Pengaruh Status Bekerja Ibu Terhadap Kemandirian Dan Prestasi Belajar Remaja Akhir
PENGARUH STATUS BEKERJA IBU TERHADAP
KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR
REMAJA AKHIR
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
ANGELINE HOSANA ZEFANY TARIGAN
051301042
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GANJIL, 2010/2011
(2)
Pengaruh Status Bekerja Ibu Terhadap Kemandirian Dan Prestasi Belajar Remaja Akhir
Angeline Hosana Zefany Tarigan Dan Lili Garliah
ABSTRAK
Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua atau orang lain di sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Demikian pula dengan remaja usia akhir, mereka dituntut untuk mampu menjadi mandiri dalam perkembangannya. Berkembangnya kemandirian pada diri seorang remaja tidak terlepas dari peran orangtua dalam mendidik, menanamkan dan menerapkan nilai-nilai pada anak. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dari kemampuannya untuk berani menentukan pilihan, percaya bahwa diri mampu untuk mengorganisasikan diri sendiri dan mampu untuk menghasilkan sesuatu dengan baik. Namun demikian dalam proses belajar mengajar, kepercayaan akan kemampuan diri sendiri menjadi dasar keberhasilan seseorang dalam meraih prestasi belajarnya. Menurut Lamman, (1988) kemandirian remaja dapat dilihat dari aspek tanggung jawab, kebebasan, inisiatif, kepercayaan diri, kontrol diri, pengambilan keputusan, dan ketegasan diri. Gunarsa (1993) menyatakan bahwa dalam bidang pendidikan prestasi akademik merupakan hasil belajar dari berbagai faktor kemampuan dasar dan bakat yang dimiliki. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh status bekerja ibu terhadap kemandirian dan prestasi belajar remaja akhir. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sumatera Utara angkatan tahun 2008 sejumlah 150 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cluster sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kemandirian yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kemandirian dari Lamman (1988). Skala kemandirian memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.984. Hasil analisa data penelitian menunjukkan terdapat pengaruh status bekerja ibu terhadap prestasi belajar remaja akhir (t = 0,03, p < 0,05). Serta tidak ada pengaruh status bekerja ibu terhadap kemandirian remaja akhir (t = 0,200, p > 0,05).
(3)
Effect of Work Status of Mother Against
Late Adolescents’ Autonomy and Learning Achievement
Angeline Hosana Zefany Tarigan And Lili Garliah
ABSTRACT
Along with the passage of time and development, a child will slowly break away from dependence on parents or others around him and learn to become independent. Similarly, with his late teens, they demanded to be independent in its development. The development of independence or autonomy in an adolescent self is inseparable from the role of parents in educating, inculcating and applying the values in children. Manifestation of one's autonomy can be seen from its ability to dare to make a choice, believe that the self is able to organize themselves and be able to produce something good. However, in teaching and learning, self-confidence in the ability to base one's success in learning achievement. According Lamman, (1988) adolescent autonomy can be seen from the aspect of responsibility, freedom, initiative, confidence, self control, decision making, and self-assertiveness. Gunarsa (1993) stated that academic achievement in education is the result of various factors to learn basic skills and talents possessed. The purpose of this study is to investigate the influence of working status of mothers towards autonomy and learning achievement of late adolescence. Samples are students at the University of North Sumatera force in 2008 some 150 people. Sampling was carried out using cluster sampling. Measuring instruments used in this study is the autonomy scale prepared by the researcher based on the aspects of autonomy from Lamman (1988). Scale has a reliability value autonomy (rxx = 0.984). Results of data analysis showed there are significant effect work status of mothers on the academic achievement of late teens (t = 0.03, p <0.05). And no effect of maternal work status on the autonomy of the late teens (t = 0.200, p> 0.05).
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Sorga karena berkat dan kasih karuniaNya, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga mohon maaf jika sekiranya dalam penulisan skripsi terdapat kesalahan-kesalahan, baik isi maupun cara penulisannya. Selama proses penulisan, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Lili Garliah, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih banyak atas arahan dan bimbingan yang diberikan, atas kesabaran membimbing dan mengajari penulis.
3. Ibu Gustiarti Leila, M.Si, psikolog selaku dosen pembibing akademik. Terima kasih buat kesabarannya dalam membimbing penulis setiap semester.
4. Kepada Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi.,psikolog dan Ibu Etti Rahmawati, M.Si selaku dosen penguji pada sidang skripsi, penulis mengucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang diberikan untuk menguji penulis.
5. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, MS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara atas izin yang diberikan kepada
(5)
penulis untuk mengambil data di Fakultas Pertanian, juga kepada Mama Ir. Fery Sitepu karena sudah mempermudah penulis dalam mendapatkan izin pengambilan data dari Fakultas Pertanian.
6. Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A selaku Pembantu Dekan I Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara atas izin yang diberikan kepada penulis untuk mengambil data di Fakultas Sastra, juga kepada Nek Diana atas bantuannya dalam mempermudah proses pengambilan data.
7. Ibu Sri Supriyantini, M.Si., psikolog selaku Pembantu Dekan I Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas izin yang diberikan kepada penulis untuk mengambil data di Fakultas Psikologi.
8. Kepada seluruh dosen pengajar di Fakultas Psikologi, terima kasih atas ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan kepada penulis. Tanpa Bapak dan Ibu, penulis bukanlah apa-apa. Juga kepada seluruh staff di Fakultas Psikologi; Bang Onal, Bang Sono, Kak Devi, Kak Ari, Pak Aswan, dan lainnya, terima kasih banyak.
9. Orangtuaku, Pt. Albert M. Tarigan, SE dan Antaria B.C Helena Meliala, SH terima kasih buat bimbingannya selama ini dan buat keluargaku (bg Yudi, Nenek, Bulang, Mama Uda, Mama Tua dan semuanya), terima kasih buat dukungan yang tak henti-hentinya diberikan agar penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. I love you all...
10.Teman-temanku PCI (nova, ezra, anggie, elsa, purnama, yulinda, n maria), makasi banyak buat dukungannya. PCI always the best!!!!
(6)
11.Temen-temenku Lisvina dan Elfina (thanks bwt kebersamaan kita selama ini, i won’t forget that!!), buat angkatan 2005 Psikologi USU semangat slalu ya guys!!
12.Buat my special one... makasi udah mau jadi teman yang setia buat adek, smoga sampai pada tujuan kita ya...
13.Kepada seluruh responden penulis yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi skala tryout dan penelitian penulis. Jasa teman-teman sekalian akan selalu penulis ingat sampai kapanpun.
14.Kepada kak Erna, pustakawan yang selalu siap melayani dan tersenyum ramah setiap penulis mengunjungi perpustakaan (psycholib) dalam menyelesaikan skripsi.
15.Kepada seluruh senior, junior dan orang-orang yang berpengaruh dalam kehidupan penulis yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga kita selalu menjadi orang yang berguna bagi negara. Amin.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan yang telah diberikan. Semoga seminar ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan , Januari 2010
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A. Kemandirian ... 13
1. Pengertian Kemandirian ... 13
2. Aspek Kemandirian ... 14
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ... 16
4. Proses Perkembangan Kemandirian Remaja ... 17
B. Prestasi Belajar ... 19
1. Pengertian Prestasi Belajar ... 19
2. Ciri-Ciri Prestasi Belajar ... 21
(8)
C. Remaja Akhir ... 24
1. Pengertian Remaja Akhir ... 24
2. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja... 25
D. Status Bekerja Ibu ... 27
1. Pengertian Status Bekerja Ibu ... 27
2. Faktor-Faktor yang Menjadi Sumber Masalah Bagi Ibu Bekerja . 28 3. Motivasi Ibu Bekerja ... 31
E. Pengaruh Status Bekerja Ibu Terhadap Kemandirian dan Prestasi Belajar Remaja Akhir ... 33
D. Hipotesis ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 36
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36
1. Status Bekerja Ibu ... 36
2. Kemandirian ... 37
3. Prestasi Belajar ... 37
C. Populasi, Sampel, Dan Metode Pengambilan Sampel ... 38
1. Populasi dan Sampel ... 38
2. Metode Pengambilan Sampel ... 38
D. Instrumen Atau Alat Ukur ... 40
(9)
1. Validitas Alat Ukur ... 41
2. Reliabilitas Alat Ukur ... 41
3. Daya Beda Aitem ... 42
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 43
F. Prosedur Penelitian ... 45
1. Persiapan Penelitian ... 45
2. Pelaksanaan Penelitian ... 46
3. Pengolahan Data ... 46
G. Metode Analisa Data ... 46
1. Uji Normalitas... 47
2. Uji Homogenitas... 47
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 48
A. Analisa Data... 48
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian... 48
2. Hasil Uji Asumsi Penelitian... 49
3. Hasil Utama Penelitian... 52
4. Deskripsi Data Penelitian... 53
B. Pembahasan... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
A. Kesimpulan... 62
(10)
1. Saran Metodologis... 64 2. Saran Praktis... 64
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Blue Print Skala Kemandirian
Sebelum Uji Coba ………... 34
Tabel 2 Blue-print Skala Kemandirian Sebelum Uji Coba Dan Aitem Yang Tidak Dipakai... 35
Tabel 3 Blue Print Skala Kemandirian Setelah Uji Coba... 37
Tabel 4 Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Bekerja Ibu... 39
Tabel 5 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia... 42
Tabel 6 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42
Tabel 7 Uji Normalitas………... 43
Tabel 8 Uji Homogenitas………... 44
Tabel 9 Uji-t Pengaruh Status Bekerja Ibu terhadap Kemandirian dan Prestasi Belajar... 48
Tabel 10 Uji MANOVA Pengaruh Status Bekerja Ibu terhadap Kemandirian dan Prestasi Belajar………... 49
(12)
Tabel 11 Gambaran Skor Kemandirian Remaja Akhir... 49
Tabel 12 Kategorisasi Kemandirian Menurut
Metode Distribusi Normal... 50 Tabel 13 Kategorisasi Subjek Berdasarkan
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A. Reliabilitas
LAMPIRAN B. Skala Penelitian
LAMPIRAN C. Data Penelitian
(14)
Pengaruh Status Bekerja Ibu Terhadap Kemandirian Dan Prestasi Belajar Remaja Akhir
Angeline Hosana Zefany Tarigan Dan Lili Garliah
ABSTRAK
Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua atau orang lain di sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Demikian pula dengan remaja usia akhir, mereka dituntut untuk mampu menjadi mandiri dalam perkembangannya. Berkembangnya kemandirian pada diri seorang remaja tidak terlepas dari peran orangtua dalam mendidik, menanamkan dan menerapkan nilai-nilai pada anak. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dari kemampuannya untuk berani menentukan pilihan, percaya bahwa diri mampu untuk mengorganisasikan diri sendiri dan mampu untuk menghasilkan sesuatu dengan baik. Namun demikian dalam proses belajar mengajar, kepercayaan akan kemampuan diri sendiri menjadi dasar keberhasilan seseorang dalam meraih prestasi belajarnya. Menurut Lamman, (1988) kemandirian remaja dapat dilihat dari aspek tanggung jawab, kebebasan, inisiatif, kepercayaan diri, kontrol diri, pengambilan keputusan, dan ketegasan diri. Gunarsa (1993) menyatakan bahwa dalam bidang pendidikan prestasi akademik merupakan hasil belajar dari berbagai faktor kemampuan dasar dan bakat yang dimiliki. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh status bekerja ibu terhadap kemandirian dan prestasi belajar remaja akhir. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sumatera Utara angkatan tahun 2008 sejumlah 150 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cluster sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kemandirian yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kemandirian dari Lamman (1988). Skala kemandirian memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.984. Hasil analisa data penelitian menunjukkan terdapat pengaruh status bekerja ibu terhadap prestasi belajar remaja akhir (t = 0,03, p < 0,05). Serta tidak ada pengaruh status bekerja ibu terhadap kemandirian remaja akhir (t = 0,200, p > 0,05).
(15)
Effect of Work Status of Mother Against
Late Adolescents’ Autonomy and Learning Achievement
Angeline Hosana Zefany Tarigan And Lili Garliah
ABSTRACT
Along with the passage of time and development, a child will slowly break away from dependence on parents or others around him and learn to become independent. Similarly, with his late teens, they demanded to be independent in its development. The development of independence or autonomy in an adolescent self is inseparable from the role of parents in educating, inculcating and applying the values in children. Manifestation of one's autonomy can be seen from its ability to dare to make a choice, believe that the self is able to organize themselves and be able to produce something good. However, in teaching and learning, self-confidence in the ability to base one's success in learning achievement. According Lamman, (1988) adolescent autonomy can be seen from the aspect of responsibility, freedom, initiative, confidence, self control, decision making, and self-assertiveness. Gunarsa (1993) stated that academic achievement in education is the result of various factors to learn basic skills and talents possessed. The purpose of this study is to investigate the influence of working status of mothers towards autonomy and learning achievement of late adolescence. Samples are students at the University of North Sumatera force in 2008 some 150 people. Sampling was carried out using cluster sampling. Measuring instruments used in this study is the autonomy scale prepared by the researcher based on the aspects of autonomy from Lamman (1988). Scale has a reliability value autonomy (rxx = 0.984). Results of data analysis showed there are significant effect work status of mothers on the academic achievement of late teens (t = 0.03, p <0.05). And no effect of maternal work status on the autonomy of the late teens (t = 0.200, p> 0.05).
(16)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia merupakan makhluk sosial yang dilahirkan dalam kondisi tidak berdaya. Ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan selanjutnya, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua atau orang lain di sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Mandiri atau sering juga disebut berdiri diatas kaki sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
Beberapa ahli menyatakan betapa pentingnya peran kemandirian dalam hidup seseorang. Conger (1991) menyatakan bahwa kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dimiliki setiap individu, sebab selain dapat mempengaruhi kinerja (performance) seseorang, kemandirian juga dapat membantu seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan serta penghargaan. Dengan kata lain, kemandirian merupakan bekal yang penting yang perlu dimiliki oleh setiap individu. Tanpa didukung dengan sikap mandiri dalam diri individu, maka sulit bagi individu tersebut untuk mencapai hasil yang maksimal dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya. Kemudian Nuryoto (1993) menambahkan bahwa individu yang memiliki kemandirian yang
(17)
kuat akan mampu bertanggung jawab, berani menghadapi masalah dan resiko, dan tidak mudah terpengaruh dan tergantung pada orang lain.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Masrun, dkk (1986). Kemandirian secara psikologis dianggap penting karena setiap orang berusaha menyesuaikan diri secara aktif terhadap lingkungannya. Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan selalu terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya dapat mencapai otonomi atas diri sendiri (Monks dkk, 2001). Kemudian Martin & Stendler (dalam Afiatin, 1993) menambahkan bahwa kemandirian seseorang ditunjukkan dengan berdiri di atas kaki sendiri, mengurus diri sendiri, dan dalam semua aspek kehidupannya ditandai dengan adanya inisiatif, kepercayaan diri serta kemampuan untuk mempertahankan diri dan hak miliknya.
Tanpa kemandirian, individu tidak mungkin bisa mempengaruhi dan menguasai lingkungan, tetapi justru akan banyak menerima pengaruh dari lingkungan dan dikuasai oleh lingkungannya. Kemandirian mendorong setiap individu untuk berkreasi dan berprestasi serta mengantarkan seseorang menjadi individu yang produktif dan efisien.
Kemandirian tidak dapat terbentuk begitu saja, tetapi melalui proses pembentukan pengalaman yang kemudian menjadi sikap kemandirian. Secara individual, proses pembentukan dan pengembangan kepribadian dimulai sejak individu balita dan sudah matang ketika mampu berpikir rasional. Namun secara umum, prosesnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu bersangkutan, baik
(18)
lingkungan keluarga, sekolah, agama, budaya maupun media informasi (Lukman, 2000).
Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua atau orang lain di sekitarnya dan belajar untuk mandiri. Verawaty (dalam Mu’tadin, 2000) menyatakan bahwa remaja yang memiliki kemandirian akan dapat mengarahkan tingkah lakunya pada kesempurnaan dan memiliki orientasi ke depan dengan melakukan tindakan-tindakan yang positif. Oleh karena itu remaja dituntut untuk mampu menjadi mandiri dalam perkembangannya. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara interpersonal yang dilakukan peneliti dengan seorang mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) tanggal 7 Juli 2010, yang menyatakan :
” ...apalagi kalau udah jadi mahasiswa, kan malu kalau apa-apa masih tanya sama orang tua. Pengennya sih, diusia seperti ini udah bisa lah mandiri. Belajar yang rajin, trus dapat nilai yang baik pula. Jadi orang tua pun bangga sama kita, gak usah lagi disuruh belajar, tapi nilainya tetap baik....”
Tuntutan terhadap kemandirian ini sangat besar dan jika tidak direspon secara tepat bisa menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis remaja (Mu’tadin, 2000). Hal ini diperkuat oleh hasil observasi yang dilakukan peneliti pada seorang mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) yang harus di drop-out dari kampusnya karena nilainya yang tidak memenuhi standar. Hal ini terjadi karena mahasiswa tersebut tidak dapat mengikuti ujian akhir semester dikarenakan jumlah kehadiran yang tidak terpenuhi.
(19)
Jersild (dalam Mappiare, 1982) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan kematangan fisik, mental dan sosial. Masa kanak-kanak adalah periode dimana manusia masih dapat tergantung pada manusia lain, seperti orang tua, sedangkan masa dewasa merupakan periode dimana manusia diharapkan dapat mandiri, dengan demikian masa remaja merupakan peralihan dari masa tergantung ke masa mandiri.
Berkembangnya kemandirian pada diri seorang remaja (individu) tidak terlepas dari peran orangtua dalam mendidik, menanamkan dan menerapkan nilai-nilai pada anak. Dengan mengembangkan pola hubungan yang baik dengan anak akan menciptakan suasana keluarga yang sehat dan dapat mendukung berkembangnya kemandirian remaja (Verawaty dalam Mu’tadin, 2000).
Melepaskan hubungan dengan orang tua atau usaha untuk dapat berdiri sendiri juga sudah dijumpai pada saat sebelum remaja, meskipun belum sepenuhnya dan bahkan untuk sebagian terjadi secara tidak sadar. Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan kecenderungan yang terjadi pada setiap anak muda. Kemandirian tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan-perubahan misalnya perubahan dalam hubungan dengan teman sebaya, orang tua dan menurunnya kepatuhan kepada norma-norma orang tuanya yang dimulai pada usia remaja (Monks, 2001).
Hurlock (1999) menyatakan bahwa salah satu minat remaja adalah minat untuk mandiri. Keinginan yang kuat untuk mandiri berkembang pada masa remaja awal dan mencapai puncaknya menjelang masa remaja akhir. Mereka
(20)
harus belajar bertindak, membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada tingkah lakunya dan hal tersebut tidak bisa dicapai secara tiba-tiba.
Lamman (1988) mengemukakan bahwa kemandirian remaja dapat dilihat dari aspek tanggung jawab, kebebasan, inisiatif, kepercayaan diri, kontrol diri, pengambilan keputusan, dan ketegasan diri. Pada umumnya pembentukan tingkah laku dipengaruhi oleh banyak faktor. Demikian juga dengan kemandirian pada remaja. Selain diri sendiri, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemandirian tersebut adalah perilaku orang tua, usia, tahap perkembangan, jenis kelamin, urutan kelahiran dan pola asuh.
Thornburg dalam Dariyo (2004) menyatakan bahwa remaja berdasarkan usia dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yakni remaja awal, remaja tengah dan remaja akhir. Memasuki masa remaja awal umumnya individu sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah tingkat pertama (SMP), sedangkan remaja tengah adalah individu yang sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah atas (SMA), sementara mereka yang tergolong remaja akhir umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMA dan mungkin sudah bekerja. Dengan demikian mahasiswa masuk ke dalam tahap masa remaja akhir.
Hurlock (1998) mengatakan bahwa tahap-tahap perkembangan yang dialami remaja adalah remaja awal dan remaja akhir karena perilaku sikap dan nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda dengan akhir masa remaja. Pada remaja awal kebebasan dalam bertingkah laku belum nampak karena individu masih tergantung pada pendapat orang tua dan teman sebaya dalam memutuskan sesuatu. Berbeda dengan remaja akhir yang telah mengalami kematangan dalam
(21)
aspek-aspek psikis dan fisik. Individu juga sudah mengalami kestabilan dalam minat-minatnya, misalnya pemilihan jurusan, pakaian, pergaulan dengan sesama jenis atau lain jenis. Individu tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan dan sudah bisa memutuskan sesuatu tanpa adanya pengaruh dari orang tua dan orang dewasa lainnya (Rumini, 2004).
Menurut Lamman, dkk (1998), salah satu aspek kemandirian adalah kepercayaan diri yakni keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu mengerjakan sesuatu hal dengan baik. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dari kemampuannya untuk berani menentukan pilihan, percaya bahwa diri mampu untuk mengorganisasikan diri sendiri dan mampu untuk menghasilkan sesuatu dengan baik. Seorang yang mandiri mampu untuk melaksanakan segala sesuatu atas kemampuannya sendiri.
Kepercayaan diri merupakan sikap yang ditujukan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu mengerjakan suatu hal dengan baik dan mampu mengembangkan rasa dihargai. Menurut Nuryoto (1993) remaja akhir telah bisa menilai dirinya sebagaimana adanya dan menghargai dirinya, hal ini akan menimbulkan rasa puas yang merupakan syarat untuk mencapai kepercayaan diri.
Prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum seseorang yang diukur oleh IQ. Individu dengan IQ yang tinggi memiliki kecenderungan untuk sukses terhadap prestasi belajar (Winkel 1989). Namun demikian dalam proses belajar mengajar, kepercayaan akan kemampuan diri sendiri menjadi dasar keberhasilan seseorang dalam meraih prestasi belajarnya. Penguasaan materi yang diberikan untuk menghadapi ujian, akan membantu dalam meningkatkan
(22)
kepercayaan dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Watsy (dalam Sisilia, 1992) bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah kepercayaan diri, karena individu yang memiliki rasa percaya diri cenderung memiliki motivasi yang baik untuk belajar dan bekerja keras guna mencapai kemajuan serta penuh keyakinan terhadap peran yang dijalaninya.
Winkel (1991) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Beliau juga menambahkan bahwa prestasi belajar dapat dilihat dengan memantau prestasi akademiknya. Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu.
Gunarsa (1993) menyatakan bahwa dalam bidang pendidikan prestasi akademik merupakan hasil belajar dari berbagai faktor kemampuan dasar dan bakat yang dimiliki. Kegagalan dalam prestasi akademik bisa disebabkan karena kemampuan dasarnya tidak menyokong atau bakatnya kurang menunjang atau tidak ada. Kegagalan juga bisa disebabkan karena individu yang bersangkutan kurang bisa mempergunakan cara belajar yang tepat atau kurangnya fasilitas yang
(23)
memungkinkan mengaktualisasikan kemampuan dasar dan bakat khusus yang sebenarnya dimiliki.
Menurut Sobur (dalam Kholinda, 1995) prestasi belajar diperoleh melalui lembaga formal, tetapi lembaga informal juga turut berpengaruh seperti keluarga (orang tua), teman dan lain-lain. Oleh karena itu lembaga keluarga sangat berperan dalam menetukan prestasi belajar seorang individu.
Disamping itu menurut Pudjiyogyanti (dalam Kholinda, 1995) lingkungan masyarakat juga akan turut berpengaruh terhadap proses pendidikan dan pada akhirnya akan turut menentukan prestasi belajar. Lingkungan ini mencakup : teman bermain dan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Mu’tadin (2002) menyatakan kemandirian pada seorang individu berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Di dalam keluarga, orangtualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan individu untuk menjadi mandiri. Mengingat masa anak-anak dan remaja merupakan masa yang penting dalam proses perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orangtua kepada anak-anaknya dalam meningkatkan kemandirian amatlah krusial. Orangtua berfungsi memberikan pandangan, arahan, dan dukungan sehingga kelak remaja dapat berperan secara efektif di dalam masyarakat.
Hal tersebut dapat terjadi jika orangtua memiliki waktu dan kesempatan untuk berkomunikasi. Ibu juga sangat berperan dalam membentuk kemandirian pada remaja khususnya di usia akhir. Komunikasi antara ibu-anak dianggap sebagai indikator untuk mengukur komunikasi orangtua dan anak, karena
(24)
diasumsikan ibu memiliki lebih banyak waktu berada di rumah dibanding ayah, dan juga karena tugas mengurus anak lebih banyak dilimpahkan pada ibu (Susilawati, 1986).
Sebagai social agent bagi perkembangan keluarga ibu bertugas mengasuh dan membimbing anak serta mengatur urusan rumah tangga. Adapun seiring dengan perkembangan jaman, kini seorang ibu mulai memasuki dunia kerja dan perannya tidak lagi hanya sebagai pengatur urusan rumah tangga dan pengasuh anak saja, tapi juga punya peranan dalam dunia kerja di luar rumah (Verawaty, dalam Mu’tadin 2000). Ibu bekerja memiliki waktu yang lebih terbatas untuk bertemu dengan remaja. Kualitas pertemuan memang penting, tapi kenyataannya pertemuan yang berkualitas akan sulit dicapai jika kuantitas pertemuan kurang dan ditambah lagi keadaan letih ibu sepulang kerja (Chira,2003). Pertemuan yang berkualitas tidak dapat muncul begitu saja, tetap dibutuhkan waktu yang cukup dan proses yang tidak sebentar untuk membentuk kualitas hubungan yang baik. Banyaknya waktu dan kesempatan bertemu ini diasumsikan akan berpengaruh pada proses komunikasi, memberikan nasehat, bimbingan, arahan dan pengawasan ibu terhadap remaja, terutama dalam proses eksplorasi diri dan saat menentukan pilihan untuk berkomitmen pada remaja.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka peneliti merasa bahwa hubungan ibu bekerja dengan kemandirian dan prestasi belajar penting untuk diteliti. Alasan inilah yang mengarahkan peneliti untuk mengambil judul: “Pengaruh Status Bekerja Ibu terhadap Kemandirian dan Prestasi Belajar Remaja Akhir”.
(25)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu, apakah ada pengaruh antara status bekerja ibu terhadap kemandirian dan prestasi belajar remaja akhir?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh status bekerja ibu terhadap kemandirian dan prestasi belajar remaja akhir.
D. MANFAAT PENELITIAN
Dari penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik secara teoritis maupun manfaat secara praktis:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat mengembangkan ilmu psikologi, khususnya di bidang psikologi perkembangan. Secara khusus mengenai pengaruh status bekerja ibu terhadap kemandirian dan prestasi belajar remaja akhir.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi orang tua maupun lembaga pendidikan, dalam memberikan bimbingan untuk meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar pada remaja
(26)
akhir. Juga bagi remaja akhir khususnya mahasiswa, diharapkan penelitian ini dapat mengoptimalkan kemandirian serta potensi yang dimilikinya melalui prestasi akademik.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan adalah: Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi uraian singkat mengenai latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan
Bab II Landasan Teori
Pada bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori variabel-variabel yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori mengenai ibu bekerja, kemandirian, prestasi belajar, dan remaja akhir. Bab ini juga mengajukan hipotesa penelitian sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian. Bab III Metode Penelitian
Bab ini akan menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, populasi, sampel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil penelitian.
(27)
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai gambaran umum dan karakteristik dari subjek penelitian serta bagaimana analisa data dilakukan dengan menggunakan analisis statistik. Kemudian pada bab ini juga dibahas mengenai interpretasi data yang ada dengan menggunakan SPSS 15.0 For Windows yang kemudian data-data tersebut akan diuraikan kedalam pembahasan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini membahas mengenai kesimpulan peneliti mengenai hasil penelitian dilengkapi dengan saran-saran bagi pihak lain berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.
(28)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KEMANDIRIAN
1. Pengertian Kemandirian
Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapatkan awalan dan akhiran an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar diri, pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self (Brammer dan Shostrom, dalam Ali & Asrori, 2004) karena diri itu merupakan inti dari kemandirian.
Senada dengan definisi diatas, Lamman (1998) menyatakan bahwa kemandirian merupakan suatu kemampuan individu untuk mengatur dirinya sendiri dan tidak tergantung kepada orang lain. Sutari Imam Barnadib (dalam Mu’tadin, 2002) juga menyatakan bahwa kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya, agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Pada saat ini peran orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai ”penguat” untuk setiap perilaku yang telah dilakukannya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Reber (1985) bahwa :
(29)
“Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut seorang remaja diharapkan akan lebih bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol perilakunya dan menyelesaikan masalahnya secara bebas, bertanggung jawab, percaya diri dan penuh inisiatif serta dapat memperkecil ketergantungannya pada orang lain.
2. Aspek Kemandirian
Menurut Lamman, dkk (1998), aspek-aspek kemandirian terdiri dari: a. Kebebasan
Kebebasan merupakan hak asasi bagi setiap manusia. Perwujudan kemandirian seseorang dapat terlihat dalam kebebasannya membuat keputusan, tidak merasa cemas atau takut atau malu apabila keputusannya tidak sesuai dengan keyakinan atau pilihan orang lain. Seorang yang mandiri memiliki kebebasan untuk bertingkah laku sesuai kehendak sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Individu memilki kebebasan baik dalam membuat maupun melaksanakan keputusannya sendiri.
b. Inisiatif
Inisiatif merupakan suatu ide yang diwujudkan kedalam bentuk tingkah laku atau tindakan. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dalam
(30)
kemampuannya untuk mengemukakan ide, pendapat dan mempertahankan sikapnya.
c. Kepercayaan diri
Kepercayaan diri merupakan keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu mengerjakan sesuatu hal dengan baik. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dari kemampuannya untuk berani menentukan pilihan, percaya bahwa diri mampu untuk mengorganisasikan diri sendiri, dan mampu untuk menghasilkan sesuatu dengan baik. Seorang yang mandiri mampu untuk melaksanakan segala sesuatu atas kemampuannya sendiri.
d. Tanggung jawab
Perwujudan kemandirian dapat dilihat dalam tanggung jawab seseorang untuk berani menanggung resiko atas konsekuensi dari keputusan yang telah diambil, menunjukkan loyalitas dan memiliki kemampuan untuk membedakan atau memisahkan antara kehidupan dirinya dengan kehidupan orang lain di lingkungannya.
e. Ketegasan diri
Ketegasan diri menunjukkan adanya suatu kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Perwujudan kemandirian seseorang dapat dilihat dalam keberanian seseorang untuk mempertahankan pendapat atau prinsipnya, meskipun pendapatnya berbeda dari orang lain.
f. Pengambilan keputusan
Di dalam kehidupan, setiap orang selalu dihadapkan pada berbagai pilihan yang memaksanya untuk mengambil keputusan. Perwujudan kemandirian
(31)
seseorang dapat dilihat dalam kemampuan seseorang untuk menemukan akar masalah, mengevaluasi segala kemungkinan di dalam mengatasi masalah dan berbagai tantangan serta kesulitan lainnya tanpa harus mendapat bantuan dari orang lain.
g. Kontrol diri
Kontrol diri merupakan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, baik dengan mengubah tingkah laku atau menunda tingkah laku, tanpa pengaruh dari orang lain. Melalui aspek ini dapat dilihat kemandirian aspek emosi seseorang yaitu dalam kemampuannya untuk menguasai konflik-konflik dalam dirinya.
Aspek-aspek kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: kebebasan, inisiatif, kepercayaan diri, tanggung jawab, ketegasan diri, pengambilan keputusan dan kontrol diri.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Menurut Hurlock (dalam Lukman, 2000), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian, yaitu:
a. Keluarga
Setiap orang tua berbeda-beda dalam menerapkan disiplin pada anaknya. Penerapan disiplin ini identik dengan pola asuh. Setiap tipe pola asuh mengakibatkan efek yang berbeda.
(32)
Selain orang tua, guru juga ikut berperan dalam perkembangan anak. Pemberian tugas (PR) akan membiasakan anak untuk bertanggung jawab. Teman-teman sebaya juga turut mempengaruhi kemandirian seseorang, dimana seseorang yang terlalu conform akan sulit untuk mengembangkan kemandiriannya.
c. Media komunikasi massa
Kita tidak dapat melepaskan diri dari media massa. Setiap hari kita akan selalu berhadapan dengan media massa, misalnya televisi, koran, radio dan internet. Penyampaian informasi baik itu mendidik atau yang tidak mendidik menjadi lebih mudah.
d. Agama
Dalam agama terdapat nilai-nilai yang diajarkan kepada seseorang. Nilai-nilai tersebut diantaranya adalah kegigihan, pengendalian diri, inisiatif, dan tidak putus asa.
e. Pekerjaan atau tugas yang menuntut sikap pribadi tertentu
Pekerjaan atau tugas akan membiasakan seseorang untuk bertanggung jawab termasuk tugas yang menuntut tanggung jawab dalam mengambil keputusan.
4. Proses Perkembangan Kemandirian Remaja
Perkembangan kemandirian adalah proses yang menyangkut unsur-unsur normatif. Ini mengandung makna bahwa kemandirian merupakan suatu proses yang terarah. Karena perkembangan kemandirian sejalan dengan hakikat
(33)
eksistensi manusia, arah perkembangan tersebut harus sejalan dan berlandaskan pada tujuan hidup manusia (M.I. Soelaeman dalam Ali & Asrori, 2004).
Pada hakikatnya, manusia ketika lahir ke dunia berada dalam ketidaktahuan tentang diri dan dunianya. Dalam kondisi seperti itu individu menyatu dengan dunianya; dalam pengertian belum memahami hubungan subjek dengan objek. Berbekal perkembangan kemampuan berpikir, kreativitas, dan imajinasi, individu mampu membedakan diri dari individu lain dan lingkungannya, serta keterpautan dirinya dengan orang lain atau dengan lingkungannya. Proses seperti ini, oleh Sunaryo Kartadinata (dalam Ali & Asrori, 2004) dinamakan proses peragaman (differentiation process). Dalam proses ini, sedikit demi sedikit individu berupaya melepaskan diri dari otoritas dan menuju hubungan mutualistik, mengembangkan kemampuan menuju spesialisasi tertentu, mengembangkan kemampuan instrumental agar mampu memenuhi sendiri kegiatan hidupnya.
Hurlock (1998) mengatakan bahwa tahap-tahap perkembangan yang dialami remaja adalah remaja awal, remaja menengah dan remaja akhir karena perilaku sikap dan nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda dengan remaja menengah dan akhir masa remaja. Pada remaja awal kebebasan dalam bertingkah laku belum terlihat karena individu masih tergantung pada pendapat orang tua dan teman sebaya dalam memutuskan sesuatu. Pada remaja menengah, kebebasan dalam bertingkah laku sudah mulai terlihat namun individu tersebut masih tergantung pada pendapat orang tua. Berbeda dengan remaja akhir yang telah mengalami kematangan dalam aspek-aspek psikis dan fisik. Individu juga sudah
(34)
mengalami kestabilan dalam minat-minatnya, misalnya pemilihan jurusan, pakaian, pergaulan dengan sesama jenis atau lain jenis. Individu tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan dan sudah bisa memutuskan sesuatu tanpa adanya pengaruh dari orang tua dan orang dewasa lainnya (Rumini, 2004).
Kemandirian remaja dapat dilihat dalam hal kemandirian emosi dimana remaja tidak lagi tergantung secara emosi dengan orang tua ataupun dengan orang dewasa lainnya. Kemandirian ekonomi, dimana remaja mulai memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja sehingga tidak tergantung secara ekonomi pada orang tua. Kemandirian intelektual ditunjukkan dengan kemampuan menggunakan keterampilan dan konsep-konsep dalam situasi praktis. Kemandirian sosial ditunjukkan dengan kemampuan mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dengan orang lain (Havighurst dalam Mu’tadin, 1993).
B. PRESTASI BELAJAR 1. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Dees (dalam Suryabrata, 1983) menyatakan bahwa setiap bentuk belajar tidak dapat terlepas dari aktivitas belajar dan prestasi belajar. Dengan mengetahui prestasi belajar ini sangat bermanfaat untuk mendapat informasi tentang kemajuan anak didik setelah belajar dalam jangka waktu tertentu.
Nawawi (1989) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan anak didik dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang
(35)
dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mereka mengenai sejumlah materi pelajaran.
Selanjutnya Winkel (1991) menyatakan bahwa prestasi belajar dapat dilihat dengan memantau prestasai akademik siswa. Prestasi akademik biasanya diukur dari nilai sehari-hari hasil tes belajar dan lamanya bersekolah. Skor prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai mahasiswa pada mata pelajaran tertentu yang diwujudkan dalam bentuk angka.
Soejiarto (dalam Soemanto, 1990) menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Boom (dalam Loise, 1992) menjelaskan bahwa prestasi belajar merupakan peningkatan hasil melalui perubahan belajar yang dicapai seseorang pada lembanga formal dan dilakukan secara sengaja. Dari prestasi belajar ini dapat diketahui informasi tentang kemajuan anak didik setelah belajar dalam jangka waktu tertentu.
Selain itu Sofia dkk (dalam Loise, 1992) menyatakan prestasi belajar sebagai hasil yang dicapai seseorang di sekolah selama jangka waktu tertentu. Dimana pendidikan dan pengajaran dilakukan secara sengaja dan terorganisasi selama duduk di bangku sekolah dan dinyatakan melalui angka rapor.
Hal ini sejalan dengan pendapat Gage dan Berliner (dalam Kholinda, 1995) yang menyatakan bahwa prestasi merupakan sesuatu yang ingin dicapai atau dipelajari, merupakan hasil dari suatu proses belajar yang dibantu oleh interaksi dan kegiatan pendidikan. Jadi dapat dikatakan bahwa prestasi belajar itu
(36)
merupakan hasil yang didapat anak didik dari kegiatan yang dilakukan di sekolah yang terlihat jelas dari angka-angka yang diperoleh di dalam rapornya.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh mahasiswa melalui pendidikan formal yang dinyatakan dalam bentuk skor atau angka yang diperoleh siswa dari hasil testnya mengenai sejumlah materi pelajaran yang ditempuh siswa selama jangka waktu tertentu.
2. Ciri-Ciri Prestasi Belajar
Walsh (dalam Kholinda, 1995) menyebutkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki prêstasi belajar yang baik adalah sebagai berikut:
a. Penyesuaian diri baik.
b. Mempunyai motivasi dan usaha untuk mencapai keberhasilan. c. Mampu mengekspresikan diri.
Sedangkan individu yang mempunyai prestasi belajar negatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai perasaan dikritik, ditolak dan diisolir.
b. Melakukan mekanisme pertahanan diri dengan cara menghindari dan malah bersikap menentang.
(37)
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar menurut Nawawi (1989) adalah faktor dari dalam diri individu, seperti kemampuan dasar atau intelegensi. Kemudian faktor dari luar individu, seperti tingkat kesulitan dari masalah yang harus diselesaikan dan adanya unsur keberuntungan.
Menurut Anwar (dalam Nawawi, 1989) faktor-faktor yang turut mempengaruhi pencapaian prestasi belajar adalah sebagai berikut:
a. Faktor individu 1) Kesehatan
Kondisi kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Oleh karena itu pemeliharaan kesehatan sangat penting artinya bagi setiap orang baik fisik maupun mentalnya, agar badan tetap kuat dan pikiran tetap segar dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar.
2) Minat
Minat bisa timbul karena daya tarik dari luar dan juga datang dari hati sanubari. Minat yang besar dan kuat terhadap sesuatu hal merupakan modal yang besar dalam mencapai tujuan. Minat belajar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat yang kurang cenderung menghasilkan prestasi yang rendah.
3) Bakat
Bakat merupakan faktor yang besar pengarunya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Hampir tidak dapat dibantah bahwa belajar pada bidang yang
(38)
diminati dan sesuai dengan bakat seseorang memperbesar kemungkinan untuk berhasil.
4) Motivasi
Seseorang yang belajar dengan motivasi yang kuat akan melaksanakan kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah atau semangat. Sebaliknya belajar dengan motivasi yang lemah, akan malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya yang berhubungan dengan pelajaran.
5) Intelegensi dan Kemampuan Kognitif
Wechsler (dalam Suryabrata, 1983) memberikan batasan bahwa kecerdasan adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir secara logis dan bertindak secara terarah serta menyesuaikan diri dengan lingkungan secara efektif. Sejauh mana kemampuan seseorang dalam tingkat intelegensi yang dimilikinya. Faktor kecerdasan umumnya memiliki hubungan yang positif dengan hasil belajarnya.
b. Faktor lingkungan 1) Lingkungan fisik
Lingkungan fisik dapat berupa suhu, keadaan gedung, perlatan belajar mengajar dan sebagainya.
2) Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah adalah lingkungan fisik yang melibatkan siswa secara langsung, misalnya relasi atau hubungan mahasiswa dengan teman atau pengajar yang tidak harmonis dapat mengakibatkan mahasiswa merasa tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus, yang pada akhirnya dapat
(39)
menyebabkan mahasiswa tersebut menjadi malas belajar sehingga akan mempengaruhi prestasi belajarnya.
3) Lingkungan status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi ini relatif besar pengaruhnya terhadap perkembangan proses belajar seseorang. Mereka yang hidup dan dibesarkan pada keluarga yang mampu, akan mendapat fasilitas yang cukup untuk belajar sehingga akan mempengaruhi hasil prestasi belajarnya karena fasilitas untuk belajarnya kurang memadai.
4) Lingkungan keluarga
Keluarga memiliki arti yang penting dalam kaitannya dengan prestasi belajar, karena pada dasarnya keberhasilan siswa di sekolah berkaitan erat dengan ada tidaknya gangguan atau hambatan emosional yang akan berhubungan dengan relasi yang terjadi antara siswa yang bersangkutan dengan keluarga atau orang-orang di lingkungan rumah atau orang-orang-orang-orang yang dekat dengannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kesehatan, minat, bakat, motivasi, intelegensi, keadaan lingkungan rumah dan sekolah, serta masyarakat di lingkungan kita data mempengaruhi prestasi belajar.
C. REMAJA AKHIR
1. Pengertian Remaja Akhir
Menurut Thornburg (dalam Dariyo, 2004), remaja digolongkan dalam 3 tahap, yaitu (a) remaja awal (usia 13-14 tahun), (b) remaja tengah (usia 15-17 tahun) dan (c) remaja akhir (usia 18-21 tahun).
(40)
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1999) yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung bayak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas.
Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima scara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk., 1989).
2. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja
Seorang ahli psikologi yang dikenal luas dengan teori tugas-tugas perkembangan adalah Robert J. Havighust (Hurlock, 1999), mengatakan bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan
(41)
tetapi, kalau gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Tugas-tugas perkembangan tersebut beberapa diantaranya muncul sebagai akibat kematangan fisik, sedangkan yang lain berkembang karena adanya aspirasi budaya, sementara yang lain lagi tumbuh dan berkembang karena nilai-nilai dan aspirasi individu.
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1999) adalah berusaha:
a. Mampu menerima keadaan fisiknya;
b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis;
d. Mencapai kemandirian emosional; e. Mencapai kemandirian ekonomi;
f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;
g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua; h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa;
i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;
(42)
Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik.
D. STATUS BEKERJA IBU 1. Pengertian Ibu bekerja
Wanita bekerja sering disebut juga wanita karir. Istilah ini dimaksudkan bagi wanita yang memperoleh mengalami perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan lainnya (Anoraga, dalam Hendrick & Hendrick, 1992).
Jadi arti pertama dari wanita karir adalah wanita yang bekerja demi mencari uang. Pengertian kedua lebih cenderung kepada pemanfaatan kemampuan jiwa / karena memperoleh perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan sebagainya (Anoraga, dalam Hendrick & Hendrick, 1992).
Banyak persoalan yang dialami oleh para wanita-ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa menikmati peran gandanya namun ada juga yang merasa kesulitan hingga akhirnya menimbulkan persoalan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki status bekerja adalah seorang ibu yang memiliki pekerjaan di luar rumahnya dan melakukan pekerjaannya itu dari pagi hari sampai sore hari.
(43)
2. Faktor-Faktor yang Menjadi Sumber Masalah Bagi Ibu Bekerja
Sejak zaman dahulu hingga kini, persoalan yang dihadapi oleh kaum ibu yang bekerja diluar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari masa ke masa berasal dari sumber yang sama. Menurut Rini (2002), faktor-faktor yang biasanya menjadi sumber persoalan bagi para ibu yang bekerja dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Faktor internal
Yang dimaksud dengan faktor internal adalah persoalan yang timbul dalam diri pribadi sang ibu tersebut. Ada di antara para ibu yang lebih senang jika dirinya benar-benar hanya menjadi ibu rumah tangga, yang sehari-hari berkutat di rumah dan mengatur rumah tangga. Namun, keadaan menuntutnya untuk bekerja untuk menyokong keuangan keluarga. Kondisi tersebut mudah menimbulkan stress karena bekerja bukanlah timbul dari keinginan diri namun seakan tidak punya pilihan lain demi membantu ekonomi rumah tangga. Biasanya, para ibu yang mengalami masalah demikian, cenderung merasa sangat lelah (terutama secara psikis) karena seharian memaksakan diri untuk bertahan di tempat kerja. Selain itu ada pula tekanan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan perean ganda itu sendiri. Mereka harus dapat memainkan peran ganda mereka sebaik mungkin baik di tempat kerja maupun di rumah. Mereka sadar harus bisa menjadi ibu yang sabar dan bijaksana untuk anak-anak serta menjadi istri yang baik bagi suami serta menjadi ibu rumah tangga yang bertanggung jawab atas keperluan dan urusan rumah tangga. Di tempat kerja mereka pun mempunyai komitmen dan tanggung jawab atas prestasi kerja yang baik. Sementara itu, dari dalam diri
(44)
mereka pun sudah ada keinginan ideal untuk berhasil melaksanakan kedua peran tersebut secara proporsional dan seimbang.
b. Faktor eksternal 1) Dukungan suami
Dukungan suami dapat diterjemahkan sebagai sikap-sikap penuh pengertian yang dtunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus anak-anak serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau pekerjaan istrinya. Di Indonesia, iklim paternalistik dan otoritarian yang sangat kuat, turut menjadi faktor yang membebani peran ibu bekerja, karena masih terdapat pemahaman bahwa pria tidak boleh mengerjakan pekerjaan wanita, apalagi ikut mengurus masalah rumah tangga. Masalah rumah tangga adalah kewajiban sepenuhnya seorang istri. Masalah yang kemudian timbul akibat bekerjanya sang istri, sepenuhnya merupakan kesalahan istri dan untuk itu ia harus bertanggung jawab menyelesaikan sendiri. keadaan tersebut, akan menjadi sumber tekanan yang berat bagi istri, sehingga ia pun akan sulit merasakan kepuasan dalam bekerja. Kurangnya dukungan suami membuat peran sang ibu di rumah pun tidak optimal karena terlalu banyak yang masih harus dikerjakan sementara dirinya juga merasa lelah sesudah bekerja. Akibatnya timbul rasa bersalah karena merasa diri bukan ibu dan istri yang baik.
(45)
2) Kehadiran anak
Masalah pengasuhan terhadap anak, biasanya dialami oleh peran ibu bekerja yang mempunyai anak kecil ataui balita. Semakin kecil usia anak, maka semakin besar tingkat stress yang dirasakan. Rasa bersalah karena meninggalkan anak untuk seharian bekerja, merupakan persoalan yang sering dipendam oleh para ibu yang bekerja.
3) Masalah pekerjaan
Pekerjaan bisa menjadi sumber ketegangan dan stress yang besar bagi para ibu bekerja. Mulai dari peraturan kerja yang kaku, bos yang tidak bijaksana, bebam kerja yang berat, ketidakadilan yang dirasakan di tempat kerja, rekan-rekan yang sulit bekerja sama, waktu kerja yang sangat panjang, atau pun ketidaknyamanan psikologis yang dialami akibat dari masalah sosial-politis di tempat kerja. Situasi demikian akan membuat sang ibu menjadi amat lelah, sementara kehadirannya masih sangat dinantikan oleh keluarga di rumah. Kelelahan psikis dan fisik ini sering membuat mereka sensitif dan emosional, abik terhadap anak-anak maupun terhadap suami. Keadaan ini biasanya makin intens kala situasi di rumah tidak mendukung, dalam arti suami dan anak-anak kurang bisa bekerja sama untuk mau bergantian melayani dan membantu sang ibu, atau sekedar meringankan pekerjaan rumah tangga.
c. Faktor relasional
Dengan bekerjanya suami dan istri, maka otomatis waktu untuk keluarga menjadi terbagi. Memang penanganan terhadap pekerjaan rumah tangga bisa
(46)
diselesaikan dengan disediakannya pengasuh serta pembantu rumah tangga namun ada hal-hal yang sulit dicari penggantinya, seperti masalah kebersamaan bersama suami dan anak-anak. Padahal kebersamaan bersama suami dalam suasana rileks, santai dan hangat merupakan kegiatan penting yang tidak bisa diabaikan untuk membina, mempertahankan dan menjaga kedekatan relasi serta keterbukaan komunikasi satu dengan yang lain. Tidak jarang kurangnya waktu untuk keluarga membuat seorang ibu merasa dirinya tidak bisa berbicara secara terbuka dengan suaminya, bertukar pikiran, mencurahkan pikiran dan perasaan, atau merasa suaminya tidak lagi bisa mengerti dirinya, dan akhirnya merasa asing dengan pasangan sendiri sehingga mulai mencari orang lain yang dianggap lebih bisa mengerti dan bisa memberi peluang bagi para istri untuk berselingkuh diluar rumah.
3. Motivasi Ibu Bekerja
Menurut Rini (2002), apa yang sebenarnya melandasi tindakan para ibu tersebut untuk bekerja di luar rumah, atau motif-motif apa saja yang mendasari kebutuhan mereka untuk bekerja di luar rumah, hingga mereka mau menghadapi berbagai resiko atau pun konsekuensi yang bakal dihadapi diantaranya adalah: a. Kebutuhan finansial
Seringkali kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak, membuat suami dan istri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut mencari pekerjaan di luar rumah.
(47)
b. Kebutuhan sosial-relasional
Ada pula ibu-ibu yang tetap memilih untuk bekerja karena mempunyai kebutuhan sosial-relasional yang tinggi dan tempat kerja mereka sangat mencukupi kebutuhan mereka tersebut. Dalam diri mereka tersimpan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial, akan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor menjadi agenda yang lebih menyenangkan daripada tinggal di rumah. Faktor psikologis seseorang serta keadaan internal keluarga turut memperngaruhi seorang ibu untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.
c. Kebutuhan aktualisasi diri
Abraham Maslow (dalam Rini, 2002) mengembangkan teori hierarki kebutuhan yang salah satunya mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Dengan berkarya, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, serta mendapatkan penghargaan, penerimaan, prestasi, adalah bagian dari proses penemuan dan pencapaian kepenuhan diri. Bagi wanita yang sejak sebelum menikah sudah bekerja karena dilandasi oleh kebutuhan aktualisasi diri yang tinggi maka ia akan cenderung kembali bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Mereka merasa bekerja dan pekerjaan adalah hal
(48)
sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, menyokong sense
of self dan kebanggaan diri selain mendapatkan kemandirian secara finansial.
d. Lain-lain
Pada beberapa kasus ada pula ibu bekerja yang memang jauh lebih menyukai dunia kerja daripada hidup dalam keluarga. Mereka merasa lebih rileks dan nyaman jika sedang bekerja daripada di rumah sendiri. Dan pada kenyataannya, mereka bekerja adar dapat pergi dan menghindar dari keluarga. Kasus ini memang dilandasi oleh persoalan psikologis yang lebih mendalam, baik terjadi di dalam diri orang yang bersangkutan maupun dalam hubungan antara anggota keluarga.
E. PENGARUH STATUS BEKERJA IBU TERHADAP KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR
Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya, agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Pada saat ini peran orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai ”penguat” untuk setiap perilaku yang telah dilakukannya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Reber (1985) bahwa : “kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut seorang remaja diharapkan akan lebih bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.
(49)
Dalam tugas perkembangannya (Hurlock, 1991), remaja diharapkan mampu mengembangkan konsep dan keterampilan intelektualnya untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat melalui pendidikan formal. Keberhasilan remaja berkaitan erat dengan ada tidaknya gangguan antara remaja dengan keluarga atau orang-orang di lingkungan rumah atau yang dekat dengannya.
Orang tua yang bekerja memberi pengaruh terhadap keluarga, meskipun tidak selalu dengan cara yang sederhana atau langsung begitu saja. Pekerjaan menentukan jadual harian, yang pada gilirannya akan mempengaruhi berapa lama waktu orang tua yang dapat diluangkan bersama anak dan keluarganya. Jadwal pekerjaan juga mempengaruhi prioritas di dalam rumah tangga. Pekerjaan menentukan berapa banyak penghasilan dan banyak aspek kehidupan di dalam keluarga (Widodo, dalam Rini, 2002).
Sebagai social agent bagi perkembangan keluarga, ibu bertugas mengasuh dan membimbing anak serta mengatur urusan rumah tangga. Adapun seiring dengan perkembangan jaman, kini seorang ibu mulai memasuki dunia kerja dan perannya tidak lagi hanya sebagai pengatur urusan rumah tangga dan pengasuh anak saja, tapi juga punya peranan dalam dunia kerja di luar rumah (Verawaty, dalam Mu’tadin 2000).
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian menurut Hurlock (1999) adalah keluarga, dimana ibu yang memiliki peran sebagai pengasuh anak akan mempengaruhi kemandirian anaknya sendiri yang dalam hal ini berusia remaja akhir. Demikian pula halnya dengan prestasi belajar. Salah satu faktor
(50)
yang mempengaruhi prestasi belajar adalah lingkungan keluarga, dimana keberhasilan remaja di sekolah berkaitan erat dengan ada tidaknya gangguan atau hambatan emosional yang dengan keluarga yang dalam hal ini adalah ibunya (Anwar, dalam Nawawi, 1989).
F. HIPOTESIS
Berdasarkan pengertian dan uraian permasalahan yang dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah :
1. Ada pengaruh status bekerja ibu terhadap kemandirian remaja akhir; dimana kemandirian remaja akhir dengan ibu yang bekerja lebih besar daripada kemandirian remaja akhir dengan ibu yang tidak bekerja.
2. Ada pengaruh status bekerja ibu terhadap prestasi belajar remaja akhir; dimana prestasi belajar remaja dengan ibu yang bekerja lebih besar daripada prestasi belajar remaja akhir dengan ibu yang tidak bekerja.
(51)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini variabel yang terlibat adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah “status bekerja ibu”. 2. Variabel tergantung
Adapun variabel tergantung dalam penelitian ini adalah “kemandirian” dan “prestasi belajar”.
B. DEFINISI OPERASIONAL 1. Status Bekerja Ibu
Ibu yang berstatus bekerja adalah apabila seorang ibu memiliki pekerjaan dan melakukan pekerjaannya itu dari pagi hari sampai sore hari. Sedangkan ibu yang berstatus tidak bekerja adalah ibu rumah tangga atau yang tidak memiliki pekerjaan.
Status bekerja ibu dapat diketahui dari jawaban responden terhadap status bekerja ibu.
(52)
2. Kemandirian
Kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol perilakunya dan menyelesaikan masalahnya secara bebas, bertanggung jawab, percaya diri dan penuh inisiatif serta dapat memperkecil ketergantungannya pada orang lain. Kemandirian diukur dengan menggunakan skala kemandirian yang disusun berdasarkan aspek-aspek kemandirian, yaitu: kebebasan, inisiatif, kepercayaan diri, tanggung jawab, ketegasan diri, pengambilan keputusan dan kontrol diri.
Kemandirian seseorang dapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh dari skala tersebut. Jika semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat kemandirian. Demikian pula sebaliknya, jika semakin rendah nilai skor, maka semakin rendah pula tingkat kemandirian.
3. Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah prestasi akademik yang ditunjukkan dari nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa Universitas Sumatera Utara Angkatan 2008 pada semester 5 (lima) tahun ajaran 2010/2011. Hasil yang diperoleh mahasiswa dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari rumus Σ(KN) /
Σ(N), dimana K adalah jumlah nilai dan N adalah jumlah SKS (satuan kredit
(53)
C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama. Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).
Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Universitas Sumatera Utara angkatan 2008 yang memiliki ibu yang bekerja dan tidak bekerja serta memiliki usia berkisar antara 18 tahun sampai 21 tahun. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subyek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel. Selanjutnya hasil penelitian diharapkan dapat digeneralisasikan kepada populasinya.
Menurut Hadi (2000) syarat utama agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan maka sebaiknya sampel penelitian harus benar-benar mencerminkan keadaan populasinya atau dengan kata lain harus benar-benar representatif.
2. Metode pengambilan sampel
Sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya (Sugiarto, Siagian, Sunaryanto, & Oetomo, 2001). Teknik sampling adalah cara
(54)
atau teknik yang digunakan untuk mengambil sampel (Hadi, 2000). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster sampling. Teknik cluster sampling adalah teknik yang digunakan untuk memilih sampel yang berupa kelompok dari beberapa kelompok dimana setiap kelompok terdiri atas beberapa unit yang lebih kecil (Sugiarto dkk, 2001).
Pada cluster sampling terdapat beberapa tahap pemilihan satuan sampling, dimana pada penelitian ini tahap pemilihan satuan sampling dilakukan dengan dua tahap atau disebut juga dengan two stage cluster sampling (Lubis, 2002). Pada tingkat pertama pemilihan, dipilih secara simple random sampling sejumlah n buah cluster. Selanjutnya, dilakukan pemilihan tingkat kedua yang juga melalui
simple random sampling untuk memilih satuan sampling sekunder yang sekaligus
merupakan suatu pengamatan. Jumlah n buah cluster yang dipilih minimal adalah dua buah cluster (Lubis, 2002).
Pada penelitian ini, cluster yang dimaksud adalah semua Fakultas yang ada di Universitas Sumatera Utara. Dari tiga belas buah cluster, peneliti memilih tiga buah cluster secara acak yakni Fakultas Sastra, Fakultas Pertanian dan Fakultas Psikologi. Masing-masing Fakultas yang terpilih memiliki beberapa Program Studi. Pada pemilihan tingkat kedua ini peneliti memilih secara acak tiga Program Studi untuk masing-masing Fakultas. Peneliti memilih Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Sastra Inggris dan Sastra Jepang untuk Fakultas Sastra. Peneliti memilih Program Studi Agribisnis, Peternakan dan Agronomi untuk Fakultas Pertanian. Sementara untuk Fakultas Psikologi tidak dilakukan
(55)
pemilihan secara acak karena Fakultas Psikologi hanya memiliki satu Program Studi, yaitu Program Studi Psikologi.
D. INSTRUMEN ATAU ALAT UKUR
Adapun instrumen atau alat ukur yang dipakai pada penelitian ini adalah
Skala Kemandirian. Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan
tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data penelitian ini selanjutnya diperoleh dengan menggunakan metode skala untuk mengukur aspek-aspek kemandirian.
Skala kemandirian disusun berdasarkan aspek-aspek kemandirian yaitu: kebebasan, tanggung jawab, ketegasan diri, pengambilan keputusan dan kontrol diri. Model skala kemandirian dibuat berdasarkan model skala Likert. Setiap aitem terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala yang disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorabel). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 – 4. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu: SS=4, S=3, TS=2, STS=1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu: SS=1, S=2, TS=3, STS=4.
(56)
Tabel 1. Blue Print Skala Kemandirian Sebelum Uji Coba
No Aspek-Aspek Nomor Aitem Total
Favorable Unfavorable
1 Kebebasan 1, 11, 30, 37, 58, 65 5, 21, 40, 51, 63, 75
12 2 Inisiatif 24, 42, 48, 66, 71,
74
14, 31, 47, 68, 70, 78
12 3 Kepercayaan
Diri
10, 15, 32, 41, 56, 61
9, 19, 25, 34, 38, 43
12
4 Tanggung
Jawab
3, 27, 36, 55, 69, 76 17, 33, 54, 60, 73 11 5 Ketegasan Diri 18, 29, 50, 59, 72,
80
2, 7, 39, 45, 79 11 6 Pengambilan
Keputusan
13, 26, 49, 57, 67, 77
6, 20, 28, 46, 62, 11 7 Kontrol Diri 4, 12, 23, 44, 52, 64 8, 16, 22, 35, 53 11
Jumlah 42 38 80
E. UJI COBA ALAT UKUR 1. Validitas Alat Ukur
Menurut Azwar (2000), validitas merupakan derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu tes tidak begitu saja melekat pada tes itu sendiri, tetapi tergantung penggunaan dan subjeknya. Alat ukur kemandirian dalam penelitian ini akan diuji validitasnya berdasarkan pada validitas isi. Pengujian validitas isi tidak melalui analisa statistik tetapi menggunakan analisa rasional. Pengujian validitas isi (content) dilakukan oleh
professional judgement.
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Uji reliabilitas alat ukur penelitian menggunakan
(57)
pendekatan konsistensi internal, yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek atau yang disebut
single trial adiministrastion. Pendekatan konsistensi internal bertujuan untuk
melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam alat ukur tersebut. Pada konsistensi internal, setelah skor setiap aitem diperoleh dari sekelompok subjek, tes dibagi menjadi beberapa belahan (Azwar, 2000). Formula statistik yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur pada penelitian ini adalah Alpha
Cronbach.
3. Daya beda aitem
Daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Parameter daya beda aitem yang berupa koefisien korelasi aitem total memperlihatkan kesesuaian fungsi aitem dengan fungsi skala dalam mengungkap perbedaan individual (Azwar, 2000).
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisen korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan teknik korelasi Product
Moment dari Pearson. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisen korelasi
aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2000). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini.
Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka
(58)
koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2005). Batasan nilai indeks daya beda item dalam penelitian ini adalah 0,3, sehingga setiap item yang memiliki harga kritik ≥ 0,3 sajalah yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kualitas dari masing-masing item. Alat ukur diuji cobakan kepada 80 Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta. Jumlah alat ukur uji coba yang diberikan adalah 80 eksemplar yang kemudian diolah datanya. Pada uji coba alat ukur, jumlah aitem yang digunakan adalah sebanyak 80 aitem.
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas dan uji daya beda item terhadap data uji coba yang telah diperoleh dengan menggunakan program SPSS version
15.0 For Windows, maka diperoleh koefisien alpha yaitu : 0.984.
Berdasarkan uji daya beda item, diperoleh 14 aitem dari skala kemandirian gugur atau tidak dapat digunakan lagi karena memiliki nilai korelasi aitem total atau indeks daya beda aitem kurang dari 0,3, sehingga jumlah aitem yang akan digunakan untuk pengambilan data yang sebenarnya adalah sebanyak 66 aitem. Berikut blue print dari aitem-aitem tersebut setelah ujicoba.
(59)
Tabel 2. Blue Print Skala Kemandirian Sebelum Uji Coba dan Aitem yang
Tidak Dipakai
No Aspek-Aspek Nomor Aitem Total
Favorable Unfavorable
1 Kebebasan 1, 11, 30, 37, 58, 65 5, 21, 40, 51, 63, 75
12 2 Inisiatif 24, 42, 48, 66, 71,
74
14, 31, 47, 68, 70, 78
12 3 Kepercayaan
Diri
10, 15, 32, 41, 56, 61
9, 19, 25, 34, 38, 43
12 4 Tanggung
Jawab
3, 27, 36, 55, 69, 76 17, 33, 54, 60, 73 11 5 Ketegasan Diri 18, 29, 50, 59, 72,
80
2, 7, 39, 45, 79 11 6 Pengambilan
Keputusan
13, 26, 49, 57, 67, 77
6, 20, 28, 46, 62, 11 7 Kontrol Diri 4, 12, 23, 44, 52, 64 8, 16, 22, 35, 53 11
Jumlah 42 38 80
Keterangan :
Penebalan: nomor item yang gugur.
Selanjutnya item-item yang akan digunakan di dalam penelitian disusun kembali di dalam Blue print berikut :
Tabel 3. Blue Print Skala Kemandirian Setelah Uji Coba
No Aspek-Aspek Nomor Aitem Total
Favorable Unfavorable
1 Kebebasan 1, 15, 32, 45, 61 4, 16, 29, 40, 51, 66
11 2 Inisiatif 7, 13, 28, 49, 56, 65 2, 18, 23, 36, 54 11 3 Kepercayaan
Diri
6, 20, 39, 50 5, 17, 25, 47, 52, 59
10 4 Tanggung
Jawab
3, 14, 26, 57 9, 22, 34, 53, 63 9 5 Ketegasan Diri 33, 60 8, 30, 44, 46 6 6 Pengambilan
Keputusan
10, 37, 41, 43, 55, 58
19, 35, 48, 62, 64 11 7 Kontrol Diri 11, 21, 27, 38 12, 24, 31, 42 8
(60)
F. PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini memiliki prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
1. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan peneliti dengan: a. Pembuatan alat ukur
Alat ukur dibuat oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Alat ukur tersebut yaitu skala kemandirian dengan 80 aitem, yang dibentuk seperti sebuah buku untuk memudahkan subjek penelitian memberikan jawabannya.
b. Uji coba alat ukur
Uji coba skala penelitian dilakukan pada tanggal 2 - 5 September 2010 di Universitas Dharma Agung dengan membagikan skala kepada mahasiswa angkatan 2008. Setelah itu, peneliti mengumpulkan kembali skala yang telah diisi oleh subjek untuk dilakukan analisa.
c. Revisi alat ukur
Setelah dilakukan uji statistik terhadap item-item yang diperoleh pada uji coba penelitian, maka dilakukan beberapa revisi terhadap alat ukur. Beberapa revisi yang dilakukan adalah dengan membuang item yang tidak memiliki daya diskriminasi item di atas 0,3 dan memperbaiki tampilan skala. Skala hasil revisi inilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini.
(61)
2. Pelaksanaan penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 16-24 Oktober 2010 dengan membagikan skala kepada 150 mahasiswa USU angkatan 2008 dari 3 Fakultas yang terpilih secara cluster. Fakultas yang terpilih adalah Fakultas Sastra sebanyak 45 orang, Fakultas Pertanian sebanyak 64 orang dan Fakultas Psikologi sebanyak 41 orang.
3. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan setelah semua skala terkumpul. Peneliti menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS for Windows versi 15.0 dalam mengolah data penelitian.
G. METODE ANALISA DATA
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik dengan bantuan komputer program SPSS for Windows versi 15.0. Alasan menggunakan analisa statistik adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan (generalisasi penelitian). Alasan lain adalah sesuai dengan yang dikemukakan Hadi (2000) bahwa statistik dapat bekerja dengan angka, statistik bekerja objektif, dan bersifat universal.
Metode analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik analisa independent sample
t-test dengan bantuan SPSS for Windows versi 15.0. Alasan peneliti menggunakan
(62)
menggunakan t-test. Peneliti juga melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik analisa multivariate anova (MANOVA) untuk memperkuat hasil dari penelitian ini.
Sebelum dilakukan analisa data terlebih dahulu dilakukan uji asumsi terhadap hasil penelitian yang meliput i uji normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS versi 15.0
for Windows. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai ρ > 0,05.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel penelitian adalah homogen. Pengukuran homogenitas dilakukan dengan metode
Levene’s Test dengan menggunakan SPSS for Windows 15.0.. Data dikatakan
homogen jika perolehan nilai F hitung < nilai F tabel dan nilai Levene’s Test pada kolom sig. harus menunjukkan nilai > 0,05 (Hadi, 2000).
(63)
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan analisa serta pembahasan sesuai dengan data yang diperoleh.
A. ANALISA DATA
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 150 orang dan diperoleh gambaran serta ciri-ciri subjek penelitian berdasarkan status bekerja ibu, usia dan jenis kelamin.
a. Pengelompokkan Subjek Berdasarkan Status Bekerja Ibu
Berdasarkan status bekerja ibu, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Penyebaran Subjek Berdasarkan Status Bekerja Ibu Status Bekerja Ibu Jumlah (N) Persentase
Bekerja 70 47%
Tidak bekerja 80 53%
Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki ibu tidak bekerja yaitu sebanyak 80 orang (53 %), sedangkan subjek yang memiliki ibu bekerja, yaitu 70 orang (47%).
(1)
status
bekerja Statistic
Std. Error
kemandirian 1 Mean 179,20 ,913
95%
Confidence Interval for Mean
Lower Bound 177,38
Upper Bound
181,02
5% Trimmed Mean 179,36
Median 179,00
Variance 58,336
Std. Deviation 7,638
Minimum 159
Maximum 193
Range 34
Interquartile Range 10
Skewness -,280 ,287
Kurtosis -,278 ,566
2 Mean 177,50 ,944
95%
Confidence Interval for Mean
Lower Bound 175,62
Upper Bound
179,38
5% Trimmed Mean 177,67
Median 178,00
Variance 71,291
Std. Deviation 8,443
Minimum 156
Maximum 194
Range 38
Interquartile Range 14
Skewness -,163 ,269
Kurtosis -,750 ,532
prestasi belajar
1 Mean 3,0770 ,03912
95%
Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2,9989
Upper Bound
3,1551
5% Trimmed Mean 3,0733
Median 3,0200
Variance ,107
Std. Deviation ,32734
Minimum 2,51
(2)
Skewness ,194 ,287
Kurtosis -,914 ,566
2 Mean 2,9000 ,04311
95%
Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2,8142
Upper Bound
2,9858
5% Trimmed Mean 2,9017
Median 2,9250
Variance ,149
Std. Deviation ,38555
Minimum 2,10
Maximum 3,67
Range 1,57
Interquartile Range ,57
Skewness -,096 ,269
Kurtosis -,669 ,532
Tests of Normality
status bekerja
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kemandirian 1 ,080 70 ,200(*) ,978 70 ,252
2 ,093 80 ,087 ,975 80 ,112
prestasi belajar
1 ,091 70 ,200(*) ,968 70 ,071
2 ,050 80 ,200(*) ,984 80 ,396
* This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
T-Test
Group Statistics
status
bekerja N Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
kemandirian 1 70 179,20 7,638 ,913
2 80 177,50 8,443 ,944
prestasi belajar
1 70 3,0770 ,32734 ,03912
(3)
Independent Samples Test
2,635 ,107 1,286 148 ,200 1,700 1,322 -,913 4,313
1,295 147,828 ,197 1,700 1,313 -,895 4,295
1,250 ,265 3,008 148 ,003 ,17700 ,05885 ,06070 ,29330
3,041 147,875 ,003 ,17700 ,05821 ,06196 ,29204 Equal variances
as sumed Equal variances not ass umed Equal variances as sumed Equal variances not ass umed kemandirian
prestas i belajar
F Sig. Levene's Test for Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference Lower Upper 95% Confidence
Interval of the Difference t-test for Equality of Means
General Linear Model Between-Subjects Factors
N
statu s
1 70
2 80
Descriptive Statistics
statu
s Mean
Std.
Deviation N
kemandiri an
1 179,20 7,638 70
2 177,50 8,443 80
Total 178,29 8,096 150
prestasi 1 3,0770 ,32734 70
2 2,9000 ,38555 80
Total 2,9826 ,36916 150
Box's Test of Equality of Covariance Matrices(a)
Box's
M 2,789
F ,916
df1 3
df2 931150
(4)
Tests the null hypothesis that the observed covariance matrices of the dependent variables are equal across groups.
a Design: Intercept+status
Multivariate Tests(b)
Effect Value F
Hypothesi
s df Error df Sig.
Interce pt
Pillai's Trace
,998 43479,
429(a) 2,000
147,00
0 ,000
Wilks'
Lambda ,002
43479,
429(a) 2,000
147,00
0 ,000
Hotelling's Trace
591,55 7
43479,
429(a) 2,000
147,00
0 ,000
Roy's Largest Root
591,55 7
43479,
429(a) 2,000
147,00
0 ,000
status Pillai's Trace
,071 5,622(a
) 2,000
147,00
0 ,004
Wilks'
Lambda ,929
5,622(a
) 2,000
147,00
0 ,004
Hotelling's
Trace ,076
5,622(a
) 2,000
147,00
0 ,004
Roy's Largest
Root ,076
5,622(a
) 2,000
147,00
0 ,004
a Exact statistic
b Design: Intercept+status
Levene's Test of Equality of Error Variances(a)
F df1 df2 Sig.
kemandiri
an 2,635 1 148 ,107
prestasi 1,250 1 148 ,265
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.
a Design: Intercept+status
(5)
sta tus
179,200 ,965 177,292 181,108
177,500 ,903 175,715 179,285
3,077 ,043 2,992 3,162
2,900 ,040 2,821 2,979
status 1 2 1 2 Dependent Variable kemandirian prestasi
Mean St d. E rror Lower Bound Upper Bound
95% Confidenc e Interval
Tests of Between-Subjects Effects
Source
Dependent Variable
Type III Sum of Square
s df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model
kemandiria n
107,89
3(a) 1 107,893 1,654 ,200
prestasi 1,170(b
) 1 1,170 9,046 ,003
Intercept kemandiria
n
475010
2,560 1
475010 2,560
7279
6,999 ,000
prestasi 1333,7
16 1
1333,71 6
1031
4,964 ,000
status kemandiria
n
107,89
3 1 107,893 1,654 ,200
prestasi 1,170 1 1,170 9,046 ,003
Error kemandiria
n
9657,2
00 148 65,251
prestasi 19,136 148 ,129
Total kemandiria
n
477804
2,000 150
prestasi 1354,6
91 150
Corrected Total
kemandiria n
9765,0
93 149
prestasi 20,306 149
a R Squared = ,011 (Adjusted R Squared = ,004) b R Squared = ,058 (Adjusted R Squared = ,051)
(6)
VARIABLES=kontroldiri kebebasan inisiatif kepercayaandiri tanggungjawab
ketegasandiri pengambilankeputusan /STATISTICS=MEAN SUM STDDEV MIN MAX . Descriptives
Descriptive Statistics
N
Minim um
Maxim
um Sum Mean
Std. Deviation
kontroldiri 8 387 422 3226 403,25 11,386
kebebasan 11 374 423 4364 396,73 16,995
inisiatif 11 384 426 4443 403,91 11,987
kepercayaandiri 10 389 424 4117 411,70 10,812
tanggungjawab 9 380 429 3690 410,00 15,141
ketegasandiri 6 381 428 2426 404,33 17,952
pengambilanke
putusan 11 358 424 4478 407,09 21,196
Valid N