Keluarga bahagia menurut Eko adalah keluarga yang anggotanya lengkap seorang suami, istri dan anak, makan bersama minimal saat makan malam, mengingat
beliua harus berangkat pada pagi hari dan harus pulang pada malam hari, sholat berjamaah minimal magrib, isya dan subuh.
Rasa tanggung jawab sebagai kepala keluarga serta rasa kasih saying pada buah hatinya membuat Eko tidak mudah menerima kenyataan harus bercerai. Sebelum
terjadinya perceraian Eko telah mempertahankan keutuhan rumah tangganya dengan cara mencoba berunding dengan Ata, berunding dengan kelularga kedua belah pihak, namun
akhirnya titik terang tidak pernah ditemukan. Secara ekonomi Eko yang mempunyai toko grosir pakaian yang cukup besar
dipasar Air Batu dengan empat orang karyawan tidaklah berat untuk menghidupi tiga orang anaknya, namun beliau mersa cukup berat untuk memberi kasih sayang dan
perhatian yang meksimal untuk ketiga buah hatinya. Diakhir wawancara dengan Eko yang mempunyai latar belakang ekonomi dan
mendapat gelar sarjana ekonomi dari salah satu perguruan tinggi di Medan, yang ketika menikah dengan Ata sudah merasa siap secara mental usia, psikologis maupun ekonomis.
Menjaga keutuhan perkawinan adalah tanggung jawab berdua jangan sampai terjadi perceraian karena yang menjadi korban adlah darah daging anda sendiri.
4.2.3 Ita
Ita, 29 seorang janda dengan seorang anak bernama Ica 2, mempunyai latar belakang pendidikan D-III Keuangan, disalah satu Universitas Negeri di Medan dan
sekarang bekerja di salah satu Bank Pemerintah di Kecamatan Air Batu, menikah ketika
Universitas Sumatera Utara
bermur 25 tahun dengan seorang pria bernama Wili. Wili yang keseharianya bekerja sebagi kontraktor menukahi Ita awal tahun 2004. dua tahun kemudian tepatnya
pertenngahan tahun 2006 Ita melayangkan gugatan cerai terhadp suaminya di Pengadilan Agama Kabupaten Asahan, dan tiga bulan kemudian Pengadilan Agama Kabupaten
Aasahan mengabulkan gugatan cerai tersebut dan hak asuh anak semata wayang mereka yang masih berusia dibawah umur jatuh ketangan Ita.
Sebelum menikah dengan Wili Ita sangat mengimpikan mempunyai keluarga bahagia, sepertri ungkapannya dalam wawancara dengan penulis, “sebelum menikah
dengan dia Wili saya mempunyai segudang impian tentang keluarga bahagia dan yakin dengan hal itu bias di wujudkan dengan dia, karena dia orang yang baik benar dan
mempunyai kehidipan yang financial yang bagus untuk seorang suami”. Wili pria yang 5 tahun menjalin hubungan asmara dengan Ita sebelum terjadinya
pernikahan di mata Ita merupakan sosok pria yang sangat ideal dan sesuai dengan kriterianya, walaupun penilaian itu ahirnya membuat Ita merasa tertipu dan sangat
kecewa terhadap Wili. Berdasarkan penuturan Ita dalam wawancara, enam bulan menikah satu persatu
sikap buruk Wili yang selama ini ditutup-tutupi mulai terbongkar, Ita yang begitu kecewa dan merasa tertipu masih mencoba mempertahankan hubungan rumah tangganya dengan
cara membicarakannya baik-baik dengan Wili dan keluarga kedua belah pihak, kemudian mereka sepakat untuk pisah rumah dengan tujuan saling intropeksi diri dan menyadari
kesalahan masing-masing. Pisah rumah dengan tujuan menenangkan diri sekaligus intropeksi diri yang
merupakan alternative terahir telah menjalani selama lebih kurang enam bulan, dan
Universitas Sumatera Utara
hasilnya tetap tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ita yang begitu berat untuk bercerai karena mempertimbangkan masa depan anak semata wayang mereka, akhirnya tidak
tahan juga karena Wili masih tidak mempunyai iktikat baik dan kesungguhan untuk berubah, atas kejadian inilah Ita bersikeras untuk menggugat cerai suaminya.
Perceraian dengan Wili tidak membuat wanita berdarah batak itu terpuruk, bagi Ita perceraian bukan hal yang memalukan, bukan beban, dan juga bukan hal yang perlu
ditangisi, buat apa sebuah pernikahan dipertahankan kalau memang kita sudah tidak mendapatkan kenyamanan lagi, tujuan pernikahan menurut saya adalah saling mengerti
peran dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing, saling jujur, melindungi dan menyayangi bukan saling menyakiti dan saliang membohongi.
Ketika di singgung tentang maraknya penomena kawin cerai dengan antusias Ita menjawab” menikah itu sekaligus kewajiban bagi orang yang sudah mencapai usia
pernikahan sesuai Undang-undang dan juga mempunyai kesanggupan untuk menikah, mendapat kenyamanan juga hak atau dambaan setiap orang yang berumah tangga, jika
kenyamanan dalam rumah tangga tidak didapat lagi berarti tujuan pernikahan itu sudak tidak jelas lagi.
4.2.4 Ira