Universitas Sumatera Utara
Fuller dalam Riskin dan Westbrook menyebutka 7 fungsi mediator, yaitu: 1.
Sebagai Kansalisator, bahwa kehadiran mediator dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif
bagi diskusi. 2.
Sebagai pendidik, seorang berusaha memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis dan kendala usaha dari para pihak. Oleh
sebab itu, ia harus berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan diantara para pihak.
3. Sebagai penerjemah, mediator berusaha menyampaikan dan
merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lain melalui bahsa dan ungkapan yang enak di dengar oleh pihak lainnya, tanpa
mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul. 4.
Sebagai narasumber, seorang mediator harus mendayagunakan sumber – sumber informasi yang tersedia.
5. Sebagai penyandang berita jelek, seorang mediator harus menyadari
bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional maka mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak –
pihak untuk menampung berbagai usulan. 6.
Sebagai agen realitas, mediator harus berusaha member pengertian secara terang kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak
mungkin tidak msuk akal untuk dicapai melalui perundingan. 7.
Sebagai kambing hitam, mediator harus siap disalahkan misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.
2.1.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian yang sedang dilakukan. Dengan melihat kajian terdahulu
dan melihat beberapa hasil penelitian yang dianggap relevan dan memiliki hubungan serta kata kunci yang sama. Berikut beberapa penelitian yang terdahulu
yang memiliki kaitan dengan variabel dalam penelitian ini. Eko Budi Purnomo 2012. Pada jurnalnya yang berjudul “Komunikasi
Persuasif Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Gunung Kidul Dalam Memediasi
Universitas Sumatera Utara
Masalah Perceraian.” Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk bagaimana cara komunikasi hakim dalam memediasi masalah perceraian yang dilakukan oleh
mediator UH dan Mediator MD terhadap pasangan S-N dan pasangan M-S dan kendala – kendala apa saja yang dihadapi dalam melakukan mediasi di pengadilan
agama gunung kidul. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, di peroleh hasil
bahwa komunikasi persuasif yang dilakukan oleh mediator UH terhadap pasangan yang ingin bercerai yakni S-N dan mediator MD kepada pasangan M-S adalah
bentuk dari persuasi yang dilakukan agar pasangan kembali berdamai. Hal ini dilakukan agar merealisasikan tujuan akhir dari mediasi di pengadilan agama
gunung kidul yaitu mendamaikan permasalahan yang terjadi pada pasangan yang ingin bercerai sehingga dapat rujuk kembali. Efektivitas mediasi yang dilakukan
oleh mediator UH dan Mediator MD itu sendiri terlihat dari keinginan pasangan yang tergugah ataupun terbuka hatinya setelah mediator mempersuasif sehingga
tujuan akhir dari mediasi dapat tercapai. Berikut penelitian yang telah dilakukan Prasiwi Feria Maharani 2009
dengan judul “Peran Komunikasi Persuasi dan Perceraian Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Peran Komunikasi Persuasi Oleh Hakim Pengadilan Agama
Surakarta Dalam Mengurangi Angka Perceraian. Informan dalam penelitian ini adalah Bapak Raharjo, M.Hum selaku mediator di pengadilan agama Surakarta
dan tiga pasangan suami istri yanag pernah mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Surakarta namun di cabut kembali. Ketiga pasutri tersebut
adalah Slamet – Wiji, Robert – Afi, dan Ardiansyah – Nur. Teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan diwajibkannya mediasi pada setiap penanganan kasus di pengadilan, khususnya dalam hal ini adalah kasus
perceraian terbukti mediasi mampu mengurangi perceraian meskipun prosentasenya masih sangat kecil. Peran komunikasi persuasi Pengadilan Agama
dalam mengurangi perceraian terletak pada saat mediasi karena disitulah Pengadilan Agama memiliki andil yang sangat penting untuk mendamaikan kedua
belah pihak yang ingin bercerai dengan melakukan pendekatan – pendekatan untuk menciptakan komunikasi yang sifatnya interpersonal yang mengarah pada
Universitas Sumatera Utara
ajakan kepada pihak yang bertikai untuk mencari jalan keluar, penyelesaian masalah dengan cara damai.
Berikut penelitian yang telah dilakukan oleh Jinggasari Rinovita Mayangkusuma dengan judul “Problematik dan Upaya Penyelesaian Pelaksanaan
Mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang” tahun2013. Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui bahwa Problematik mediasi di
Pengadilan Agama Kabupaten Malang utamanya adalah pertama, sebagian besar mereka berperkara di Pengadilan Agama mengalami masalah rumah tangga yang
telah memuncak sehingga mediasi lebih banyak gagal, kedua, para pihak umumnya sudah sepakat untuk cerai. Ketiga, Perceraian adalah masalah hati,
sehingga apabila tersakiti, tidak mudah untuk didamaikan. Keempat, para pihak yang berperkara juga sebenarnya datang ke Pengadilan hanya untuk mendapatkan
surat resmi cerai. Kelima, Citra Pengadilan Agama adalah perceraian, sehingga para pihak tidak mau berdamai. Keenam, penyuluhan hukum yang dilakukan oleh
hakim memakai bahasa yang formal, sehingga masyarakat tidak tertarik mengikutinya. Upaya yang digunakan mediator supaya mencegah kegagalan
mediasi adalah dengan menggunakan pendekatan secara persuasif bergantung masalah perkara yang dihadapi para pihak. Umumnya mediator menggunakan
pendekatan agama, sosial dan kekeluargaan. Selain itu, proses mediasi dapat diperpanjang apabila mediator menilai para pihak mempunyai kesempatan besar
untuk didamaikan. Upaya lain yang dapat dilakukan oleh hakim dalam melakukan penyuluhan hukum adalah memakai bahasa yang sederhana.
Penelitian lain yang dianggap relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu penelitian Hasan Fuadi 2013 dengan judul “Persepsi Mediator
Tentang Keberhasilan Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Semarang”. Pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui dan memahami: 1 kriteria keberhasilan mediasi dalam perkara perceraian, 2 persepsi mediator tentang keberhasilan mediasi dalam perkara
perceraian di Pengadilan Agama Semarang, dan 3 implikasi persepsi mediator terhadap keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Semarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi terkait kriteria keberhasilan mediasi perkara perceraian karena kriteria keberhasilan
Universitas Sumatera Utara
mediasi perkara perceraian yang selama ini digunakan oleh Pengadilan Agama Semarang bahwa mediasi dikatakan berhasil ketika tidak jadi bercerai atau
gugatan dicabut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi tersebut adalah:1 latar belakang kepribadian, 2 pendidikan, dan 3 keadaan
konkrit yang dihadapi. Persepsi-persepsi tersebut berimplikasi pada keseriusan praktik mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Semarang yang masih
jauh dari harapan. Terbatasnya hakim mediator yang bersertifikat dan jarangnya mediator non hakim yang berpraktik di Pengadilan Agama Semarang dalam
memediasi perkara perceraian, serta semakin bertambahnya beban kerja hakim untuk melakukan mediasi berpengaruh kuat terhadap kualitas dan hasil dari
mediasi-mediasi perkara perceraian yang selama ini diselenggarakan.
2.2 Model Teoritik
Gambar 2.1 Model Teoritik