BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia merupakan makhluk sosial yang dilahirkan dalam kondisi tidak berdaya. Ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di
lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan
perkembangan selanjutnya, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua atau orang lain di sekitarnya dan belajar
untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Mandiri atau sering juga disebut berdiri
diatas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
Beberapa ahli menyatakan betapa pentingnya peran kemandirian dalam hidup seseorang. Conger 1991 menyatakan bahwa kemandirian merupakan salah
satu aspek kepribadian yang penting dimiliki setiap individu, sebab selain dapat mempengaruhi kinerja performance seseorang, kemandirian juga dapat
membantu seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan serta penghargaan. Dengan kata lain, kemandirian merupakan bekal yang penting yang
perlu dimiliki oleh setiap individu. Tanpa didukung dengan sikap mandiri dalam diri individu, maka sulit bagi individu tersebut untuk mencapai hasil yang
maksimal dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya. Kemudian Nuryoto 1993 menambahkan bahwa individu yang memiliki kemandirian yang
Universitas Sumatera Utara
kuat akan mampu bertanggung jawab, berani menghadapi masalah dan resiko, dan tidak mudah terpengaruh dan tergantung pada orang lain.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Masrun, dkk 1986. Kemandirian secara psikologis dianggap penting karena setiap orang berusaha menyesuaikan
diri secara aktif terhadap lingkungannya. Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu
akan selalu terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya dapat mencapai otonomi
atas diri sendiri Monks dkk, 2001. Kemudian Martin Stendler dalam Afiatin, 1993 menambahkan bahwa kemandirian seseorang ditunjukkan dengan berdiri di
atas kaki sendiri, mengurus diri sendiri, dan dalam semua aspek kehidupannya ditandai dengan adanya inisiatif, kepercayaan diri serta kemampuan untuk
mempertahankan diri dan hak miliknya. Tanpa kemandirian, individu tidak mungkin bisa mempengaruhi dan
menguasai lingkungan, tetapi justru akan banyak menerima pengaruh dari lingkungan dan dikuasai oleh lingkungannya. Kemandirian mendorong setiap
individu untuk berkreasi dan berprestasi serta mengantarkan seseorang menjadi individu yang produktif dan efisien.
Kemandirian tidak dapat terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses pembentukan pengalaman yang kemudian menjadi sikap kemandirian. Secara
individual, proses pembentukan dan pengembangan kepribadian dimulai sejak individu balita dan sudah matang ketika mampu berpikir rasional. Namun secara
umum, prosesnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu bersangkutan, baik
Universitas Sumatera Utara
lingkungan keluarga, sekolah, agama, budaya maupun media informasi Lukman, 2000.
Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua atau
orang lain di sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Verawaty dalam Mu’tadin, 2000 menyatakan bahwa remaja yang memiliki kemandirian akan dapat
mengarahkan tingkah lakunya pada kesempurnaan dan memiliki orientasi ke depan dengan melakukan tindakan-tindakan yang positif. Oleh karena itu remaja
dituntut untuk mampu menjadi mandiri dalam perkembangannya. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara interpersonal yang dilakukan peneliti dengan
seorang mahasiswa Universitas Sumatera Utara USU tanggal 7 Juli 2010, yang menyatakan :
” .....apalagi kalau udah jadi mahasiswa, kan malu kalau apa-apa masih tanya sama orang tua. Pengennya sih, diusia seperti ini udah bisa lah mandiri.
Belajar yang rajin, trus dapat nilai yang baik pula. Jadi orang tua pun bangga sama kita, gak usah lagi disuruh belajar, tapi nilainya tetap baik....”
Tuntutan terhadap kemandirian ini sangat besar dan jika tidak direspon secara tepat bisa menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi
perkembangan psikologis remaja Mu’tadin, 2000. Hal ini diperkuat oleh hasil observasi yang dilakukan peneliti pada seorang mahasiswa Universitas Sumatera
Utara USU yang harus di drop-out dari kampusnya karena nilainya yang tidak memenuhi standar. Hal ini terjadi karena mahasiswa tersebut tidak dapat
mengikuti ujian akhir semester dikarenakan jumlah kehadiran yang tidak terpenuhi.
Universitas Sumatera Utara
Jersild dalam Mappiare, 1982 menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
melibatkan kematangan fisik, mental dan sosial. Masa kanak-kanak adalah periode dimana manusia masih dapat tergantung pada manusia lain, seperti orang
tua, sedangkan masa dewasa merupakan periode dimana manusia diharapkan dapat mandiri, dengan demikian masa remaja merupakan peralihan dari masa
tergantung ke masa mandiri. Berkembangnya kemandirian pada diri seorang remaja individu tidak
terlepas dari peran orangtua dalam mendidik, menanamkan dan menerapkan nilai- nilai pada anak. Dengan mengembangkan pola hubungan yang baik dengan anak
akan menciptakan suasana keluarga yang sehat dan dapat mendukung berkembangnya kemandirian remaja Verawaty dalam Mu’tadin, 2000.
Melepaskan hubungan dengan orang tua atau usaha untuk dapat berdiri sendiri juga sudah dijumpai pada saat sebelum remaja, meskipun belum
sepenuhnya dan bahkan untuk sebagian terjadi secara tidak sadar. Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan kecenderungan
yang terjadi pada setiap anak muda. Kemandirian tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan-perubahan misalnya perubahan dalam hubungan dengan teman
sebaya, orang tua dan menurunnya kepatuhan kepada norma-norma orang tuanya yang dimulai pada usia remaja Monks, 2001.
Hurlock 1999 menyatakan bahwa salah satu minat remaja adalah minat untuk mandiri. Keinginan yang kuat untuk mandiri berkembang pada masa
remaja awal dan mencapai puncaknya menjelang masa remaja akhir. Mereka
Universitas Sumatera Utara
harus belajar bertindak, membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada tingkah lakunya dan hal tersebut tidak bisa dicapai secara tiba-tiba.
Lamman 1988 mengemukakan bahwa kemandirian remaja dapat dilihat dari aspek tanggung jawab, kebebasan, inisiatif, kepercayaan diri, kontrol diri,
pengambilan keputusan, dan ketegasan diri. Pada umumnya pembentukan tingkah laku dipengaruhi oleh banyak faktor. Demikian juga dengan kemandirian pada
remaja. Selain diri sendiri, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemandirian tersebut adalah perilaku orang tua, usia, tahap perkembangan, jenis kelamin,
urutan kelahiran dan pola asuh. Thornburg dalam Dariyo 2004 menyatakan bahwa remaja berdasarkan
usia dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yakni remaja awal, remaja tengah dan remaja akhir. Memasuki masa remaja awal umumnya individu sedang
menjalani pendidikan di sekolah menengah tingkat pertama SMP, sedangkan remaja tengah adalah individu yang sedang menjalani pendidikan di sekolah
menengah atas SMA, sementara mereka yang tergolong remaja akhir umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMA dan mungkin sudah
bekerja. Dengan demikian mahasiswa masuk ke dalam tahap masa remaja akhir. Hurlock 1998 mengatakan bahwa tahap-tahap perkembangan yang
dialami remaja adalah remaja awal dan remaja akhir karena perilaku sikap dan nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda dengan akhir masa remaja. Pada remaja
awal kebebasan dalam bertingkah laku belum nampak karena individu masih tergantung pada pendapat orang tua dan teman sebaya dalam memutuskan
sesuatu. Berbeda dengan remaja akhir yang telah mengalami kematangan dalam
Universitas Sumatera Utara
aspek-aspek psikis dan fisik. Individu juga sudah mengalami kestabilan dalam minat-minatnya, misalnya pemilihan jurusan, pakaian, pergaulan dengan sesama
jenis atau lain jenis. Individu tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan dan sudah bisa memutuskan sesuatu tanpa adanya pengaruh dari orang tua dan orang dewasa
lainnya Rumini, 2004. Menurut Lamman, dkk 1998, salah satu aspek kemandirian adalah
kepercayaan diri yakni keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu mengerjakan sesuatu hal dengan baik. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dari
kemampuannya untuk berani menentukan pilihan, percaya bahwa diri mampu untuk mengorganisasikan diri sendiri dan mampu untuk menghasilkan sesuatu
dengan baik. Seorang yang mandiri mampu untuk melaksanakan segala sesuatu atas kemampuannya sendiri.
Kepercayaan diri merupakan sikap yang ditujukan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu mengerjakan suatu hal dengan baik dan mampu
mengembangkan rasa dihargai. Menurut Nuryoto 1993 remaja akhir telah bisa menilai dirinya sebagaimana adanya dan menghargai dirinya, hal ini akan
menimbulkan rasa puas yang merupakan syarat untuk mencapai kepercayaan diri. Prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum seseorang
yang diukur oleh IQ. Individu dengan IQ yang tinggi memiliki kecenderungan untuk sukses terhadap prestasi belajar Winkel 1989. Namun demikian dalam
proses belajar mengajar, kepercayaan akan kemampuan diri sendiri menjadi dasar keberhasilan seseorang dalam meraih prestasi belajarnya. Penguasaan materi yang
diberikan untuk menghadapi ujian, akan membantu dalam meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Watsy dalam Sisilia, 1992 bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah
kepercayaan diri, karena individu yang memiliki rasa percaya diri cenderung memiliki motivasi yang baik untuk belajar dan bekerja keras guna mencapai
kemajuan serta penuh keyakinan terhadap peran yang dijalaninya. Winkel 1991 mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti
keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha
belajar. Beliau juga menambahkan bahwa prestasi belajar dapat dilihat dengan memantau prestasi akademiknya. Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah
hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan
menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu.
Gunarsa 1993 menyatakan bahwa dalam bidang pendidikan prestasi akademik merupakan hasil belajar dari berbagai faktor kemampuan dasar dan
bakat yang dimiliki. Kegagalan dalam prestasi akademik bisa disebabkan karena kemampuan dasarnya tidak menyokong atau bakatnya kurang menunjang atau
tidak ada. Kegagalan juga bisa disebabkan karena individu yang bersangkutan kurang bisa mempergunakan cara belajar yang tepat atau kurangnya fasilitas yang
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan mengaktualisasikan kemampuan dasar dan bakat khusus yang sebenarnya dimiliki.
Menurut Sobur dalam Kholinda, 1995 prestasi belajar diperoleh melalui lembaga formal, tetapi lembaga informal juga turut berpengaruh seperti keluarga
orang tua, teman dan lain-lain. Oleh karena itu lembaga keluarga sangat berperan dalam menetukan prestasi belajar seorang individu.
Disamping itu menurut Pudjiyogyanti dalam Kholinda, 1995 lingkungan masyarakat juga akan turut berpengaruh terhadap proses pendidikan dan pada
akhirnya akan turut menentukan prestasi belajar. Lingkungan ini mencakup : teman bermain dan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Mu’tadin 2002 menyatakan kemandirian pada seorang individu berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Di dalam keluarga,
orangtualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan individu untuk menjadi mandiri. Mengingat masa anak-anak dan
remaja merupakan masa yang penting dalam proses perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orangtua kepada anak-anaknya
dalam meningkatkan kemandirian amatlah krusial. Orangtua berfungsi memberikan pandangan, arahan, dan dukungan sehingga kelak remaja dapat
berperan secara efektif di dalam masyarakat. Hal tersebut dapat terjadi jika orangtua memiliki waktu dan kesempatan
untuk berkomunikasi. Ibu juga sangat berperan dalam membentuk kemandirian pada remaja khususnya di usia akhir. Komunikasi antara ibu-anak dianggap
sebagai indikator untuk mengukur komunikasi orangtua dan anak, karena
Universitas Sumatera Utara
diasumsikan ibu memiliki lebih banyak waktu berada di rumah dibanding ayah, dan juga karena tugas mengurus anak lebih banyak dilimpahkan pada ibu
Susilawati, 1986. Sebagai social agent bagi perkembangan keluarga ibu bertugas mengasuh
dan membimbing anak serta mengatur urusan rumah tangga. Adapun seiring dengan perkembangan jaman, kini seorang ibu mulai memasuki dunia kerja dan
perannya tidak lagi hanya sebagai pengatur urusan rumah tangga dan pengasuh anak saja, tapi juga punya peranan dalam dunia kerja di luar rumah Verawaty,
dalam Mu’tadin 2000. Ibu bekerja memiliki waktu yang lebih terbatas untuk bertemu dengan remaja. Kualitas pertemuan memang penting, tapi kenyataannya
pertemuan yang berkualitas akan sulit dicapai jika kuantitas pertemuan kurang dan ditambah lagi keadaan letih ibu sepulang kerja Chira,2003. Pertemuan yang
berkualitas tidak dapat muncul begitu saja, tetap dibutuhkan waktu yang cukup dan proses yang tidak sebentar untuk membentuk kualitas hubungan yang baik.
Banyaknya waktu dan kesempatan bertemu ini diasumsikan akan berpengaruh pada proses komunikasi, memberikan nasehat, bimbingan, arahan dan
pengawasan ibu terhadap remaja, terutama dalam proses eksplorasi diri dan saat menentukan pilihan untuk berkomitmen pada remaja.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka peneliti merasa bahwa hubungan ibu bekerja dengan kemandirian dan prestasi belajar penting untuk diteliti. Alasan
inilah yang mengarahkan peneliti untuk mengambil judul: “Pengaruh Status Bekerja Ibu terhadap Kemandirian dan Prestasi Belajar Remaja Akhir”.
Universitas Sumatera Utara
B. RUMUSAN MASALAH