Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 Penyususnan APBD dan pertanggungjawaban APBD yang dapat dijadikan panduan bagi pemerintah daerah untuk dapat lebih baik lagi dalam merencanakan dan melaksanakan anggaran. Peraturan-peraturan tersebut antara lain: 1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, serta Penyusunan Perhitungan APBD; 2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; 3.Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara; 4. PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan SAP.

4. Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern terutama pemerintah pusat dan propinsi semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masayarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi. Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 Tabel 4.8. menunjukkan rasio tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Medan untuk tahun anggaran 1995-2000. Tabel 4.8. Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kota Medan Sebelum Otonomi Daerah Keterangan Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 PADBPPP 79,36 81,32 74,05 39,52 47,43 47,44 Rata-Rata 57,94 Sumber: Data diolah Penulis, 2009 Pada tabel tersebut dapat diliat bahwa pada tahun 1995 persentase PADBPP sebesar 79,36 artinya pendapatan berupa PAD sebesar Rp44.461.200.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp52.175.800.000. Pada tahun 1996 dapat dilihat bahwa persentase PADBPP sebesar 81,32 dimana PAD sebesar Rp53.733.340.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima dari propinsi ataupun pusat sebesar Rp66.075.410.000. Pada tahun 1997 persentase PADBPP menurun sebesar 7,27 menjadi 74,05 dimana PAD sebesar Rp55.680.400.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp75.238.020.000. Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 Pada tabel tersebut dapat dilihat rasio tingkat kemandirian keuangan Kota Medan sebelum tahun 1998 berada pada tingkat di atas 50 lebih besar dari persentase pada tahun 1998-2000. Hal ini terjadi karena sebelum tahun 1998 jumlah bantuan yang dikucurkan pemerintah pusat dan daerah lainnya memiliki jumlah yang kurang signifikan. Kemudian pada tahun 1998, terjadi penurunan rasio tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Medan sebesar 34,53 dimana PAD sebesar Rp2.513.130.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp6.357.920.000. Penurunan ini terjadi karena pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan pemungutan pajak dan retribusi daerah menurun yang mengakibatkan turunnya PAD Kota Medan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2. yang memuat perkembangan pos pajak daerah dan retribusi daerah tahun anggaran 1997-1999. Setelah tahun 1998, rasio tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Medan tidak meningkat tajam seperti sebelum tahun 1998 padahal PAD Kota Medan sudah mulai menungkat. Hal ini terjadi karena pada tahun 1999-2000 pemerintah pusat mulai mengucurkan dana yang lebih eksklusif dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari Ringkasan APBD Kota Medan tahun anggaran 1999 lampiran halaman 5 bahwa terdapat penambahan pos pada akun pendapatan yaitu pos bagian pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah dan atau instansi yang lebih tinggi. Hal ini tentunya mengakibatkan penurunan rasio tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Medan untuk tahun anggaran 1999-2000 yang mengindikasikan Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 tingkat ketergantungan Pemko Medan terhadap dana ekstern meningkat dan menurunnya tingkat kemandirian Kota Medan setelah tahun 1998. Pada tahun 1999 persentase PADBPP sebesar 47,43 dimana PAD sebesar Rp59.420.210.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp125.267.940.000. Pada tahun 2000 persentase PADBPP sebesar 47,44 dimana PAD sebesar Rp51.249.330.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp108.043.600.000. Tabel 4.9. menunjukkan rasio tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Medan untuk tahun anggaran 2001-2006. Tabel 4.9. Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kota Medan Setelah Otonomi Daerah Keterangan Setelah Otonomi Daerah Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 PADBPPP 24,38 32,65 38,89 33,16 34,31 28,80 Rata-Rata 32,03 Sumber: Data diolah Penulis, 2009 Pada tabel tersebut dapat dilihat rasio tingkat kemandirian Kota Medan memiliki nilai yang bervariasi yaitu sebesar 24,38-38,89. Pada tahun 2001 persentase PADBPP sebesar 24,38 dimana PAD sebesar Rp88.262.840.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp361.982.320.000. Pada tabel tersebut dapat dilihat terjadinya kenaikan persentase rasio tingkat kemandirian Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 keuangan daerah sebesar 8,27 pada tahun 2002 dimana PAD sebesar Rp146.930.660.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp449.884.650.000. Peningkatan persentase PADBPP sebesar 6,24 terjadi pada tahun 2003 dimana PAD sebesar Rp233.786.690.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp601.038.000.000. Pada tahun 2004, rasio menurun sebesar 5,73 dan pada tahun 2005 meningkat kembali sebesar 1,15. Pada tahun 2006, rasio menurun sebesar 5,51 dari tahun sebelumnya. Jika dilihat secara rata-rata, persentase rasio tingkat kemandirian keuangan Kota Medan setelah otonomi daerah menurun sebesar 25,91. Hal ini terjadi karena setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi daerah pada tahun 2001, pemerintah pusat memberikan dana yang lebih besar dari sebelumnya untuk mendukung terlaksananya desentralisasi. Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah berasal dari pandapatan asli daerah PAD, dana perimbangan, dan lain-lain penerimaan yang sah. Dana perimbangan terdiri dari bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan sumber daya alam; Dana Alokasi Umum dan; Dana Alokasi Khusus. Menurunnya tingkat kemandirian keuangan Pemko Medan mengindikasikan meningkatnya tingkat ketergantungan Pemko Medan terhadap sumber dana ekstern terutama dana dari pemerintah pusat dan proponsi setelah otonomi daerah. Tingkat ketergantungan ini meningkat Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 sebesar 25,91. Meningkatnya tingkat ketergantungan ini menunjukkan bahwa PAD Pemko Medan masih belum dapat dijadikan andalan bagi Kota Medan sebagai sumber pembiayaan desentralisasi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan