2.3.2.2 Petanda marker biokimia
Serum marker dapat digunakan untuk fibrosis hati. Serum marker untuk fibrosis hati dibagi atas 2 kelompok yaitu petanda langsung dan tidak langsung
Grigorescu, 2009, Amiruddin, 2007 : A. Petanda tidak langsung indirect marker
Studi - studi sebelumnya telah mengevaluasi petanda non invasif untuk memprediksi keberadaan fibrosis atau sirosis pada penderita hepatitis kronis,
seperti : 1. Rasio ASTALT indeks AAR : Rasio ASTALT lebih besar dari 1
dengan kuat menyarankan sirosis dengan sensitivitas 78 dan spesifisitas 97.
2. Skor PGA: Kombinasi pengukuran indeks protrombin, GGT dan apolipoprotein A1 PGA.
3. Fibrotest, pemeriksaan melibatkan alfa-2 makroglobulin, alfa2 globulin, gamma globulin, apolipoprotein A1, GGT, dan bilirubin total.
4. Acti Test, pemeriksaan memodifikasi Fibrotest dengan menyertakan ALT. 5. Skor Forns indeks Forns, berdasarkan 4 variabel umum dijumpai di
klinik meliputi jumlah trombosit, usia, level kolesterol, dan GGT. 6. Rasio ASTtrombosit indeks APRI, model ini konsisten dan objektif
pada laboratorium rutin pasien - pasien dengan penyakit hepatitis kronis. 7. Fibroindex menggunakan variabel trombosit, AST dan
γ Globulin.
8. FIB-4 index menggunakan variabel usia, AST, ALT dan trombosit. 9. Kombinasi AST,INR, trombosit indeks GUCI.
10. Lok score menggunakan logaritma dari variabel trombosit, AST, ALT dan INR
11. Kadar TPO serum, dijumpai korelasi negative antara kadar TPO serum dengan fibrosis hati.
12. King’s Score menggunakan variabel usia, AST, INR dan trombosit.
B. Petanda langsung direct marker Penanda langsung seperti : Laminin, Procollagen tipe III N-peptide PIIINP,
Kolagen tipe I, Kolagen tipe IV dan Asam Hialuronat HA.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.3 King’s Score
King’s Score merupakan metode non – invasif yang diusulkan oleh sebuah institusi Institute of Liver Studies, King’s College Hospital dengan
menggunakan parameter – parameter yang berkorelasi terhadap kejadian fibrosis hati yang signifikan dan adanya sirosis pada pasien hepatitis C kronik.
Rumus untuk menghitung skor adalah :
Menurut penulis, nilai cut-off ≥ 16,7 dipakai untuk mengkonfirmasi
sirosis Se 86, Sp 80, PPV 56, NPV 96 , dan dengan nilai 12,3 untuk mengkonfirmasi signifikan fibrosis Se 70, Sp 85, PPV 81, NPV 77
Cross, et al., 2009. Pada salah satu studi di Rumania, didapatkan hasil bahwa King’s Score dengan cut-off yang sama seperti penelitian sebelumnya memiliki
korelasi yang kuat terhadap fibrosis hati dengan Se 90, Sp 74,1, PPV 36,4, NPV 97,8 dibandingkan dengan metode non – invasif lainnya Giannini, et al.,
2003. Usia sebagai petanda fibrosis karena progresifitas fibrosis tergantung usia.
Usia pada saat terinfeksi menunjukkan dan mempengaruhi outcome penderita hepatitis dan pasien - pasien terinfeksi setelah dekade ke-4 memiliki resiko
progresifitas penyakit lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa durasi terinfeksi hepatitis akan lebih tepat sebagai indikator fibrosis daripada usia, namun secara
umum populasi penderita tidak mengetahui kapan awal terinfeksi, sehingga lama infeksi sulit ditentukan. Hui dkk terhadap 235 penderita hepatitis B kronik
melaporkan ada hubungan jumlah usia tahun dengan fibrosis hati Hui, 2005. Nilai prognosis jumlah trombosit rendah sebagai petanda fibrosis telah
dilaporkan. Wai dkk terhadap 218 penderita hepatitis B melaporkan jumlah trombosit secara independen berhubungan dengan fibrosis dan sirosis, trombosit
cenderung menurun dengan meningkatnya fibrosis Wai, 2006. Trombositopenia merupakan suatu gangguan hematologi yang paling
sering terjadi pada pasien - pasien dengan penyakit hepatitis kronik. Mekanisme patogenesis yang menyebabkan gangguan ini masih belum sempurna diketahui.
King’s Score = Usia thn x AST UL x [ INR Jmlh Platelet 10
9
L]
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa literatur, hal ini dihubungkan dengan sekuestrasi dan penghancuran trombosit dalam limpa yang terjadi akibat ketidakmampuan
sumsum tulang mengkompensasi peningkatan produksi trombosit. Hipersplenisme terjadi pada pasien penyakit hepatitis lanjut dengan suatu
gambaran yang bervariasi dan merupakan komplikasi yang umum dari hipertensi portal. Pembelokan aliran darah portal ke limpa menyebabkan suatu keadaan
perpindahan yang berlebihan hyper-inflow yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi trombosit limpa Kajihara, 2003.
Perpindahan trombosit dari sirkulasi perifer ke limpa tersebut dapat menyebabkan trombositopenia meskipun masa hidup trombosit normal, total
massa tubuh normal, dan produksi trombosit tidak terganggu. Usaha untuk melakukan koreksi trombosit yang rendah dengan pintasan portosistemik dan
splenektomi belum memberikan hasil yang baik. Demikian juga prosedur dekompresi portal telah gagal memperbaiki jumlah trombosit secara konsisten
dalam jangka waktu yang lama meskipun tekanan portal berkurang. Hipotesis lain menyebutkan, bahwa peningkatan trombosit yang dihubungkan dengan
immuno- globulin terjadi pada pasien - pasien dengan hepatitis kronik dan kemungkinan mekanisme ini juga terlibat. Walaupun kadar trombosit
dihubungkan dengan immunoglobulin, hubungannya dengan trombositopenia belum begitu jelas karena peningkatan kadar ini mungkin ditemukan pada pasien
hepatitis kronik dengan jumlah trombosit yang normal Kajihara, 2003. Ada faktor lain di samping splenomegali dan destruksi yang diperantarai
sistem imun, yang mungkin berperan dalam patogenesis trombositopenia pada penyakit hepatitis kronik yaitu trombopoietin TPO. Pada hepatitis C kronik
terjadinya trombositopenia masih belum jelas, diduga karena terjadinya fibrosis hati di daerah sentral. Prevalensi trombositopenia meningkat 9 kali lebih tinggi
pada infeksi HCV kronik daripada penyakit hepatitis kronik yang lain. Trombositopenia pada HCV kronik, diduga terjadi karena gangguan fungsi hati
dan beratnya fibrosis sehingga mempengaruhi pembentukan trombopoietin yang didominasi oleh sitokin yang mengontrol pembentukan megakariosit dan
trombosit. Hal ini menunjukkan bahwa trombositopenia pada HCV kronik sangat
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan aktifitas penyakit dan progresivitas jangka panjang
Kajihara, 2003.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN