PAPS dimana sikap dokterperawat kepada pasien tidak menunjukkan perhatian sedangkan dokterperawat yang ada di rumah sakit merupakan orang yang paling
sering dan lama berhubungan dengan pasien selama dirawat di rumah sakit. Sesuai dengan penelitian Menap 2006 bahwa sikap petugas 15 berhubungan dengan
keputusan pasien untuk PAPS. Berbeda dengan penelitian Nofiyanto 2013, yang menyatakan bahwa sikap petugas yang berkaitan dengan mutu pelayanan tidak
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap keputusan pasien untuk PAPS. Sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana
individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga
ditentukan faktor eksternal lainnya.
5.1.3 Kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan
Berbagai faktor mempunyai pengaruh terhadap seseorang dalam membuat keputusan etik. Agama serta latar belakang adat-istiadat merupakan faktor utama
dalam membuat keputusan etis. Kaitan adat-istiadat dan implikasi dalam perawatan sampai saat ini belum tergali secara jelas. Menurut Foster yang dikutip oleh Kalangie
1994 mengatakan bahwa pemilihan perawatan medis dilakukan menurut urutan tingkatan sebagai berikut : 1 perawatan rumah tangga pengobatan sendiri, 2 ke
Dokter, 3 ke Dukun pengobatan alternatif tradisional bilamana kedua pilihan sebelumnya tidak berhasil. Trend mencari pengobatan seperti itulah yang sekarang
terjadi di masyarakat Indonesia sehingga kasus PAPS tinggi di rumah sakit, sehingga
Universitas Sumatera Utara
disimpukan bahwa konsep “Jodoh” masih sangat mempengaruhi masyarakat terhadap pengobatan, dimana dalam rangka usahanya mencari penyembuh yang jodoh, maka
pelayanan dokter yang pertama dianggap bukan jodohnya dan pola ini akan berlangsung terus sampai pada saat ia dapat disembuhkan atau meninggal atau karena
faktor ketidakpuasan ekonomis, maka usaha penyembuhan ini harus dihentikan sementara atau seterusnya oleh pasien dan keluarganya.
Pengobatan alternatif merupakan salah satu usaha pelayanan kesehatan yang masih banyak digunakan oleh masyarakat ketika kedokteran modern tidak lagi bisa
menyelesaikan masalah kesehatan mereka. Walaupun kadang tidak logis tetapi banyak fakta yang menunjukkan bahwa pengobatan ini mendatangkan kesembuhan bagi mereka.
Fenomena ini terjadi akibat pengaruh yang kuat dari berbagai faktor sosial masyarakat terhadap upaya dalam mencari pengobatan, misalnya mahalnya biaya pengobatan
modern, distribusi pelayanan kesehatan yang tidak merata dan tidak berhasil menyembuhkan. Kegagalan pada sistem pengobatan modern seringkali menjadi faktor
utama seseorang mengalihkan usaha penyembuhannya ke pengobatan alternatif. Faktor lain antara lain biaya ke dokter mahal, letak fasilitas kesehatan yang jauh dan pelayanan
yang kurang memuaskan.
Dari hasil wawancara 6 informan memutuskan PAPS bukan karena ingin berobat alternatif atau dukun. Semua informan mengetahui bahwa penyakit mereka
bisa sembuh jika berobat ke pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Dari segi diagnosa informan, penyakit yang dialami para informan merupakan penyakit yang
sering dan banyak diderita orang. Informan juga banyak mendapat informasi
Universitas Sumatera Utara
mengenai penyakit yang dideritanya dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga informan tidak berfikir untuk mencari pengobatan alternatif seperti
pengobatan herbal atau dukun. Informan kelas I karena sudah merasa sembuh ia meminta pulang, informan
kelas II dan kelas III karena merasa sudah sembuh dan bosan di rumah sakit sehingga meminta untuk berobat jalan saja walaupun dokter belum memberi izin, terkendala
masalah biaya, jarak rumah sakit yang jauh dari rumah sakit dan tidak ada keluarga yang menjaga pasien selama di rumah sakit memutuskan informan untuk PAPS. Hal
ini tidak sesuai dengan teori Foster mengenai keputusan pasien untuk PAPS.
5.1.4 Persepsi