Perceraian juga merupakan perpisahan yang pahit antara pasangan suami istri yang bias saja berakibat negative bagi setiap individu, keluarga ataupun masyarakat yang ada di
sekelilingnya.
Filosofi Inggris mengatakan: sekiranya undang-undang mengharuskan suami istri untuk tidak bercerai seperti ada apa-apa, maka sudah barang tentu kekesalan
makan hati keduanya, dan masing-masing ingin membalas dan berusaha menyelesaikan dengan cara apapun yang memungkinkan. Kadang-kadang yang salah satunya
meremehkan yang lain dan mencari kesenagan hidup orang lain. Sekiranya salah satu suami istri memberi isyarat kepada yang lain saat perkawinan antara keduanya maka hal
ini suatu hal yang tidak mungkin bertentangan dengan fitrah dan menympang hikmah. Kalau ini dapat terjadi antara dua anak muda yang saling mencintai berarti keduanya
tertipu oleh perasaan anak-anak muda, sehingga mengira bahwa tiada perpisahan sesudah pertemuan dan tiada benci sesudah cinta Ibrahim, 1991: 45.
Maraknya penomena penomena kawin cerai dan banyaknya hal yang ditimbulkan
akibat terjadinya perceraian setelah membina rumah tangga menjadi topic yang sering diperbincangkan dalam masyarakat yang kemudian di perbincangkan dalam masyarakat
yang kemudian menghasilkan persepsi dan o[pini yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya dalam masyarakat. Hal ini membuat penulis tertarik untuk
meneliti bagaimana persepsi masyarakat terhadap kawin cerai.
1.2. Perumusan Masalah
perumusan masalah merupaka langkah yang pentinguntuk membatasi masalah yang diteliti Nazir 1988:133. Untuk itu dalam perumusan masalah ini perlu dibatasi
masalahnya sehingga menjadi suatu permasalahan pokok, yang nantinya dapat lebih mengarahkan penelitian ini. Maslah juga merupakan bagia yang terpenting karena tanpa
masalah tidak akan dilakukan penelitian, dan masalah merupakan pokok dari suatu penelitian,. Berdasarkan latar belakng diatas maka adapun perumusan maslah dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini adalah: Bagaimana Persepsi Masyarakat Dusun II Desa Sei Alim Ulu Terhadap Kawin Cerai.
1.3. Tujuan Penelitian
tujuan penelitian ini diharapkan untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti, adapun tujuan penulis dalam melaksakan penelitian ini
adalah untuk mengetahui Persepsi Masyarakat Dusun II Kecamatan Sei Alim Ulu Kabupaten Asahan terhadap maraknya fenomena kawin cerai yang terjadi di masyarakat.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan bermanfaat dalam hal: 1.
Secara teoritis, penelitian diharapkan dapat memberikan suatu contoh gambaran yang jelas dan nyata tentang pendapat masyrakat terhadap kawin cerai sekaligus
memberi masukan bagi masyaraikat terhadap kawin cerai sekaligus memberi masukan bagi pihak-pihak terkait khususnya bagi pihak pemberdayaan masyrakat
agar menjadikan hasil kajian persepsi masyrakat terhadap kawin cerai sebagai solusi untuk meminimalisir terjadinya kawin cerai pada masyrakat.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur kajian
terhadap perkembangan ilmu kesejahteraan sosial khususnya kajian yang berhubungan dengan kawin cerai sekaligus menjadi acuan bagi peneliti
berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Persepsi
Persepsi pada dasrnya adalah proses kognitif yang dialami seseorang dalam memahami informasi tentang dunia atau lingkungan melalui penglihatan, penghayatan
dan lain-lain. Persepsi setiap orang itu berbeda karena sebagai mahkluk individu setiap manusia memilki pandangan yang berbeda sesuai dengan tingkat pengetahuan dan
pemahamannya. Bertambah tinggi pengetahuan dan pemahaman seseorang pada objek yang di
persepsi maka baik pula bentuk persepsi orang tersebut terhadap objek. Persepsi juga merupakan suatu proses pemahaman terhdapa apa yang terjadi dilingkungan orang yang
sedang berpersepsi. Hubungan antara lingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya adalah hubungan timabal balik saling terkait dan saling mempengaruhi.
Beberapa pengertian persepsi yang diberikan oleh para ahli: Willliem James dalam Isbandi Rukminto Adi 1994:105 menyatakan bahwa
persepsi adalah terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh panca indera dari pengalaman ingatan memori kita dan diolah kemabali
berdasrkan pengalaman yang kita miliki. Sarlito Wirawan 1995: 77 menyatakan bahwa persepsi merupakan hasil
hubungan antar manusia dengan lingkungan kemudian diproses dalam alam kesadaran kognbisi yang dipengaruhi memori tentang pengalaman tentang masa lampau, minat,
sikaf, intelegensi, dimana hasil penelitian terhadap apa yang diinderakan akan mempengaruhi tingkah laku.
Universitas Sumatera Utara
Soemanto 1990: 23 menyatakan bahwa persepsi adalah merupakan bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengalaman. Ada Tiga faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang: 1.
Diri orang yang bersangkutan Apabila seseorang melihat dan berusaha memberikan interfretasi tentang apa yang
dilihat itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.
2. Sasaran persepsi tersebut
Sasaran persepsi tersebut bisa berupa orang, benda ataupun peristiwa. Sifat- sifatnya biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang melihatnya, dengan kata
lain gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan ciri-ciri lain sasaran persepsi turut menentukan cara pandang melihatnya.
3. Faktor stuasi
Persepsi dilihat secara kontekstual yang dalam stuasi mana persepsi itu timbul, perlu pula mendapat perhatian. Stuasi merupakan faktor yang turut berpesan
dalam penumbuhan persepsi seseorang Wirawan 1991: 4
Pengertian Masyarakat
Beberapa orang sarjana telah mendefenisikan masyrakat, diantaranya: Mac Iver dan Page menyatakan bahwa masyrakat adalah suatu sistem dari
kebiasaan dan tata cara wewenang dan keja sama antara berbagai kelompok dan golongan dari pengawasan tingkah laku serta pembebasan manusia. Keseluruhan yang selalu
Universitas Sumatera Utara
berubah ini kita namnakan masyrakat. Masyrakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyrakat selalu berubah.
Selo Sumardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Perkawinan Ketentuan Hukum Perkawinan di Indonesia
Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspek. Dalam aspek agama jelaslah terdapat dua kelompok besar yakni agama samawi yaitu Islam, Kristen
dan Katolik, dan non samawi yaitu Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan lainnya. Keseluruhan agama tersebut memiliki tata aturan sendiri-sendiri baik secara vertikal
maupun secara horizontal, termasuk didalamnya tata cra perkawinan. Hukum perkawinan yang berlaku bagi tiap-tiap agama tersebut antar satu sama
dengan agama yang lain, terdapat perbedaan akan tetapi tidak saling bertentangan. Bagi suatu negara dan bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undang-
undang Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai
golongan dalam masyrakat kita Sudarsono, 1991: 6. Adapun di Indonesia telah mengatur tentang perkawinan yang secara otentik diatur dalam Undang-undang no 1
tahun 1974. Makna perkawinan sendiri menurut KUH Perdata adalah suatu persekutuan
seorang laki-laki dan seorang permpuan yang diakui oleh Undang-undang Hukum Perdata dengan tujuan menyelenggarakan tujuan hidup secara pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Secara otentik hukum perkawinan telah mengatur tentang dasar perkawianan yang terdiri dari:
1. Dalam Bab I Pasal 1 No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentruk rumag tangga keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. 2.
Adapun yang menyangkut sahnya perkawinan dan pencatatan ditentukan bahwa: a.
Perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
b. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Ketntuan ini dimuat dalam Pasal 2 Undang-undang no 1 tahun 1974.
Prinsip-prinsip atau azas-azas atau tercantum dalam undang-undang ini adalah: a.
tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing
agar dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan material.
b. dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa satu perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan
yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
c. Undang-undang ini menganut azs monogami, hanya apabila dikehendaki oleh
yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengijinkan seorang suami dapat beristri lebih dari satu orang.
d. Undang-undang ini menganut bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa
raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian.
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia kekal
sejahtera, maka Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan
tertentu serta dilakukan didepan sidang pengadilan. f.
Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun pergaulan masyrakat, sehingga dengan
demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama.
Pencatatan tiap-tiap perkawianan sama halnya dengan pencatatan peristiwa- peristiwa penting dalam kehidupan seseorang misalnya kelahiran, kematian, dalam surat-
surat keterangan suatu akte yang dimuat dalam daftar pencatatan. Disamping berlakunya undang-undang no 1 tahun 1974 yang ditetapkan oleh
pemerintah serta adanya lembaga-lembaga perkawinan yang telah ditetapkan berbgai hukum perkawinan lainnya berlaku bai berbagai masyrakat di berbagai daerah dan
golongan, : a.
Bagi orang-orang asli Indonesia yang beragama islam berelaku hukum agama. b.
Bagi orang-orang Indonesia lainnya berlaku hukum adat.
Universitas Sumatera Utara
c. Bagi orang Indonesia asli yang beragam keristen berlaku Hueliksordonantie
Kristen Indonesia S, 1933 no. 740 d.
Bagi orang timur asing dan Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan.
e. Bagi orang Timur asing lainnya dan warganegara Indonesia tersebut berlaku
hukum adat mereka. f.
Bagi orang Eropa dan Warganegara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berelaku kitab Undang-Undang hukum Perdata
Sudarsono, 1991:7.
Perkawinan Dilihat Dari Beberapa Pandangan
Perkawinan dapat dilihat dari tiga segi pandangan: 1.
Dari segi huku m: Disamping dari segi hukum perkawinan merupakan suatu perjanjian karena cara
mengadakan ikatan perkawinan telah di akui terlebih dahulu yaitu dengan akad dan dengan hukum syrat tertentu. Cara memutuskan ikatan perkawinan juga di
atur dalam Undang-undang. 2.
Dari segi sosial: Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum bahwa
orang berkeluarga dan orang yang belum pernah berkekeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak atau yang belum menikah.
3. Dari segi agama
Dipandang dari segi agama, perkawinan dianggap sebagi lembaga yang suci, yang kedua belah pihak dihubungkan menjadi pasangan suami istri.
Universitas Sumatera Utara
Perceraian
Dalam PP No. 9 1975 dikenal istilah perceraian, namun bagi yang menurut agama islam perceraian ini sering disebut talak, kata talak ini didapati pada Peraturan
Menteri Agama No: 3 tahun 1975. adapun yang dimaksud perceraian atau talak adalah pemutusan hubungan perkawinan antara suami istri dengan mempergunakan kata-kata
“cerai talak” atau yang sama maksudnya dengan itu Said, 1994:3. Oleh karena itu perceraian atau talak dapat dilakukan oleh suami baik lisan maupun tulisan dengan
menggunakan kata-kata yang menjurus kepada perceraian sebagai mana diungkapkan oleh Nakamuru, 1991: 31, bahwa cerai atau talak itu ialah suatu bentuk pemutusan
perkawinan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan dengan bunyi “aku talak engkau” atau “aku ceraikan engkau”, juga dapat digunakan kata-kata lain yang sama artinya,
suami yang menceraikan istrinya itu dengan kata-kata yang jelas. Dari defenisi diatas dapat dilihat bahwa perceraian merupakan putusnya
hubungan perkawinan yang sah, yang selama ini telah terbina. Perceraian dianggap mala petaka karena perceraian dapat memutuskan silaturrahmi antara suami istri dan keluarga
masing-masing dan dapat mengguncangkan kestabilan jiwa anak dan menggelisahkan masyarakat.
Klasifikasi perceraian dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 menyatakan bahwa :
a. Perkawinan antara suami dan istri dapat putus karena:
1. Kematian
2. Perceraian
3. Atas putusan pengadilan
Universitas Sumatera Utara
“Mengakuai melepaskan ikatan perkawinan dan mengahiri hubungan suami dan istri Said, 1994: 2.
b. Putusan perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak
atau berdasarkan gugatan perceraian Cerai talak yaitu bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama
islam. Maksud perceraiannya dapat diajukan kepada pengadilan agama di tempat mereka bertempat tinggal. Cerai gugat yaitu bagi mereka yang melangsungkan perkawinannya
menutut agamanya dan kepercayaannya selain agama islam dan bagi seorang istri yang melangsumgkan perkawinannya menurut agama islam gugat perceraiannya dapat
dilakukan dalam Pengadilan Negeri agama dimana mereka tinggal. Adapun menurut Djamil Latif dalam agama islam klasifikasi putusnya ikatan
perkawinan disebabkan: 1.
Kematian suami atau istri hal ini tidak akan dibahas dalam penelitian ini 2.
Oleh perceraian karena a.
Tidakan pihak suami b.
Tindakan pihak istri c.
Persetujuan kedua belah pihak d.
Keputusan hakim Perceraian dapat terjadi bila seseorang yang akan bercerai mempunyai alasan-
alasan yang kuat untuk bercerai, bahkan antara suami dan istri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri. Adapun alasan-alasan perceraian Pasal 116 antara lain
adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, yang
lainsebagainya yang sukar di sembuhkan. 2.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuan. 3.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 4 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain. 5.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami atau istri.
6. Antara suami istri terus saja terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sesuai dengan Undang-undang, batalnya perkawinan serta sahnya perceraian
hanya dapat dibuktikan dengan keputusan Pengadilan Agama untuk orang-orang islam dan pengadilan negeri untuk orang-orang non islam. Namun sebagian masyarakat untuk
proses perceraian lebih memilih menggunakan hukum adat atau memilih menggunakan proses perceraian dengan cara kekeluargaan. Dimana dalam proses perceraian ini pihak
adat menjadi saksi putusnya perkawinan pasangan ini, begitu juga pereceraian dengan cara kekeluargaan akan dianggap sah apabila ada kesepakatan berpisah dari suami istri
yang diketahui oleh keluarga kedua belah pihak, dengan alasan-alasan yang diterima. Walaupun proses ini sebenarnya tidak diketahui oleh negara.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode penelitian