BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit hepatitis kronik dan Fibrosis Hati
Penyakit hepatitis kronik dikatakan sebagai suatu penyakit nekroinflamasi hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan paling sedikit selama 6 bulan, yang
melibatkan proses destruksi yang progresif dan regenerasi dari parenkim hati yang pada akhirnya akan menuju fibrosis dan sirosis Czaja, 2010. Penyakit ini
dapat asimtomatik atau disertai gejala - gejala seperti mudah lelah, malaise dan nafsu makan berkurang. Serum aminotransferase dapat meningkat secara
sementara atau menetap. Ikterus sering tidak ditemukan, kecuali pada kasus - kasus stadium lanjut. Keadaan ini dapat disertai splenomegali, limfadenopati,
penurunan berat badan, dan demam Akbar, 2007. Fibrosis hati adalah akumulasi interstisial atau jaringan parut MES setelah
jejas hati akut atau kronik Grigorecu, 2010, Kwang, et al., 2010. Deteksi dan penentuan stadium fibrosis hati adalah proses yang penting dalam manajemen
pasien dengan penyakit hepatitis kronis. Fibrosis hati bukan merupakan suatu penyakit, tetapi sebagai akibat dari kerusakan hati kronik oleh karena beberapa
penyebab termasuk hepatitis B dan C, minum alkohol yang berlebihan, NASH dan kelebihan besi. Kerusakan hati menyebabkan sel stellata hati menjadi
hiperaktif dan memicu peningkatan sintesis MES. Konsumsi alkohol ethanol yang berlebihan merupakan penyebab utama fibrosis hati di Amerika. Stres
oksidatif sangat kuat hubungannya dengan ethanol-induced liver fibrosis. Efek fibrogenik ethanol melalui reactive oxygen intermediates ROIs berperan
penting terhadap terjadinya peningkatan produksi MES. NASH menyebabkan fibrosis hati karakteristik dengan terjadinya inflamasi neutrofil, ballooning dan
degenerasi dari hepatosit, dan meningkatnya kadar serum Alanine Aminotransferase ALT dan Aspartate Aminotransferase AST. Beberapa pasien
NASH menunjukkan gejala mudah lelah, nyeri abdomen dan nyeri di kuadran kanan atas Tsukada, 2006, Sembiring, 2009. Pembentukan jaringan fibrotik
sendiri terjadi karena ketidakseimbangan antara sintesis dan penguraian matriks
Universitas Sumatera Utara
ekstraselular. Dengan meningkatnya pengetahuan terhadap mekanisme terjadinya fibrosis hati bersama-sama dengan strategi pengobatan yang efektif, maka
membuka peluang untuk upaya mengevaluasi progresifitas dari fibrogenesis penyakit hepatitis kronik. Pengetahuan mengenai fibrosis hati berkembang pesat
dalam 25 tahun terakhir, yang semula hanya berupa penelitian di laboratorium, akhirnya menjadi fokus para klinikus dalam penatalaksanaan pasien. Evolusi ini
menunjukkan bahwa fibrosis tidak lagi sekedar masalah molekular, tetapi sudah berkembang mencapai tahap untuk mendapatkan gambaran perjalanan penyakit
dan alat deteksinya pada pasien dengan penyakit hepatitis kronik. Lebih jauh lagi, kemajuan pengetahuan mengenai fibrosis hati telah merombak keyakinan yang
selama ini dianut kalangan medis bahwa sirosis bersifat progresif dan irreversibel. Ternyata fibrosis lanjut yang menjadi sirosis hati masih dapat
diperbaiki reversibel, sehingga memicu para peneliti untuk berlomba - lomba mencari obat anti fibrosis Wolber, 2002, Hasan, 2009.
Sampai sekarang ini biopsi hati masih merupakan metode standar dalam menentukan stadium fibrosis, namun biopsi sendiri memiliki kelemahan karena
biopsi merupakan tindakan invasif dan berhubungan dengan kemungkinan timbulnya beberapa komplikasi dan ketidaknyamanan Kwang, et al., 2010,
Kun, et al., 2010. Selain itu, limitasi pada biopsi dapat dijumpai dengan adanya variasi hasil biopsi intra- dan inter-observer serta adanya kemungkinan untuk
terjadinya kesalahan dalam pengambilan sampel sampling error. Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan besar secara global dan
merupakan penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas dengan timbulnya sirosis hati dan HCC Hepatocellular carcinoma Czaja, 2010. Di
Asia, sebagian besar pasien hepatitis B kronis mendapat infeksi pada masa perinatal Grigorescu, 2010.
2.2 Patogenesis Fibrosis Hati