Latar Belakang Masalah Konsep asuransi syariah dalam penanggulangan bencana alam

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aktivitas ekonomi syariah pada saat ini semakin meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Indikasinya adalah tumbuhnya perbankan syariah yang telah memberikan stimulus kepada masyarakat tentang alternatif pembiayaan yang lebih adil dan distributif. Demikian juga terindikasi pada asuransi syariah yakni terdapat peningkatan permintaan bisnis ini, yaitu sejak beroperasinya dual sistem asuransi di indonesia dimana asuransi konvensional didasarkan pada prinsip bunga dan hanya sekedar mengejar orientasi keuntungan profit bagi peruahaan sedangkan asuransi syariah, yang operasionalnya berdasarkan syariah Islam dengan menitikberatkan pada nilai kebersamaan dan saling menanggung takaful disamping mencari keuntungan. 1 Keberadaan produk asuransi syariah selain karena tuntutan pasar juga dikarenakan keberadaan suatu produk diperlukan dalam rangka menjaga komitmen terhadap prinsip-prinsip syariah terutama kemaslahatan ummat dan rahmat bagi alam. Kondisi ini menunjukkan bahwa selain karena orientasi bisnis, asuransi syariah juga berorientasi pada syiar Islam. Hal inilah yang menjadikan asuransi syariah dituntut 1 AM. Hasan Ali dan M. Nadratuzzaman Hosen, Tanya Jawab Ekonomi Syariah Jakarta: PKES 2007, h 75 1 2 lebih aktif, kreatif dan inovatif terhadap berbagai perkembangan didalam kehidupan masyarakat. 2 Dan semua orang pun menyadari bahwa dunia penuh dengan ketidakpastian, kecuali kematian yang meskipun demikian juga tetap mengandung ketidakpastian didalamnya, antara lain mengenai kapan, karena apa kematian itu terjadi. Dimana ketidakpastian mengakibatkan adanya risiko yang merugikan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 3 Lebih-lebih dalam dunia bisnis, ketidakpastian beserta resikonya merupakan sesuatu yang tidak dpat diabaikan begitu saja, bahkan harus diperhatikan secara cermat bila orang menginginkan kesuksesan. Seiring dengan perkembangan sejarah kehidupan manusia, tentu akan dibarengi juga dengan perubahan aktivitas manusia yang selalu berubah-ubah dan bervariatif. Hal tersebut bisa terjadi karena perubahan kebutuhan manusia, perubahan struktur dan kondisi alam atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan aktivitas manusia tersebut tidak terlepas dari berbagai ancaman risiko yang selalu menyertai setiap langkah manusia. Segala macam risiko yang berasal dari musibah dan bencana alam merupakan qadha dan qadhar dari Allah SWT. Banyak di antara sebab-sebab yang menjadikan pengurangan nilai itu dapat dicegah. Tetapi banyak juga sebab-sebab yang mengurangi nilai benda itu mempunyai sifat yang tidak dapat diharapkan lebih dahulu. Disebabkan karena 2 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Yogyakarta: Ekonisia 2007, h.126 3 Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manjemen Risiko dan Asuransi, Jakarta: Salemba empat1999, h.1 3 kebakaran, maka benda seseorang akan hancur, karena pencurian maka seseorang akan kehilangan barang-barang berharganya, karena angin topan maka seseorang akan menderita kerugian dari hasil panennya. Sehubungan dengan kenyataan tersebut semua orang selalu harus berusha untuk menanggulanginya, artinya barupaya untuk meminimumkan ketidakpastian agar kerugian yang ditimbulkan dapat dihilangkan atau paling tidak diminimumkan. Apabila ini dihubungkan dengan asuransi maka dapatlah dikatakan bahwa kerugian orang-orang itu tadi dapat diperingan atau dikurangi, bahkan ditanggung oleh orang lain asal untuk itu diperjanjikan sebelumnya, diantara orang yang khawatir akan menderita kerugian dengan orang yang mau menanggung kerugian itu diadakanlah perjanjian asuransi. Ditengah kebangkitan kembali ekonomi yang mengacu kepada kaedah-kaedah syariat Islam, dunia asuransi juga mulai meresposisi diri dalam melakukan aktivitasnya agar sesuai dengan syariah. Akan tetapi, belum ada format baku tentang asuransi syariah yang disusun untuk menjadi pedoman operasional. Hal tersebut tidak menjadi masalah karena dinamisnya dunia Islam sehingga memungkinkan siapapun untuk menyusun format asuransi syariah berdasarkan pemahamannya terhadap fiqih- fiqih syariah, nash-nash yang jelas dalam al- qur’an yang diperkuat oleh hadits-hadits shohih, ijma’ para ulama, sampai kepada ijtihad orang-perorangan. Berbagai perbedaan interprestasi dan implementasi dalam asuransi syariah bukanlah harus dipandang sebagai kelemahan akan tetapi sebagai berkah keanekaragaman. Asuransi syariah tentunya akan mengalami berbagai penyempurnaan-penyempurnaan sejalan waktu dan munculnya pemahaman serta teknik-teknik baru dibidang jasa keuangan. 4 Bumi kita ini sebenarnya sudah sangat tua. Usianya sudah lebih dari 5 milliar tahun. Penelitian para pakar geologi dengan menggunakan metode radiosotop menunjukkan hal itu. Maka, tidak heran bumi mulai memperlihatkan gejala-gejala ketuaanya. Ibarat manusia, semakin renta dan digerogoti oleh penyakit degeneratif. Bumi adalah planet yang rawan bencana. Tapi memang begitulah, setiap benda langit memiliki kondisi yang kurang lebih sama. Selalu diincar oleh bencana. Hanya, khusus Bumi, Allah memberikan perlindungan ekstra, sehingga bisa dihuni oleh mahluk hidup termasuk manusia. Bumi memang planet istimewa yang paling aneh di antara tatasurya ini. Tidak ada satu pun benda langit anggota tatasurya yang bisa ditempati oleh mahluk hidup, karena tidak memenuhi prasyarat untuk itu. Dan teristimewa karena selalu diancam bencana yang menghancurkan kehidupan. 4 Indonesia telah menjelma menjadi negeri bencana. Betapa tidak, dalam kurun waktu yang relatif singkat, negeri ini dihajar oleh bencana bertubi-tubi dengan korban ratusan ribu jiwa dan harta benda yang tiada terkira. Mulai dari gempa dan tsunami Aceh di akhir tahun 2004, disusul ancaman gunung merapi, disusul lagi gempa dan tsunami di Yogyakarta, meluapnya Lumpur di Sidoarjo dan yang masih hangat yaitu banjir bandang di Wasior Papua, juga sejumlah gempa lainnya diberbagai kawasan. 5 Bencana alam menciptakan tragedi kemanusiaan, meruntuhkan sendi-sendi perekonomian, dan menghambat pembangunan. Di negara maju ataupun berkembang, 4 Agus Mustofa, Menuai Bencana, Serial Diskusi Tasawwuf Modern, Surabaya: Padma Press, 2008 h.46 5 Agus Mustofa, Menuai Bencana, Serial Diskusi Tasawwuf Modern, Ibid., h.164 5 masyarakat miskin adalah pihak yang paling rentan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Oleh karena itu, perlu dipikirkan suatu kebijakan nasional untuk memberi asuransi bagi masyarakat yang berada di daerah rawan bencana. Untuk mempercepat proses rehabilitasi pasca bencana, diusulkan pembuatan asuransi bencana bagi masyarakat yang menjadi korban bencana alam. Wacana ini telah disepakati Komisi VIII dan Badan Penanggulangan Bencana Nasional BNPB untuk segera diterapkan. Komisi VIII mendukung adanya skema asuransi sebagai salah satu instrumen dalam penyediaan dana dalam penanggulangan bencana dan diharapkan mampu mempercepat proses rehabilitasi korban bencana alam. Untuk pelaksanaannya diserahkan kepada BNPB yang mengurusi langsung penanganan bencana. Asuransi bencana ini dimaksudkan agar masyarakat yang terkena bencana mendapat kepastian dana bantuan secepatnya dan tidak menunggu bantuan dari pemerintah yang mungkin terlalu lama. 6 Undang-undang penanggulangan bencana UU PB memang tidak secara eksplisit mengatur keterlibatan asuransi dalam penanggulangan bencana. Namun ini tidak berarti asuransi tidak dapat terlibat. Paradigma yang hendak dibangun pemerintah terkait penanggulangan bencana adalah, dari semula tanggung jawab 6 Reza Yunanto, Komisi VIII BNPB Usulkan Asuransi Bencana, Jakarta: DetikNews Senin, 16 November 2009, h.7 6 pemerintah, menjadi tanggung jawab bersama. 7 Dari semula responsif menjadi preventif. Pemerintah mengakui bahwa penerapan sistem asuransi penting dalam upaya penanggulangan bencana dan akan mengkaji format asuransi atau sistem jaminan sosial yang tepat bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Secara eksplisit Undang-undang Penanggulangan Bencana UUPB memberikan peluang bagi keterlibatan asuransi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Asuransi bisa berperan pada masa pra-bencana, pada kondisi darurat dan pasca- bencana dan harapannya peraturan pemerintah yang nantinya akan diterbitkan bisa menstimulasi penerapan sistem asuransi bagi masyarakat di daerah rawan. 8 Pada kondisi prabencana asuransi bisa melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai cara meminimalkan resiko dan menghitung resiko kerugian akibat bencana. Sedangkan pada keadaan darurat dan pascabencana, asuransi berpeluang membantu pemerintah dalam pendanaan upaya penanggulangan bencana. Terkait dengan hal itu, asuransi seharusnya memang terlibat secara profesional sebagai mitra pemerintah dan masyarakat dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di daerah rawan bencana. Skema asuransi untuk penanggulangan bencana nasional bisa dikelola seluruhnya oleh asuransi atau dilakukan bersama dengan pemerintah. Dengan 7 Sunarsip dan Muhaimin Iqbal, Asuransi Dalam Penanggulangan Bencana, Jakarta: Republika Kamis, 19 April 2007, h.9 8 Bachtiar, Pemerintah Kaji Format Asuransi Bencana, Jakarta: Antara News Selasa, 10 April 2007, h.10 7 terintegerasinya skema asuransi tersebut maka beban penanggungan menjadi lebih murah. Saat ini, asuransi bencana masih dikelola secara sendiri-sendiri dan tidak terkoordinasi sehingga menjadi lebih mahal. Selain itu pemerintah juga menanggung beban penanggungan pasca bencana yang besar karena tidak memiliki asuransi 9 Kalangan praktisi asuransi menilai masyarakat belum terlalu mengenal asuransi bencana alam. Padahal asuransi ini sangat penting, apalagi Indonesia rawan bencana. Selain karena belum banyak perusahaan asuransi yang tidak menyediakan produk ini, masyarakat juga kurang sadar, dan minimnya informasi tentang asuransi jenis ini. Selain bermanfaat bagi masyarakat sendiri, asuransi ini juga bisa mengurangi beban pemerintah untuk menanggulangi bencana. Di tengah gempuran bencana alam yang berturut-turut sepanjang tahun ini, anggaran pemerintah sangat minim untuk menanggulanginya. Dana tanggap darurat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun ini alokasinya tinggal Rp 200 miliar. Oleh karena itu sudah saatnya pemerintah membuat undang-undang yang mewajibkan setiap kepala keluarga mempunyai asuransi ini. Jika separuhnya saja penduduk memiliki asuransi ini dengan premi yang dibayar cuma Rp 10 ribu setahun maka akan terkumpul dana asuransi sekitar Rp 10 triliun setahun. Sebab di negara-negara lain yang rawan gempa seperti Jepang, Selandia Baru, Amerika Serikat, atau Turki pemerintahnya sudah mewajibkan warga negaranya 9 Muhaimin Iqbal, Seminar: Mengupas UU Penangggulangan Bencana dari Perspektif Asuransi. 8 memiliki asuransi ini. Kalau tidak, para pengungsi akibat bencana selamanya akan tinggal dalam tenda. Oleh karena itu, peran asuransi syariah sangat dibutuhkan dalam menanggulangi risiko dari bencana alam. Asuransi syariah dengan perjanjian di awal yang jelas dan transparan dengan aqad yang sesuai syariah, dimana dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul disebut juga dana tabarru ’ akan dikelola secara professional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar’i dengan berlandaskan pada prinsip syariah. Dan pada akhirnya semua dana yang dikelola tersebut dana tabarru nantinya akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah bencana klaim yang terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi syariah, kita mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Bertitik belakang dari latar belakang seperti terurai diatas, maka perlulah kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut dalam sebuah skripsi dengan tema “KONSEP ASURANSI SYARIAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM”. Akhirnya, semoga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik dan bermanfaat bagi semua kalangan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah