Penulisan al Qur’an

penulisan al Quran dengan yang lain atau tercampur dalam satu sehingga orang yang membaca akan menduga al Quran. 251 Ibn Hajar menambahkan bahwa larangan tersebut hanya ketika diturunkan al Quran, karena Nabi takut bercampur dengan tulisan yang lain. 252 Dengan demikian larangan ini tidak bersifat umum, artinya Nabi tidak melarang menulis selain al Quran, karena Nabi pernah menyuruh sahabatnya menulis segala sesuatu yang beliau ucapkan. 253 Karena itu setiap ayat ayat al Quran yang diturunkan, beliau perintahkan sahabatnya untuk menulis, sekaligus membimbing mereka dalam meletakkan ayat ini dan ayat yang lain dalam satu surat. Ketiga, bimbingan penulisan al Quran langsung oleh Nabi Saw. Dalam menuliskan al Quran, para sahabat dibimbing langsung Nabi, kadang beliau mengim la’kan bacaan tersebut dan menyuruh sahabat untuk membaca hasil tulisannya. Jika terdapat kesalahan, beliau membenarkannya. Seperti dalam riwayat al Tabrani, Zaid bin Tsabit berkata: Aku menulis wahyu di sisi Rasul dan beliau yang mengimlakan kepadaku, jika aku selesai menulis, beliau berkata: bacalah, maka aku membacanya. Jika terdapat kekeliruan beliau membenarkannya. 254 Dalam riwayat lain, ketika turun ayat + 2 255 Rasulullah memanggil Zaid untuk menulis, kemudian datang ‘Abdullah bin Ummi Maktûm sambil mengadukan sakitnya matanya buta, ia berkata: wahai Rasul bagaimana dengan aku ini. Lalu Allah menurunkan ayat 2 333. 256 Dengan demikian adanya bimbingan penulisan al Quran dari Rasulullah Saw. dan juga tulisan tulisan lain memotivasi sahâbat untuk menuliskan al Quran. Keempat, adanya sarana dan tempat menulis al Quran. Pada masa Nabi, media penulisan al Quran memang masih sederhana, dalam beberapa riwayat, penulisan al Quran ditulis di beberapa hal, yaitu: + + dan . + adalah bentuk plural dari kata + berarti potongan dari 251 Yahyâ bin Syaraf al Nawâwî, 8 O AM, Qâhirah: Dâr al Taqwâ li al Turâts, 2001, cet. ke 1, h. 113. 252 Ibn Hajar, F A, h. 251. 253 Beliau bersabda: ﻖﺣ ﺎﱠﻟِﺇ ﻪﻨِﻣ ﺝﺮﺨﻳ ﺎﻣ ِﻩِﺪﻴِﺑ ﻲِﺴﹾﻔﻧ ﻱِﺬﱠﻟﺍﻮﹶﻓ ﺐﺘﹾﻛﺍ Tulislah, demi dzat yang jiwaku ditangannya, tidaklah keluar darinya kecuali yang benar. Hadis ini diriwayatkan oleh sahâbat ‘Abdullah bin ‘Amar, ia berkata aku selalu menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasul, aku ingin menghafalnya. Lalu orang Quraisy melarangku dan berkata: engkau selalu menulis segala sesuatu dari Rasul, sedangkan beliau adalah manusia biasa yang salah dan suka marah. Kemudian aku memegang kembali tulisan itu dan Rasul memberikan isyarat dengan telunjuknya sambil berkata sebagaimana hadis di atas. Lihat Abû Dâud, 2 h. 318. 254 Al Tabrâni, K h. 142. 255 Q.S. al Nisâ4:95 256 Al Bukhari, K, h. 182 183 kulit kulit binatang, kadang juga terbuat dari kain tenun atau daun. + adalah media yang sering disebutkan dalam hadis. 257 adalah bentuk plural dari kata yang berarti tulang yang lebar, ia adalah asal dari tulang punggung hewan. Menurut al Suyûti, adalah tulang dari unta atau domba. 258 Ketika selesai menuliskan al Quran, Zaid bin Tsâbit berkata: Setelah selesai menuliskan al Quran, aku kumpulkan di dalam kulit kulit binatang, tulang tulang, pelepah kurma dan hati manusia. 259 adalah bentuk plural dari kata artinya pelepah kurma, menurut al Suyûti, para sahabat biasa menggoreskan dalam pelepah dan kulit binatang kemudian menulisnya di tulang yang sangat besar. + adalah bentuk plural dari kata + bermakna potongan kayu kayu yang diletakan dipunggung unta agar dapat ditunggangi. Sedangkan kata adalah bentuk plural dari kata artinya kerikil kerikil batu. Selain yang disebutkan di atas, menurut Ibn Hajar ada media lain yang digunakan yaitu dan . 260 adalah bentuk plural dari kata artinya lembaran lembaran kertas. adalah bentuk plural dari kata artinya helai papan. Sedangkan adalah bentuk plural dari kata artinya engkol pohon yang menetap di batang kurma. 261 Adapun tempat tempat menuliskan al Quran yaitu di dan masjid Nabi yang berseberangan dengan rumahnya. Selain dua tempat ini para sahabat sering menulis di tempat masing masing karena jarak rumah yang berjauhan disamping mereka ingin memiliki catatan pribadi. Tempat tempat tersebut bisa juga digunakan untuk menghafal dan mempelajari al Quran. Menurut Ibn Sa‘ad pada tahun kedua hijriah madrasah madrasah sudah mulai dibuka, ketika Ibnu Ummi Maktûm tiba di Madinah sesudah perang Badr ia tinggal di Dâr al Qurra rumah para pembaca al Quran yaitu milik Makrimah bin Naufal. Rumah ini adalah tempat tinggalnya yang sekaligus dijadikan tempat belajar dan menulis al Quran. Dalam pada itu tidak mustahil ada sekolah sekolah lain. Ibn Mas‘ud berkata: aku belajar dari mulut Rasul Saw. tujuh puluh surat, Zaid bin Tsâbit mempunyai sejenis tas buku yang disimpan di 257 Zaid bin Tsâbit ra. berkata: ﹸﻛﻨ ِﻋ ﺎ ﻨﺪ ﺭ ﺳ ﻮ ِﻝ ِﷲﺍ ﺻ ﹼﻠ ﻋ ﷲﺍ ﻰ ﻴﻠ ﻭ ﻪ ﺳﹼﻠ ﻧ ﻢ ﺆﹼﻟ ﻒ ﹾﻟﺍ ﹸﻘﺮ ِﻣ ﻥﺁ ﻦ ﹶﻗﺮﻟﺍ ﻉﺎ Kami di sisi Rasul menulis al Quran dari 6 + kulit binatang. Lihat Ahmad, K3 h. 185. 258 Al Suyûti, + A h. 207. 259 Al Bukhâri, N h. 98 260 Ibn Hajar, F O3 h. 11. 261 Ibn Hajar, F O3 h. 11. . 262 Menurut M.M. Azami penggunaan kata sebagai pengganti menunjukan bahwa pada saat itu sudah ada tempat tempat belajar untuk anak anak. Di Madinah ketika itu juga sudah ada sembilan masjid yang kemungkinan dipakai sebagai tempat menulis dan mempelajari al Quran. 263 2. Tulisan tulisan al Quran setelah Nabi Saw. meninggal Sahabat Nabi yang memiliki tulisan al Quran berbeda beda, sahabat yang menjadi sekretaris wahyu seperti: ‘Ali bin Abi Talib, Ibn Mas‘ûd, Ubai bin Kaab memiliki tulisan al Quran yang berbeda, mulai dari jumlah suratnya dan ciri cirinya. Pada masa Nabi, tulisan tulisan ini belum berkembang dan menjadi . Beliau membolehkan sahabatnya menulis al Quran untuk pribadi masing masing karena wahyu belum seluruhnya diturunkan disamping mereka diperintahkan berdakwah ditempat yang berbeda beda. Tulisan ‘Aisyah sendiri berbeda, dalam , imam Mâlik meriwayatkan hadis dari Abi Yûnus, ia berkata: Aisyah menyuruhku menulis sebuah mushaf, kemudian ia berkata: jika engkau telah sampai pada ayat 2 +2 2 + berikan aku informasi, setelah sampai menulisnya aku sampaikan, beliau mengimlakan dengan bacaan 2 +2 2 + dia berkata: demikianlah aku mendengar dari Rasulullah Saw. 264 Demikian pula tulisan Hafsah yang ditulis oleh ‘Amar bin Râfi‘, tulisan beliau sama seperti ‘Aisyah. 265 Tulisan ‘Utsmân bin ‘Affan menggabungkan surat al Anfâl dengan Barâah, ketika ditanya Ibn Abbas, ia menjawab: Surat al Anfâl diturunkan pada awal periode Madinah dan ayat ayat terakhir Barâah adalah sebagian akhir al Quran. Dua surat ini memiliki kandungan cerita yang sama sehingga aku mengira satu surat. Tatkala Rasulullah Saw. meninggal beliau tidak menjelaskannya, sehingga aku menggabungkannya dan tidak menulis diantara surat itu. Aku meletakkannya diantara surat surat yang panjang . 266 Muhammad Hadi Marifat dalam Sejarah al Quran menuliskan tentang ciri ciri ‘Ali, yaitu: pertama, ayat ayat dan surah surah tersusun rapi sesuai dengan urutan turunnya, ayat ayat Makkiyah ditulis sebelum Madaniyah. Kedua, tercantum bacaan ayat ayat yang sesuai dengan bacaan Rasul, bacaan yang paling 262 Ahmad, A h. 273. 263 M.M. Azami, 8 , h. 85. 264 Mâlik bin Anas al Asbahi, Qahirah, t.p, 2003 , cet. ke 2, h. 79. 265 Mâlik, h. 79 80. 266 Al Tirmidzi, J, h. 336 337. murni. Dalam mushaf ini tidak ada sama sekali perbedaan bacaan al Quran. Ketiga, ini mengandung dan yang menjelaskan peristiwa serta kondisi ayat turun, penjelasan itu berada di tepi . 267 Namun ini tidak ada, Ibn Sîrin berkata: meski saya sudah berusaha keras mendapatkan itu, tetapi saya tidak berhasil menemukannya. 268 Tulisan ‘ Ibn Mas‘ûd hanya terdiri 111 surat, beliau tidak memasukkan surat dan . 269 Ciri ciri lain, tulisan beliau mengganti sebagian kata untuk menjelaskan maksud ayat. Seperti + 2 diganti + 2 , 270 kadangkala dia menambah lafadz lafadz untuk menjelaskan dan menafsirkan kata dan kalimat. Seperti kata 2 diganti kata kata diganti kata kata diganti dengan kata dalam surat al sâfât37:62. 271 Ubai bin Ka‘ab melatakkan surat al Anfâl setelah Yûnus sebelum Baraah. Tulisan beliau menambah dua surat yaitu al Khal‘u 272 dan al Hafdu 273 , keduanya adalah doa + 2 yang biasa dibaca Rasul di salat subuh. Menurut al Suyûti, riwayat di atas yang diriwayatkan al Tabrâni. Tulisan Ubai juga menyatukan surat al Fîl dengan Quraisy dengan tidak menulis lafaz diantara kedua surat itu. 274 3. Para Sekretaris Wahyu 267 Hadi Marifat, h. 132 133. 268 Al Suyûti, + A, h. 155. 269 ‘Abdullâh bin Mas‘ud tidak mengkategorikan surat sebagai al Quran karena ingin menghindari keberserakan dan kehilangan al Quran dan karena surat ini dibaca berulang ulang, maka dia tidak akan pernah hilang. Dengan kata lain, surat ini adalah pasangan al Quran sehingga tidak termasuk bagiannya. Sedangkan surat menurutnya adalah doa yang dibacakan Rasul kepada Hasanain as. untuk menolak sihir. Setiap kali ‘Abdullah melihat dua surat ini di tulis di dalam ia menghapusnya dan berkata: Janganlah kalian mencampurkan selain al Quran dengan al Quran. Dan beliau tidak pernah membacanya dalam salat. Lihat Ibn Katsîr, J3 h. 225, bandingkan juga al Zarkasyi, ; h. 35. 270 Q.S. al Mâidah6:38, lihat juga al Suyûti, + A h. 97. 271 Al Suyûti, + A h. 53. Riwayat riwayat yang dinisbahkan pada ‘Abdullah bin Mas‘ud tidak bisa dipastikan. Sebagian besar ada politisasi pemalsuan dan perbedaan padanya. Apalagi Ibn Mas‘ud tidak sejalan dengan penguasa ketika itu. Di sisi lain kasus penambahan itu hanya penafsiran dan keterangan dimana para sahabat sering menulis penafsiran dipinggir dan menyebarkan kepada sahabat lain dengan tujuan pengertian dan pesan ayat itu tetap terjaga. Lihat Muhammad Hadi Marifat. h. 141. 272 Surat , yaitu: ِﺑ ﺪـﺒﻌﻧ ﻙﺎﻳﺇ ﻢﻬﹼﻠﻟﺍ ،ﻙﺮﺠﹾﻔﻳ ﻦﻣ ﻙﺮﺘﻧﻭ ﻊﹶﻠﺨﻧﻭ ،ﻙﺮﹸﻔﹾﻜﻧ ﹶﻻﻭ ﻚﻴﹶﻠﻋ ﻲِﻨﹾﺜﻧﻭ ﻙﺮِﻔﻐﺘﺴﻧﻭ ﻚﻨﻴِﻌﺘﺴﻧ ﺎﻧﺇ ﻢﻬﹼﻠﻟﺍ ، ﻢﻴِﺣﺮﻟﺍ ِﻦﻤﺣﺮﻟﺍ ﷲﺍ ِﻢﺴ ﺮﻧ ،ﺪِﻔﺤﻧﻭ ﻰﻌﺴﻧ ﻚﻴﹶﻟِﺇﻭ ﺪﺠﺴﻧﻭ ﻲﹼﻠﺼﻧ ﻚﹶﻟﻭ ﻖِﺤﹾﻠﻣ ِﺭﺎﹼﻔﹸﻜﹾﻟﺎِﺑ ﻚﺑﺍﹶﺬﻋ ﹼﻥِﺇ ﻚﺑﺍﹶﺬﻋ ﻰﺸﺨﻧﻭ ﻚﺘﻤﺣﺭ ﻮﺟ . 273 Surat yaitu; ِﺑ ،ﻚـِﺘﻤﹾﻘﻧ ﻰﺸـﺨﻧﻭ ﻚﺘﻤﺣﺭ ﻮﺟﺮﻧ ،ﺪِﻔﺤﻧﻭ ﻰﻌﺴﻧ ﻚﻴﹶﻟِﺇﻭ ﺪﺠﺴﻧﻭ ﻲﹼﻠﺼﻧ ﻚﹶﻟﻭ ﺪﺒﻌﻧ ﻙﺎﻳِﺇ ﻢﻬﹼﻠﻟﺍ ، ﻢﻴِﺣﺮﻟﺍ ِﻦﻤﺣﺮﻟﺍ ﷲﺍ ِﻢﺴ ﹼﻥﺇ ﻖِﺤﹾﻠﻣ ﻦﻳِﺮِﻓﺎﹶﻜﹾﻟﺎِﺑ ﻚﺑﺍﹶﺬﻋ . 274 Al Suyûti, + A h. 77. Sahabat sahabat yang menjadi sekretaris wahyu banyak sekali. Menurut M.M. Azami jumlah mereka sebanyak lima puluh orang. 275 Mereka ada yang bersifat sementara, ada juga yang menjadi sekretaris tetap. Mereka itu adalah: ‘Ali bin Abi Tâlib, Zaid bin Tsâbit, dan ‘Ubai bin Kaab, para penulis wahyu lainnya berada di tingkat setelah mereka. ‘Ali Adalah sepupu beliau yang ditugaskan menulis wahyu sejak di Makkah sampai beliau wafat, Rasulullah sendiri yang menyuruh ‘Ali untuk mencatat setiap wahyu yang turun agar al Quran tidak jauh darinya. Sedangkan di Madinah, Zaid bin Tsâbit dan ‘Ubai bin Ka‘ab adalah penulis yang inti. Di Madinah Zaid memiliki rumah yang letaknya bersebelahan dengan rumah Rasulullah Saw. sehingga setiap wahyu turun beliau biasa memanggilnya untuk mencatat. ‘Ubai bin Ka‘ab adalah sahâbat yang mampu menulis sejak zaman jahiliyah, menurut Ibn ‘Abd al Barr: ‘Ubai adalah orang pertama di Madinah sebagai penulis wahyu, dialah orang menerima al Quran secara sempurna dari Nabi Saw. dan hadir dalam pemaparan al Quran yang terakhir. Oleh kerena itu ia dijadikan ketua kelompok pada masa Utsmân bin ‘Affân untuk mengkodifikasikan al Quran, setiap ada permasalahan yang berten tangan maka dapat diselesaikan olehnya. 276 Rasulullah sengaja menunjuk para pemuda yang memiliki kemampuan dan motifasi dalam menulis al Quran, karena selain memiliki kecerdasan juga tempat tinggal mereka berdekatan dengan rumah Nabi, sehingga faktor ini sangat memudahkan beliau untuk mencatat wahyu. Sahâbat sahâbat lain banyak juga yang menulis wahyu seperti Abû Bakar, ‘Umar bin al Khattâb, Utsmân bin ‘Affân, Muawiyah bin Abi Sufyân, Abû ‘Ubadah bin al Jarrâh, Zaid bin Arqâm, Talhah bin ‘Ubaidillah, Yazid bin Abi Sufyân, dan lain lain. Selain yang disebutkan, Rasul Saw. memiliki sekretaris pribadi untuk mencatat surat surat, perjanjian dan perdamaian seperti ‘Ali bin Abi Talib, ‘Abdullah bin Arqam, Zubair bin Awwam, Khalid bin Aban, Hanzalah Usaidi, ‘Ala bin Hadrami, Abdullah bin Rawahah, Muhammad bin Muslimah, ‘Amr bin al ‘Ash dan Syuarahbil bin Hasanah. 277 Menurut al Wâqidi ketika Islam muncul dikalangan Quraisy hanya ada tujuh belas orang yang menulis wahyu, mereka adalah: Abû Bakar al Siddîq, ‘Ali bin Abi Tâlib, ‘Umar bin Khatâb, Utsmân bin Affân, Abû Ubaidah bin Jarrah, Talhah bin Ubaidillah, Yazîd bin Abî Sufyân, Abû Huzaifah bin Utbah bin Rabi‘ah, Hatib bin 275 M.M. Azami, 8 h. 87 88. 276 Ibn ‘Abd al Barr, A Beirut: Dâr Hasyiah, t.t, h. 50 51. 277 Hadi Marifat, h. 37. Amr, Abû Salamah bin ‘Abdul Asad al Makhzumi, Abân bin Sa‘îd bin ‘Ash bin Umayyah, ‘Abdullâh bin Sa‘ad bin Abi Sarah, Huwaitib bin Abdul Uzza, Abu Sufyân bin Harb, Mu‘awiyah bin Abi Sufyân, dan Juhaim bin Abî Silt. 278 Sementara itu dari kalangan wanita yang menulis di awal Islam adalah: Ummu Kultsûm bin Uqbâh, Karimah binti Miqdad dan Syifa binti Abdullah. Atas perintah Nabi, Syifa mengajarkan Hafsah ilmu tulis dan setelah itu hafsah masuk golongan penulis wahyu. Sedangkan ‘Aisyah dan 6Ummu Salamah termasuk yang mampu membaca saja. 279 Sedangkan di Madinah yang menulis wahyu adalah: Zaid bin Tsâbit, Ubai bin Kaab, Rafi bin Mâlik, Usaid bin Hudhair, Ma‘an bin ‘Adi, Basyir bin Sa‘ad, Sa‘ad bin Rabi, Aus bin Khiwalla dan ‘Abdullah bin Ubai. 280 Zaid bin Tsâbit adalah seorang pemuda sekaligus tetangga Nabi di Madinah, setiap ayat yang turun Nabi selalu memanggilnya dan menyuruh untuk menulis. Selain itu Zaid menguasai bahasa Ibrâni, sahabat ada yang menguasai bahasa ini selain Zaid seperti Sa‘d bin Ubadah, Mundzir bin Amr dan Ubai bin Ka‘b. Menurut Ibnu ‘Abd al Barr, Ubai bin Ka‘ab adalah orang pertama yang bertugas menulis wahyu. Dia juga orang pertama yang menulis akhir surat, dia menerima al Quran secara sempurna dari Rasulullah Saw. dan hadir dalam penyam paian wahyu terakhir. 281 Menurut Ibn Atsîr, sahabat yang selalu hadir dalam penulisan wahyu adalah: Abdullah bin Arqâm al Zuhri, ‘Abdullah bin Masûd, Zubair bin Awwam, Khalid bin Abban, dua putra Said bin Ash, Hanzalah Usaidi, ‘Ala bin Hadrami, Khalid bin Walid, Abdullah bin Rawahah, Muhammad bin Muslimah, Mughirah bin Syubah, Amar bin Ash, Muawiyah bin Abi Sufyan, JahmJuhaim bin Shilt, Ma‘aqib bin Abi Fatimah dan Syurahbil bin Hasanah. 282 Penulis wahyu merupakan orang orang pilihan Nabi, mereka juga memiliki kemampuan tulis menulis, sehingga kebanyakan mereka pemuda. Nabi menunjuk mereka karena memiliki kemampuan dan tenaga yang handal disamping memiliki kecakapan. Dengan demikian hal ini sangat memudahkan beliau untuk mencatat al Qur’an disamping mobilitas kegiatan yang tinggi dalam mengamban dakwah islam. 278 Abul Hasan al Baladzuri, F 2 , Qâhirah, Dâr al Ulum, 1901, h. 457 460. 279 Al Baladzuri, F 2 , h. 460. 280 al Baladzuri, F 2 , h. 460. 281 Ibnu ‘Abd al Barr, A h. 50. 282 Ibn Al Atsîr, = A Beirut, Dar al Kutub, t.t, h.50.

E. Kaidah kaidah Umum Menghafal al Qur’an

Kaidah berasal dari bahasa arab + bentuk pluralnya + artinya dasar atau asal sesuatu yang dijadikan patokan atau sandaran, menurut al Zajjâj, + adalah tiang tiang bangunan yang dijadikan patokan. 283 Dalam kajian 2 al Quran kaidah diartikan dengan yaitu suatu hukum universalumum yang dapat diketahui darinya hukum hukum . 284 Jika dikaitkan dengan menghafal al Quran dapat diartikan dengan teori teori umum yang dijadikan patokan bagi para penghafal al Quran dalam menghafal dan melekatkan hafalannya. Kaidah kaidah ini merupakan pengalaman dan para penghafal setelahnya yang bersumber dari al Quran, hadis dan pengalaman mereka. 285 Berikut dipaparkan kaidah kaidah menghafal al Quran. 1. Niat yang ikhlas adalah sumber + dan keberhasilan dalam menghafal Niat adalah sumber diterima dan suksesnya perbuatan, Rasul menegaskan bahwa sesungguhnya diterimanya amal, tergantung niatnya. 286 Ikhlas berasal dari kata ia berasal dari , yang secara bahasa bermakna penyelamatan atau pembebasan. 287 Orang yang ikhlas adalah orang yang dipilih Allah Swt. untuk dibersihkan hatinya dari kotoran kotoran. Ikhlas berarti mengesakan Allah Swt. dalam 283 Ibn Manzûr, 7 h. 357. 284 Khâlid ibn ‘Utsmân al Sabt, 9 B A t. tp., Dâr Ibn ‘Affân, 1997, hal. 23. 285 Kaidah kaidah menghafal al Quran adalah suatu aturan baku menghafal al Quran yang ideal. Tentunya kaidah kaidah ini berdasar pengalaman para huffaz di masa Rasul, sahabat dan generasi setelahnya secara umum, dengan demikian kaidah kaidah ini bersifat . Kaidah kaidah ini banyak sekali, penulis hanya meringkas sebelas kaidah yang paling umum digunakan. 286 Al Bukhâri, A, h. 4. 287 Ibn Manzûr, 7 I h. 26 menjalankan ketaatan dan menjadikan hal itu sebagai tujuan melaksanakan perbuatan untuk mendekatkan diri pada Nya dan itu tidak akan sempurna tanpa ketulusan, kesabaran dan + . 288 Para ulama dalam menyusun kitab, selalu menempatkan kajian ikhlas pada awal pembahasan, ini tidak lain karena ikhlas merupakan sumber perbuatan diterima atau tidak, sebagaimana dalam surat al Bayyinah98 ayat 5. 289 Untuk melihat indikator keikhlasan menurut imam ‘Ali bin Abî Talib ada tiga hal: pertama, dia selalu malas jika melakukan suatu hal seorang diri. Kedua, dia selalu bersemangat jika melakukan amal dengan orang lain. Dan ketiga, dia bersemangat melakukan amal jika diberikan pujian orang lain. 290 Dalam menghafal al Quran penting sekali menumbuhkan keikhlasan, karena yang akan dihafal bukan sembarang bacaan, tulisan dan firman. Dia adalah al Quran kitab suci yang sangat mulia di bumi dan langit bahkan di alam semesta ini tidak ada yang menandinginya. Karena itu keberhasilan menghafal sangat bergantung pada sejauhmana keikhlasan seorang kepada Allah Swt. Ibn ‘Abbâs berkata: sesungguhnya kemampuan seorang dalam menghafal al Quran tergantung niatnya. 291 Orang yang menghafal al Quran diniatkan bukan kepada Allah tetapi karena ingin mencari dunia, , bangga dan sombong, , maka dia tidak akan mendapat sedikitpun pahala atas apa yang dilakukan, bahkan dia diancam masuk Neraka. Rasulullah Saw. sangat mengecam orang yang menghafal al Quran karena ingin mencari dunia dan ingin diperhatikan manusia. Beliau bersabda: Orang yang pertama kali akan diadili pada hari kiamat adalah orang yang mempelajari ilmu kemudian mengajarkannya, dan orang yang membaca al Quran kemudian menghafalkannya, kemudian diperlihatkan nikmat nikmat Nya kepadanya. Dia pun mengetahuinya. Maka Allah Swt. akan bertanya, apa yang telah engkau kerjakan dengannya?, dia menjawab, Aku telah belajar suatu ilmu demi engkau dan aku telah mengajarkannya. Aku juga telah mengajarkan al Quran. Dia menjawab, Engkau berbohong, engkau mempelajarinya semata mata ingin 288 Al Qusyairi, 6 , Dimasq, Dâr al Khair, 1991, h. 207. 289 Allah Swt. berfirman: ﹶﺓﺎﹶﻛﺰﻟﺍ ﺍﻮﺗﺆﻳﻭ ﹶﺓﺎﹶﻠﺼﻟﺍ ﺍﻮﻤﻴِﻘﻳﻭ َﺀﺎﹶﻔﻨﺣ ﻦﻳﺪﻟﺍ ﻪﹶﻟ ﲔِﺼِﻠﺨﻣ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺍﻭﺪﺒﻌﻴِﻟ ﺎﱠﻟِﺇ ﺍﻭﺮِﻣﹸﺃ ﺎﻣﻭ ... Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat... Q.S. al Bayyinah98:5 290 Muhyiddîn al Ghazâli, = 2 Beirut: Dâr al Fikr, 1995, h. 396. 291 Al Nawâwi, Jaddah: al Haramain, t.t, h. 64. dikatakan seorang , kemudian diperintahkan untuk menyeret wajahnya hingga terlempar ke neraka. 292 Seorang yang menghafal al Quran disertai keikhlasan pada Allah, dia akan meraih puncak kebahagiaan tertinggi yang tidak ada bandingannya di dunia ini. Dia juga pasti akan mendapat jaminan dari Allah Swt. akan kemudahan menghafal dan menjaga setiap waktu. Dalam menjaga keikhlasan, memang dibutuhkan sikap kontinuitas atau + , karena seorang yang awalnya sudah baik, mulia, dan terpuji dengan menghafal al Quran, Allah pasti akan mengujinya dengan berbagai cobaan sesuai tingkat umur dan keimanan seorang. Untuk menumbuhkan keikhlasan dalam menghafal al Quran paling tidak harus memperhatikan beberapa hal; pertama, kokohkan niat menghafal yang kuat dengan amal amal sâlih seperti salat, doa, zikir, dan ibadah lain lain. Kedua, selalu memperbarui niat apalagi di saat saat lalai, karena menghafal al Quran kadang jenuh atau sibuk dengan aktifitas lain sehingga melupakan . Ketiga, memahami kemuliaan ayat yang dihafal dan berusaha mengamalkannya secara dinamis dalam kehidupan sehari hari. Keempat, menjauhkan dari kesibukan dunia yang melalaikan hafalan al Quran, Kelima, beribadah dan berdoa kepada Allah dengan khusyu agar dijadikan seorang yang + dalam al Quran. Namun, untuk menumbuhkan keikhlasan pada seorang anak kadang harus dipaksa, di keraskan atau bahkan menggunakan fisik yang wajar. Karena pertama kali yang perlu ditumbuhkan mereka adalah rasa cinta pada al Quran sebagai modal awal untuk menumbuhkan keikhlasan di kemudian hari. Para dahulu selalu mengajarkan anak anak mereka berbuat ikhlas sejak dini dan mereka menanamkan hal itu pada diri anak anak mereka agar mereka tumbuh menjadi anak yang mengenal ikhlas dan mengetahui pengawasan Allah Swt. dalam setiap perbuatannya. 293 Dengan niat yang ikhlas yang tulus ini akan menumbuhkan sifat kesabaran dan kepasrahan pada hukum hukum Allah, sabar sangat penting sekali dalam menghafal. Sabar berasal dari kata artinya menahan, sabar berarti menahan diri atas segala sesuatu yang diharamkan Allah Swt. dan yang dibolehkan Nya ketika berlebihan. Sifat sabar sangat penting sekali dalam menghafal al Quran, bahkan sebenarnya sifat ini merupakan sebuah kewajiban dalam menjaga hafalan. Karena al 292 Muslim, h. 47, dan al Tirmidzi, J, h. 19. 293 ‘Ablah Jawwad al Harsyi terjemah: M. Agus Saifuddin, Jakarta: al Hikmah, 2006, cet. ke 1, h. 29. Quran menuntut seorang untuk sabar, sabar dalam menghafal al Quran terdiri atas beberapa hal: pertama, sabar dalam memulai hafalan ayat ayat yang baru, kedua, sabar dalam menjaga hafalan dan . Ketiga, sabar dalam mengulangi ayat ayat 3 Rasulullah Saw. selalu menyuruh sahabat untuk membaca al Quran dan menjaganya dari lupa, karena menjaga hafalan al Quran itu lebih sulit dan cepat hilang dari unta yang diikat dalam cancangnya, karenanya sabar merupakan kunci keberhasilan menghafal. 2. Usia muda lebih utama dan mudah dalam menghafal. Pada dasarnya tidak ada batasan awal seorang anak memulai menghafal al Quran, karena sejak dalam kandungan ibunya, ia sangat dianjurkan mendengarkan bacaan al Quran agar terbiasa ketika lahir. Namun menurut pendapat yang umum yaitu mulai umur lima tahun, walaupun umur tiga dan empat tahun dibolehkan, dengan menggunakan media belajar seperti tulisan al Quran dan gambar gambar berwarna yang besar dan menarik. 294 Imam al Bukhâri menulis bab dalam F - dan mengutip hadis dari Ibn 6Abbâs dalam mempelajari al Quran. Ia berkata: Rasulullah Saw. meninggal, sedang umur saya sepuluh tahun saya telah membaca surat surat . 295 Diantara hikmah mempelajari al Quran di usia anak anak adalah kemudahan menghafalnya bagaikan mengukir di atas batu, sebagaimana perkataan ulama H + G “hafalan anak kecil bagaikan mengukir di atas batu. 296 Di sisi lain hafalan di usia balita akan menjadikan al Quran itu menyatu dalam darah dan daging anak sampai ia dewasa. Ini menunjukan bahwa daya hafalan di waktu kecil begitu kuat dan melakat bagaikan darah daging, karena belum tercemar oleh pengaruh pengaruh dan dosa dosa kemaksiatan. 297 Menurut Yusûf al Qardâwi menghafal al Quran diwaktu kecil penting sekali, karena seseorang akan menimba benih benih ilmu ilmu Allah yang lain seperti tafsir, hadis, fiqh, ushul fiqh dan lainnya di waktu ia dewasa. 298 Salah satu keutamaan menghafal al Qur’an diwaktu 294 Al Ghaitsâni, Dimasq: Dâr al Ghaitsâni, 2001, cet. 4, h. 41. 295 Al Bukhâri, h. 2086 296 Al Dzahabi 8 K Beirut: Muassasah al Risalah, 1413, h. 275. 297 Rasulullah Saw. bersabda: ﻣ ﻦ ﺗﻌ ﹼﻠﻢ ﹾﻟﺍ ﹸﻘﺮ ﻥﺁ ﻭ ﻫ ﻮ ﹶﻓِﺘ ﻲ ﻦﺴﻟﺍ ﹶﺃ ﺧ ﹶﻠﹶﻄ ﻪ ﷲﺍ ِﺑﹶﻠ ﺤ ِﻤِﻪ ﻭ ﺩِﻣ ِﻪ Siapa yang mempelajari al Quran di usia kecil, Allah akan mencampurkan dengan daging dan darahnya. Lihat al Bukhâri, Beirut: Dâr al Fikr, t.t, h. 94. 298 Memang ada sebagian pakar pendidikan yang mengkritik menghapal al Quran untuk anak anak, karena ia menghapalnya tanpa pemahaman, namun kaidah ini tidak boleh diaplikasikan bagi al Quran, karena para peneliti mengatakan tidak mengapa seorang anak menghapal al Quran pada masa