Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
2.2. Gambaran Keuangan Daerah Pra Otonomi dan Pasca Otonomi
Manajemen atau pengelolaan keuangan daerah di era sebelum otonomi dilaksanakan terutama dengan berdasarkan Undang-undang No. 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah. Pengertian daerah menurut Undang-undang ini adalah ”Tingkat I, yaitu propinsi dan daerah
tingkat II, yaitu kabupaten atau kotamadya”. Disamping itu ada beberapa peraturan yang lain yang menjadi dasar
pelaksanaan menajemen keuangan daerah pada era sebelum otonomi. Peraturan-peraturan tersebut sebagaimana dikutip Halim 2007:2 antara
lain : 1 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan,
Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Daerah. 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan
APBD Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD.
3 Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-009 Tahun 1989 tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah.
4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBD.
5 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
6 Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan Perhitungan APBD.
Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, dapat disimpulkan beberapa ciri pengelolaan keuangan daerah di era sebelum otonomi, antara lain
Halim, 2007:2 1 Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD
Pasal 13 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975. Artinya, tidak terdapat pemisahan secara konkret antara eksekutif dan
legislatif.
2 Perhitungan APBD berdiri sendiri, terpisah dari
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
pertanggungjawaban Kepala Daerah Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975.
3 Bentuk laporan perhitungan APBD terdiri atas:
a Perhitungan APBD
b Nota Perhitungan APBD
c Perhitungan Kas dan Pencocokan antara Sisa Kas dan Sisa
Perhitungan dilengkapi dengan lampiran Ringkasan Pendapatan dan Belanja Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 1975 dan Keputusan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999.
4 Pinjaman, baik pinjaman PEMDA maupun pinjaman BUMD diperhitungkan sebagai pendapatan pemerintah daerah, yang
dalam struktur APBD menurut Kepmendagri No. 903-057 Tahun 1988 tentang Penyempurnaan Bentuk dan Susunan Anggaran
Pendapatan Daerah masuk dalam pos penerimaan pembangunan. 5 Unsur-unsur yang terlibat dalam penyusunan APBD adalah
Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD saja, belum melibatkan masyarakat.
6 Indikator kinerja Pemerintah Daerah mencakup:
a Perbandingan antara anggaran dan realisasinya.
b Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya.
c Target dan persentase fisik proyek yang tercantum dalam
penjabaran Perhitungan APBD Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Tata Cara Penyusunan
APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, Penyusunan Perhitungan APBD.
7 Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Laporan Perhitungan APBD baik yang dibahas DPRD maupun
yang tidak dibahas DPRD tidak mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah.
Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa orde baru sebelum otonomi daerah didasarkan pada UU. No. 5
Tahun 1974. Disamping mengatur pemerintahan daerah, undang-undang tersebut juga menjelaskan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah. Untuk bisa menjalankan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang dimilikinya, pemerintah daerah dilengkapi dengan seperangkat kemampuan
pembiayaan, dimana menurut undang-undang ini sumber pembiayaan daerah sangat didominasi oleh bantuan keuangan dari pemerintah pusat.
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Sumber pembiayaan pemerintah daerah menurut UU. No. 5 Tahun 1974 pasal 55 terdiri dari 3 komponen besar yaitu Munir, dkk, 2004:45
1 Pendapatan Asli Daerah PAD, yang meliputi: a
Hasil pajak daerah b
Hasil retribusi daerah c
Hasil perusahaan daerah BUMD d
Lain-lain hasil usaha daerah yang sah. 2 Pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat, meliputi:
a Sumbangan dari pemerintah
b Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan. 3 Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen kedua yaitu pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau
indikator dari ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Sepanjang potensi sumber keuangan daerah belum
mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan kepada pemerintah daerah. Dengan demikian bagi pemerintah daerah Tingkat II
Kabupaten atau Kodya, disamping mendapat bantuan dari pemerintah pusat juga mendapat limpahan dari Pemda Tingkat I Propinsi. Meskipun bisa jadi
limpahan dana dari propinsi tersebut juga berasal dari pemerintah pusat lewat APBN. Dengan semakin kuatnya tuntutan desentralisasi, pemerintah
mengeluarkan satu paket Undang-undang otonomi daerah, yaitu Undang- undang No. 22 Tahun 1999 saat ini telah diganti dengan Undang-undang
No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undnag N0. 25 Tahun 1999 saat ini telah diganti dengan Undang-undang No. 33 Tahun
2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 perlu dibarengi dengan
pelimpahan keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 1999.
Setelah keluarnya kedua undang-undang tersebut, pemerintah juga mengeluarkan berbagai peraturan pelaksanaan. Beberapa peraturan
pelaksanaan antara lain Halim, 2007:3 1 Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana
Perimbangan. 2 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. 3 Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman
Daerah. 4 Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah. 5 Surat Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Tanggal 17
November 2000 Nomor 9032735SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001.
6 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan
Keuangan Daerah, serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, serta Penyusunan
Perhitungan APBD. 7 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara. 8 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara.
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, manajemen keuangan daerah di era otonomi daerah memiliki karakteristik yang berbeda dari
pengelolaan keuangan daerah sebelum otonomi daerah. Karakteristik tersebut antara lain Halim, 2007:4
1 Pengertian daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten. IstilahPemerintah Daerah Tingkat I dan II, juga
Kotamadya tidak lagi digunakan.
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
2 Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat lainnya. Pemerintah Daerah ini adalah badan eksekutif,
sedang badan legislatif di daerah adalah DPRD pasal 14 UU No.22 Tahun 1999. Oleh karena itu, terdapat pemisahan yang
nyata antara legislatif dan eksekutif. 3 Perhitungan APBD menjadi satu laporan dengan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000.
4 Bentuk Laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri dari atas:
a Laporan Perhitungan APBD b Nota Perhitungan APBD
c Laporan Aliran Kas d Neraca Daerah dilengkapi dengan penilaian berdasarkan
tolak ukur Renstra pasal 38 PP Nomor 105 Tahun 2000.
5 Pinjaman APBD tidak lagi masuk dalam pos Pendapatan yang menunjukakn hak Pemerintah Daerah, tetapi masuk dalam pos
Penerimaan yang belum tentu menjadi hak Pemerintah Daerah.
6 Masyarakat termasuk dalam unsur-unsur penyusuan APBD disamping Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Daerah
dan DPRD. 7 Indikator kinerja Pemerintah Daerah tidak hanya mencakup:
a Perbandingan antara anggaran dan realisasinya b Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya
c Target dan persentase fisik proyek tetapi juga meliputi standar pelayanan yang diharapkan.
8 Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun anggaran yang bentuknya Laporan Perhitungan APBD dibahas
oleh DPRD dan mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD.
9 Digunakannya akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Setelah keluarnya PP No.105 Tahun 2000 terdapat beberapa perubahan
yang terjadi pada keuangan daerah yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Perubahan setelah PP Nomor 105 Tahun 2000
PP 105 Tahun 2000 PERUBAHAN YANG MENDASAR
LAMA BARU
Sistem Anggaran Tradisional dengan ciri:
Sistem Anggaran Kinerja Performance Budget
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Line-Item Incrementalism Sistem Anggaran Berimbang
Sistem Anggaran Defisit Struktur Anggaran:
• Pendapatan, dan
• Belanja
Struktur Anggaran: •
Pendapatan, •
Belanja, dan •
Pembiayaan Belanja dibagi:
• Belanja rutin
• Belanja Pembangunan
Belanja Dikategorikan: •
Belanja Administrasi Umum, •
Belanja Operasi dan Pemeliharaan,
• Belanja Modal,
• Belanja tidak Tersangka
Belanja dipisahkan per sektor; tidak ada pemisahan Belanja Publik dengan
Belanja Aparatur Belanja dipisahkan menjadi:
• Belanja Aparatur, dan
• Belanja Publik
Pinjaman sebagai komponen Pendapatan
Pinjaman sebagai komponen pembiayaan
Laporan Pertanggungjawaban: Nota Perhitungan APBD
Laporan Pertanggungjawaban : •
Neraca •
Laporan Arus Kas •
Laporan Perhitungan APBD •
Nota Perhitungan APBD Sumber: Diolah dari Forum Dosen Akuntansi , 2006:26
PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah memiliki keterkaitan dengan PP
Nomor 108 tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban Kepala Daerah. Pengelolaan keuangan daerah secara khusus diatur dalam Pasal 14 PP Nomor
105 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa: a.
Ketentuan tentang pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
b. Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah diatur dengan
Keputusan Kepala Daerah; dan c.
Pedoman tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata
Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD ditetapkan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Berdasarkan ketentuan PP Nomor 105 Tahun 2000 Pasal 14 tersebut, kemudian Departemen Dalam Negeri mengeluarkan Kepmendagri Nomor 29
Tahun 2002. Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tersebut merupakan petunjuk teknis pelaksanaan PP Nomor 105 Tahun 2000 di bidang
pengelolaan keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
Perubahan yang signifikan yang diakibatkan oleh Kepmendagri 292002, yaitu terkait dengan penatausahaan keuangan daerah. Perubahan itu
sudah sampai pada teknik akuntansinya yang meliputi perubahan dalam pendekatan sistem akuntansi dan prosedur pencatatan, dokumen dan formulir
yang digunakan.
Tabel 2.2. Perubahan Setelah Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002
KEPMENDAGRI NOMOR 29 TAHUN 2002 PERUBAHAN YANG MENDASAR
LAMA BARU
Struktur APBD: •
Pendapatan •
Belanja Struktur APBD:
• Pendapatan
• Belanja
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
• Pembiayaan
Arah dan Kebijakan Umum APBD Pemegang Kas Daerah
Bendaharawan Umum Daerah Bendaharawan Rutin Pembangunan
Satuan Pemegang Kas Pembantu Pemegang Kas
Pembukuan Tunggal single entry Pembukuan Berpasangan double entry
Akuntansi Berbasis Kas Akuntansi Berbasis Kas Modifikasian
Tidak ada Kebijakan Akuntansi Kebijakan Akuntansi
Tidak Dikenal Depresiasi Aktiva Tetap Pembukuan Asset Daerah: •
Nilai Buku •
Depresiasi Kapitalisasi •
Penghapusan Asset •
Manajemen Asset Daerah Belum diwajibkan membuat Laporan
Keuangan berupa Neraca dan Laporan Arus Kas
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah: •
Sistem Pengendalian Internal •
Prosedur Akuntansi •
DokumenFormulir Catatan Akuntansi
• Manajemen Asset Daerah
Pengawasan oleh banyak pihak: Itwilprop, Itwilkabko, Irjen, BPKP,
dan BPK Pengawasan Internal Pengelolaan
Keuangan Daerah Bawasda
Sumber: Diolah dari Forum Dosen Akuntansi, 2006:27
Sementara itu, pada tahun 2005, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan SAP. Pada
dasarnya antara PP Nomor 24 Tahun 2005 mengatur tentang standar akuntansi, sedangkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 lebih banyak
mengatur tentang sistem akuntansi pemerintah daerah Mahmudi, 2006:29.
Tabel 2.3. Perbandingan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 dengan PP No. 24 Tahun
2005
Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 PP No. 24 Tahun 2005
Basis Kas Modifikasian Menuju Basis Akrual
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Basis Kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan Laporan LR
Basis akrual untuk pencatatan asset, kewajiban dan ekuitas dana Neraca
Aktiva Tetap diakui pada akhir periode dengan menyesuaikan Belanja Modal
yang telah terjadi Aktivaasset tetap diakui pada saat hak
kepemilikan berpindah dan atau saat diterima
Aktiva Tetap selain tanah didepresiasi dengan metode garis lurus berdasarkan
umur ekonomisnya Aktiva Tetap selain tanah dapat
didepresiasi dengan metode garis lurus, metode saldo menurun dan metode unit
produksi
Terdapat dana depresiasi Tidak terdapat dana depresiasi
Kewajiban diakui menjadi belanja aparatur dan belanja publik
Diakui pada saat dana pinjaman diterima dan atau kewajiban timbul
Jenis Laporan Keuangan: •
Neraca •
Laporan Perhitungan APBD •
Laporan Aliran Kas •
Nota Perhitungan APBD Jenis Laporan Keuangan:
• Neraca
• Laporan Realisasi Anggaran
• Laporan Arus Kas
• Catatan atas Laporan Keuangan
Belanja dikelompokkan menjadi belanja aparatur dan belanja publik
Tidak terdapat ketentuan mengelompokkan belanja aparatur dan belanja publik
Laporan Aliran Kas dikelompokkan dalam tiga aktivitas yaitu:
• Aktivitas Operasi
• Aktivitas Investasi
Pembiayaan Laporan Arus Kas dikelompokkan dalam
empat aktivitas, yaitu •
Aktivitas operasi •
Aktivitas investasi •
Pembiayaan Aktivitas non-anggaran
Belanja dikategorikan: •
Belanja administrasi umum •
Belanja operasi dan pemeliharaan •
Belanja modal •
Belanja tidak tersangka Masing-masing belanja dikelompokkan
menjadi: •
Belanja Pegawai dan Personalia •
Belanja Barang dan Jasa •
Belanja Perjalanan Dinas •
Belanja Pemeliharaan Belanja dikelompokkan menurut klasifikasi
ekonomisnya yaitu: Belanja Operasi
• Belanja pegawai
• Belanja barang
• Bunga
• Subsidi
• Hibah
• Bantuan sosial
Belanja Modal Belanja Tak Terduga
Sumber: Diolah dari Forum Dosen Akuntansi, 2006:30
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Dengan telah digantikannya UU Nomor 22 tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 oleh UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33
Tahun 2004, maka berbagai peraturan pemerintah dan peraturan lain dibawahnya perlu disesuaikan lagi. Atas dasar itu maka pemerintah
mengeluarkan PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti PP Nomor 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002.
PP No. 58 Tahun 2005 merupakan pengganti dari PP No 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang
selama ini dijadikan sebagai landasan hukum dalam penyusunan APBD, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.
Substansi materi kedua PP dimaksud, memiliki persamaan yang sangat mendasar khususnya landasan filosofis yang mengedepankan prinsip
efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas. Sedangkan perbedaan, dalam pengaturan yang baru dilandasi pemikiran yang lebih mempertegas dan
menjelaskan pengelolaan keuangan daerah, sistem dan prosedur serta kebijakan lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dibidang penatausahaan,
akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Tujuan dikeluarkannya PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri
No.13 Tahun 2006 adalah agar pemerintah daerah dapat menyusun Laporan Keuangan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan SAP yaitu PP No.24
Tahun yang merupakan panduan atau pedoman bagi pemerintah daerah dalam
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
menyajikan keuangan yang standar, bagaimana perlakuan akuntansi, serta
kebijakan akuntansi.
Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.
1 Pendapatan Daerah bersumber dari: a Pendapatan Asli Daerah
b Dana Perimbangan; dan c Lain-lain Pendapatan.
2 Pembiayaan bersumber dari: a Sisa lebih perhitungan anggaran Daerah;
b Penerimaan Pinjaman daerah; c Dana cadangan daerah; dan
d Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. PAD bersumber dari pajak daerah; retribusi daerah; hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah. Sedangkan lain-lain PAD yang sah meliput i:
1 Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; 2 Jasa giro;
3 Pendapatan bunga; 4 Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;dan
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
5 Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan danatau pengadaan barang danatau jasa oleh daerah.
3.Kinerja Keuangan Daerah 3.1. Pengertian Kinerja Keuangan Daerah
Menurut Permendagri No.13 Tahun 2006 kinerja adalah keluaranhasil dari kegiatanprogram yang akan atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Menurut Mahsun 2006 : 25 “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatanprogramkebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang teruang dalam stategic planning suatu organisasi”.
Menurut Mardiasmo 2002:121 “Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik
menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial”.
Disamping itu, menurut Sedarmayanti 2003:64 “Kinerja performance diartikan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses
manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat diukur dengan dibandingkan standar yang telah
ditentukan”. Faktor kemampuan sumber daya aparatur pemerintah terdiri dari
kemampuan potensi IQ dan kemampuan ability knowladge + skill,
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
sedangkan faktor motivasi terbentuk dari sikap attitude sumber daya aparatur pemerintah dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan
kondisi yang menggerakan sumber daya aparatur pemerintah dengan terarah untuk mencapai tujuan pemerintah, yaitu good governance.
Pengukuran kinerja yang digunakan secara umum oleh perusahaan yang berorientasi pada pencapaian laba antara lain melalui penetapan rasio
keuangan. Rasio yang dimaksud dalam laporan keuangan adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur
lainnya. Suatu rasio tersebut diperbandingkan dengan perusahaan lainnya yang sejenis, sehingga adanya perbandingan ini maka perusahaan tersebut
dapat mengevaluasi situasi perusahaan dan kinerjanya. Dalam penelitian ini yang dimaksud kinerja keuangan pemerintah
daerah adalah tingkat capaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan
indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk kinerja tersebut
berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur laporan pertanggungjawaban kepala daerah berupa perhitungan APBD.
3.2. Parameter Rasio Kinerja Keuangan Daerah Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap
APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya.
Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian
dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta.
Analisis rasio keuangan pada APBD keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode
dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan
dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan daerah lain yang terdekat maupun yang
potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya. Menurut
Munir, et al 2004 beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut:
1 Desentralisasi fiskal
TPD Daerah
Penerimaan Total
PAD Daerah
Asli Pendapatan
TPD Daerah
Penerimaan Total
BHPBP Daerah
k Pajak Untu
Bukan dan
Pajak Hasil
Bagi
2Tingkat Kemandirian Pembiayaan
BRNP Pegawai
Belanja Non
Rutin Belanja
Total PAD
Daerah Asli
Pendapatan Total
PAD Daerah
Asli Pendapatan
Total TPjD
Daerah Pajak
Total
3 Efisiensi Penggunaan Anggaran
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
TBD Daerah
Belanja Total
TSA Anggaran
Sisa Total
TBD Daerah
Belanja Total
TPL lain
- Lain
n Pengeluara
Total
Halim 2007:232 menyatakan beberapa rasio keuangan yang juga dapat dipakai untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah antara
lain:
1 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Pinjaman dan
insi PusatProp
Pemerintah Bantuan
PAD Daerah
Asli Pendapatan
Total
2 Rasio Aktifitas Rasio Keserasian
APBD Total
Rutin Belanja
Total
APBD Total
n Pembanguna
Belanja Total
3 Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan yang dimaksud disini adalah pertumbuhan pendapatan asli daerah, total pendapatan daerah, total belanja rutin,
dan total belanja pembangunan dari satu periode ke periode berikutnya.
Penjelasan dari parameter rasio diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1 Desentralisasi Fiskal Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang
diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
mengelola pendapatan. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang
dikelola sendiri oleh daerah terhadap total penerimaan daerah. Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan penerimaan yang berasal
dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan milik daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.
Total Pendapatan Daerah merupakan jumlah dari seluruh penerimaan dari seluruh penerimaan dalam satu tahun anggaran.
Bagi Hasil Pajak merupakan pajak yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk kemudian didistribusikan antara pusat dan daerah
otonom. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat keadilan pembagian sumber daya daerah dalam bentuk bagi hasil pendapatan sesuai
potensi daerah terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi hasilnya maka suatu daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya
sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Derajat desentralisasi fiskal, khususnya komponen PAD
dibandingkan dengan TPD, menurut hasil penemuan Tim Fisipol UGM menggunakan skala interval sebagaimana yang terlihat dalam Tabel berikut:
Tabel 2.4. Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal
PADTPD Kemampuan Keuangan Daerah
10.00 Sangat kurang
10.01 – 20.00 Kurang
20.01 – 30.00 Cukup
30.01 – 40.00 Sedang
40.01 – 50.00 Baik
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
50.00 Sangat Baik
Sumber: Munir, 2004:106
2 Tingkat Kemandirian Pembiayaan Ukuran ini menguji tingkat kekuatan kemandirian pemerintah
kabupaten dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD setiap periode anggaran. Belanja Rutin Non Belanja Pegawai
merupakan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pokok pelayanan masyarakat yang terdiri dari belanja barang, pemeliharaan,
perjalanan dinas, pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan tidak tersangka serta belanja lain-lain. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur
tingkat kemampuan PAD dalam membiayai balanja daerah diluar belanja pegawai. Dalam ketentuan yang digariskan bahwa belanja rutin daerah
dibiayai dari kemampuan PAD setiap PEMDA dan karenanya tolok ukur ini sesuai pengukuran dimaksud.
Pajak Daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan orang pribadi, atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang
dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan digunakan pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan
pemerintah. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi pajak daerah sebagai sumber pendapatan uang dikelola sendiri oleh daerah
terhadap total PAD. Semakin besar rasio akan menunjukkan peran pajak sebagai sumber pendapatan daerah akan semakin baik.
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
3 Efisiensi Penggunaan Anggaran Ukuran ini menunjukkan tingkat efisiensi dari setiap penggunaan
uang daerah. Sisa Anggaran Sisa Perhitungan Anggaran merupakan selisih lebih antara penerimaan daerah atas belanja yang dikeluarkan dalam satu
tahun anggaran ditambah selisih lebih transaksi pembiayaan penerimaan dan pengeluaran. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan
perencanaan sesuai prinsip-prinsip disiplin anggaran sehingga memungkinkan setiap pengeluaran belanja menghasilkan sisa anggaran.
Semakin kecil rasio akan menunjukkan peran perencanaan dan pelaksanaan anggaran semakin baik.
Pengeluaran lainnya merupakan pengeluaran yang berasal dari pengeluaran tidak termasuk bagian lain ditambah dengan pengeluaran tidak
tersangka yang direalisasikan dalam satu tahun anggaran. Total Belanja Daerah merupakan jumlah keseluruhan pengeluaran daerah dalam satu
tahun anggaran yang membebani anggaran daerah. Rasio ini mengukur pengendalian dan perencanaan anggaran belanja. Semakin kecil rasio akan
menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah berupaya sejauh mungkin mengurangi biaya lain-lain atau biaya taktis yang tidak jelas tujuan
pemanfaatannya. 4 Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah otonomi fiskal menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daearah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya
pendapatan asli daerah dibandingakan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusatpropinsi
ataupun dari pinjaman. Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap
sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern
terutama pemerintah pusat dan propinsi semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi
daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masayarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi. 5 Rasio Aktifitas Rasio Keserasian
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja
pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berari persentase belanja investasi belanja
pembangunan yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.
Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009.
USU Repository © 2009
Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan trehadap APBD yang ideal, karena sangat
dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan.
Namun demikian, sebagai daerah dinegara berkembang peranan pemerintah daerah untuk memacu pelaksanaan pembangunan masih relatif besar. Oleh
karena itu, rasio belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan didaerah.
6 Rasio Pertumbuhan Dalam rasio pertumbuhan ini, akan dilihat empat pertumbuhan
komponen dari APBD yaitu: Pendapatan Asli Daerah, Total Pendapatan Daerah, Total Belanja Rutin, dan Total Belanja Pembangunan. Rasio
pertumbuhan Growth Ratio mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber
pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan perhatian.
3.3. Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah