25
BAB III ORGANISASI ISLAM DAN PERS ABAD ke-20 DI JAWA
A. Perkembangan Organisasi Islam Abad ke-20 di Jawa
Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern Islam merupakan jawaban yang ditujukan terhadap krisis yang dihadapi umat Islam pada masanya.
Kemunduran progresif Kerajaan Turki Usmani yang merupakan pemangku khalifah Islam, setelah abad ketujuhbelas, telah melahirkan kebangkitan Islam di
kalangan warga Arab di pinggiran imperium itu. Yang terpenting di antaranya adalah gerakan Wahabi, sebuah gerakan reformis puritanis Salafiyah. Gerakan
ini merupakan sarana yang menyiapkan jembatan ke arah pembaharuan Islam abad ke-20 yang lebih bersifat intelektual.
30
Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar kepada gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Bermula dari pembaharuan
pemikiran dan pendidikan Islam di Minangkabau yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia, kebangkitan Islam
semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi sosial dan keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam SDI di Bogor 1909 dan Solo 1911,
Muhammadiyah di Yogyakarta 1912, Persatuan Islam Persis di Bandung 1920-an, Nahdlatul Ulama NU di Surabaya 1926 dan Persatuan Tarbiyah
Islamiyah Perti di Candung, Bukittinggi 1930 : dan partai-partai politik, sepersti Sarekat Islam Indonesia SII yang merupakan kelanjutan dari SDI,
Persatuan Muslimin Indonesia Permi di Padang Panjang 1932 yang merupakan
30
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975, hlm. 25.
26 kelanjutan dan perluasan dari organisasi Pendidikan Thawalib, dan Partai Islam
Indonesia PII pada tahun 1938.
31
Organisasi-organisasi sosial keagaman Islam dan organisasi-organisasi yang didirikan kaum terpelajar baru di atas, menandakan tumbuhnya benih-benih
nasionalisme dalam pengertian modern. Namun kebanyakan anggotanya masing- masing saling berhadapan sebagai dua belah pihak yang – walaupun dalam
banyak hal dapat bekerjasama - seringkali berbeda pendapat.
32
Ada beberapa organisasi Islam yang berdiri pada paroh pertama abad ke- 20 di Jawa. Organisasi yang cukup besar antara lain al-Jam’iyah al-Khairiyah
1905, Sarekat Dagang Islam 1909,Muhammadiyah 1912, al-Irsyad 1915, Persyarikatan Ulama 1917 dan Nahdlatul Ulama yang didirikan pada tahun
1926. Al-Jam’iyah al-Khairiyah yang lebih dikenal dengan nama Jamiat Khair,
didirikan di Jakarta pada tangggal 17 Juli 1905. Ini terbuka untuk setiap Muslim tanpa asal usul, tetapi mayoritas anggota-anggotanya adalah orang-orang Arab.
Anggota-anggota dan pemimpin-pemimpin organisasi ini umumnya terdiri atas orang-orang yang berada, yang memungkinkan penggunaan sebagian waktu
mereka kepada perkembangan struktur organisasi tanpa merugikan usaha pencarian nafkah.
Dua bidang kegiatan sangat diperhatikan oleh organisasi ini. Pertama, pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar. Kedua, pengiriman
31
Baca Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta : LP3ES, 1980.
32
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003, hlm . 257-258.
27 anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan pelajaran. Bidang kedua ini
terhambat oleh kekurangan biaya juga oleh karena kemunduran Khalifah. Pentingnya Jamiat Khair terletak pada kenyataan bahwa ialah yang
memulai organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam dengan anggaran dasar, daftar anggotanya yang tercatat, rapat-rapat berkala dan yang
mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara yang modern kurikulum, kelas-kelas dan pemakaian bangku-bangku, papan tulis dan sebagainya. Ide-ide ini
berkumandang di kota-kota lain tetapi organisasi yang tumbuh di Jakarta seakan membeku, ia cepat merasa puas dengan prestasi yang telah dicapai.
Jamiat Khair tetap merupakan sebuah organisasi kecil. Dimulai kira-kira dengan 70 orang anggota, organisasi ini berkembang sangat lambat. Pada tahun
1915 tercatat kira-kira hanya 1.000 anggota. Pada tahun ini kemundurannya pun kelihatan. Ia tidak dapat lagi mengemukakan bahwa ialah satu-satunya organisasi
dalam kalangan masyarakat Arab ataupun organisasi yang mempunyai ide-ide pambaharuan. Ia tidak dapat menyaingi kegiatan al-Irsyad yang didirikan pada
tahun 1913 oleh anggota-anggota Jamiat Khair yang telah keluar dari organisasi ini.
33
Organisasi Serikat Islam pada awalnya merupakan perkumpulan
pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh R.M. Tirto Adi Suryo pada tahun 1909 dengan tujuan untuk melindungi hak-hak pedagang pribumi Muslim
dari monopoli dagang yang dilakukan untuk pedagang-pedagang besar Tionghoa. Kemudian tahun 1911 di kota Solo, Haji Samanhudi mendirikan organisasi
dengan nama Sarekat Dagang Islam SDI. Tujuan perkumpulan ini adalah untuk
33
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 Jakarta : PT Pustaka LP3ES, cet kedelapan 1996, hal. 69-71.
28 menghimpun para pedagang Islam agar dapat bersaing dengan para pedagang
asing seperti pedagang Tionghoa, India, dan Arab. Mengapa demikian? Karena pada saat itu pedagang-pedagang tersebut lebih maju usahanya daripada pedagang
Indonesia dan keadaan itu sengaja diciptakan oleh Belanda. Adanya perubahan sosial menimbulkan kesadaran kaum pribumi. Sebagai ikatan solidaritas dan
lambang kelompok, perlu ada ideologi gerakan. SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam
dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang
berpengaruh dan akhirnya pada tahun 1912 oleh pimpinannya yang baru yaitu Haji Omar Said Cokroaminoto namanya diubah menjadi Sarekat Islam. Apa
alasan pengubahan nama tersebut? Hal ini dilakukan agar organisasi ini tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik.
Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tetapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan
menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga
menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Pada 18 November 1912 M8 Dzulhijjah 1330 H Persyarikatan
Muhammadiyah didirikan. Sembilan orang pengurus inti yang pertama adalah Ketua: Ahmad Dahlan, Sekretaris: Abdullah Sirat, Anggota: Ahmad, Abdul
Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih. Pada 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu
29 baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81
tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari pemerintah Hindia
Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain
sepersti Srandakan, Wonosari, Imogiri, dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah.
Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan
menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al
Munir, Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah SATF yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam
kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jamaah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-
perkumpulan dan Jamaah-jamaah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda,
Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Taawanu alal birri Taruf bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri,
Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
34
Muhammadiyah agak berbeda dengan Persis yang didirikan pada permulaan tahun1920-an di Bandung. Hal ini tercermin pada sikap para
pendirinya. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah mendapatkan simpati karena
34
http:id.wikipedia.orgwikiGerakan_Muhammadiyah
30 pengertian dan toleransinya terhadap gerakan lain yang tumbuh di Masyarakat.
Hal yang pertama dilakukan oleh Dahlan adalah menumbuhkan minat masyarakat terhadap Islam dan menumbuhkan rasa tanggung jawab serta penuh kebanggaan
sebagai orang Islam.
35
Pendiri-pendiri al-Irsyad kebanyakan adalah pedagang, tetapi guru yang dilihat sebagai tempat menerima fatwa ialah Syaikh Ahmad Soorkatti yang
sebagian besar umurnya dicurahkan bagi penelaahan pengetahuan. Al-Irsyad sendiri menjuruskan perhatian pada bidang pendidikan, terutama pada masyarakat
Arab, maupun pada permasalahan yang timbul di kalangan masyarakat Arab, walaupun orang-orang Indonesia Islam bukan Arab, ada yang menjadi angotanya.
Lambat laun dengan bekerjasama dengan organisasi Islam yang lain, seperti Muhammadiyah dan Persis, organisasi al-Irsyad meluaskan pusat perhatian
mereka kepada persoalan-persoalan yang lebih luas, yang mencakup persoalan Islam umumnya di Indonesia. Ia juga turut serta dalam berbagai kongres al-Islam
pada tahun 1920-an dan bergabung pada Majlis Islam A’la Indonesia ketika federasi ini didirikan pada tahun 1937. Pemuda-pemuda Indonesia asli juga
mempergunakan fasilitas al-Irsyad dalam bidang pendidikan. Sebenarnya al-Irsyad memperhatikan vasilitas dan energi yang lebih besar
dari Jamiat Khair dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Kegairahan besar di kalangan pendukung-pendukung al-Irsyad tercermin pada jumlah uang yang di
sumbang oleh mereka kepada organisasi tersebut. Kalangan masyarakat Arab di kota-kota lain di Jawa segera menyusul inisiatif kawan-kawan mereka di Jakarta
35
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta : LP3ES, 1996, Hal.106-107.
31 dengan mendirikan cabang-cabang al-Irsyad di Cirebon, Bumiayu, Tegal,
Pekalongan, Surabaya dan lawang.
36
Adapun Persarekatan Ulama merupakan organisasi gerakan pembaharuan yang berdiri di Majalengka, Jawa Barat di sekitar 1917. Organisasi ini bergerak di
bidang pendidikan dan ekonomi. Sekolah yang didirikan oleh organisasi ini selain memberikan pelajaran agama juga berbagai ilmu pengetahuan umum dan
keterampilan. Pendirinya Abul Halim, sekalipun berpegang teguh kepada mazhab al-Syafi’i, namun dapat menerima fikiran-fikiran pembaharuan. Bahkan
hubungannya dengan kelompok pembaharu lebih dekat dibandingkan dengan kelompok tradisional. Tradisi bermazhab tampaknya tidak selalu merupakan
penghambat untuk menerima fikiran-fikiran maju.
37
B. Perkembangan Pers Abad ke-20