BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bentuk kelurga ideal, didalam masyrakat berbeda-beda dari satu masyrakat kemasyarakat lainnya, karena latar belakang sosial budayanya berbeda. System keluarga
ideal menurut Sanderson 1995: 481, yaitu menyangkut hubungan suami dan istri, orang tua dan anak-anaknya, serta keluarga dan semua kerabat, dan hubungan ini telah banyak
mengalami perubahan saat ini, karena pada awalnya hubungan-hubungan lebih diwarnai oleh kepentingan ekonomi belaka walau tidak semua , namun akhirnya sitem keluarga
semakin lama semakin dilandasi oleh rasa cinta dan kasih antara suami dan istri, serta terhadap anak-anaknya, maupun kerabat.
Meskipun perkawinan yang pada awalnya dilandasi oleh dasar cinta, tidak jarang perkawinan tersebut berakhir dengan cerai tanpa memikirkan dampak dari perceraian itu
sndiri bagi mereka, anak-anak, dan masyarakat sekeliling mereka. Banyak kasusu criminal yang dilakukan oleh anak-anak nakal disebabkan oleh kondisi keluarga yang
berantakan. Faktor penyebab perceraian itu sendiri terkadang bersumber dari persoalan yang kecil dan sepele yang masih mungkin bias diselesaikan namun 0perceraian sering
dianggap sebagai solusi yang mengakibatkan ikatan suci seumur hidup itu harus diakhiri dengan perceraian. Faktor penyebab tersebut anatara lain misalnya karena faktor ekonomi
yang mengharuskan istri bekerja, campur tangan orang tua terhadap rumah tangga anaknya. Untuk itu sebelum melangsungkan pernikahan ada dua hal yang perlu
diperhatikan agar sebagai suami istri dapat menghindari sebisa mungkin terjadinya
Universitas Sumatera Utara
peceraian, karena peceraian akan menjadi pilihan bila tidak ada solusi pemecahannya. Adapun dua hal tersebut adalah:
1. Mempelai pria dan wanita yang akan menjadi penentu bagaimana kelurga itu
dibentuk, apakah baik atau buruk. 2.
Sebuah perkawinan berarti membangun dalam lingkup bahagian yang kecil. Artinya keluarga menjdi bahagian dari masyarakat, apabila sekeluarga itu baik
maka akan membentuk masyarakat yang baik pula Abdurrahman, 1981:148. Untuk menciptakan keluarga bahagia sejahtera membutuhkan beberapa hal
diantaranya menyangkut aspek kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan hubungan yang harmonis. Perkawinan juga membutuhkan kedewasaan, baik kedewasaan fisik maupun
mental. Apabila hal-hal diatas tidak di penuhi maka tidak jarang perkawinan yang sacral akan berahir dengan perceraiaan. Perceraian jarang sekali direncanakan bahkan nyaris
tidak ada satu orangpun yang merencanakan perceraian dalam perkawinan. Tetapi percraian selalu terjadi sebagai alteranatif terakhir bila pasangan suami istri tidak
mungkin lagi untuk hidup bersama. Tidak selamanya perkawinan yang dibangun oleh pasangan suami istri
mewujutkan apa yang dimaksudkan oleh undang-undang perkawinan. Bias saja perkawianan putus dalam dalam bilangan hari,bulan atau beberapa tahun disebabkan oleh
beberapa faktor atau kondosi yang sulit untuk diselesaikan dalam keluarga rumah tangga.
Perceraian merupakan suatu peristiwa yang sangat tidak disenangi oleh suami maupun istri, hal ini bagaikan pitu darurat di pesawat udara yang tidak perlu digunakan
kecuali dalam keadaan darurat demi untuk mengatasi kerisis ketegangan dalam keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Perceraian juga merupakan perpisahan yang pahit antara pasangan suami istri yang bias saja berakibat negative bagi setiap individu, keluarga ataupun masyarakat yang ada di
sekelilingnya.
Filosofi Inggris mengatakan: sekiranya undang-undang mengharuskan suami istri untuk tidak bercerai seperti ada apa-apa, maka sudah barang tentu kekesalan
makan hati keduanya, dan masing-masing ingin membalas dan berusaha menyelesaikan dengan cara apapun yang memungkinkan. Kadang-kadang yang salah satunya
meremehkan yang lain dan mencari kesenagan hidup orang lain. Sekiranya salah satu suami istri memberi isyarat kepada yang lain saat perkawinan antara keduanya maka hal
ini suatu hal yang tidak mungkin bertentangan dengan fitrah dan menympang hikmah. Kalau ini dapat terjadi antara dua anak muda yang saling mencintai berarti keduanya
tertipu oleh perasaan anak-anak muda, sehingga mengira bahwa tiada perpisahan sesudah pertemuan dan tiada benci sesudah cinta Ibrahim, 1991: 45.
Maraknya penomena penomena kawin cerai dan banyaknya hal yang ditimbulkan
akibat terjadinya perceraian setelah membina rumah tangga menjadi topic yang sering diperbincangkan dalam masyarakat yang kemudian di perbincangkan dalam masyarakat
yang kemudian menghasilkan persepsi dan o[pini yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya dalam masyarakat. Hal ini membuat penulis tertarik untuk
meneliti bagaimana persepsi masyarakat terhadap kawin cerai.
1.2. Perumusan Masalah