yang ditemukan dalam penjadwalan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Processing time waktu proses, merupakan perkiraan waktu penyelesaian satu pekerjaan. Perkiraan ini juga meliputi perkiraan waktu setup mesin. Simbol untuk waktu proses pekerjaan i adalah Ti. 2. Due date batas waktu, merupakan waktu maksimal yang dapat diterima untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kelebihan waktu dari waktu yang telah ditetapkan merupakan suatu keterlamabatan. Batas waktu ini disimbolkan sebagai Di. 3. Lateness keterlambatan, merupakan penyimpangan antara waktu penyelesaian pekerjaan dengan batas waktu yang ditentukan. Suatu pekerjaan mempunyai keterlambatan positif jika diselesaikan setelah batas waktu dan bernilai negatif jika diselesaikan sebelum batas waktu. Simbol keterlambatan ini adalah Li. 4. Tardiness ukuran keterlambatan, merupakan ukuran untuk keterlambatan positif. Jika suatu pekerjaan diselesaikan lebih cepat dari batas waktu yang ditetapkan, maka mempunyai nilai keterlambatan negatif dan jika suatu pekerjaan diselesaikan setelah batas waktu yang ditetapkan maka ukuran keterlambatan positif. Ukuran ini disimbolkan dengan Ti. 6 Nasution, Arman Hakim. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Surabaya, 1999. Hal 156- 157 Universitas Sumatera Utara 5. Slack kelonggaran, merupakan ukuran yang digunakan untuk melihat selisih waktu antara waktu proses dengan batas waktu yang telah ditetapkan. Slack dinotasikan Sli, dan dihitung dengan persamaan Sli = di –ti. 6. Completion time waktu penyelesaian, merupakan rentang waktu saat pekerjaan dimulai sampai dengan pekerjaan itu selesai. Waktu penyelesaian ini disimbolkan Ci. 7. Flow time waktu alir, merupakan rentang waktu antara saat pekerjaan dapat dimulai tersedia dan saat pekerjaan selesai. Waktu alir sama dengan waktu proses ditambah dengan waktu tunggu sebelum pekerjaan diproses.

3.3.2. Kriteria di dalam Evaluasi Penjadwalan

Di dalam mengambil keputusan tentang penjadwalan, banyak kriteria yang ditampilkan sebagai evaluasi dari penjadwalan sejumlah job yang diproses di dalam sejumlah mesin yang merupakan fungsi dari sekumpulan waktu penyelesaian. Misalkan ada sejumlah n job yang akan dijadwalkan, maka kriteria penjadwalan dapat berupa: 1. Minimisasi waktu penyelesaian rata-rata mean flow time 2. Minimisasi mean lateness 3. Minimisasi mean tardiness 4. Maksimisasi tardiness 5. Maksimisasi keseluruhan waktu penyelesaian job yang ada maximum flow time Universitas Sumatera Utara 6. Minimisasi jumlah job yang terlambat number of tardy job 7. Maksimisasi utilitas rata-rata mesin U Kriteria penjadwalan dapat pula dibagi berdasarkan waktu, ongkos maupun kombinasi dari keduanya.Berdasarkan waktu, kriteria ini dapat dibedakan atas minimisasi makespan dan pemenuhan due date.Makespan merupakan jangka waktu penyelesaian suatu penjadwalan yang merupakan jumlah dari seluruh waktu proses. Due date seperti yang diuraikan sebelumnya merupakan batas waktu penyerahan produk oleh konsumen, yang diterapkan oleh konsumen.Produsen selalu berusaha untuk memenuhi due date tersebut.

3.4. Pengukuran Waktu

Time Study 7 Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Untuk menghitung waktu baku Standard Time penyelesaian pekerjaan guna memilih alternative metoda kerja terbaik, maka perlu diterapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja Work measurement atau time study. Pengukuran waktu kerja ini berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Secara singkat pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian yaitu: 7 Wignjosoebroto. Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Teknik Analisis untuk Produktivitas Kerja Surabaya: Guna Widya, 2000. hal.169- 170. Universitas Sumatera Utara 1. Pengukuran waktu secara langsung Pengukuran ini dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Misalnya pengukuran kerja dengan jam henti stopwatch time study dan sampling kerja work sampling. 2. Pengukuran secara tidak langsung Pengukuran ini dilakukan dengan menghitung waktu kerja tanpa si pengamat harus ditempat kerja yang diukur.Pengukuran waktu dilakukan dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan. Misalnya aktivitas data waktu baku standard data, dan data waktu gerakan predetermined time system.

3.4.1. Pengukuran Waktu Jam Henti

8 Pengukuran waktu jam henti adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat yang telah disiapkan. Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti stop watch sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling banyak digunakan. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu Dalam penelitian pendahuluan yang harus dilakukan adalah mengamati dan mengidentifikasi kondisi kerja dan metode kerja. Dalam penelitian ini perlu 8 Sutalaksana, Ifktikar. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung : ITB. Hal 119-120 Universitas Sumatera Utara dianalisis hasil pengukuran waktu kerja, apakah masih ada kondisi yang tidak yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Tahapan dalam melakukan pengukuran waktu adalah sebagai berikut: 1. Penetapan Tujuan Pengukuran. Dalam melakukan pengukuran waktu kerja, tujuan pengukuran harus ditetapkan terlebih dahulu dan untuk apa hasil pengukuran digunakan. Dalam penentuan tujuan tersebut, dibutuhkan adanya tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang digunakan dalam pengukuran jam henti. 2. Melakukan Penelitian Pendahuluan Dalam penelitian pendahuluan yang harus dilakukan adalah mengamati dan mengidentifikasi kondisi kerja dan metode kerja. Dalam penelitian ini perlu dianalisis hasil pengukuran waktu kerja, apakah masih ada kondisi yang tidak optimal, jika perlu dilakukan perbaikan kondisi kerja dan cara kerja yang baik. 3. Memilih Operator Operator yang akan melakukan pekerjaan harus dipilih yang memenuhi beberapa persyaratan agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat tersebut yang dibutuhkan berkemampuan normal dan dapat bekerja sama menjalankan prosedur kerja yang baik. 4. Melatih Operator Universitas Sumatera Utara Operator harus dilatih terlebih dahulu agar terbiasa dengan kondisi dan cara yang telah ditetapkan dan telah dibakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara wajar. 5. Menguraikan Pekerjaan Atas Beberapa Elemen Pekerjaan Pekerjaan dibagi menjadi beberapa elemen pekerjaan yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan.Pengukuran waktu dilakukan atas elemen pekerjaan. Ada beberapa pedoman yang harus diperhatikan dalam melakukan pemisahan menjadi beberapa elemen pekerjaan yaitu: a. Uraikan pekerjaan tersebut, tetapi harus dapat diamati oleh alat ukur dan dapat dicatat dengan menggunakan jam henti. b. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal karena jumlah waktu elemen kerja tersebut merupakan siklus penyelesaian suatu pekerjaan. c. Antara elemen satu dengan elemen yang lain pemisahannya harus jelas. Hal ini dilakukan agar tidak timbul keraguan dalam menentukan kapan berakhirnya atau mulainya suatu pekerjaan. 6. Menyiapkan Alat Pengukuran Alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran waktu baku tersebut yaitu: a. Jam henti stop watch b. Lembar pengamatan c. Pena atau pensil d. Papan pengamatan Universitas Sumatera Utara

3.4.2. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan

9 Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan untuk melakukan sampling dalam pengambilan data.Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenamya.Hal ini biasanya dinyatakan dengan persen dari waktu penyelesaian sebenamya, yang seharusnya dicari. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur akan hasil yang diperoleh telah memenuhi syarat ketelitian yang ditentukan. Jadi tingkat ketelitian 5 dan tingkat keyakinan 95 berarti bahwa penyimpangan hasil pengukuran dari hasil sebenamya maksimum 5 dan kemungkinan berhasil mendapatkan hasil yang demikian adalah 95.

3.4.3. Pengujian Keseragaman Data

Selama melakukan pengukuran, operator mungkin mendapatkan data yang tidak seragam. Untuk itu digunakan alat yang dapat mendeteksinya yaitu peta kendali. Batas kendali dibentuk dari data yang merupakan batas yang menetukan seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, jika berada dalam batas control dan data dikatakan tidak seragam jika berada diluar batas control. Dalam penentuan batas kontrol atas BKA dan batas kontrol bawah BKB untuk tingkat kepercayaan 95 dan tingkat ketelitian 5 digunakan batas 2σ. Peta kontrol mempunyai batas-batas: BKA = × � + 2σ 9 Sutalaksana, Z. I., A. Ruhana, dan J. H. Tjakraatmadja, Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung, 1979. Hal 135-136 Universitas Sumatera Utara BKB = × � - 2σ

3.4.4. Pengujian Kecukupan Data

Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil dari lapangan penelitian telah mencukupi untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Misalkan serangkaian pengukuran pendahuluan telah dilakukan dan hasil pengukuran ini dapat dikelompokkan ke dalam subgroup berukuran n, dimana: X �j = Data pengamatan ke-j j=1,2,3,…,N Xi = Harga rata-rata data pengamatan pada subgroup ke-i i=1,2,3,…,k k = Banyaknya subgroup n = Besarnya subgroup X � = Harga rata-rata dari harga rata-rata subgroup N = Jumlah pengamatan pendahuluan N’ = Jumlah pengamatan yang diperlukan σ = Standar deviasi data pengamatan � × � = Standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgroup x Maka: 1. Harga rata-rata dari subgroup adalah: X �= ∑ X �i k i=1 k 2. Standar deviasi dari data pengamatan adalah: � = �� ∑ �� � �=1 − �∑ �� � �=1 � 2 � − 1 3. Standar deviasi harga rata-rata subgroup: Universitas Sumatera Utara σ x � = σ √n Dengan menetapkan tingkat keyakinan 95 dan tingkat ketelitian 5 maka formulasi yang digunakan adalah: 0,05X � = 2� Besarnya pengamatan yang dibutuhkan N’ adalah: � ′ = ⎣ ⎢ ⎢ ⎡40 �� ∑ � � 2 − ∑ � � 2 ∑ � � ⎦ ⎥ ⎥ ⎤ 2 Untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan, hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan ialah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan kepercayaan yang digunakan. Jika diperoleh dari pengujian tersebut ternyata N’ N, maka diperlukan pengukuran tambahan, tapi jika N’ N maka data pengukuran pendahuluan sudah mencukupi.

3.4.5. Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran

Faktor penyesuaian Rating factor adalah faktor yang diperoleh dengan membandingkan kecepatan bekerja dari pada seseorang operator dengan normal menurut ukuran peneliti. Ada 5 sistem penyesuaian yang sering dipergunakan, yaitu: 1. Skill dan Effort 2. Westinghouse System of Rating Universitas Sumatera Utara 3. Shumard Rating, Cara ini memberikan penilaian melalui kelas-kelas performansi kerja dimana setiap kelas memiliki nilai tersendiri. 4. Objective Rating, Cara objektif adalah cara menentukan rating performance yang memperhatikan dua faktor, yaitu faktor kecepatan dan faktor tingkat kesulitan pekerjaan. 5. Synthetic Rating, merupakan metode ini mengevaluasi kecepatan operator berdasarkan data waktu gerakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam menentukan waktu baku diperlukan suatu kelonggaran yang dikenal dengan allowance. Kelonggaran terbagi dalam tiga bagian, yaitu: 1. Kelonggaran untuk memenuhi kebutuhan pribadi personnal allowance 2. Kelonggaran untuk hal-hal yang tidak terduga delay allowance 3. Kelonggaran untuk rasa lelah fatique allowance.

3.4.6. Perhitungan Waktu Standar

Untuk menghitung waktu standar kita perlu menghitung waktu siklus rata- rata yang disebut dengan waktu terpilih, faktor penyesuaiann rating factor, waktu normal dan kelonggaran allowance. Wn = Wt × Rf dimana: Wn = Waktu normal Wt = waktu terpilih Rf = Rating factor Ws = Wn 1 + All dimana: Ws = Waktu standar Universitas Sumatera Utara All = Allowance

3.5. Manufacturing Lead Time

10 Manufacturing lead time adalah total waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi sebuah item, tidak termasuk lead time pembelian. Termasuk didalamnya persiapan order, waktu antri, waktu setup, waktu proses, waktu perpindahan, waktu inspeksi dan waktu pengambilan. Komponen lead time dalam sebuah stasiun kerja dapat dijelaskan pada Gambar 3.2. Lead Time per Operation TL Operation Time TOP Interoperation Time TIO Order Time TO Lot Size Q Process Time per Unit TPU Process Time per Order TPO Set Up Time TS Waiting Before Processing TWB Transit Time TT Waiting After Processing TWA Daily Capacity CDAY Efficiency Rate ER + X + + + X ÷ Waiting for Process Preparation Disruptions Waiting for Transport Inspection Post-Operation Gambar 3.2. Komponen Lead Time Stasiun Kerja Aktivitas produksi dibagi menjadi dua yaitu elemen operasi non operasi. Elemen operasi terjadi ketika produk berada pada mesin produksi. Elemen non operasi yaitu material handling, penyimpanan, inspeksi, dan aktivitas idle lain. Rumus dibawah ini merupakan rumus MLT: 10 Sri Hartini, Sriyanto, dan Naela Karima, 2012, Penentuan Received Date dengan Load Oriented Manufacruring Control.Program Studi Teknik Industri UNDIP, Semarang. Universitas Sumatera Utara c no su t QT T T W MLT + + + = dimana: c T = waktu operasi setiap stasiun kerja no T = waktu non operasi yang berhubungan dengan mesin yang sama t W = Waktu kedatangan order Q = Jumlah produk su T = waktu setup Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Berdasarkan sifatnya, maka penelitian ini digolongkan sebagai penelitian deskriptif descriptive research, yaitu penelitian yang berusaha untuk memaparkan setiap variabel yang mempengaruhi masalah yang ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data yang ada. Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian ini termasuk dalam penelitian tindakan action research, sebab bertujuan untuk menentukan waktu penerimaan pesanan received date yang akurat pada pelanggan sehingga meminimisasi keterlambatan penyelesaian order.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Jaya Beton Indonesia yaitu perusahaan manufaktur yang memproduksi produk beton. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Pasar Nippon, Paya Pasir Medan-Marelan, Sumatera Utara 20255. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Agustus 2012 hingga Juli 2013.

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati dalam penelitian ini adalah produk tiang pancang dengan standar JIS 5335 tipe PC A 300, PC A 350 dan PC A 400, karena produk ini yang paling banyak diminta oleh pelanggan. Universitas Sumatera Utara