35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Simplisia
Tanaman Garcinia benthami Pierre yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Kebun Raya Bogor dan telah dilakukan determinasi di Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Jawa barat Lampiran 1.
Daun Garcinia benthami yang diperoleh sebanyak 4 kg, disortasi basah dengan cara dipisahkan dari tangkai dan pengotor yang melekat, dicuci
menggunakan air yang mengalir hingga bersih dari pengotor yang melekat pada daun. Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah proses pengeringan yang
bertujuan untuk menghentikan reaksi enzimatik dan mengurangi kadar air sehingga nantinya diperoleh simplisia yang tidak mudah rusak. Pengeringan
dilakukan selama 10 hari pada suhu ruang dan terhindar dari matahari langsung hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan senyawa yang
terkandung didalamnya. Daun segar Garinia benthami Pierre sebanyak 4 kg setelah dilakukan
pengeringan beratnya menjadi 1,552 kg daun kering yang selanjutnya dilakukan penghalusan menggunakan blender sehingga diperoleh serbuk simplisia,
kemudian ditimbang kembali sehingga menghasilkan berat sebanyak 1,188 kg.
4.2 Pembuatan Ekstrak
Proses ekstraksi dilakukan menggunakan ekstrasi cara dingin, yaitu dengan metode maserasi. Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana. Proses maserasi menggunakan teknik maserasi bertingkat dengan pelarut yang memiliki tingkat
kepolaran yang berbeda-beda yaitu n-heksana sebagai pelarut non polar, etil asetat sebagai pelarut semi polar dan metanol sebagai pelarut polar. Dengan
menggunakan maserasi bertingkat maka senyawa akan terkestraksi berdasarkan tingkat kepolarannya sehingga proses ekstraksi akan lebih maksimal.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebanyak 1,188 kg serbuk daun Garcinia benthami diekstraksi dengan cara maserasi bertingkat, awal maserasi menggunakan pelarut yang bersifat non
polar yaitu digunakan pelarut n-heksan sebanyak 18,9 L sampai didapatkan filtrat yang bening dengan cara melakukan remaserasi selama 42 hari, selanjutnya
dilakukan maserasi kembali menggunakan pelarut semi polar yaitu etil asetat sebanyak 29,3 L selama 48 hari sampai didapatkan filtrat yang bening dan yang
terkahir adalah menggunakan pelarut yang bersifat polar yaitu metanol sebanyak 19,4 L selama 36 hari hingga mendapatkan filtrat yang bening juga. Filtrat bening
yang didapatkan kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental.
Dari proses ekstraksi, diperoleh tiga ekstrak kental yaitu ekstrak kental n-heksan sebanyak 17,8254 g, ekstrak kental etil asetat sebanyak 80,9839 g, dan
ekstrak kental metanol sebanyak 81,7003 g. Tabel 4.1 Hasil rendemen ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol
Total Simplisia yang Dimaserasi
Ekstrak Bobot
Rendemen
1188 g atau 1,188 kg
N-heksan 17,8254 g
1,5004 Etil asetat
80,9829 g 6,8168
Metanol 81,7003 g
6,877 Total
180,5086 g 15,1942
Hasil rendemen dari ketiga ekstrak yaitu ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol yang telah didapatkan, ekstrak n-heksan merupakan ekstrak yang
memiliki hasil rendemen yang paling sedikit hal ini disebabkan senyawa yang ditarik oleh pelarut nonpolar sedikit. Menurut Harborne senyawa metabolit
sekunder yang dapat terlarut dalam pelarut nonpolar adalah senyawa golongan terpenoid, menurut Houghton dan Raman 1998 pelarut non polar juga dapat
menarik senyawa lilin tanaman, lemak-minyak nabati, minyak atsiri dan alkaloid. Hal ini sesuai dengan hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan, dimana
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berdasarkan skrining fitokimia ekstrak n-heksan daun Garcinia benthami Pierre hanya menunjukan hasil positif pada golongan terpenoid.
Terhadap masing-masing, ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengukuran kadar air.
Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan daya tahan ekstrak dan terkait dengan aktivitas mikroorganisme selama penyimpanan.
Ekstrak yang mempunyai kadar air yang tinggi lebih mudah rusak karena ekstrak tersebut menjadi media yang kondusif bagi pertumbuhan mikroorganisme.
Ekstrak dengan kadar air rendah relatif lebih stabil dalam penyimpanan jangka panjang daripada ekstrak dengan kadar air tinggi Antoni, 2013.
Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri. Metode gravimetri digunakan karena metode ini merupakan salah satu metode
yang digunakan untuk penetapan kadar air sampel yang tidak mengandung senyawa yang mudah menguap Depkes RI, 1995.
Tabel 4.2 Hasil pengujian kadar air ekstrak daun Garcinia benthami Pierre
Ekstrak kadar air
N-heksan 1,891
Etil asetat 8,7
Metanol 9,95
Ketiga ekstrak dilakukan perhitungan kadar air karena, semua ketiga ekstrak tersebut akan dilakukan pengujian aktivitas antibakteri sehingga perlu
dihitung kadar airnya, dimana air merupakan media yang baik untuk kehidupan bakteri. Menurut literatur, kadar air dalam esktrak tidak boleh lebih dari 10. Hal
ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan jamur dalam ekstrak Soetarno dan Soediro, 1997.
Selanjutnya terhadap masing-masing ekstrak n-heksan, etil asetat dan ekstrak metanol dilakukan penapisan fitokimia, hal ini ditujukan untuk
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memastikan bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak sudah terpisahkan berdasarkan polaritasnya. Hasil penapisan fitokimia sebagai berikut :
Tabel 4.3 Hasil penapisan fitokimia ekstrak daun Garcinia benthami Pierre No
Metabolit Sekunder Ekstrak
N-heksan Ekstrak
Etil Asetat Ekstrak
Metanol 1
Flavonoid -
- +
2 Terpenoid
+ +
+ 3
Saponin -
+ +
4 Tannin
- +
+ 5
Alkaloid -
- -
6 Steroid
- -
-
Hasil penapisan fitokimia menunjukan bahwa ekstrak n-heksana hanya menunjukan hasil positif pada pengujian golongan terpenoid sedangkan pengujian
untuk golongan lainnya menunjukan hasil negatif. Hal ini menunjukan bahwa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak n-heksan daun Garcinia benthami
Pierre adalah hanya golongan terpenoid. Hal ini sesuai dengan literatur, menurut Harborne metabolit sekunder yang terlarut dalam pelarut nonpolar hanya sedikit
salah satunya adalah golongan terpenoid. Hasil penapisan fitokimia pada esktrak etil asetat yang bersifat semi polar
dan metanol yang bersifat polar hampir sama, perbedaannya pada pengujian golongan flavonoid. Pada ekstrak etil asetat yang bersifat semi polar golongan
flavonoid menunjukan hasil yang negatif sedangkan pada ekstrak metanol menunjukan hasil positif. Berdasarkan penilitian Amelia, 2011 untuk ekstrak
semipolar golongan flavonoid menunjukan hasil positif, perbedaan ini mungkin disebabkan dari perbedaan pelarut semi polar yang digunakan dimana pada
penelitian Amelia, 2011 pelarut yang digunakan adalah aseton sedangkan yang digunakan pada penelitian ini adalah etil asetat. Menurut Fessenden, 1997
polaritas pelarut aseton lebih tinggi dibanding dengan etil asetat, dimana golongan flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar, sehingga kemungkinan
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
golongan ini tidak tertarik dengan menggunakan pelarut etil asetat sehingga hasil pengujiannya menghasilkan hasil negatif. Hal lain yang bisa mengindikasikan
flavonoid menunjukkan hasil negatif adalah kemungkinan karena pada tahap penyarian tidak sempurna, sehingga flavonoid belum dapat disari atau ekstrak
yang dihasilkan tidak homogen sehingga kemungkinan sampel yang digunakan tidak mengnadung flavonoid.
4.3 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun