Karakteristik Informan Hasil Penelitian

Universitas Sumatera Utara Ibu Suryani menjadi informan tambahan ketiga peneliti, ia bercerai karena suaminya menikah lagi dengan wanita lain. Melalui mereka, peneliti mendapatkan informasi tambahan seputar mediasi yang mereka lakukan di PA Kisaran.

4.1.4 Karakteristik Informan

Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada 4 informan utama yaitu Hakim Pengadilan Agama Kisaran dan 3 orang informan tambahan yaitu suami istri yang telah di mediasi mengenai masalah perceraian di Pengadilan Agama Kisaran. Adapun karakteristik informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Informan 1: Nama : Wafa’, S.Hi Tempat tanggal lahir : Mekkah, 23 September 1984 Usia : 31 tahun Nip : 198409232007042001 Tanggal wawancara : 7 April 2015 Tempat : Ruang Hakim Wanita PA Kisaran Ibu Wafa’ merupakan Hakim pertama yang peneliti wawancarai. Ibu Wafa’ merupakan perempuan dengan ciri – ciri berjilbab, tinggi kira – kira 166 cm, berkulit putih, berparas Aceh – Melayu, serta tengah mengandung anak ke – 2. Pada saat itu, Ibu Wafa’ masih menggunakan jubah hakim karena wawancara dilaksanakan di sela – sela jam sidang. Walaupun sedang mengandung, Ibu Wafa’ masih terlihat bersemangat melakukan semua kegiatannya. Berdasarkan hasil wawancara, peneliti mengetahui biodata Ibu Wafa’ dan mengetahui bahwa Ibu Wafa’ berstatus Pegawai Negeri Sipil dan merupakan salah satu Hakim yang menjadi mediator dalam memediasi masalah perceraian. Ibu Wafa’ mulai bertugas di Pengadilan Agama Kisaran sejak tanggal 20 Januari 2014. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dia sudah satu tahun bekerja di Pengadilan tersebut. Akan tetapi, Ibu Wafa’ telah menjadi Hakim sejak September 2010. Sebelumnya, Ibu Wafa’ ditugaskan di Pengadilan Agama Kota Mobangu di Universitas Sumatera Utara Sulawesi Utara. Hal tersebut dikarenakan, pada saat itu Ibu Wafa’ masih menjadi Hakim muda dan dia ditempatkan berdasarkan SK yang telah ditetapkan. Jadi Ibu Wafa’ terhitung sudah 5 tahun menjadi mediator dalam menangani kasus perceraian. “Setiap hakim yang sudah di angkat menjadi hakim, sejak saat itulah dia menjadi mediator. Kalau saya sendiri sudah sejak tahun 2010 sudah menjadi hakim, menerima SK Hakim maka sejak saat itu saya menjadi mediator. Untuk perkara perceraian sudah sejak 2010 saya memediasi maslah perceraian, sekarang kurang lebih sudah 5 tahun.” Informan II Nama : Hj. Wardiyah, S.Ag. Tempat, Tanggal Lahir : Lubuk Pakam, 19 Agustus 1952 Usia : 63 tahun NIP : 195208191981032001 Tangal Wawancara : 7 April 2015 Tempat : Ruang Hakim Wanita PA Kisaran Ibu Wardiyah merupakan salah satu Hakim yang tergolong senior di PA Kisaran. Ibu beranak tiga ini merupakan sesosok wanita yang berkulit sawo matang, tinggi kira – kira 160 cm dan sudah terlihat berumur. Ibu Wardiyah menamatkan pendidikan S1 nya di Institut Agama Islam Daar Al-Uluum pada tahun 1995 Ibu Wardiyah sudah bekerja di PA Kisaran semenjak tahun 1987, pada saat PA Kisaran masih bergabung dengan PA Tanjungbalai. Namun baru menjadi Hakim pada tahun 2001. Sebelumnya, Ibu Wardiyah di tempatkan di PA Tanjungbalai. Setelah itu, Ibu Wardiyah di mutasi ke PA Kisaran. Saat itu, Ibu Wardiyah harus kembali di mutasi ke PA Lubuk Pakam agar dapat naik pangkat menjadi golongan IV B. Hal ini dikarenakan Ibu Wardiyah harus pindah ke Pengadilan kelas 1 agar dapat memenuhi syarat kenaikan pangkat tersebut. Sementara itu, Pengadilan Agama di Kisaran dan Tanjungbalai masi tergolong Universitas Sumatera Utara kelas II. Namun, baru satu setengah tahun bekerja disana, Ibu Wardiyah meminta untuk dipindahkan kembali ke PA Kisaran. Sebab, keluarga Ibu Wardiyah tinggal di daerah Kisaran. “Saya pertama tugas di Pengadilan Agama Tanjung Balai, tetapi dulu kantornya dikisaran, di Jl. Akasia lalu ada pemekaran Pengadilan Agama Tanjung Balai dan Pengadilan Agama Kisaran jadi kantornya pindah ke SimpangEmpat di Jl. Perintis Kemerdekaan tapi sekarang udah pindah ke Tanjung Balai. Jadi saya di tajung terus mutasi ke sini, ya masih begitu saja mutasinya. jadi terakhir karena mutasi begitu tidak di perbolehkan lagi kalau saya tidak di mutasikan saya tidak bisa naik pangkatkarena golongan 4B saya harus pindah ke kelas 1 yaitu di lubu pakam kelas 1B karena kisaran dan tanjung balai ini masih kelas II. Tapi 1,5 tahun saya disana saya minta pindah lagi ke kisaran. Jadi ya mutasi nya Cuma disini sini saja. Jadi selama itulah saya menjadi mediator” Informan III Nama : H. Armansyah, Lc. MH Tempat, Tanggal Lahir : Pulau Gadang Kampar, 04 Januari 1981 Usia : 34 tahun NIP : 198101042006041002 Tanggal Wawancara : 10 April 2015 Tempat : Ruang Mediasi PA Kisaran Bapak Armansyah atau biasa di panggil Pak Arman juga merupakan salah satu Hakim di PA Kisaran. Bapak satu ini adalah lulusan S1 Universitas Al Azhar Kairo, Mesir pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Islam Negeri Suska, Riau. Beliau aktif menjadi Hakim sejak tahun 2009. Pak Arman adalah seorang laki – laki yang memiliki ciri – ciri berkulit putih, mengenakan kacamata, berambut hitam lebat dan tinggi kira – kira 170 cm. Universitas Sumatera Utara Pertama kali bekerja di Pengadilan Agama, Pak Arman ditugaskan di PA Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, sebagai Calon Hakim Cakim pada tahun 2007. Pada tahun 2009, beliau diangkat menjadi Hakim dan di tempatkan di PA Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Sejak saat itulah Pak Armam mulai menangani kasus perceraian dan menjadi mediator dalam kasus tersebut. Pada tahun 2013, Pak Arman di mutasikan ke PA Kisaran. Informan IV Nama : Drs. Said Safnizar, MH. Tempat, Tanggal Lahir : Meulaboh, 22 Oktober 1968 Usia : 47 tahun NIP : 196810221994031001 Tanggal Wawancara : 10 April 2015 Tempat : Ruang Wakil Ketua Pengadilan Agama Kisaran Bapak Said merupakan Wakil Ketua di PA Kisaran. Bapak tiga anak ini merupakan lulusan S1 Universitas Ar – Raniry Darussalam dan S2 Universitas Syah Kuala, Banda Aceh. Bapak Said memiliki ciri – ciri berperawakan gemuk, berkulit putih, berambut ikal, mengenakan kacamata dan tinggi kira – kira 172 cm. Saat Bapak Said berbicara, logat Aceh sangat kental terdengar dari tutur kata Beliau. Beliauu begitu ramah dan antusias dalam menjawab setiap pertanyaan dari peneliti yang selalu diselingi dengan humor, sehingga suasana lebih santai. Bapak Said memulai karirnya di Mahkamah Syar’iah Ms sebagai Kepala Urusan Kepegawaian pada tahun 1981. Beliau menjadi Hakim pada tahun 2006 dan ditugaskan di Ms. Calang, Aceh dan pada tahun 2010 di tempatkan di Ms. Sigli, Aceh. Barulah pada tahun 2014, beliau diangkat menjadi Wakil Ketua di PA Kisaran. Selama ditempatkan di PA Kisaran, Bapak Said mengaku tidak pernah menjadi meditor. Hal ini dikarenakan beliau merupakan salah satu pimpinan di PA Kisaran. Namun, Bapak Said pernah menjadi mediator selama bertugas di Ms Calang dan Ms Sigli. Sehingga, Beliau dinilai cukup memiliki pengalaman dalam mediasi masalah perceraian. Universitas Sumatera Utara “Kalau di Kisaran ini saya tidak mediasi karena pimpinan, tapi kalau dulunya saya di Aceh yaitu di Mahkamah di Sigli dan sebelum itu juga saya di Calang. Jadi kalau kira – kira, 8 tahun saya menjadi mediator.” Tabel 4.1. Karakteristik Hakim di Pengadilan Agama Kisaran NO Nama Hakim Karakteristik Hakim di Pengadilan Agama Kisaran 1. Wafa’, S.Hi • Menjadi seorang Hakim sejak September 2010. • Bekerja sebagai Hakim di Pengadilan Agama Kisaran sejak 20 Januari 2014 • Usia 31 Tahun • Asal: Lhoksemawe, Aceh. • Agama : Islam • Status : Menikah Ciri-ciri : ciri-ciri mengenakan jilbab, tinggi kira – kira 166 cm, berkulit putih, berparas Aceh – Melayu. 2 Hj. Wardiyah, S.Ag • Berpendidikan Terakhir S1 • Bekerja di Pengadilan Agama Kisaran sejak tahun 1987 • Sempat di mutasi ke PA Lubuk Pakam 1,5 tahun dan kembali ke PA Kisaran • Menjadi seorang Hakim sejak tahun 2001 • Usia 63 Tahun Universitas Sumatera Utara • Asal : Lubuk Pakam • Agama : Islam • Status : Menikah. • Jumlah anak : 3 orang • Ciri-ciri : mengenakan jilbab, berkulit sawo matang, tinggi kira – kira 160 cm dan sudah terlihat berumur 3 H. Armansyah, Lc. MH • Berpendidikan Terakhir S2 • Aktif menjadi Hakim semenjak tahun 2009 • Bekerja di Pengadilan Agama Kisaran sejak tahun 2014 • Usia : 34 Tahun • Agama : Islam • Asal : Riau • Status : Menikah • Ciri-ciri : berkulit putih, mengenakan kacamata, berambut hitam lebat dan tinggi kira – kira 170 cm 4 Drs. Said Safnizar, MH • Berpendidikan terakhir S2 • Menjadi Hakim sejak tahun 2006 • Ditugaskan di Pengadilan Agama Kisaran sejak tahun 2014 • Usia : 47 Tahun • Agama : Islam Universitas Sumatera Utara • Asal : Meulaboh, Aceh • Jabatan : Wakil Ketua Pengadilan Agama Kisaran • Ciri-ciri : berperawakan gemuk, berkulit putih, berambut ikal, mengenakan kacamata dan tinggi kira – kira 172 cm. Sumber : Hasil wawancara dan Pengamatan Penelitian 4.1.5. Proses Mediasi di Pengadilan Agama Kisaran Berdasarkan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses berlangsungnya mediasi di pengadilan agama kisaran, penelliti mengumpulkan data dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan utama yaitu hakim pengadilan agama kisaran dan melakukan observasi. Adapun proses mediasi di pengadilan agama kisaran akan peneliti sajikan dalam bentuk narasi maupun deskripsi berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari informan pertama sampai informan yang keempat . Pengadilan Agama Kisaran memiliki prosedur mediasi, apabila para pihak hadir di sidang pertama maka keduanya di arahkan untuk melakukan mediasi pada hari itu juga. Namun jika salah satu pihak tidak hadir maka akan dilakukan pemanggilan dan melakukan mediasi jika keduanya hadir. Jika para pihak hadir maka mediasi dapat dilakukan. Sebelum mediasi para pihak di beri kesempatan untuk memilih siapa yang akan menjadi mediatornya, majelis hakim akan menunjukkan nama dan foto para mediator dan member kebebasan kepada para pihak untuk memilih. Namun jika terjadi perbedaan pilihan maka majelis hakim akan menunjuk siapa yang akan menjadi mediatornya. Informan I Nama : Wafa’, S.Hi Tanggal Wawancara : 7 April 2015 Tempat : Ruang Hakim Wanita Pengadilan Agama Kisaran Pukul : 10.50 WIB Universitas Sumatera Utara Ibu wafa’ adalah informan pertama yang peneliti temui dan wawancarai ketika mendapatkan ijin untuk melakukan penellitian di Pengadilan Agama Kisaran. Sebelumnya peneliti telah bertemu dengan ibu wafa’ di bagian receptionist dan di perkenalkan oleh kak nur dengan ibu wafa’ sebelum ibu wafa’ masuk ke ruang sidang. Peneliti bersalaman dan memperkenalkan diri ke ibu wafa’ tentang maksud dan tujuan datang ke pengadilan. Ibu wafa’ menyambut dengan ramah. ketika surat ijin penelitian saya serahkan ke kak nur maka kak nur bertanya ke hakim yang bersangkutan sebeluum nama hakim yang di setuujui untuk wawancara di keluarkan oleh Ketua PA Kisaran. Kak nur mempertanyakan kesediaan ibu wafa’ untuk di wawancarai dan memberi informasi seputar mediasi. Dengan ramah ibu wafa’ menjawab bahwa beliau bersedia namun tidak bisa sekarang karena beliau akan segera masuk ruang sidang. Kemudian peneliti menjelaskan bahwa wawancara akan dilakukan setelah surat ijin dari Pengadilan di keluarkan. Bu wafa’ pun menyrankan unutk menemui di ruangan hakim atau menghubunginya ketika sudah bisa untuk melakukan wawancara. Pada tanggal 7 April peneliti datang ke PA Kisaran dan menunggu di receptionist karena jam sidang belum selesai, namun karena pernggugat belum datang maka sidang di tunda dan hakim keluar ruang sidang. Saat itu ibu wafa’ datang ke receptionist dan menghampiri peneliti untuk memberitahu bahwa ibu wafa’ bisa di wawancarai sekitar 10 menit lagi. Setelah 10 menit peneliti masuk ke ruang hakim wanita dan menemui ibu wafa’ peneliti bersalaman dan di persilahkan duduk. Di ruangan tersebut hanya ada ibu wafa’ dan ibu wardiah yang akan peneliti wawancarai setelah wawancara dengan ibu wafa’. Sebelum memulai wawancara peneliti menyerahkan lembar pertanyaan wawancara kepada ibu wafa’ untuk memngetahui persetujuan ibu wafa’ tentang pertanyaan yang akan peneliti ajukan, kemudian ibu wafa’ menyetujui semua pertanyaan dan melihat judul skripsi peneliti. Susana selama wawancara cukup santai, karena ibu wafa’ juga orang yang ramah dan mudah akrab dengan peneliti sehingga peneliti juga tidak begitu tegang pada saat mewawancarai ibu wafa’. Ibu wafa’ menjawab semua pertanyaan peneliti Sambil bersandar di kursi dan mengelus – elus perutnya yang besar Universitas Sumatera Utara karena memang sedang mengandung 8 bulan. Ini merupakan kehamilan anak kedua ibu wafa’. Mediasi merupakan hal yang wajib dilakukan menurut Hukum. Tidak hanya perceraian, setiap perkara perdata yang masuk ke pengadilan yang dihadiri oleh kedua belah pihak maka wajib dilakukan mediasi sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2008, jika tidak, maka putusannya batal demi Hukum. Dalam memediasi, Ibu Wafa’ selalu memperhatikan setiap berkas yang diberikan kepadanya. Hal tersebut dia lakukan untuk mengetahui sedikit mengenali permasalahan yang di hadapi pasangan yang akan bercerai. Selain itu, penting juga memperhatikan secara langsung watak dari masing – masing pihak. Hal ini tentu saja untuk memudahkan mediator ketika berbicara dengan pihak terkait. . Ibu Wafa’ sendiri terkadang sering mengesampingkan berkas. Beliau lebih suka menanyakan langsung secara kepada pasangan yang akan bercerai mengenai masalah yang sebenarnya terjadi, alasan mengapa mereka memutuskan untuk bercerai. Mediasi dilakukan seperti halnya melalukan sesi curhat. Pihak yang di mediasi bebas mengungkapkan apa yang ia alami kepada mediator. Meski dilakukan dengan santai, Ibu Wafa’ mengaku selalu meminta kepada para pihak yang di mediasi untuk tetap menjaga kesopanan dan ketenangan selama berlangsungnya proses mediasi. Hal ini dikarenakan didalam proses mediasi terkadang bisa terjadi keributan yang disebabkan oleh salah satu pihak yang tidak terima dengan pernyataan atau sikap pihak yang lain. “Ketika kita terima berkas dari hakim kita baca sekilas apa masalahnya, lalu mediator menanyakan langsung bukan tanya jawab. Jadi mediasi semacam curhat sehingga ketika berbicara tidak seperti di ruang sidang, kalau mediasi lebih santai namun tetap menjaga kesopanan. Ibu wafa’ biasanya membuka pembicaraan dengan bertanya kepada para pihak yang akan di mediasi megenai masalah yang sedang mereka hadapi, apa yang sedang mereka rasakan. Jika salah satu pihak masih bercerita, ibu wafa’ meminta untuk pihak lainnya mendengarkan dan jangan memotong pembicaraan karena semua akan dapat giliran untuk menyampaikan keluh kesahnya. Namun menjadi perhatian penting bagi ibu wafa’ ketika melakukan mediasi, ia tidak bertanya benar atau salah kepada para pihak karena di khawatirkan akan terjadi debat dan sulit menemukan jalan keluar. Jika bertanya benar atau salah di saat Universitas Sumatera Utara proses mediasi akan ada bantahan serta tanya jawab maka suasananya akan sama seperti sidang. Menurut ibu wafa’ kecapkapan berkomunikasi mediator juga diperlukan dalam mediasi agar pertanyaan dan dan jawaban dapat di terima dengan baik. “Ada apa Buk pak, coba di ceritakan masalahnya apa, apa yang ibuk rasakan”, biasanya begitu cara membuka pembicaraan. Nah, dari situlah dia mulai bercerita, suaminya dengar, bapak dengar aja dulu jangan di jawab jangan di potong. Nanti setelah itu baru kita tanya ke bapaknya “apa yang bapak rasain selama berumah tangga sama ibuk”, tapi kalau kita tanya gimana pak bener apa gak begitu nah nanti yang ada malah debat, jadi gak ada jalan keluar jadi tergantung mediatorlah bagaimana menanyakan pertanyaan yang baik dan berkomunikasi yang baik sehingga yang mendengarkan menerimanya baik juga. Jadi kalau kita menanyakan bener gak pak buk pasti akan ada bantahan dari pihaknya ya suasananya udah jadi seperti sidang. Banyak bantahan jadi tambah panjang masalahnya, mediatornya juga jadi bingung. Selain itu, untuk menentukan cara yang tepat dalam memdiasi, Ibu Wafa’ juga terlebih dahulu melihat watak para pihak yang akan di mediasi. Jika memungkinkan maka akan dilakukan mediasi dengan bicara bertiga di ruang mediasi namun jika tidak memungkinkan dilakukan mediasi secara bersama dikarenakan alasan tertentu maka mediasi dilakukan secara Kaukus yaitu dengan memanggil satu persatu pihak untuk mendengarkan pernyataan juga cerita para pihak secara bergantian. Setelah didapat cerita dari kedua belah pihak, barulah Ibu Wafa’ mempertemukan keduanya kembali di ruang mediasi untuk menyampaikan inti yang telah di bicarakan, meyampaikan apa yang perlu di sampaikan, jalan keluar, solusi serta dampak dan manfaat dari perceraian tersebut. “Kalau saya pribadi saya terapkan berbeda, watak orang kan berbeda beda ya, kalau misalkan saya lihat sekilas dan saya merasa mereka bisa di ajakn berbicara bertiga maka ya akan bicara bertiga. Namun jika saya lihat wataknya keras maka saya memanggil pihaknya satu persatu, jika seperti itu namanya kaukus. Kita tanya masing masing dulu apa yang terjadi masalahnya apa dan keluhannya apa, nah setelah itu baru kita panggil pihaknya bersama sama baru kita sampaikanapa apa yang harus kita sampaikan, solusinya apa, jalan keluarnya apa, dampaknya dan manfaatnya.” Selama proses mediasi berlangsung Ibu Wafa’ lebih sering mengesampingkan berkas dan lebih memilih untuk mendengarkan langsung Universitas Sumatera Utara pernyataan dari para pihak yang di mediasi.Ibu Wafa’ mencoba untuk membuat suasana yang santai tapi tetap menjaga kesopanan.Jika keadaannya menungkinkan maka mediasi akan langsug dilakukan bertiga namun jika tidak maka Ibu Wafa’ memilih untuk melakukan kaukus. Informan II Nama : Hj. Wardiyah, S.Ag. Tangal Wawancara : 7 April 2015 Tempat : Ruang Hakim Wanita PA Kisaran Waktu : 12.05 WIB Ibu Wardiyah adalah informan kedua yang peneliti wawancara setelah mewawancarai Ibu Wafa’. Pada saat wawancara merupakan pertemuan pertama peneliti dengan Ibu Wardiyah. Wawancara dilakukan setelah Ibu Wardiyah selesai memediasi perceraian. Hari itu sebenarnya bukan jadwal Ibu Wardiyah sebagai mediator, namun karena salah satu hakim yang bertugas menjadi mediator tidak dapat hadir maka Ibu Wardiyah yang menggantikan sebagai mediator. Namun mediasi tidak lama karena yang hadir adalah kuasa hukumnya bukannya penggugat. Sebelum memulai wawancara peneliti meyerahkan kertas berisi pertanyaan yang akan diajukan untuk wawancara kepada Ibu Wardiyah, kemudian ibu wardiyah membaca dan meyetujui semua pertanyaan yang akan peneliti ajukan. Pada pertanyaan awal yang peneliti ajukan ibu wardiyah terlihat kurang santai, dan cukup serius menjawab pertanyaan. Kemudian peneliti meminta ibu wardiyah untuk lebih santai karena meskipun wawancara ini serius dan formal tapi jika suasanya santai dan rileks akan lebih mudah menjawab semua pertanyaan yang peneliti ajukan. Dan pada akhirnya ibu wardiyah sudah mulai santai dan menjawab pertanyaan di selingi dengan canda tawa. Ibu Wardiyah menjadi Hakim sejak tahun 2001, di awal wawancara juga Ibu Wardiyah menjelaskan tentang mutasi jabatan selama menjadi hakim dan pengertian mediasi itu sendiri. Ibu wardiyah juga menjelaskan prosedur mediasi yang ada di Pengadilan Agama Kisaran dan apa itu cerai talak dana cerai gugat. Universitas Sumatera Utara Sebelum melakukan mediasi kepada para pihak yang bercerai, Ibu Wardiyah lebih memperhatikan watak dari para pihak yang akan di mediasi, apakah memungkinkan untuk dilakukan mediasi seccara bersama atau harus dilakukan kaukus kepada para pihak tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kemungkinan buruk seperti konflik yang semakin memanas selama mediasi. “Kita liat juga watak – watak orangnya. Kalau namapak kita yang emosian jang kita samkan, nanti bisa perang dia disitu. Kadang ada yang baru kita tanya terus mau menjawab aja kan. Jaid nanti kita suruh kluar 1 dulu gantian. Kita liat dulu situasinya.” Pada saat melakukan mediasi,Ibu Wardiyah mendengarkan pernyataan dari kedua pihak secara bergantian. Biasanya Ibu Wardiyah bertanya terlebih dahulu kepada penggugat karena dia yang mengajukan gugatan dan di anggap yang meiliki masalah dan alasan yang lebih besar. Ibu wardiyah juga bertanya tentang masalah apa yang dihadapi, jika sudah selesai bercerita ibu wardiyah bertanya apakah sudah cukup. Lalu mempersilahkan kepada tergugat untuk bercerita. “Apa rupanya masalahnya Bu?”. Nah kadang baru dia cerita gini Buk kan selama ini dia begini begitu, saya sudah gak di nafkahi segini lama ada aja nya itu masalahnya. jadi kita tanya lagi “udah Buk udah cukup segitu? Jadi buk kita dengar dulu bapak ya”, di dengarlah suaminya kadang ada juga “gak benar itu buk, bukan gak saya nafkahi dia, saya nafkahi”, biasanya kan begitu itu kan, udah gak dinafkahi di tinggal. Jadi si bapak ini menjawab pula lah membela diri dia yakan. Udah gitu kalau dia sama sama gak emosi bisalah kita teruskan” Jika suasana sebelum dan saat mediasi jadi kurang kondusif karena debat tentang satu pernyataan yang diutarakan, maka Ibu Wardiiyah menyarankan salah agar salah satu pihak untuk keluar ruangan terlebih dahulu dan mendengarkan keterangan secara perorangan agar lebih tenang dan kondusif. Setelah mendengarkan keterangan dari masing – masing pihak,Ibu Wardiyah lantas memanggil keduanya untuk memberikan nasehat. “Kalau sama tenang masih bisa lah kita atasi kalau sama – sama emosi ya kita suruh keluar lah dulu satu, kita tanya gimana masalahnya, mungkin karena namapak yang itu satu jadi tambah emosi. Boleh juga kita periksa nanti itu satu satu kita dengar begitulah cara kita nasehatinnya.” Ibu wardiyah juga berpendapat bahwa seorang mediator tidak boleh memihak, harus netral dalam mendengarkan dan memberi nasehat. Ibu wardiyah Universitas Sumatera Utara juga memperhatikan masalah yang dihadapi jadi nasehat yang di berikan sesuai dengan masalahnya. Jadi selama proses mediasi para pihak lebih bisa mendengarkan dan menerima semua yang di sampaikan oleh mediator. “Kita liatlah juga gimana keadaannya. Kita juga kan gak boleh memihak. Nanti kita perhatikan dulu apa masalahnya, jadi kita nasehati sesuai masalahnya. Harus kita perhatikan Kadang kadang ada itu nanti yang mau menang sendiri.” Informan III Nama : H. Armansyah, Lc. MH Tangal Wawancara : 10 April 2015 Tempat : Ruang Mediasi Pengadilan Agama Kisaran Waktu : 10.39 WIB Pak Armansyah atau biasa dipanggil Pak Arman merupakan informan ketiga yang peneliti wawancarai. Peneliti datang pada tanggal 10 April pukul 09.00 ke PA Kisaran. Setelah datang ke receptionist dan bertemu Kak Nur. Peneliti menyampaikan kepada Kak Nur untuk melakukan wawancara dengan Pak Arman. Lalu Kak Nur naik ke lantai dua ke ruangan hakim pria. Namun Pak Arman sedang ada pekerjaan dan peneliti diminta menunngggu. Peneliti menunggu di meja receptionist dan pada pukul 10.30 barulahPak Arman turun dari lantai 2 dan menemui Peneliti. Peneliti menemui Pak Arman dan menjelaskan maksud kedatangan Peneliti ke Pengadilan. Lalu Pak Arman menyarankan agar wawancara dilakukan di ruang mediasi. Setelah masuk keruang mediasi, Peneliti memperhatikan keadaan ruuang mediasi. Di dalamnya hanya terdapat sebuah meja dan tiga kursi serta terlihat lukisan di dinding yang menghiasi ruang mediasi. Sebelum memulai wawancara,Pak Arman terlebih dahulu melihat pedoman pertanyaan yang akan di tanyakan, judul skripsi Peneliti, dan bertanya tentang tujuan Penelitian ini. Pak Arman menyambut baik peneliti dan menjawab dengan Universitas Sumatera Utara dengan nada yang halus. Suasana selama wawancara juga berlangsung santai, Pak Armansyah menjawab semua pertanyaan dengan jelas. Walalupun pada awalnya Pak Arman mengira kalau peneliti berasal dari Fakultas Hukum. Ketika Pak Arman mengetahui bahwa Peneliti merupakan mahasiswa dari jurusan ilmu komunikasi, maka saat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Peneliti, Pak Arman pun tidak segan – segan untuk menjelaskan mengenai istilah – istilah hukum yang berhubungan dengan mediasi. MenurutPak Arman, latar belakang para pihak yang akan di mediasi merupakan hal yang penting untuk diketahui. Baik latar belakang pendidikan dan juga pekerjaan. Hal ini bertujuan agar Pak Armans dapat menyesuaikan pendekatan yang akan diterapkn kepada para pihak yang akan di mediasi, sehingga proses mediasi dapat dilakukan dengan baik. “Sebelum mediasi pasti kita tanya kita pelajari latar belakang pendidikannya apa, itu kan tercantum dalam identitasnya. Dia dari kalangan pekerjaan mana apakah perkerjaannya kasar atau orang kantoran. Pasti kita pelajari yang soal begitu jadi nanti pendekatan kita berbeda.” Selama proses mediasi, Pak Armanyah selalu berusaha membuat suasana mediasi yang cenderung santai. Tujuannya agar lebih memudahkan para pihak yang dimediasi dalam menyampaikan masalah yang dihadapi. Karena pada dasarnya, mediasi itu merupakan proses hukum yang nonlitigasi, jadi Pak Arman menggunakan pendekatan seperti menganggap para pasangan yang dimediasi seperti keluarga, sehingga pihak yang dimediasi merasa nyaman untuk mengungkapkan isi hatinya. “Suasananya kalau saya cenderung santai, karena mediasi itu nonlitigasi diluar jalur prngadilan. Jadi pendekatan kita seperti keluarga, curhat.” Pak Armansyah menggunakan teknik kaukus kepada para pihak yang akan di mediasi jika itu di perlukan. Salah satu pihak akan di panggil ke ruang mediasi untuk bercerita secara bergiliran dan kemudian barulah keduanya dipanggil untuk sama – sama mendengarkan hasil pembicaraan sebelumnya. “.Kadang kita pakai kaukus. Kaukus itu mediasi orang perorang jadi satu dulu di panggil di tanya nanti satu lagi di panggil seperti apa lalau kita pertemukan keduanya untuk bicara.” Universitas Sumatera Utara Mediasi yang dilakukan Pak Armansyah tidak terfokus pada berkas gugatan yang diberikan kepada mediator sebelum memulai mediasi, karena Pak Armansyah hanya melihat itu untuk melihat latar belakang personal yang akan di mediasi bukan latar belakang masalahnya. Menurutnya, terkadang apa yang tertulis di berkas perkara merupakan bukan masalah sebenarnya yang sedang mereka hadapi, belum secara keseluruhan di jelaskan atau hanya kulit luarnya saja. Kebanyakan dari pasangan yang dimediasi, akan lebih detail, terbuka dan jujur ketika dimediasi. “Dengan berkomunikasi kita tahu latar belakang masalahnya ketauan apa di hadapai, kadang apa yang tertulis di berkas tidak hanya itu yang mereka hadapi ada hal lain yang mereka sembunyikan yang baru meeka katakana secara jujur didalam mediasi.” Informan IV Nama : Drs. Said Safnizar, MH Tangal Wawancara : 10 April 2015 Tempat : Ruang Wakil Ketua Pengadilan Agama Kisaran Waktu : 11.55 WIB Pak Said merupakan informan keempat yang peneliti wawancarai.Peneliti diantarkan oleh salah satu pegawai PA Kisaran untuk bertemu Pak Said di ruangannya.Di ruangan yang cukup besar tersebut Pak Said menyambut dengan senyum ramah kemudian peneliti mengenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan peneliti. Pak Said menyampaikan permohonan maafnya karena memakai pakaian yang tidak formal, dikarenakan setiap hari Jumat pagi semua pegawai melakukan senam pagi di halaman depan PA Kisaran, sehingga pada hari itu Pak Said masih menggunakan kaos dan celana olahraga. Walaupun memakai pakaian olahraga, kacamata dan jam tangan Alexander cristy, masih terlihat wibawa Pak Said saat menjawab semua pertanyaan.Dengan logat Aceh dan suasana santai di sertai canda tawa,Pak Said menjawab semua pertanyaan peneliti. Universitas Sumatera Utara Selama bertugas di PA Kisaran Pak Said tidak pernah memediasi mengingat jabatan pak said di PA kisaran, namun dengan pengalaman menjadi mediator selama kurang lebih 8 tahun sudah di anggap cukup untuk menjadi informan peneliti.Sebelum memulai mediasi,Pak Said membaca terlebih dahulu lembar gugatan untuk melihat identitas para pihak yang akan di mediasi. Latar belakang pendidikan, pekerjaan, usia dan tempat tinggal. Hal ini cukup di perhatikan untuk menyesuaikan cara pendekatan dan komunikasi. “Jadi sebelum mediasi kan mediator akan menerima satu lembar gugatan dulu, dia liat identitasnya dulu. Siapa sih orang ini, karena di identitas itu setelah nama umur lalu pendidikan. Kemudian pekerjaan, lalu tempat tinggal.Jadi itu semua harus kita sesuaikan. Misalnya saya orang aceh lalu saya bawa gaya aceh kesini kan udah beda ya udah gak cocok. Kalau disini orang besar besar suaranya, kalu di aceh kita besar suaranya malah kita di tampar orang jadinya.Karena menggunakan pendekatan yang berbeda selain ilmu kejiwaan juga ilmu kberkomunikasi harus dimiliki mediator.” Penyesuaian latar belakang dan cara mediator berkomunikasi merupakan salah satu cara agar pesan yang disampaikan oleh mediator dapat di terima dengan baik oleh pihak yang di mediasi. Pendekatan kepada para pihak yang dimediasi di anggap sangat penting. Jika para pihak merasa dekat maka suasana mediasi akan santai dan lebih mudah bagi para pihak yang dimediasi untuk bercerita tentang masalahnya. Karena pada dasarnya mediasi itu sama seperti sharing atau curhat kepada mediator. “Saat mediasi itu kan sharing kalau suasana begitu kita bawakan kayak Ustad kadang kadang mereka terpaksa. Misalnya kita kita bilang “nanti kalau kita cerai bauk surga jadi jauh sama kita…” ya jadi makin kesal mereka kan. Jadinya kita sharing “saya juga punya istri, sama kaya kamu juga. Kamu suami saya juga suami, jadi sekarang apa masalahnya..”, nah terkadang disitulah antara hati coaba saling menyadari, disitu juga terkadang tehnik mediasi ini terserah kepada mediatornya.disinilah keterampilan berkomunikasikasi diperlukan.” Pak Said juga menggunakan teknik kaukus pada beberapa mediasi yang telah dilakukan. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan pak said untuk melakukan kaukus karena para pihak tidak sekupu dan menyebabkan rasa egois yang kuat. Maka dikhawatirkan jika di mediasi dengan duduk bersama tanpa mendengarkan keterangan masalahnya secara jelas akan menumbulkan rasa derajat yang lebih tinggi dan tidak menemukan win win solution. Universitas Sumatera Utara “Dalam mediasi itu ada teknik kaukus, jadi ini teknik face to face. Sering terjadi mediasi dengan model face to face apabila mereka tidak sekupu misalnya status sosialnya berbeda seperti jabatan atau status ssosialnya, hal seperti ini susah di mediasi bersama karena rasa egois di diri kita itu kuat sekali. Kita tidak mau disalahkan karena merasa derajatnya lebih tinggi, jadi teknik kaukus sering digunakan dalam keadaan seperti ini.” Pada saat memediasi,Pak Said berusaha membuat para pihak yang dimediasi untuk saling mengeerti dan memahami, tidak boleh berat sebelah dan berusaha menjadi pendengar yang baik. Dengan memberi waktu dan kesempatan yang sama untuk bercerita dan tidak boleh memotong pembicaraan, sertamendengarkan selama mereka mengobrol. Selama bercerita pun harus tetap sopan,tidak boleh saling menghina dan menghujat. Dengan carademikian, mediator dapat menjadi pendengar yang baik dan bersikap netral kepada para pihak yang di mediasi. “Di mediasi ini, mediator harus bisa membuat mereka saling memahami, tidak boleh berat sebelah jadi mediator harus bisa jadi pendengar yang baik. Jadi kita dengarkan mereka ngobrol tapi jangan ada menghina, menghujat, tapi kalau dia cerita dia curahkan seuanya sampai nangis, biarkan saja dulu, kita beri waktu dia. Biar dia tetang dia lepaskan unek uneknya, Cuma kita tanya “udah puas bu? Udah selesai?” lalu kita tanya suaminya tapi dengan catatan selama pembicaraan itu tidak boleh di potong. Jadi kita memberikan hak mereka sepenuhnya untuk bicara dan dengan waktu yang sama, nah sampai sebegitunya kita jadi mediator. Jadi sambil kita mendengrakan sambil di catat poin poin dari cerita dia itu apa, apa yang dia maksudkan. Mereka cerita seperti novel kan yang pada akhirnya nanti pasti ada tujuannya kan.” Pencatatan poin – poin penting selama pasangan yang akan bercerai menceritakan masalah yang dihadapi, merupakan hal yang penting untuk di lakukan. Hal ini bertujuan untukmemudahkan mediator dalam membantu menemukan jalan keluar dari masalah yang mereka hadapi. Tabel 4.2 Klasifikasi Proses Mediasi di Pengadilan Agama Kisaran Tujuan Penelitian No. Nama Informan Proses Mediasi di Pengadilan Agama Kisaran 1 Wafa’, S.Hi Proses Mediasi yang dilakukan adalah: 1. Melihat berkas yang diterima untuk mengetahui permasalahan pasangan yang Universitas Sumatera Utara akan dimediasi 2. Mediasi berlangsung santai namun tetap menjaga kesopanan 3. Mediator menanyakan langsung masalah yang terjadi kepada pihak yang dimediasi, namun bukan seperti sesi tanya jawab 4. Membuka pembicaraan dengan menanyakan permasalahan yang sebenarnya terjadi kepada kedua pihak yang dimediasi 5. Jika tidak memungkinkan untuk berbicara bertiga di ruang mediasi maka dilakukan kaukus atau pendekatan secara perorangan baru di pertemukan kembali untuk menyampaikan hasilnya. 2 Hj. Wardiyah, S.Ag 1. Melihat watak – watak dari pasangan yang akan di mediasi 2. Memperhatikan masalah yang dihadapi oleh pasangan yang akan bercerai agar dapat memberikan nasehat yang tepat 3 H. Armansyah, Lc. MH 1. Mempelajari latar belakang pasangan yang akan di mediasi yang tercantum dalam identitasnya 2. Membuat suasana terasa santai 3. Jika di anggap perlu, teknik kaukus digunakan saat mediasi 4 Drs. Said Safnizar, MH 1. Melihat latar belakang dari masing – masing pihak yang akan mediasi 2. Menyesuaikan cara pendekatan sesuai dengan latar belakang pasangan yang akan di mediasi 3. Suasana dibuat seperti sharing atau sesi curhat 4. Teknik kaukus atau perorangan digunakan Universitas Sumatera Utara jika tingkat sosial para pihak yang dimediasi berbeda. 5. Memberikan waktu yang sama kepada masing – masing pihak untuk berbicara, menjelaskan kejadian yang sebenarnya Sumber : Hasil Wawancara dan Pengamatan Penelitian 4.1.6 Peranan Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam Memediasi Masalah Perceraian Berdasarkan tujuan penelitian ini, peneliti akan melihat peranan komunikasi persuasif hakim selama menjadi mediator dan memediasi masalah perceraian. Selama proses mediasi seorang mediator akan menyampaikan kata – kata atau nasehat yang akan membuat para pihak yang akan bercerai untuk mempertimbangkan kembali keputusaannya untuk bercerai. Sehingga di harapkan dengan komunikasi persuasif ini maka perceraian tidak jadi dilakukan. Melalui hasil wawancara dan observasi ini peneliti mengetahui cara para mediator untuk mempersuasi pasangan yang akan bercerai. Komunikasi persuasifnya sebagai berikut. Informan I Nama : Wafa’, S.Hi Tanggal Wawancara : 7 April 2015 Tempat : Ruang Hakim Wanita Pengadilan Agama Kisaran Pukul : 10.50 WIB Ketika mediasi masalah perceraian, Ibu Wafa’ berusaha membuat suasana mediasi ini santai, karena jika para pihak yang di mediasi merasakan suasana yang santai dan tenang, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk menceritakan masalah dan menerima masukan yang di berikan oleh Ibu Wafa’. Ibu Wafa’ selalu menyampaikan nasehat dan juga masukan kepada para pihak yang di mediasi di sela – sela obrolan mereka.Jadi, tanpa disadari oleh pihak yang dimediasi, pesan-pesan yang di sampaikan tampak tidak di paksakan untuk Universitas Sumatera Utara di terima.Keadaan psikologis anak setelah perceraian merupakan hal penting untuk disampaikan kepada para pihak yang dimediasi sebelum memutuskan bercerai. Bagaimanapun juga menjadi anak broken home pasti akan ada dampak negatifnya. Dampak seperti inilah yang di jadikan bahan oleh mediator sebagai salah satu langkah persusi kepada para pasangan yang akan bercerai untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka. Setidaknya menurut para mediator, tidak ada orangtua yang ingin melihat anaknya hancur karena keputusan mereka untuk bercerai. Hal – hal seperti anak – anak yang menjadi korban dari perceraian orang tuanya, seperti menggunakan narkoba dan melakukan kejahatan karena dia frustasikerap disampaikan kepada para pihak yang di mediasi. Namun hal ini juga tidak disampaikan secara langsung ke pokok masalahnya, melainkan tersirat melalui contoh dari anak – anak broken home dari keluarga lain. Teknik Komunikasi persuasif yang digunakan yaitu dengan membangkitkan fear appealse atau yang disebut dengan rasa takut tentang masa depan anak – anak setelah perceraian. “Kami memberi informasi, terutama ketika pasangan itu punya anak.Bagaimana anak yang broken home.Kadang kita kasih pandangan juga ke mereka “jangan dikira kami yang kerja di pengadilan rumah tangganya aman – aman aja, jadi kita imbas ke kita sendiri jadi mereka berfikir ‘oh iya ya ibuk ini juga begini rumah tangganya”.Jadi kita kasih tau saya punya anak juga, ibuk juga punya anak jadi pikirkan lagi buk gimana anak anak kita nanti. Sama semua rumah tangga sama. Jadi kita memberi masukan bukan seperti mengajari tetapi saling berbagi pengalaman jadi dengan begitu mereka akan menyadari bahwa keadaan seperti itu bukan dia sendiri yang mengalami. Sehingga nanti berubah pendiriannya.” Hal lain yang sering disampaikan dalam mediasi adalah masalah rumah tangga mediatornya sendiri. Karena setiap rumah tangga yang dijalani, menyatukan dua karakter yang berbeda pasti akan mengalami masalah, tapi apakah maslah itu dijadikan alasan untuk bercerai. Semua rumah tangga mengalami masalah walaupun dalam konteks yang berbeda, maka di mediasi ini Ibu Wafa’ berusaha mengajak para pihak yang akan bercerai untuk membicarakan masalahnya dan menemukan jalan keluar namun tanpa paksan. Karena perceraian bukan satu – satunya jalan keluar dari masalah tersebut. Universitas Sumatera Utara Secara halus, mediator menceritakan masalah orang lain atau mediator sendiri sebagai contoh kasus untuk membuat mereka merubah cara berfikir dan keputusan pasangan tersebutuntuk bercerai. Cerminan rumah tangga orang lain akan lebih mudah diterima ketimbang masalah yang ia hadapi, sebab hal itu akan langsung membuat pihak yang sedang dimediasi memikirkan masalah rumah tangganya sendiri yang akan membuat para pihak ingat luka yang telah dialami. Menurut pendapat Ibu Wafa’,dalam memediasi lebih mudah mempersuasif pihak cerai yang di ajukan secara talaq, yaitu gugatan cerai yang diajukan oleh suami untuk menggugat istrinya.Berdasarkan hasil wawancara,Ibu Wafa’ menilai pihak suami lebih mudah luluh jika istrinya sudah minta maaf dan berniat berubah, hal ini juga karena lelaki lebih tenang dan pintar mengatur emosi saat di mediasi. Berbeda dengan pihak istri, jika perkara yang di ajukan merupakan cerai gugat, maka pihak istri yang mengajuka gugatan akan lebih sulit di persuasi karena wanita cenderung lebih mudah emosi dan jika emosinya sudah meningkat akan sulit mendengarkan apa yang mediator sampaikan. “Kalau saya pribadi lebih mudah saya memediasi perkara cerai talaq yaitu suami yang mengajukan, kalau suami lebih mudah dia luluhnya lebih cepat luluhnya, dia cepat memerima gak emosi. Asalkan ya kita buat semacam si ibuk kita bilang juga udah buk bapak udah mau menerima, ibuk mnta maaf mau suaminya terima kalau kayak gtu. Tapi kalau cerai cerai gugat susah, karena pada prinsipnya kalau wanita yang mengajukan itu emosinya tingginya, kadang kalau masalah seperti itu mediasi gak cukjup sekali, kadang kita bilang ibuk sama bapak pulang dulu tenangkan diri dulu nanti kita atur jadwal untuk mediasi lagi.” Selain semua hal yang telah di sampaikan baik tentang anak ataupun masalah rumah tangga yang dialamai mediator. Hal lain yang digunakan oleh Ibu Wafa’ untuk mempersuasi para pihak yang di mediasi yaitu status yang akan mereka sandang setelah perceraian itu terjadi. Status duda dan janda masih memilki image atau penilaian yang kurang baik di masyarakat. Sanksi sosial karena masalah perceraian tersebut akan memnjadi bebantersendiri. Kesiapan tersebut yang di pertanyakan kepada para pihak yang di mediasi. Biar bagaimanapun akan lebih mudah jika kita masih berdua, meyelesaikan semuanya berdua. Dengan pesan seperti ini di harapkan para pihak akan berfikir ulang untuk melanjutkan perkara perceraiannya. Universitas Sumatera Utara “Ya jadi kita wajib memberi tahu efek setelah bercerai itu apa, pandangan kedepannya itu apa dan bagaimana. Biar bagaimana pun jika kita menyandang status janda atau duda maka yang kita lakukan akan di nilai negatif jika berhubungan dengan orang lain. Kita punya adat ketimuran janda dan duda itu kan image yang sedikit kurang baik” Pada saat memediasi masalah perceraian ibu wafa’ juga memberi nasehat yang sesuai dengan masalah rumah tangga yang mereka alami. Namun sebuah catatan penting dalam menasehati para pihak yang dimediasi, mediator tidak boleh memojokkan dan meyalahkan masing – masing pihak yang dimediasi, karena setiap orang yang sedang memiliki masalah maka akan lebih sensitif terhadap kata – kata yang yang memojokan seperti itu. “Kita kasih nasehat, memberi nasehat bukan menyalahkan, nasehatnya bukan memojokkan bukan menyalahkan, kita hanya bilang ya baik baiklah berumah tangga atur dengan baik, tidak semua rumah tangga bagus, semuanya mengalami bertengakar. Begitu nasehat yang enak di terima bukan mengajari tapi dia bisa terima dengan baik sebab kita gak memojokkan juga gak juga kita bilang kita ngejudge orang, sebab takutnya nanti tersinggung, sebabkan sensitif orang yang lagi bermasalah.” Informan II Nama : Hj. Wardiyah, S.Ag. Tangal Wawancara : 7 April 2015 Tempat : Ruang Hakim Wanita PA Kisaran Waktu : 12.05 WIB Ibu Wardiyah merupakan salah satu hakim senior di PA Kisaran, dengan pengalaman menjadi mediator selama kurang lebih 14 tahun maka Ibu Wardiyah sudah cukup mempunyai kredibilitas sebagai mediator. Dengan usia yang sudah menginjak 63 tahun pengalaman menjadi hakim dan memediasi sudah cukup memenuhi persyaratan informan yang ada.Dengan menjadi hakim yang paling lama bertugas di PA Kisaran sudah beberapa kasus perceraian yang berhasil di mediasi. Universitas Sumatera Utara Sama dengan Ibu Wafa’ hal yang menjadi fokus Ibu Wardiyah dalam memediasi masalah perceraian adalah anak – anak. Membuat para pihak untuk memikirkan kembali tentang anak – anaknya merupakan cara mempersuasi yang sering ibu wardiyah sampaikan. Kasih sayang orangtua juga keadaan orangtua yang akan membangun pribadi anak – anak dirumah. Jika setelah perceraian hubungan suami istri yang bercerai sudah lepas, akantetapi bagaimana nasib anak – anak merka kelak.Jika karena perceraian anak – anak jadi merusak dirinya seperti seks bebas, kejahatan, narkoba, apakah mereka tidak merasa bersalah dan menyesal nantinya. Pemberitaan di televisi menjadi salah satu contoh yang digunakan Ibu Wardiyah untuk membuat para pihak berfikir lagi tentang dampak perceraian yang tidak akan baik buat anak – anak mereka. Jika setelah perceraian suami istri bisa mencari orang baru dan memulai hidup baru, maka masalah selesai bagiorangtua. Tapi itu akan menjadi masalah baru bagi anak – anak karena mereka akan memiliki ibu tiri dan juga ayah tiri yang biasanya sudah dicap sebagai orang yang kejam oleh anak - anak. Mediator meminta pihak yang akan bercerai untuk memikirkan juga perasaan anak – anak. Tidak ada anak yang bahagia melihat orangtuannya berpisah. Anak – anak juga akan sulit hidup dengan orangtua baru, kenyamanan anak – anak yang perlu dipikirkan, bukan egoisnya kita sebagai orangtua. Dengan memberitahu hal – hal buruk yang akan terjadi di kemudian hari pada anak – anak dan masa depannya akan menjadi pertimbangan besar bagi setiap orangtua. Maka itu yang digunakan oleh Ibu Wardiah untuk mempersuasi para pihak yang dimediasi. “Buk, Ibukan udah punya anak kalau kita mungkin lepas kita bisa cari lagi, kalau Bapak mungkin bisa dapat gadis lagi kalau Ibu juga mungkin bisa dapat lajang lagi, kita bisa menikah lagi. Tapi pikirkan anak, kita liat lah di sinetron itu gimana yang orang tuanya tidak berhasil kadang – kadang anak itu ada yang dendam dengan cara apa dia merusak dirinya. Kalau kita lepas anak ini mau gimana, kalau ikut Bapak dia punya ibu tiri kalau ikut Ibuk dia punya bapak tiri.Kita liat kanTv sekarang ngeri – ngeri zaman sekarang ini”, gitu pun kadang dia mau dengar.Kalau yang udah emosian itu “udah nanti dipikirkan itu, anak sama saya, saya bisa saya kerja kok, selama ini gak ada di nafkahinya kerjanya saya, makannya saya, hidupnya anak saya” kadang ada yang begitu ya kita dengarkan ajalah ya. Cara lain yang digunakan oleh Ibu Wardiyah dengan memberitahu masalah rumah tangganya kepada para pihak yang di mediasi untuk menjadi cerminan, Universitas Sumatera Utara bahwa tidak semua rumah tangga berjalan dengan mulus dan sesuai yang kita harapkan. Ada masalah dalam rumah tangga itu wajar, tetapi tidak bisa dijadikan alasan kita untuk bercerai.Toleransi untuk setiap pasangan juga perlu kita berikan,karena semua orang punya sisi buruknya, tidak ada orang yang baik dalam semua hal. Mengumpakan hal yang dialami orang lainsebagai bahan perbandingan untuk masalahnya. “Dan kita umpamakan juga “jangan Ibu pikir kami yang kerja di pengadilan ini mulus mulus aja, ada juga masalah namanuya rumah tangga yang berpuluh puluh tahun kita jalani serumah ya pasti ada.Kalau kita turutkan maulah besok bercerai kami, tapi kan gak gitu”.Kalau soal merepet yaudahlah namanya ibu ibu udah terkenalnya itu tukang merepet, kalau lagi merepet ya tinggalkan, nanti kalau udah balek lagi. Kita nasehatin lah gitu bagaimana kita umpamakan aja, kadang kadang ada yang berhasil dia. Kadang kadang gak mau juga “udahlah itu, udah sepakat kami”, nah udah sepakat pula katanya, cemana cerai kok sepakat, kalau cerai itu jangan sepakat. Jadi pandai – pandai kita lah nasehatinnya.Kadang – kadang ada yang berhasil.” Mengingatkan kembali tugas sebagai istri dan sebagai suami adalah salah satu hal yang disampaikan ketika memediasi masalah perceraian.Karena tidak jarang perceraian terjadi kelalaian pasangan menjalani tugas dan perannya.Ibu Wardiyah mengumpamakan dirinya untuk mengingatkan kepada para pihak yang dimediasi. Walaupun pada dasarnya dia ingin mengingatkan melalui cara yang berbeda. “jadi kayak kami ini buk bekerja tapi di rumah gak kita banggakan kita yang bekerja itu, dirumah ya kita ibu rumah tangga, saya juga buk dirumah masak, bangu pagi, menyiapkan sarapan, mana lagi mau pergi kerja bukan ada pakai pembantu, sampai rumah gak kita bawa lagi cerita kita yang bekerja ini”. Kadang kadang ya dia sadari, kalau kita perempuan yang udah bekerja ini agak sombong sedikit karena kita juga kerja. Tapi kan gak gitu. Kalau bapak juga keluar pintu kantor itu ya udah dirumah jangan di bawa – bawa masalah yang di kantor itu ke rumah.” Informan III Nama : H. Armansyah, Lc. MH Tangal Wawancara : 10 April 2015 Tempat : Ruang Mediasi Pengadilan Agama Kisaran Universitas Sumatera Utara Waktu : 10.39 WIB Pak Armansyah merupakan salah satu hakim yang berasal dari latar belakang pendidikan yang baik, lulusan Al Azhar Kairo Mesir tahun 2005 dan telah menyelesaikan pendidikan S2 nya pada tahun 2009.Ketika memidiasi, Pak Armansyah selalu mengingatkan kepada pihak yang akan bercerai mengenai perceraian dalam pandangan agama. Pada saat memediasi, Pak Armansyah juga memberikan beberapa cerita mengenai dampak perceraian bagi anak - anak yang nantinya mungkin akan berdampak buruk bagi mereka. Selain itu, bagi keluarga besar mereka juga, apakah mereka bisa menerima perceraian tersebut, karena sejatinya pernikahan bukan hanya sekedar mempersatukan kedua pasangan, melainkan kedua keluarga besar masing – masing pasangan. Menurutnya, hal tersebut merupakan suatu hal yang wajib di jelaskan kepada para pasangan yang sedang di mediasi. Melalui cerita tersebut, Pak Armansyah mencoba mempresuasi para pihak yang di mediasi. “Pasti, itu wajib kita sampaikan dampak perceraian.Kita beri pandangan kepada mereka bahwa bagaimanapun perceraian itu tidak baik termasuk dalam agama islam dan akan banyak orang merasakan dampak buruk dari perceraian itu terutama bagi keluarga khususnya anak – anak.” Cara memberikan nasehat yang diterapkan oleh Pak Armansyah pun berbeda – berbeda kepada setiap pasangan yang dimediasi. Menurutnya, pemberian nasehat harus di sesuaikan dengan latar belakang permasalahan yang dihadapi oleh pasangan yang dimediasi. Awalnya memang sama – sama perceraian, tetapi latar belakang yang mewarnai penyebab terjadinya perceraian tentunya berbeda – beda, seperti masalah perselingkuhan, perilaku yang tidak menyenangkan atau kekerasan dan faktor ekonomi. Selain itu, untuk siapa yang lebih bisa menerima nasehat yang di sampaikan oleh mediator pun tidak menentu. terkadang, pihak penggugat lebih bersikeras untuk bercerai ketimbang pihak tergugat yang bisa menerima masukan dari mediator. Ada juga tergugat yang lebih keras lagi ketika melihat si penggugat tetap bersikeras juga. Universitas Sumatera Utara “Yang biasanya orang dalam mediasi itu macam - macam.Ada penggugat dan tergugat kalau penggugat ini ada yang bersikeras untuk bercerai tapi tergugatnya tidak mau.Ya tentu tergugat menerima mediasi tapi ada pulapenggugatnya bersikeras tapi tergugatnya lebih keras lagi.Jadi dua duanya tidak terima.Tergantung latarbelakang kasusnya jadi tidak bisa di generalisasi.” Karena perbedaan tersebut lah Pak Arman selalu menegaskan kepada pihak yang akan dimediasi mengenai kesiapan mereka sebelum di mediasi. Jika mereka belum siap, maka mediasi tidak bisa dilaksanakan dengan baik, hal ini dikarenakan mediasi harus dijalankan dengan serius. Kesiapan ini juga bertujuan untuk melapangkan dan membuka hati pihak yang akan dimediasi, agar nantinya setiap masukan yang diberikan oleh mediator dapat diterima dengan baik oleh pihak yang dimediasi. Informan IV Nama : Drs. Said Safnizar, MH Tangal Wawancara : 10 April 2015 Tempat : Ruang Wakil Ketua Pengadilan Agama Kisaran Waktu : 11.55 WIB Pak Said merupakan Wakil Ketua Pengadilan Agama Kisaran, oleh karena itu selama bertugas di PA Kisaran Pak Said tidak pernah menjadi mediator.Namun Pak Said sudah cukup memiliki kredibilitas sebagai mediator selama 8 tahun bertugas sebagai hakim. Setiap memediasi Pak said selalu menasehati dan memberi masukan secara tersirat tanpa disadari oleh para pihak yang dimediasi. Cara mediator mempersuasi juga mempengaruhi pengambilan keputusan oleh para pihak yang di mediasi. Karena dalam mediasi mediator tidak bisa membuat keputusan dan tidak boleh memaksa maka mempresuasi adalah salah satu cara yang bisa digunakan oleh mediator untuk merubah keputusan mereka tanpa disadari dan tanpa paksaan. Sama seperti mediator yang lain, anak juga menjadi salah satu hal yang digunakan oleh Pak Said untuk mempersuasi para pihak yang dimediasi. Perasaan Universitas Sumatera Utara anak – anak yang menjadi korban perceraian orang tua menjadi salah satu hal yang di ingatkan dan yang harus di pertimbangan kembali sebelum memutuskan untuk bercerai.Hati anak yang melihat orang tuanya hidup terpisah dan tidak hidup bersama lagi. Bahkan hidup bersama orang lain, perasaan anak itu akan hancur. Hal hal seperti itu yang di sampaikan dan dengan begitu para pihak yang dimediasi akan merubah jalan pikirannya. Dengan cara penyampaian di selal – sela pembicaraan bukan saat awal – awal pembicaraan maka tanpa sadar mereka akan menangkap pesan tersebut. “Kadang di sela sela dia cerita itu kita masuk sambil ngasih tau “ya okelah itu sama suami cerai tidak apa apa tapi anak anak mau gimana? Ibu bisa cari suami lain, bisa ganti suami ya gampang, bapak gitu juga cari istri yang cantik lebih cantik lagi daripada Ibuk, tapi coba liat anak, ketika memandang kalian berdua, pernah gak kalian membaca hati anak kan begitukan. Kalau bapak sama ibuk nikah lagi gak masalah tapi hati seorang anak itu bagaimana lihat orang tuanya seperti ini. Ketika liat ibunya bukan dengan ayahnya ketika liat ayah bukan dengan ibunya, pernah kalian rasakan perasaan itu. Sama seperti yang dikatakan oleh Pak Armansyah, agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh para pihak yang dimediasi, Pak Said tidak langsung memutuskan mediasi disaat pertama kali pasangan yang akan bercerai mengajukan gugatan. Hal tersebut dikarenakan, pada saat pertama kali pasangan tersebut mengajukan gugatan, pastilah emosi mereka masih meluap – luap, sehingga apabila dilakukan mediasi pun tidak akan efektif. Apa yang akan dikatakan oleh pihak mediator akan sulit diterima oleh pasangan tersebut. Paling kita masuk bukan langsung pertama, kalau langsung pertama kan susah namanya orang lagi sakit kepala, jadi kalau orang ke pengadilan itu lagi sakit kepala itu”. Hal lain yang disampaikan oleh Pak Said kepada pasangan yang sedang dimediasi adalah mengenai contoh lingkungan rumah tangga yang ia jalani. Beliau memaparkan apa – apa saja yang biasanya beliau dan istrinya lakukan dalam menjalankan rumah tangga sehari – hari. Hal ini merupakan awal bagi Pak Said untuk memancing pembicaraan dengan pihak yang dimediasi agar mau memaparkan bagaimana kehidupan rumah tangga yang dijalani oleh pihak yang dimediasi selama ini. Penyampaian contoh pun harus dilakukan secara halus tanpa Universitas Sumatera Utara ada memojokan baik pihak suami maupun istri. Selain hal – hal baik yang diungkapkan Pak Said kepada pihak yang dimediasi, Pak Said juga tidak ragu memaparkan hal – hal buruk yang terjadi dalam rumah tangganya, tetapi Pak Said juga menceritkan bagaimana beliau dan istrinya menghadapi masalah tersebut, seperti saling berbagi mengenai kehidupan rumah tangga antara mediator dan pihak yang dimediasi. Hal ini bertujuan, agar pihak yang dimediasi tidak lagi merasa canggung atau pun malu untuk menceritakan masalah mereka. “Penyampaian pesan pesan kita tharus tanpa disadari mereka sudah dapat menerima pesan kita misalnya “saya buk saya punya istri saya juga punya anak, sama kayak bapak sama ibu.Ini saya bagi bagi ya. Saya ini hakim Pak, Buk saya pejabat Negara tapi kalau udah sampai rumah saya cuci piring pak buk, gak malu saya cuci piring karena saya tau capek kali ngurus rumah itu. sekali saya cuci piring dia senang kali. Saya tanya pernah gak pak kalau istri lagi capek bapak ambilkan segelas air buat istri bapak, pernah gak?” istrinya jawab “gak pernah, mana pernah dia kayak gitu” jadi harus kita pancing pancing begitu jadi langsung jawab dia. Tapi tanpa disadari kita bukan saling meojokkan. Tapi saling berbagi.Jadi itu mediasi, perlu di ketahui mediasi itu bukan hakim tapi mediator tidak ada status hakim di ruang mediasi yang ada hanya mediator.” Ketika para pihak yang dimediasi ini mulai terbuka dengan kehidupan rumah tangga mereka inilah yang dijadikan Pak Said sebagai pedoman untuk memberikan masukan atau nasehat kepada kedua pihak untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka. Tabel 4.3 Klasifikasi Peranan Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam Memediasi Masalah Perceraian Tujuan Penelitian No. Nama Informan Peranan Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kisaran dalam Memediasi Masalah Perceraian 1 Wafa’, S.Hi Komunikasi Persuasif yang dilakukan adalah: 1. Keadaan psikologis dan nasib anak- anak setelah perceraian menjadi alas an utama Universitas Sumatera Utara untuk mempresuasi kedua belah pihak. 2. Berbagi pengalaman tentang masalah rumah tangga mediator sendiri. 3. Lebih mudah mempresuasi suami daripada istri 4. Image janda dan duda si masyarakat yang akan di nilai kurang baik 5. Memberi nasihat sesuai dengan masalahnya 2 Hj. Wardiyah, S.Ag 1. Perasaan anak – anak ketika melihat ibu dan bapaknya hidup dengan orang lain. 2. Masa depan anak yang akan terganggu 3. Persuasi dengan masalah ruamh tangga mediator menjadi contoh 4. Mengingatkan kembali tugas dan tanggung jawab pihak yang di mediasi. 3 H. Armansyah, Lc. MH 1. memberi pandangan bahwa perceraian itu tidak baik 2. Dampak perceraian bagi keluarga khususnya anak 3. Tergugat lebih mudah di persuasi 4 Drs. Said Safnizar, MH 1. Memberikan pesan pesan tentang gambaran perasaan anak – anak 2. Berbagi cerita tentang masalah rumah tangga mediator Sumber : Hasil wawancara dan Pengamatan Penelitian

4.1.7 Perubahan Sikap Pasangan Suami Istri Setelah Melakukan Proses

Dokumen yang terkait

TINJAUAN YURIDIS EMPIRIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PERCERAIAN Tinjauan Yuridis Empiris Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perceraian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Semarang).

0 2 16

KENDALA YANG DIHADAPI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SRAGEN.

0 0 14

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 16

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 2

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 8

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 13

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 2

Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Persuasif Hakim Pengadilan Agama dalam Memediasi Masalah Perceraian)

0 0 39

TUJUAN KOMUNIKASI PERSUASIF hakim pengadilan

0 0 6

KENDALA YANG DIHADAPI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM PELAKSANAAN MEDIASI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SRAGEN

0 2 14