Perkembangan Pers Abad ke-20

31 dengan mendirikan cabang-cabang al-Irsyad di Cirebon, Bumiayu, Tegal, Pekalongan, Surabaya dan lawang. 36 Adapun Persarekatan Ulama merupakan organisasi gerakan pembaharuan yang berdiri di Majalengka, Jawa Barat di sekitar 1917. Organisasi ini bergerak di bidang pendidikan dan ekonomi. Sekolah yang didirikan oleh organisasi ini selain memberikan pelajaran agama juga berbagai ilmu pengetahuan umum dan keterampilan. Pendirinya Abul Halim, sekalipun berpegang teguh kepada mazhab al-Syafi’i, namun dapat menerima fikiran-fikiran pembaharuan. Bahkan hubungannya dengan kelompok pembaharu lebih dekat dibandingkan dengan kelompok tradisional. Tradisi bermazhab tampaknya tidak selalu merupakan penghambat untuk menerima fikiran-fikiran maju. 37

B. Perkembangan Pers Abad ke-20

Perubahan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat di Pulau Jawa pada awal abad ke-20 merupakan suatu yang panjang akibat kebijakan pemerintah kolonial Belanda selama abad ke-19. selain itu semakin terbukanya jaringan komunikasi dengan dunia luar juga mempercepat perubahan-perubahan tesebut. Hal ini diawali oleh pihak perseorangan dan swasta dari Belanda maupun Negara Eropa lainnya. 38 Hal yang menarik untuk dilihat juga adalah dampak dibukanya jalur transportasi kereta api yang pada awalnya dibangun oleh pengusaha swasta 36 Baca Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta : LP3ES, 1996. 37 Ibid, hal. 84. 38 Imas Emilia, Laporan Awal Hasil Penelitian :Islam dan Rasionalisme : Kajian Atas Artikel-Artikel Keislaman Dalam Surat Kabar dan Majalah di Pulau Jawa 1911-1942, Jakarta : Laporan Awal Penelitian, 2006, hal. 14. 32 perkebunan. Sebagai contoh dibukanya jalur kereta api Yogyakarta-Surakarta menuju Pelabuhan Semarang pada tahun 1870-an. Munculnya jalur kereta api ini ternyata berdampak sangat besar terhadap mobilitas manusia dan barang dari pedalaman menuju kota-kota pelabuhan di pesisir pantai, apalagi jalur ini di perluas yang meliputi seluruh Pulau Jawa pada tahun 1890-an. 39 Selain itu kota- kota di Pulau jawa mulai tumbuh sejalan dengan ramainya kegiatan ekonomi akibat proses produksi tanaman perkebunan dan industri yang menyertainya. Kota-kota di Jawa selain tumbuh menjadi pusat birokrasi kolonial juga menjadi kantor dagang, kantor perusahaan, atau agen-agen perdagangan ekspor-impor. Dengan demikian terjadi perubahan pada masyarakat di mana dinamika perkotaan kemudian menggantikan dinamika sejarah yang dahulu berpusat di wilayah pedesaan. Salah satu dampak akibat perkembangan ekonomi pada abad ke-19 adalah munculnya surat kabar-surat kabar yang diterbitkan para pengusaha swasta Belanda sebagai media periklanan Advertentie bagi produk-produk yang diperdagangkan sehingga tidak heran mulai banyak penerbitan-penerbitan Belanda yang muncul sejak pertengahan abad ke-19. salah satu contoh pers Belanda yang bercorak advertentie adalah surat kabar Het Bataviasch Advertantie Blad pada tahun 1851 dan Java Bode tahun 1852 keduanya didirikan oleh W. Bruining dan terbit di Batavia. 40 Sudah kita ketahui bahwa perubahan yang terjadi pada abad ke-19 media pers kemudian menjadi salah satu sarana untuk memperkenalkan produk-produk 39 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia baru 1500-1900 : dari Emporium Sampai Imperium I, Jakarta : Gramedia, 1993, hal. 363-367. 40 Abdurrachman Surjomiharjo,et. Al., Beberapa Segi Perkembangan Pers di Indonesia, Jakarat : Kompas, 2002, hal. 41 33 perdagangan dan industri, serta sejak awal abad ke-20 menemukan bentuknya sebagai media untuk melaporkan kegiatan lembaga atau organisasi dan juga untuk menyebarkan aspirasi-aspirasinya, sehingga nantinya banyak organisasi sosial, budaya dan politik masyarakat Indonesia yang menggunakan pers sebagai media penyalur aspirasinya. Sebetulnya surat kabar berbahasa Melayu dan berbahasa Jawa sudah terbit sejak pertengahan abad ke-19, meskipun diterbitkan oleh pengusaha Eropa dan Belanda. Sebagai contoh surat kabar Bromartani, yang diterbitkan di Surakarta pada tahun 1855. Koran ini menggunakan bahasa Jawa Kromo rendah. Pemimpinnya adalah C. F. Winter, seorang Indo-Belanda yang lahir di Yogjakarta yang sebelumnya seorang penerjemah bahasa Jawa untuk pemerintah Belanda. 41 Kemudian koran yang berbahasa Melayu, yaitu mingguan Slompret Melayoe diterbitkan sejak 1860 oleh G. c. T. van Drop. Dalam halaman depan Koran tersebut disebutkan : “Soerat Kabar Bahasa Melajoe Rendah”. 42 Selain diterbitkan oleh orang Belanda, surat kabar berbahasa Melayu juga banyak didirikan oleh pengusaha Cina peranakan Tionghoa dan orang-orang Jawa yang kebanyakan adalah anggota organisasi pergerakan politik, sosial dan Islam sejak 1911-1940-an. Sepersti organisasi Serekat Islam, Perserikatan Ulama, Muhammadiyah dan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan Islam. Pers Melayu Tionghoa terbagi atas pers yang diterbitkan untuk kalangan sendiri, untuk kalangan Bumi P[utra dan yang diterbitkan untuk semua golongan. Menurut Nio 41 Ahmat Adam, Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindoneiaan 1885- 1913, Jakarta : Hastamitra, Pustaka Utan Kayu, 2003, hal 27. 42 Ibid, hal. 38-39. 34 Joe Lan, seorang penulis waktu itu, melihat bahwa pers Melayu Tionghoa sebagai cikal bakal pers nasional Indonesia. 43 Latar belakang munculnya pers Melayu Tionghoa selain karena kepentingan ekonomi juga disebabkan banyak warga Tionghoa peranakan yang tidak bisa berbahasa Belanda. 44 Kebanyakan Pers Melayu Tionghoa yang terbit di Batavia menggunakan bahasa Melayu dialek Betawi. Sementara itu organisasi pergerakan nasional dan organisasi sosial budaya kaum Bumi Putra juga mempergunakan bahasa Melayu untuk penerbitannya, selain tentunya bahasa Jawa yang memang menjadi bahasa utama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penggunaan bahasa Melayu dalam pers juga menjadi perhatian E. F. E. Dewes Deker pada tahun 1909, pada waktu itu dia adalah pembantu editor pada Koran Bataviasch Nieuws Blad di Batavia. Dia menilai bahwa kedudukan pers berbahasa Melayu lebih penting daripada pers berbahasa Belanda. Hal ini dikarenakan pers Melayu dapat langsung menarik pembaca mayoritas penduduk pribumi. 45 Beberapa contoh surat kabar Melayu Tionghoa adalah Li Po 1901, Pewarta Soerabaja 1902, Kabar Perniagaan 1902, Warna Warta 1903, dan lain-lain. Sementara itu pers Melayu yang diterbitkan oleh kaum Bumi Putra adalah Medan Prijaji, pada tahun 1907 oleh R.M. Tirtoadisurjo. Seorang pedagang muslim yang sempat mendirikan Serekat Dagang Islam SDI pada Tahun 1905. kemudian dari organisasi Boedi Oetomo BO cabang Surakarta membeli sebuah 43 Abdurrachman Soerjomihardjo, et, al., Berbagai Segi Perkembangan Pers di Indonesia, Jakarta : Kompas, 2002, hal. 42-43. 44 Ibid., hal. 49. 45 Marwati Djoened Poesponegoro, eds., Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta : Balai Pustaka, 1984, hal. 290. 35 surat kabar milik Cina peranakan yaitu Darmokondo Pada tahun 1910 seharga f. 50.000. Koran ini menggunakan bahasa Melayu dan Jawa. 46 Dewes Dekker telah menilai kedudukan pers berbahasa Melayu lebih penting daripada pers Belanda. Karena pers itu langsung dapat menarik pembaca- pembaca pribumi. Dalam waktu yang singkat pers itu dapat meluas ke segala arah, sungguh pun kecepatan perkembangan dipengaruhi oleh pers Belanda dan Melayu- Tionghoa di Indonesia. Pers Belanda itu sendiri telah pula mengalami perjuangan yang panjang untuk tercapainya kebabasan pers. Perkembangan pers bumiputra atau yang berbahasa Melayu menimbulkan pemikiran di kalangan pemerintahan kolonial untuk menerbitkan sendiri surat kabar berbahasa Melayu yang cukup besar dan dengan sumber-sumber pemberitaan yang baik. Ciri-ciri pers berbahasa Melayu ialah lingkungan pembacanya yang dituju atau yang menjadi langganan. Pertama, surat kabar yang berisi berita atau karangan yang jelas hanya golongan keturunan Cina, sepersti terjadi dengan surat kabar yang terbit di Jakarta, Surabaya dan beberapa yang terbit di Semarang. Kedua, surat kabar berbahasa Melayu, yang dibiayai dan dikerjakan oleh orang-orang Cina, namun lingkungan pembacanya terutama ialah penduduk bumiputra. Ketiga, surat kabar yang terutama dibaca oleh kedua golongan itu. Menurut Dowes Dekker, secara krnologis surat kabar berbahasa Melayu yang tertua ialah Bintang Soerabaja 1861. Isinya selalu menentang pemerintah dan berpengaruh di kalangan orang-orang Cina dari partai modern di Jawa Timur. 46 Imas Emilia, Laporan Awal Hasil Penelitian :Islam dan Rasionalisme : Kajian Atas Artikel-Artikel Keislaman Dalam Surat Kabar dan Majalah di Pulau Jawa 1911-1942, Jakarta : Laporan Awal Penelitian, 2006. 36 Lain surat kabar di Surabaya yang senada ialah Pewarta Soerabaja 1902, pembacanya terbanyak ialah golongan Cina. Pemimpin redaksi kedua surat kabar itu masing-masing ialah Courant dan H. Hommer. Dalam pada itu salah satu surat kabar yang terpenting ialah Kabar Perniagaan, yang didirikan oleh persusahaan Cina di Jakarta pada tahun 1902. redaksinya ialah seorang Indonesia dan seorang Cina, yaitu F. D. J. Pangemanan dan Gow Peng Liang. Surat kabar itu mungkin sekali pembacanya tersebar luas di seluruh Jawa dan menyuarakan gerakan-gerakan Cina modern. Di Bogor juga terbit mingguan Ho Po dibawah pimpinan Tan Tjien Kie. Pelopor pers nasional ialah Medan Prijaji waktu itu terbit sebagai mingguan, yang sesuai dengan namanya merupakan golongan priyayi. Pemimpin redaksinya ialah R. M. Tirtoadisuryo. Terbit pada tahun 1907 dan sejak tahun 1910 sebagai harian. Surat kabar yang terpenting di Semarang ialah Warna Warta di bawah pimpnan J. P. H. Pangemanan. Karena seringnya menyerang pemerintah kolonial Belanda, maka redakturnya beberapa kali diadili karena tulisan- tulisannya. Di Bogor sejak tahun 1905 terbit mingguan Tiong Hoa Wie Sin Ho dibawah pimpinan Tan Soei Bing. Di Surakarta terbit Taman Pewarta 1901 dengan Thjie Sian Liang dan mingguan Cina-Melayu Ik Po 1904 di bawah redaksi Tan Soe Djwan. Surat kabar berbahasa Djawa-Melayu Djawi-Hisworo 1905 dipimpin oleh Dirdjoatmodjo. Semarang memiliki surat kabar Slompret Melayoe dipimpin oleh A. Appel, dan Taman Pengajar yang dipimpin oleh seorang guru, Mas Boediardjo. Raden Djojosoediro memimpin Tjahaja Timoer 1907 di Malang. Sutan Raja nan Gadang memimpin Warta Brita di Padang, 37 sedangkan di Sibolga dan Boen Sian memimpin Bintang Pasir 1907. Di Menado J. A. Worotikan memimpin Pewarta Menado, sedangkan di Banjarmasin muncul Pewarta Borneo dengan seorang Indo-Belanda M. Neys sebagai redaktur.

C. Hubungan Organisasi Islam dan Pers Abad 20