Perkembangan dan Teori Otonomi Daerah

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Perkembangan dan Teori Otonomi Daerah

Ketika demokrasi diwujudkan pada masa pascakemerdekaan, daerah dan masyarakat pada umumnya memiliki kekuasaan untuk mengartikulasikan semua kepentingan mereka, termasuk dalam masalah otonomi dan keuangan. Kemudian, pemerintah pusat merespon dengan memberikan otonomi yang luas kepada daerah melalui UU No.22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Tetapi, situasinya kemudian berubah setelah Presiden Soekarno mempraktekkan Demokrasi Terpimpin. Masyarakat tidak mempunyai peluang untuk mewujudkan aspirasi mereka. Demokrasi terpimpin sebenarnya hanyalah nama lain dari otoritarianisme. Dalam kaitannya dengan mekanisme hubungan kekuasaan antara Pusat dan Daerah, pemerintah pada waktu itu menguburkan ide otonomi yang luas dan sentralisasi sedikit demi sedikit mulai diwujudkan. Kehadiran Jenderal Soeharto dengan Orde baru yang sangat sarat dengan dominasi militer dalam kehidupan politik nasional juga membawa dampak yang sangat luas bagi keberadaan otoritarianisme di Indonesia. Sentralisasi mendapat tempat yang sangat kuat dalam pemerintahan Soeharto. Hal ini diwujudkan dengan digulirkannya UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Menurut Ismail Suny, dengan Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 digulirkannya UU No.5 Tahun 1974, Indonesia merupakan contoh negara yang menganut sistem otonomi terbatas. Meski didalamnya ditegaskan asas desentralisasi tetapi substansinya sangat sentralistik karena pemerintah pusat memiliki kewenangan yang sangat besar dalam banyak hal. Selama berlangsungnya pemerintahan Orde Baru, daerah tidak dapat berkembang secara optimal karena segala kebijakan tentang daerah selalu diputuskan oleh pemerintah pusat. Daerah tidak dapat mengembangakan potensi daerahnya dengan leluasa bahkan akhirnya menjadi sangat tergantung dengan Pusat. Pendapatan Asli Daerah yang kecil membuat daerah tetap mengandalkan sumber-sumber keuangan Pemerintah Pusat, sehingga mereka tetap berada di bawah kontrol birokrasi Pusat. Ketidakadilan distribusi sumber daya ekonomi dan politik juga menjadi masalah pada masa itu. Berdasarkan catatan kritis perjalanan otonomi daerah, khususnya selama pemberlakuan UU No.5 Tahun 1974 tersebut, maka MPR melalui TAP MPR No.XVMPR1998 mengamanatkan kepada Presiden untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Otonomi daerah yang luas maksudnya keleluasaan daerah untuk menyelesaikan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan di bidang lainnya yang akan ditetapkan melaui Peraturan Pemerintah. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang nyata adalah kekeluasaan Daerah dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintah di Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 bidang tertentu yang secara nyata ada, diperlukan, tumbuh, berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jwab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehubungan dengan pelimpahan kewenangan dari TAP MPR di atas, sejarah ketatanegaraan Indonesia telah memasuki babak baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dengan digulirkannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No.5 Tahun 1974 dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Pada tahun 2004, UU No.22 Tahun 1999 diubah menjadi UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.25 Tahun 1999 diubah menjadi UU No.33 Tahun 2004. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, dalam ketentuan umumnya menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom dalam Undang- Undang No.32 Tahun 2004 adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam UU No.32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa: 1.Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. 2.Kewenangan bidang lain meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional. Menurut Suparmoko 2002:18 “Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat”. Dengan berlakunya otonomi, maka Pemerintah Daerah Tingkat Kabupatenkota diberi kewenangan yang luas dalam menyelenggarakan semua urusan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Sebagai konsekuensi dari kewenangan otonomi yang luas, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan karena pada hakikatnya otonomi daerah diterapkan untuk Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kewajiban itu bisa dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu mengelola potensi daerahnya yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, dan potensi sumber daya keuangan secara optimal. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian sharing dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung dua misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut yaitu menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam proses pembangunan. Bastian 2006:3 mengatakan bahwa otonomi daerah di Indonesia setidaknya mempunyai empat ciri yaitu: a.Pemekaran dearah administratif pemerintahan. b.Tuntutan kemandirian fiskal di pemerintah daerah. c.Peningkatan pelayanan publik dan kesejahreraan masyarakat. d.Pengalihan kewenangan beberapa sektor dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Menurut Halim 2002:25 ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan, 2009. USU Repository © 2009 a.Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola, dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan b.Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Kedua ciri tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Secara konseptual, pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintah. Oleh karena itu, untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan. 2. Keuangan Daerah 2.1. Pengertian Keuangan Daerah