Hubungan Organisasi Islam dan Pers Abad 20

37 sedangkan di Sibolga dan Boen Sian memimpin Bintang Pasir 1907. Di Menado J. A. Worotikan memimpin Pewarta Menado, sedangkan di Banjarmasin muncul Pewarta Borneo dengan seorang Indo-Belanda M. Neys sebagai redaktur.

C. Hubungan Organisasi Islam dan Pers Abad 20

Kebangkitan organisasi massa Islam yang dipelopori Serekat Islam di Surakarta pada tahun 1911 juga menggunakan surat kabar sebagai salah satu sarana untuk komunikasi di antara anggotanya dan juga menyalurkan aspirasi mereka baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah kolonial. Surat kabar yang dimiliki SI adalah Oetoesan Hindia tahun 1913, yang terbit di Surabaya dengan susunan redaksinya adalah Tjokroaminoto, Abd. Moeis, H. Agus Salim, Wagnjadisastra dan Soejopranoto. Surat kabar SI yang lain adalah Sinar Djawa Semarang, Pantjaran Warta Betawi dan Sarotomo Surakarta. Organisasi sosial keagamaan lainnya seperti Muhammadiyah yang berdiri sejak tahun 1912 juga memiliki beberapa majalah, seperti Mingguan Adil Surakarta dan Papadanging Moehammadijah Surakarta. Sementara di Jawa Barat, khususnya di daerah Cirebon dan Majalengka terbit pers milik organisasi Persjarekatan Oelama yang didirikan oleh K. H. Abdul Halim di Majalengka 1913, yaitu majalah bulanan Asj Sjoero Majalengka, 1934, Soeara Persjarkatan Oelama Majalengka dan Cirebon, 1931 dan Soeara Islam Cirebon, 1921. Selain itu Serekat Islam Cabang Cirebon memiliki organ pers, yaitu surat kabar Fadjar 1921 dan Muhammadiyah cabang memiliki organ pers yaitu Soeara Muhammadiyah 1922. 38 Dengan demikian bisa kita lihat bahwa pentingnya pers sebagai media yang tidak hanya menjadi penyalur berita-berita dan kabar-kabar saja, tetapi pers juga memiliki kamampuan untuk menyebarkan ide-ide dan pengaruh bagi masyarakat pembacanya. Selain itu pers juga merupakan suatu media komunikasi yang terbuka, sehingga siapa saja bisa membacanya. Aliran informasi yang mengalir melalui media pers, menurut sejarawan Sartono Kartodirdjo 47 dapat memiliki potensi membangkitkan kesadaran kolektif, sehingga penggunaan media pers pada akhirnya dapat dipergunakan oleh berbagai kekuatan politik, sosial dan keagamaan sebagai sarana mengaktualisasikan ide-ide dan kondisi-kondisi yang ingin dicapainya. Menurut G. F. Pijpers, 48 salah satu aspek dari gerakan pembaharuan reformisme adalah berpegang teguh kepada dasar Islam tetapi tidak menutupi bagi masuknya ilmu pengetahuan yang sudah muncul pada masa itu. Dengan kata lain diperlukan suatu modernisme dalam Islam dengan mengedepankan pemikiran melalui berbagai sarana dan salah satu sarana terpenting adalah melalui media pers. Kalau dilihat dari sudut pandang pada masa itu, pers dapat dianggap telah membuat revolusi komunikasi, karena telah menggeser atau merubah pola komunikasi tradisional lisan menjadi tertulis dalam bentuk surat kabar atau majalah. Disamping itu media cetak menampilkan sistem komunikasi terbuka, siapa saja bisa membacanya. Sehingga aliran informasi bisa meningkat 47 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah pergerakan nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jakarta : Jilid II, Gramedia, 1990, hal. 113. 48 G. F. Pijpers, Beberapa Studi Tentang Islam di Inonesia 1900-1942, Jakarta : UI Press, 1985, hal.103. 39 intensitasnya, meski saluran itu lebih bersifat satu arah, tetapi lebih mempunyai potensi membangkitkan kesadaran kolektif. 49 Perubahan yang terjadi pada abad ke-19 media pers kemudian menjadi salah satu sarana untuk memperkenalkan produk-produk perdagangan dan industri, serta sejak awal abad ke-20 menemukan bentuknya sebagai media untuk melaporkan kegiatan lembaga atau organisasi dan juga untuk menyebarkan aspirasi-aspirasinya, sehingga nantinya banyak organisasi sosial, budaya dan politik masyarakat Indonesia yang menggunakan pers sebagai media penyalur aspirasinya. Kenyataan media pers yang sangat efektif sebagai penyebarluasan informasi yang bersifat massal, membuat organisasi-organisasi pergerakan termasuk di dalamnya, organisasi keislaman yang menggunakan Koran dan majalah sebagai alat untuk berdakwah dan pencerhan kebudayaan bagi umat Islam. 49 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2, Jakarta : Balai Pustaka, 1990, hal. 113 40 BAB IV RESPONS DAN ULASAN TERHADAP ISU-ISU IJTIHAD DAN TAKLID DALAM PEMBERITAAN BNO DI JAWA

A. Terbentuknya BNO