Pembahasan Diskusi HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Pembahasan Diskusi

Banyak studi dalam model diagnostik fibrosis hati non-invasif pada penyakit hepatitis kronis yang telah dipublikasikan dalam beberapa tahun terakhir. Kebanyakan dari model diagnostik tersebut diterapkan pada penyakit hepatitis C kronik dan hanya sedikit data yang tersedia pada penerapan pasien penyakit hepatitis B kronik. Meskipun dua laporan terakhir terapan FibroTest pada penyakit hepatitis B kronik menunjukkan hasil 0,77 dan 0,78 nilai AUROC dalam mendeteksi significant fibrosis, namun model prediktif tersebut terdiri atas petanda yang tidak rutin tersedia seperti haptoglobulin, A2M dan apolipoprotein A1. Kebutuhan tes yang kompleks dan biaya tambahan dalam perhitungan hasil jelas akan mengurangi utilitas praktisnya Kun, et al., 2010. Beberapa model prediktif yang dirancang khusus untuk pasien penyakit hepatitis B kronik telah diusulkan, namun penelitian ini memiliki beberapa fitur yang unik. Pertama, model SLFG dirancang dan divalidasi pada HBeAg positif pasien penyakit hepatitis B kronik dengan ALT antara 2 dan 10 kali batas normal atas ULN, sedangkan Mohamadnejad dkk. menawarkan formula yang hanya cocok untuk pasien HBeAg negatif. Hui dkk. merekrut hanya pasien dengan HBV DNA 10 5 kopi mL dan ALT antara 1,5 dan 10 kali batas normal atas ULN. Dalam studi saat ini, pasien yang terdaftar adalah pasien penyakit hepatitis B kronik terlepas dari mendapat terapi ataupun tanpa terapi, tingkat HBeAg, ALT dan jumlah HBV DNA. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan lebih membantu dalam menilai pasien dengan infeksi virus hepatitis B kronis dengan jangkauan yang lebih luas Kun, et al., 2010, Cross, et al., 2009. Kedua, model prediktif King’s Score didasarkan hanya pada petanda- petanda laboratorium yang rutin. PLT, AST dan INR merupakan semua tes rutin yang tersedia pada kebanyakan klinisi dalam penatalaksanaan pasien dengan infeksi penyakit hepatitis B kronik, sehingga tidak diperlukan adanya tes tambahan lagi. Pada penelitian sebelumnya oleh Kun Zhou dkk., akurasi diagnostik model yang terdiri dari tes rutin sederhana kemudian dibandingkan dengan model yang memperkenalkan tes-tes khusus Universitas Sumatera Utara seperti HA dan A2M dengan hasil bahwa model SLFG dan Hepascore lebih baik dalam mengidentifikasi significant fibrosis daripada skor Forns dan APRI, tapi keunggulan tersebut tidak signifikan dalam mengidentifikasi advanced fibrosis ataupun sirosis. Hal ini menunjukkan bahwa tes khusus mungkin dapat meningkatkan sensitivitas diagnostik model dalam memprediksi awal fibrosis. Namun dengan tes khusus yang tidak tersedia dalam praktek sehari-hari akan menyebabkan pemanfaatan standarisasi, validasi dan pemeriksaan rutin menjadi sulit. Ketiga, Selain itu, juga terdapat beberapa limitasi ataupun kelemahan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini tidak semua pasien dilakukan biopsi hati, dan basis gradasi fibrosis hati adalah berdasarkan fibroscan Transient Elastography, meskipun demikian, walau tidak ditampilan pada hasil penelitian ini, terdapat 10 pasien yang mendapat biopsi hati dan semuanya memiliki tingkat gradasi fibrosis hati yang sama dengan hasil gradasi fibrosis hati oleh fibroscan. Pada penelitian Kun Zhou dkk juga memasukkan biopsi hati sebagai salah satu kelemahan penelitian mereka dengan mengemukakan bahwa biopsi hati bukanlah gold standard yang sempurna untuk evaluasi fibrosis hati oleh adanya kesalahan dalam pengambilan bahan sampling error dan variasi hasil antar pembaca observer variability. Sebuah hasil analisis prospektif juga mengklaim bahwa kegagalan biopsi adalah 7 kali lebih umum dari kegagalan diagnostik penanda. Untuk mengurangi variabilitas dan subjektivitas, penggunaan laparoskopi biopsi, fibroscan, memvalidasi tes noninvasif , dapat King’s Score mudah dikalkulasi dihitung. Sebagian besar model sebelumnya, kecuali APRI, berisikan formula kompleks yang memerlukan kalkulator untuk perhitungan logaritma. Kesederhanaan King’s Score dan APRI memungkinkan mereka dapat diterapkan secara klinis dengan lebih mudah. Namun, APRI yang sebelumnya memang diteliti pada pasien penyakit hepatitis C kronik, memiliki salah satu dari dua parameternya yang berupa AST yang tidak menunjukkan adanya korelasi signifikan dengan kejadian fibrosis pada penyakit hepatitis B kronik dalam penelitian Kun Zhou dkk. Hal inilah yang mungkin menjelaskan AUROC APRI yang lebih rendah dibandingkan dengan model King’s Score pada penelitian Kun Zhou dkk. Universitas Sumatera Utara membantu untuk meningkatkan keandalan standar emas. Keterbatasan lainnya adalah hasil penelitian ini divalidasi dengan subjek penelitian dari populasi yang sama, beserta jumlah populasi yang belum luas. Tingkat aminotransferase yang abnormal sangat erat kaitannya dengan cedera hati. Tingkat ALT 2ULN adalah prinsip yang paling penting dalam memilih pengobatan antivirus. Namun pasien dengan ALT berada dalam nilai batas atau sedikit meningkat mungkin memiliki histologi abnormal yang juga terdapat peningkatan risiko kematian dari penyakit hepatitis. Dalam pedoman terbaru praktek AASLD, biopsi hati dianjurkan pada pasien yang tidak memenuhi kejelasan dalam pedoman. Pengobatan harus dipertimbangkan jika biopsi menunjukkan significant fibrosis. Diperlukan sebuah alat tool yang dapat dengan cepat, aman dan dapat digunakan secara berulang untuk menilai derajat fibrosis pasien dengan penyakit hepatitis B kronik yang diperlukan untuk memutuskan kapan memulai pengobatan dan menilai respon terapi Di negara – negara Asia, hepatitis B kronik merupakan mayoritas dari keseluruhan penyakit hati kronik. Salah satu alasan utama untuk menentukan tingkat fibrosis pada pasien – pasien tersebut adalah untuk mengidentifikasi pasien yang eligible terhadap terapi antiviral. Berdasarkan Asian-Pasific guidelines untuk penatalaksanaan Hepatitis B kronik, biopsi hati diindikasikan pada pasien berusia 40 tahun dengan ALT 2x ULN dan HBV DNA 20.000 IUmL HBeAg-positif atau 2000 IUmL HBeAg-negatif. Pasien dengan significant fibrosis merupakan kandidat untuk terapi antiviral. Berdasarkan guideline tersebut jika pasien kandidat untuk terapi antiviral dilakukan FibroScan, maka dapat dihindari tindakan biopsi hati. Pada pasien dengan ALT normal dan hasil fibroScan 6,0 kPa, tidak diterapi, sedangkan jika 7,5 kPa diobservasi dan jika 12 kPa harus dipertimbangkan untuk pemberian terapi Fung, 2009, Mallet, 2009. . Meskipun sebagian besar model prediktif noninvasif tidak dapat memberikan derajat fibrosis dengan tepat oleh karena tumpang tindih antara pasien dengan berbagai tahap fibrosis, namun model prediktif tersebut memiliki kecukupan akurasi dalam memprediksi significant fibrosis. Peran utama mereka adalah untuk mengurangi kebutuhan biopsi hati dengan mengidentifikasi Universitas Sumatera Utara significant fibrosis atau sirosis, namun bukanlah untuk menggantikan biopsi hati secara total. Dengan menggunakan nilai-nilai cut-off yang dioptimalkan dari King’s Score, diharapkan akan dapat mengurangi kebutuhan untuk biopsi hati. Selanjutnya, kombinasi model prediktif dan teknik diagnostik invasif lainnya dapat meningkatkan kinerja ke tingkat yang lebih tinggi. Kombinasi Fibroscan dan King’s Score akan menjadi cara yang menarik dalam pengelolaan pasien penyakit hepatitis B kronik. Tapi kita harus mengakui bahwa sebelum menerapkan model prediktif dalam praktek klinis, prioritas harus diberikan dalam studi validasi skala besar karena diagnostik akurasi mudah terpengaruh oleh etiologi penyakit hepatitis kronik yang berbeda, populasi pasien dan uji metode Kun, et al., 2010 . Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 KESIMPULAN

King’s Score memiliki kemampuan memprediksi sirosis fibrosis grade 4 pada pasien penyakit hepatitis B kronik dengan tingkat akurasi yang tinggi, sehingga pasien dengan nilai King’s Score ≥16,7 tidak membutuhkan biopsi hati lagi. Sedangkan untuk significant fibrosis, model ini tidak menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi.

1.2 SARAN

King’s Score sebagai model prediktif non-invasif sirosis hati pada penyakit hepatitis B kronik memilki akurasi yang tinggi. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan studi validasi skala yang lebih besar dan dengan kelompok populasi yang berbeda sehingga membantu untuk mengetahui model akurasi yang stabil, terlepas darimana pasien berasal. Demikian juga dengan basis gradasi fibrosis hati yang lebih divalidasi dengan biopsi hati dikombinasi dengan fibroscan untuk meningkatkan keandalan standar emas. Universitas Sumatera Utara