Lhokseumawe Commuter & Central Station (Metafora)

(1)

i

LHOKSEUMAWE COMMUTER & CENTRAL STATION

(METAFORA)

LAPORAN PERANCANGAN

TKA 490 - TUGAS AKHIR

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010 / 2011

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh

ERWIN MUNTAZAR

070406071

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

ii

LHOKSEUMAWE COMMUTER & CENTRAL STATION

(METAFORA)

Oleh :

ERWIN MUNTAZAR

07 0406 071

Medan, Juni 2011

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Arsitektur

Ir. N. Vinky Rahman, MT.

NIP.

19660622 199702 1 001

Ir. Rudolf Sitorus, MLA.

NIP : 195802241986011002

Amy Marisa Lubis, S.T., M.Sc.

NIP : 198001042003122004


(3)

iii

SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK TUGAS AKHIR

(SHP2A)

Nama

: Erwin Muntazar

NIM

: 07 0406 071

Judul Proyek Tugas Akhir

: Lhokseumawe Commuter & Central Station

Tema

: Metafora

Rekapitulasi Nilai :

Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan :

No.

Status

Waktu

Pengumpulan

Laporan

Paraf

Pembimbing

I

Paraf

Pembimbing

II

Koordinator

TKA-490

1.

Lulus Langsung

2.

Lulus

Melengkapi

3.

Perbaikan

Tanpa Sidang

4.

Perbaikan

Dengan Sidang

5.

Tidak Lulus

Medan, 22 Juni 2010

A

B+

B

C+

C

D

E

Ketua Departemen Arsitektur,

Ir. N.Vinky Rahman, MT. NIP : 19660622 199702 1 001

Koordinator TKA-490,

Ir. N. Vinky Rahman, MT. NIP : 19660622 199702 1 001


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kekuatan Rahmat

dan HidayahNya, sehingga dapat menyelesaikan seluruh proses penyusunan Laporan Tugas

Akhir ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur, Departemen

Arsitektur, Universitas Sumatera Utara.

Proses panjang dan penuh suka duka ini tidak bisa dilalui tanpa dukungan, doa, semangat,

dan perhatian tiada henti dari Orang tua saya Ayahanda Zulkarnain AR dan Ibunda

Rosmawaty, dan Seluruh keluarga besar yang selalu ada dengan doa dan dukungannya.

Pada kesempatan ini, dengan tulus dan kerendahan hati, penulis juga menyampaikan

rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan sebesar-besarnya kepada pembimbing tugas

akhir Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA dan kepada ibu Amy Marisa Lubis, ST, M.Sc sebagai

pembimbing tugas akhir, atas kesediaannya membimbing, memberikan motivasi, pengarahan

dan waktu beliau kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sama juga penulis tujukan kepada:

Bapak Ir. Vinky Rahman, MT. Ketua Departemen Arsitektur, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Bapak Ir. Dwi lindarto, MT dan Bapak Imam Faisal Pane, ST, MT sebagai

dosen penguji yang telah memberikan penulis banyak masukan ilmu dan

dukungannya.

Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara.

Seluruh Staff Tata Usaha Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara.

Terima kasih penulis untuk, Aurora Salsabila atas perhatian dan doanya,

sahabat ku Doni yang selalu siap sedia kapan saja dibutuhkan untuk membantu

dan seluruh teman – teman Angkatan 2007.

Semua teman – teman Studio Tugas Akhir Semester B TA 2010/2011,

Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, atas


(5)

v

dukungan, pendapat, waktu, dan dorongan kepada penulis selama proses

pengerjaan tugas akhir ini.

Dan seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan

penyusunan laporan tugas akhir ini.

Penulis berdoa kiranya Allah SWT memberikan Rahmat dan hidayahNya bagi mereka

atas bantuan dan dukungan untuk penulis.

Akhir Kata, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan penulisan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua

khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, Juni 2011

Hormat Saya,

Erwin Muntazar

NIM. 070406071


(6)

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...

i

Bab I. Pendahuluan

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Tujuan Perancangan ... 3

I.3. Masalah Perancangan ... 3

I.4. Pendekatan Perancangan ... 4

I.5. Lingkup dan Batasan Perancangan ... 4

I.6. Kerangka Berpikir ... 5

I.7. Sistematika Penyusunan Laporan ... 7

Bab II. Deskripsi Proyek

II.1. Pengantar ... 8

II.2. Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Lhokseumawe ... 8

II.21. Azas, Tujuan dan Fungsi Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Lhokseumawe ... 9

II.2.2. Kedudukan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Lhokseumawe ... 9

II.2.3. Ruang Lingkup Wilayah ... 10

II.3. Kondisi Eksisting Sistem Transportasi Kota Lhokseumawe ... 11

II.4. Kebijakan Pemerintah Terkait sistem transportasi

Kota Lhokseumawe ... 12

II.4.1. Konsep Pengembangan Transportasi Multimoda ... 14

II.4.2. Konsep Pembangunan Transportasi massal ... 14

II.4.3. Konsep Angkutan Umum ... 15

II.5. Deskripsi Umum Proyek ... 16

II.5.1. Lokasi Proyek ... 17

II.5.2. Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api Dan Infrastruktur


(7)

vii

Transportasi Pendukung ... 18

II.5.2.1 Sejarah Stasiun Kereta Api Indonesia ... 18

II.5.2.2 Kereta Api ... 19

II.5.2.3 Stasiun Kereta Api ... 22

II.5.2.4 Bus ... 26

II.5.2.5 Taksi ... 27

II.5.2.6 Pedestrian ... 27

II.5.3. Keberadaan Stasiun bagi Kota ... 27

II.5.4. Studi Banding Proyek Sejenis ... 28

II.5.5. Data Pendukung Desain ( debit air dan sumur resapan ) ... 48

Bab III. Elaborasi Tema

III.1. Pengertian Tema ... 49

III.2. Karakteristik Metafora Architecture ... 50

III.3. Interpretasi Tema ... 51

III.4 Studi Banding Tema Sejenis ... 52

Bab IV. Analisa

IV.1. Pengantar ... 61

IV.2. Analisa Fisisk Tapak ... 61

IV.2.2. Kondisi Eksisting Lahan ... 64

IV.2.3. Tata Guna lahan kawasan dan sekitarnya ... 66

IV.2.4. Batas-batas Site ... 68

IV.3. Analisa Potensi dan Kondisi Site ... 70

IV.3.1. Analisa Sirkulasi ... 70

IV.3.2. Analisa Pencapaian ... 74

IV.4. Analisa View ... 75

IV.4.1. Analisa View Keluar ... 75

IV.4.2. Analisa View Kedalam ... 76

IV.5. Analisa Vegetasi dan Matahari ... 77


(8)

viii

IV.6.1 Analisa Kebutuhan Ruang ... 81

IV.6.2. Program Ruang ... 88

IV.7. Analisa Bangunan ... 86

IV.7.1 Analisa Bentuk ... 86

IV.7.2 Sirkulasi dan penzoningan... 87

IV.7.3 Analisa Utilitas Bangunan ... 89

Bab V. Konsep Perancangan

V.1. Zoning Dan Tata Ruang Luar ... 92

V.2. Gubahan Massa ... 94

V.3. Denah Skematik ... 98

V.4. Pencapaian Dan Sirkulasi ... 101

V.5. Konsep sirkulasi... 106

Bab VI. Hasil Perancangan

VI.1. Site Plan ... 107

VI.2. Ground Plan ... 108

VI.3. Denah Lantai 2 ... 109

VI.4. Denah Lantai 3 ... 110

VI.5. Tampak Depan ... 111

VI.6. Tampak Samping ... 112

VI.7. Potongan A-A ... 113

VI.8. Potongan B-B ... 114

VI.9. Rencana Pondasi... 115

VI.10. Rencana Pembalokan Lantai 2 ... 116

VI.11. Rencana Pembalokan lantai 3... 117

VI.12. Rencana Atap ... 118

VI.13. Aksonometri Rencana Plumbing & Elektrikal ... 119

VI.14. Aksonometri Rencana AC & Fire Protection ... 120

VI.15. Detail-detail Pondasi & Sambungan Balok ... 121

VI.16. Detail Potongan Trafe ... 122

VI.17. Detail Atap ... 123

VI.18. Detail Jendela ... 124


(9)

ix

VI.20. Detail Arsitektur ... 128

VI.21. Interior ... 129

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rencana Sistem Jaringan Jalan Kota Lhokseumawe ... 12

Gambar 2.2 Rencana Jaringan Jalur Kereta Api ... 13

Gambar 2.3 Rencana Pengembangan Terminal Lhokseumawe ... 13

Gambar 2.4 Peta Lokasi Site ... 17

Gambar 2.5 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kecamatan Muara Dua Kota lhokseumawe ... 18

Gambar 2.6 Single level cars dan Bi-level cars ... 26

Gambar 2.7 Stasiun siku-siku ... 27

Gambar 2.8 Stasiun paralel ... 23

Gambar 2.9 Stasiun pulau ... 23

Gambar 2.10 Stasiun semenanjung ... 23

Gambar 2.11 Stasiun kecil ... 23

Gambar 2.12 Stasiun sedang ... 23

Gambar 2.13 Stasiun besar ... 24

Gambar 2.14 Ground Level Station ... 24

Gambar 2.15 Over Track Station ... 24

Gambar 2.16 Under Track Station ... 24

Gambar 2.17 Ragam Ukuran Berbagai Jenis Bus ... 26

Gambar 2.18 Wuhan Train Station Entrance ... 29

Gambar 2.19 Site plan dan floor plan ... 30

Gambar 2.20 Central Lobby ... 31

Gambar 2.21 TGV Station ... 32

Gambar 2.22 Fasade seperti sayap burung ... 33

Gambar 2.23 Interior dengan pencahayaan alami ... 33

Gambar 2.24 Akses dan interior ... 34

Gambar 2.25 Logika Tektonika Konstruksi ... 35

Gambar 2.26 KL Sentral Station ... 36

Gambar 2.27 Floor Plan KL Sentral Station ... 36

Gambar 2.28 Kashiwanoha-Campus Station ... 38

Gambar 2.29 Dinding Kashiwanoha-Campus Station ... 39


(10)

x

Gambar 2.31 Fujian Transportation Hub ... 42

Gambar 2.32 Site Plan dan Floor Plan Level 1 ... 42

Gambar 2.33 Interior Fujian Transportation Hub ... 43

Gambar 2.34 Landmark Station Entrance ... 44

Gambar 3.1 TGV Station ... 52

Gambar 3.2 Fasade seperti sayap burung ... 53

Gambar 3.3 Interior dengan pencahayaan alami ... 53

Gambar 3.4 Akses dan interior ... 54

Gambar 3.5 Logika Tektonika Konstruksi ... 55

Gambar 3.6 ... 56

Gambar 3.7 ... 56

Gambar 3.8 ... 57

Gambar 3.9 ... 58

Gambar 3.10 ... 58

Gambar 3.11 ... 59

Gambar 3.12. Pandangan ke Sydney Opera House dari sisi laut ... 59

Gambar 3.13. Detail atap bangunan ... 60

Gambar 3.14. Potongan melintang bangunan Sydney Opera House ... 60

Gambar 3.15. Opera Sidney dipandang dari berbagai sudut ... 60

Gambar 4.1 Peta Kota Lhokseumawe & Lokasi Site ... 61

Gambar 4.2 Peta Kondisi Eksisting ... 64

Gambar 4.3 Tata Guna Lahan Kawasan Muara Dua Cunda Lhokseumawe ... 66

Gambar 4.4 Peta Batas Site ... 68

Gambar 4.5 Peta Analisa Sirkulasi Kendaraan ... 70

Gambar 4.6 Peta Analisa Pencapaian Site ... 74

Gambar 4.7 Peta Analisa View Keluar ... 75

Gambar 4.8 Peta Analisa View Kedalam ... 76

Gambar 4.9 Peta Analisa Vegetasi Dan Matahari ... 77

Gambar 5.1 sketsa konsep plaza ... 93

Gambar 5.2 sketsa site plan ... 93

Gambar 5.3 Bentuk Dari Pinto Aceh ... 94

Gambar 5.4 Proses Terjadi Bentukan ... 96

Gambar 5.5 Bentuk Keseluruhan Setelah Terjadi Penggabungan ... 96


(11)

xi

Gambar 5.7 sketsa suasana area utama pejalan kaki ... 101

Gambar 5.8 sketsa suasana halte ... 102

Gambar 5.9 sketsa suasana parkir taksi dan drop off ... 104


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rencana Pembangunan Kereta Api Aceh ... 14

Tabel 2.2 Karakteristik Fisik kereta api ... 19

Tabel 2.3 Spefisifikasi Ukuran dan Kapasitas Bus ... 26

Tabel 2.4 Kesimpulan studi banding Proyek Sejenis ... 46

Tabel 2.5 pipa pembuangan air hujan dan sumur resapan ... 48

Tabel 4.1 Analisa Site ... 65

Tabel 4.2 Analisa Tata Guna Lahan ... 67

Tabel 4.3 Batas- batas Site ... 69

Tabel 4.4 Analisa Sirkulasi ... 71

Tabel 4.5 Analisa View Keluar ... 75

Tabel 4.6 Analisa View kedalam ... 76

Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Tahun 2007-2010 ... 78

Tabel 4.8 Jumlah penumpang Angkutan AKAP

Di Kota Lhokseumawe Tahun 2009/2010 ... 78

Tabel 4.9 Jumlah pengkomuter dari kota Lhokseumawe dalam sehari ... 79

Table 4.10 Analisa Kebutuhan Ruang Stasiun Kereta Api Komuter ... 81

Table 4.11 Analisa Kebutuhan Ruang Halte Taksi ... 82

Table 4.12 Analisa Kebutuhan Ruang Terminal Bus ... 82

Table 4.13 Program Ruang ... 83

Tabel 4.14 Analisa Massa Bangunan ... 87


(13)

xiii

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1 Kerangka Berpikir ... 6

Diagram 4.1 Sirkulasi Keberangkatan Penumpang ... 79

Diagram 4.2 Sirkulasi Kedatangan Penumpang ... 80

Diagram 4.3 Sirkulasi Kedatangan Penjemput ... 80

Diagram 4.4 Sirkulasi Kedatangan Pengelola... 81

Diagram 4.5 Analisa Utilitas bangunan ... 90

Diagram 4.6 Analisa sanitasi ... 90

Diagram 4.7 Analisa Air Bersih ... 91

Diagram 4.8 Analisa Air Kotor ... 91


(14)

xiv

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pada dasarnya perkembangan kota dipengaruhi oleh faktor “daya tarik” kota yang kemudian menyebabkan pertumbuhan penduduk dan akhirnya bermuara pada perubahan fisik dan pengunaan lahan kota. Berubahnya penggunaan lahan dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun. Diakibatkan oleh adanya pertambahan penduduk kota telah membuat pertumbuhan kota berkembang secara horizontal ke arah pinggiran kota dan menyebabkan adanya alih fungsi lahan di kawasan – kawasan di sekitar pusat kota. Selain itu, faktor kebijakan pembangunan daerah dapat menjadi salah satu hal yang memacu ke arah perubahan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang bersifat pengaturan dalam mengantisipasi dan mengarahkan perubahan kawasan kota.

Seiring berjalannya waktu, jumlah manusia di dalam suatu kota pun terus bertambah, debit kendaraan bermotor terus meningkat dan pastinya berdampak terhadap pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat yang lain. Untuk itu dibutuhkan suatu alat dan sistem transportasi yang efisien dan murah yang mampu mengangakses pergerakan manusia dengan lancar tanpa ada hambatan di dalam perjalanan. Maka untuk itu, kereta api merupakan alternatif yang sangat baik dalam hal mengangkut lebih banyak penumpang, harga tiket yang relatif murah, tidak menimbulkan kemacetan dan ramah lingkungan.

Di samping itu juga, sistem komuter menjadikan satu paket yang komplit terhadap pergerakan manusia yang lebih efisien dan modern. Karena sistem ini mampu memberikan suatu dampak yang positif bagi manusia seperti bepergian untuk melakukan pekerjaan dari satu kota A ke kota B dikarenakan harga sewa tempat tinggal yang terlalu mahal tetapi terpaksa harus bekerja di kota B, kemudian bagi pelajar atau mahasiswa yang bepergian untuk belajar ke suatu tempat yang jauh dari kota tempat tinggalnya sehingga mereka membutuhkan waktu yang singkat dan murah, dan akomodasi transportasi menuju bandara secara langsung yang mana notabene bandara berjarak jauh dari kota. Dalam kasus penerapan sistem komuter ini telah terbukti sangat baik pada Negara-negara maju yang lain sehingga tidak tertutup kemungkinan pula kita akan menerapkannya.

Saat ini Kota Lhokseumawe menjadi salah satu bagian terpenting dalam perkembangan ekonomi Aceh bahkan Indonesia. Hal ini dilandasi oleh beberapa proyek vital untuk mengelola hasil bumi yang terdapat di aceh yaitu minyak bumi dan gas. Di samping itu juga pertumbuhan ekonomi berasal dari perdagangan yang kian pesat sehingga angka penduduk yang mendiami kota ini pun meningkat dari tahun ke tahun. Kemudian pengakomodasian angkutan umum untuk mengakses suatu kawasan diluar dan dalam kota dirasakan kurang efektif, sehingga berdampak kepada ketidak nyamanan serta turunnya minat masyarakat dari tahun ke tahun dalam menggunakan angkutan umum. Dalam kasus ini akhirnya masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dari pada menggunakan angkutan umum mengingat beberapa faktor yaitu, harga mobil dan sepeda motor sangat terjangkau sehingga mudah dibeli, kacaunya sistem angkutan umum pada kota dan luar kota sehingga terkadang penumpang harus menunggu begitu lama untuk menaiki angkutan akibat ketidak teraturan sistem angkutan umumnya, tidak adanya akomodasi angkutan yang melayani langsung menuju tempat kerja (proyek vital yang terdapat di lhokseumawe), menuju bandara, universitas dan lain-lain.

Sungguh ironi ketika masyarakat sudah tidak lagi ada keinginan menggunakan transportasi umum akibat beberapa kasus diatas sehingga hal seperti ini bisa berdampak negatif terhadap kondisi kota di masa yang akan datang untuk itu, guna mendukung kelancaran aktivitas dari dan ke Kota Lhokseumawe diperlukan beberapa hal penting sebagai sistem pendukung pendistribusian yang baik diantaranya yaitu transportasi yang efisien. Untuk


(15)

xv

itu Kereta api menjadi salah satu alternatif yang sangat baik sebagai armada pengangkut mengingat kereta api merupakan salah satau transportasi yang lazim diterapkan pada negara maju dan berkembang karena tingkat efisiensi yang sangat tinggi, disamping itu juga Kota Lhokseumawe memiliki transportasi penunjang lainnya seperti pesawat udara dan bus.

Berdasarkan uraian diatas maka Kota Lhokseumawe membutuhkan suatu alat transportasi umum yang mendukung akomodasi dalam dan luar kota secara efisien, yang mana dalam hal ini di bentuk ke dalam suatu wadah yaitu Lhokseumawe Commuter & Central Station. Wadah ini diharapkan dapat menjadi sebuah stasiun multi moda yang dapat mengakomodasi pergerakan masyarakat secara efisien dan lancar. Dan yang berperan dari wadah pusat transportasi (Transportation Central) ini adalah sebagai stasiun yang mengakomodasi perpindahan antar moda transportasi, baik dari jalan ke penggunaan railway maupun sebaliknya. Juga menjadi terminal pusat persinggahan bagi persilangan arah tujuan jalur-jalur railway yang ada. Dan bangunan pendukung sebagai pusat pengembangan area komersial dan perdagangan di Kota Lhokseumawe. Sehingga wadah Lhokseumawe Commuter & Central Station ini merupakan bangunan mixed use yang mampu mendukung pengembangan kota Kota Lhokseumawe.

I.2. Tujuan Perancangan

Tujuan perancangan Lhokseumawe Commuter & Central Station ini adalah :

Membangun stasiun kereta api sebagai sarana angkutan publik secara masal .

Meningkatkan kualitas bagian kota dengan pengolahan arsitektural.

Merancang bentuk yang menarik sehingga dapat mendorong minat masyarakat

lokal maupun pengunjung untuk datang ke kota Lhokseumawe

Mengakomodasi kegiatan dan sirkulasi penumpang, sehingga tercapai kondisi

aman, cepat, dan lancar yang berorientasi pada kordinasi antar moda.

Merancang stasiun yang yang mampu menampung fungsi-fungsi stasiun kereta

dan fungsi penunjang yang sesuai dengan standar.

Merancang ruang publik sebagai sarana pendukung bangunan transportasi.

I.3. Masalah Perancangan

Masalah-masalah perancangan yang perlu diselesaikan :

Sirkulasi

Masalah utama perancangan stasiun adalah sirkulasi. Karena stasiun harus

memfasilitasi manusia dalam jumlah banyak, oleh karena itu stasiun harus

dirancang sedemikian rupa agar setiap orang dapat bergerak dengan aman dan

nyaman dan dapat menemukan tempat tujuannya dengan mudah.


(16)

xvi

Tata informasi juga merupakan salah satu masalah perancangan yang cukup

penting. Adanya tata informasi dapat memudahkan pengguna stasiun menemukan

tempat yang ditujunya dengan mudah.

Keamanan

Stasiun merupakan fasilitas umum yang dapat dikunjungi siapa saja. Oleh karena

itu masalah keamanan menjadi hal yang sangat penting.

Ruang

Permasalahan lain dari merancang stasiun adalah ruang. Stasiun membutuhkan

ruang untuk pergerakan manusia dalam jumlah banyak, ruang untuk menunggu

dalam waktu cukup lama, dan ruang untuk mengantri membeli tiket. Ruang yang

cukup luas dan besar, dapat member rasa aman pada orang-orang sehingga bila

terjadi sesuatu, mereka dapat menyelamatkan diri dengan cepat.

Komersial

Perancangan stasiun sebagai bangunan yang dapat menghasilkan pendapatan

baik sumber primer maupun sekunder.

I.4. Pendekatan Perancangan

Studi Literatur

Pendekatan perancangan melalui kajian pustaka untuk menambah pemahaman

mengenai stasiun, jenis-jenis stasiun, sejarah stasiun di Indonesia dan hal-hal

yang akan terlibat dalam perancangan, serta teknis perancangan bangunan

stasiun dan mencari kajian yang bisa menjadi solusi permasalahan desain.

Studi banding

Untuk dapat memahami kasus sejenis dilakukan studi preseden stasiun yang telah

dibangun dan berdasarkan tujuan kereta apinya (dalam kota, antarkota,

antarpropinsi, dan bandara). Dilakukan juga studi mengenai fungsi-fungsi dan

kegiatan yang diwadahi di setiap stasiun sehingga menjadi pertimbangan dalam

merancang stasiun yang baru.

Pengamatan lapangan

Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data kondisi lahan maupun kondisi

stasiun yang ada, serta permasalahan terhadap daerah sekitar yang dapat


(17)

xvii

mempengaruhi dalam proses perancangan. Selain itu, merasakan dan melihat

secara langsung keadaan sekitar maupun dalam stasiun yang ada.

I.5. Lingkup dan batasan perancangan

Lingkup bahasan yang akan dikemukakan pada proyek ini adalah sejauh mana cakupan penerapan konsep-konsep terhadap permasalahan yang ada pada sebuah stasiun. Adapun lingkup pembahasan pada proyek ini adalah sebagai berikut:

Untuk mempelajari dan menerapkan standar ruang dan pola sirkulasi bagi para

penumpang, calon penumpang serta bagasi dengan berbagai kepentingan dan tujuan

perjalanan, baik itu kedatangan maupun kepergian.

Mempelajari standar-standar dan spesifikasi moda-moda transportasi yang diusulkan.

Menerapkan konsep ruang yang mix used untuk mengakomodasi kebutuhan

pengunjung dan area komersial dalam stasiun.

Pedoman yang digunakan dalam pengembangan area adalah Rencana tata ruang

Wilayah.

Adapun batasan-batasan pembahasan pada proyek ini adalah sebagai berikut:

Batasan bahasan proyek hanya pada penerapan konsep perancangan pada bangunan

berkaitan dengan fungsi proyek yaitu Stasiun Kereta Api Lhokseumawe (Lhokseumawe

Commuter & Central Station).

Pembahasan proyek tidak pada penentuan jalur-jalur yang akan dilalui oleh

moda-moda transportasi usulan, sedangkan penentuan jalur-jalur tersebut ditentukan dari

jalur-jalur yang sudah ada atau yang akan direncanakan dan yang diasumsikan.

I.6. Kerangka Berfikir

Pembahasan dan perumusan masalah hingga menghasilkan suatu disain, pada proyek ini terangkum dalam suatu kerangka berpikir. Kerangka berpikir tersebut seperti yang terlihat pada diagram 1.1 berikut ini:


(18)

xviii

Lhokseumawe Commuter & Central Station

Latar Belakang Proyek • Dibutuhkannya sarana yang mendukung

kelancaran transportasi, untuk mendukung berjalannya konsep komuter.

• Dibutuhkannya wadah yang dapat menjadi stasiun antar moda yang mengakomodasi pergerakan masyarakat yang efisien dan lancar.

Latar Belakang Tema

• Menghadirkan konsep arsitektur yang sesuai dengan kebutuhan fungsi dan mendukung revitalisasi kota dan menarik pengunjung dan menjadi stasiun yang nyaman dan aman.

• Bnagunan yang dapat membawa dampak positif bagi apa yang ada di sekitarnya.

Permasalahan Proyek

Permasalahan perancangan :

Sirkulasi

Tata Informasi

Keamanan

Ruang

Area Komersial

Tujuan Proyek

Membangun stasiun kereta api sebagai sarana angkutan publik secara masal.

Meningkatkan kualitas bagian kota dengan pengolahan arsitektural.

Merancang bentuk yang menarik sehingga dapat mendorong minat masyarakat lokal maupun pengunjung untuk datang ke kota Lhokseumawe

Mengakomodasi kegiatan dan sirkulasi penumpang, sehingga tercapai kondisi aman, cepat, dan lancar yang berorientasi pada kordinasi antar moda.

Merancang stasiun yang mampu menampung fungsi-fungsi stasiun kereta dan fungsi penunjang yang sesuai dengan standar.

Merancang ruang publik sebagai sarana pendukung bangunan

Pengumpulan Data

Studi Literatur

Studi banding

Pengamatan lapangan

Analisa Data

• Analisa fisik (analisa tapak dan lingkungan), seperti: view, sirkulasi, pencapaian, orientasi, dsb.

• Analisa non fisik (analisa fungsional), seperti: pengguna, alur kegiatan,dsb.

Konsep Perancangan

Konsep ruang secara kawasan, konsep ruang dalam, konsep sirkulasi, massa, struktur dan utilitas.

Desain Perancangan

Berupa gambar-gambar hasil perancangan, seperti: denah, tampak, potongan, rencana-rencana, dsb.


(19)

xix

I.7. Sistematika Penyusunan Laporan

Bab satu menjabarkan tentang hal yang melatar belakangi pembangunan, maksud dan tujuan, masalah perancangan, lingkup dan batasan proyek, serta metoda pendekatan proyek Lhokseumawe Commuter & Central Station.

Bab dua menjelaskan tentang gambaran secara umum proyek berupa deskripsi proyek secara terminologi, tentang penentuan lokasi, deskripsi eksisting lokasi, isu dan peraturan-peraturan, tinjauan fungsi, serta studi banding arsitektur dengan fungsi sejenis.

Bab tiga menjelaskan tentang tema yang akan dipilih, elaborasi dan interpretasi tema dan keterkaitan tema dengan fungsi, disertai studi banding arsitektur dengan tema sejenis.

Bab empat berisi tentang analisa-analisa perancangan berupa analisa fisik (kondisi tapak) dan analisa non fisik (fungsional) serta kesimpulan.

Bab lima berisi tentang konsep-konsep perancangan, berupa pengolahan data dari hasil analisa-analisa sehingga menghasilkan alternatif-alternatif perancangan.


(20)

xx

BAB II

DESKRIPSI PROYEK

II.1. Pengantar

Pada bab ini akan dijelaskan tentang kondisi eksisting dan hal-hal yang berkembang

seperti kebijakan pemerintah tentang rencana tata ruang kota Lhokseumawe dan tentang

sistem transportasi Kota Lhokseumawe. Kebijakan-kebijakan yang terkait tentang

strategi-strategi pengembangan sistem transportasi kota. yang akan dijadikan panduan pembangunan

sarana dan prasarana transportasi kota. Hal-hal ini terkait dengan kelayakan proyek yang

menjadi usulan yaitu Lhokseumawe Commuter & Central Station.

Pada bab ini juga akan dijelaskan tentang gambaran secara umum proyek, tujuan

proyek, lokasi proyek, batas-batas lokasi proyek, dan kondisi fisik site lainnya. Selain itu juga

akan dijelaskan tentang karakteristik pengguna dan spesifikasi moda transportasi yang

menjadi usulan serta studi-studi banding proyek dengan fungsi sejenis.

II.2. Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe

Penjelasan uraian mengenai pemahaman rencana tata ruang wilayah kota Lhokseumawe akan mengacu pada Keputusan Menteri Kimpraswil Momor 327 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan adalah sebagai berikut :

a. Untuk menjabarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ke dalam penataan ruang wilayah kecamatan. b. Untuk menyiapkan perwujudan ruang, melalui arahan struktur dan pola ruang kota.

c. Mengatur pemanfaatan ruang wilayah kota untuk menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi dan efisien.

d. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kota melalui pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. e. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota sebagai instrumen untuk mengoptimalkan pemanfaatan

ruang, serta meningkatkan nilai tambah pemanfaatan ruang bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

II.2.1. Azas, Tujuan dan Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan merupakan rencana pemanfaatan ruang Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan dan pengendalian program-program pembangunan perkotaan dalam jangka panjang.

Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Rencana Umum Tata Ruang Kawasan

Perkotaan adalah untuk:


(21)

xxi

a. Menjaga konsistensi perkembangan Kota/Kawasan Perkotaan dengan strategi perkotaan nasional dan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dalam jangka panjang;

b. Menciptakan keserasian perkembangan kota dengan wilayah sekitarnya; c. Menciptakan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah.

Manfaat Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan

adalah sebagai pedoman untuk:

Perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan;

a. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan dan keserasian antar sektor; b. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat di Wilayah

Kota/Kawasan Perkotaan (rujukan bagi penerbitan ijin lokasi bagi pembangunan); c. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan

d. Pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan.

II.2.2. Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe

Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut:

a. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya; b. Penataan ruang berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah Nasional, wilayah Provinsi dan wilayah kota;

c. Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi Kawasan Perdesaan, Kawasan Perkotaan dan Kawasan Tertentu;

d. Penataan ruang Kawasan Perkotaan diselenggarakan sebagai bagian dari penataan ruang wilayah Kota; e. Penataan ruang Kawasan Perkotaan meliputi proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan;

f. Perencanaan tata ruang Kawasan Perkotaan dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

g. Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan perlu dibedakan dalam 3 jenis rencana dengan tingkat kedalaman yang berbeda:

1)

Rencana Struktur adalah kebijakan yang menggambarkan arahan tata ruang

untuk Kawasan Perkotaan Metropolitan dalam jangka waktu sesuai dengan

rencana tata ruang;

2) Rencana Umum adalah kebijakan yang menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi dan dibudidayakan serta diprioritaskan pengembangannya dalam jangka waktu perencanaan; 3) Rencana Rinci terdiri dari:

• Rencana Detail, merupakan pengaturan yang memperlihatkan keterkaitan antara blok-blok penggunaan kawasan untuk menjaga keserasian pemanfaatan ruang dengan manajemen transportasi kota dan pelayanan utilitas kota.


(22)

xxii

• Rencana Teknik, merupakan pengaturan geometris pemanfaatan ruang yang menggambarkan keterkaitan antara satu bangunan dengan bangunan lainnya serta keterkaitannya dengan utilitas bangunan dan utilitas kota/kawasan (saluran drainase, sanitasi dan lain-lain).

II.2.3. Ruang Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ini meliputi seluruh wilayah

Kota Lhokseumawe dengan luas wilayah 18.110 ha, yang terdiri dari 4 Kecamatan

(Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Satu, Kecamatan Muara Dua dan Kecamatan

Blang Mangat). Secara geografis Kota Lhokseumawe berbatasan dengan wilayah sebagai

berikut:

1.

Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka;

2.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara;

3.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kuta Makmur Kabupaten Aceh Utara; dan

4.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) disusun dengan kedalaman substansi yang sesuai dengan ketelitian atau skala petanya, yakni 1:20.000 dan berjangka waktu perencanaan 20 tahun atau disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Unit analisis yang digunakan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) ini adalah unit kecamatan, sedangkan sistem jaringan prasarana digambarkan pada kedalaman sistem primer dan sekunder.

II.3. Kondisi Eksisting Sistem Transportasi Kota Lhokseumawe

Pada saat ini sistem transportasi di kawasan pusat Kota Lhokseumawe yang sangat berpengaruh terhadap pergerakan lokal maupun regional adalah sistem transportasi darat seperti jalan raya. Dengan perincian sebagai berikut :

Jaringan Jalan :

Di dalam Kota Lhokseumawe umumnya jaringan jalan berbentuk pola grid yang menghubungkan antara suatu kelurahan dengan kelurahan yang lain dan berbentuk pola radian yang menghubungkan antar kecamatan. Pengguna jalan yang masuk dan keluar Kota Lhokseumawe sebesar ±15000-17000 jiwa per hari.


(23)

xxiii

II.4. Kebijakan Pemerintah Terkait Sistem Tranportasi Kota Lhokseumawe

Terdapat beberapa kebijakan baru dari Pemerintah Kota Lhokseumawe untuk sistem transportasi, rencana jaringan jalan, pembangunan jalur kereta api dan pengembangan terminal. Hal ini tercantum dalam Rencana Ruang Tata Wilayah Kota Lhokseumawe (RTRW).

Gambar 2.1 Rencana Sistem Jaringan Jalan Kota Lhokseumawe


(24)

xxiv

Gambar 2.2 Rencana Jaringan Jalur Kereta Api

Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Lhokseumawe

Gambar 2.3 Rencana Pengembangan Terminal Lhokseumawe

Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Lhokseumawe


(25)

xxv

No Kota Jarak

(Km)

Tahun Alokasi Dana (Rp) 1 Sp.mane-Bungkah-Kr

Geukuh-B.Pulo

20.4 2007 108 Miliyar

2 B.Pulo-Lhokseumawe dan Sp.Mane-Mns Alue

51.5 2008 772.5 Miliyar

3 Sigli-Mns Alue 106 2009 1.509 Miliyar

4 Banda Aceh-Sigli 112 2010-2012 1.680 Miliyar

5 Lhokseumawe-Batas Sumut 199.5 2009-2012 2.992,5 Milyar

Sumber: Data Kdishubkomintel Provinsi NAD

II.4.1 Konsep Pengembangan Transportasi Multimoda

Guna menghubungkan struktur ruang di Kota Lhokseumawe digunakan pendekatan sistem transportasi multimoda. Analisis transportasi multimoda saat ini sangat perlu dilakukan mengingat semakin lama aktivitas transportasi semakin padat. Pengangkutan yang efisien sangat diperlukan dan disesuaikan dengan karakteristik pergerakan yang ada. Kesesuaian pengangkutan dengan pola pergerakan akan mengarah kepada efisiensi dan efektifitas pengangkutan yang berkelanjutan. Untuk itu didalam hal ini terdapat jenis angkutan massal yang melayani pusat kota (lingkar Kota Lhokseumawe) merupakan suatu pilihan terbuka yang perlu kajian lanjut dalam penetapannya, apakah bus lane, busway, monorail, LRT atau heavy rail.

II.4.2 Konsep Pembangunan Transportasi Masal

Konsep pembangunan transportasi massal terdiri dari dua macam, yaitu transportasi Kereta api untuk perjalanan komuter dan yang melayani pergerakan Antar Kota dan Provinsi. Adapun rencana pengembangan transportasi massal adalah sebagai berikut:

Meningkatkan keamanan perlintasan kereta api dengan lalu lintas moda lain melalui

perbaikan dan pemeliharaan pintu perlintasan atau mengupayakan pembangunan

perlintasan tidak sebidang. Pembangunan perlintasan tidak sebidang (fly over/under

pass) di beberapa perlintasan KA untuk mengurangi kemacetan lalulintas dan kecelakaan.

Untuk kawasan pusat kota dapat di usulkan jenis transportasi massal dapat menggunakan

monorail, busway, atau trem dan perlu studi lebih lanjut.

II.4.3 Konsep Pengembangan Angkutan Umum

Pengembangan angkutan umum yang direncanakan untuk mendukung pengembangan

transportasi multimoda, sehingga angkutan umum berfungsi sebagai feeder terhadap moda

yang lainnya. Sistem angkutan umum yang dikembangkan sedapat mungkin memiliki

frekuensi pelayanan yang tinggi, sehingga yang dikembangkan adalah halte-halte. Penataan


(26)

xxvi

rute angkutan umum dalam rangka meningkatkan distribusi pelayanan serta efisiensi

penggunaan jalan adalah sebagai berikut :

Memisahkan antara moda angkutan dalam kota dan luar kota.

Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal yang dapat mengangkut penumpang

dalam jumlah besar, yang beroperasi secara cepat, nyaman, aman, terjadwal dan

berfrekuensi tinggi pada koridor-koridor utama (jalur primer) berbasis rel atau jalan raya.

Dalam hal ini angkot diarahkan sebagai angkutan pengumpan (feeder) untuk moda

angkutan dengan hirarki yang lebih tinggi diteruskan kepada jalur jalur primer (trunk

route) yang dilayani oleh Kereta Api.

Pengembangan terminal untuk melayani pergerakan regional dengan membangun terminal

terpadu.

Pengembangan terminal angkutan barang terpadu di Kecamatan Muara 2 tepatnya di jalan

Line Pipa yang dilengkapi dengan pergudangan, perkantoran, pool kendaraan dan terpadu

dengan angkutan lanjutannya yaitu kereta api.

Penataan pelayanan angkutan paratransit yang berkualitas dan terpadu dengan pelayanan

angkutan umum lain. Angkutan paratransit ini merupakan angkutan umum yang tidak

mempunyai lintasan dan waktu pelayanan yang tetap. Termasuk dalam angkutan paratransit

adalah taksi, becak dan ojek. Sebagai kota jasa, maka kriteria minimum kelengkapan dan

pelayanan minimum bagi seluruh angkutan umum kota Lhokseumawe harus mengikuti

ketentuan yang berlaku.

II.5. Deskripsi Umum Proyek

Proyek ini berjudul Lhokseumawe Commuter & Central Station, secara bahasa dapat diartikan

sebagai berikut :

a.

Definisi Stasiun

Dalam kamus Oxford Dictionary Stasiun adalah Building, etc where service is

organized, stopping place for trains

1

Dalam kamus Bahasa Indonesia, stasiun adalah tempat menunggu bagi calon

penumpang kereta api/tempat pemberhentian kereta api

2

1 Oxford Dictionary 2

Kamu Bahasa Indonesia


(27)

xxvii

Menurut PT.Kereta Api Indonesia stasiun merupakan Tempat kereta api berhenti

dan berangkat bersilangan. Menyusul/disusul yang dikuasai oleh seseorang kepala

yang bertanggung jawab penuh atas urusan perjalanan kereta api

3

Sedangkan menurut Donalds. Berry, The technological of Urban Transportation

stasiun adalah suatu tempat dalam kota yang dipergunakan untuk mengakhiri atau

mengawali pergerakan alat angkutan umum, tempat berlangsungnya kegiatan

penumpang naik dan turun dari kenderaan dan tempat bongkar muat barang

.

4

Dapat disimpulkan pengertian stasiun adalah bangunan tempat perhentian kereta yang

didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan operasional dan pengelolaan bangunan serta

naik dan turun penumpang.

.

b.

Devinisi komuter

Berasal dari bahasa Inggris Commuter ; Dalam bahasa Indonesia juga disebut

Penglaju atau Penglajo.

Seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota tempat

tinggalnya setiap hari, biasanya dari tempat tinggal yang cukup jauh dari tempat

bekerjanya.

II.5.1 Lokasi Proyek

Lokasi site berada di kawasan Kota Lhokseumawe tepatnya berada di :

Provinsi

: Nanggroe Aceh Darussallam

Kabupaten

: Aceh Utara

Kota Madya

: Lhokseumawe

Kecamatan

: Muara Dua, Cunda

3 PT.KAI 4


(28)

xxviii

Gambar 2.4 Peta Lokasi Site - Lokasi site ditinjau berdasarkan dari Rencana Tata Ruang Kota Lhokseumawe

Lokasi Perancangan : Stasiun kereta api listrik Lhokseumawe dan sekitarnya. Luas : +- 4 Hektar

KOTA LHOKSEUMAWE

Jalan raya Medan-Banda aceh

Jalan masuk kota Lhokseumawe Jalan keluar kota

Lhokseumawe


(29)

xxix

Gambar 2.5 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Muara Dua Kota lhokseumawe

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Lhokseumawe

II.5.2 Tinjauan Umum Stasiun Kereta Api dan Insfrastruktur Transportasi pendukung II.5.2.1 Sejarah Stasiun Kereta Api Indonesia

Sejarah perkeretaapian di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jum'at tangga Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar

Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antar tanggal minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antar tahu

II.5.2.2 Kereta Api

Kereta api berskala regional adalah moda pengangkutan umum dengan menggunakan

pelayanan rel yang melayani perpindahan dari pusat kota dengan daerah sub urban dan

kota-kota komuter lainnya. Seperti namanya kereta ini dipergunakan untuk mengangkut

para penglaju atau commuter dari daerah-daerah tersebut setiap harinya. Kereta ini

Lokasi site tepat berada pada area rencana pusat perdagangan dan jasa


(30)

xxx

beroperasi dengan jadwal yang sudah ditentukan, dengan laju rata-rata mulai dari 50

sampai 200 km/jam (35 – 125 mph).

Perkembangan kereta api jenis ini tengah populer saat ini, seiring dengan terus

meningkatnya jumlah penduduk dan keterbatasan pemakaian bahan bakar, dan isu-isu

permasalahan lingkungan lainnya, serta meningkatnya angka kepemilikan mobil yang

akhirnya meningkatkan kebutuhkan area parkir.

Dibandingkan dengan rapid transit (subway), kereta ini memiliki frekuensi yang lebih

rendah, lebih kepada mengikuti jadwal dari pada interval. Kereta ini melayani area yang

lebih berkepadatan rendah, dan sering berbagi jalur dengan kereta antarkota atau kereta

barang. Terkadang dalam kondisi tertentu beberapa kereta melayani saat jam-jam sibuk.

Kereta ini memiliki gerbong dengan satu level dan dua level, dan ditujukan agar semua

penumpang mendapatkan tempat duduk. Biasanya kereta ini memiliki jangkauan antara 15

sampai 200 km (10 sampai 125 mil)

5

Infrastruktur

. Dari tabel 2.3 dibawah ini dapat dilihat spesifikasi

fisik Kereta Api.

Tabel 2.2 Karakteristik Fisik kereta api

Ukuran

Panjang kereta

20 sampai 26 meter

Lebar kereta

3,05 sampai 3,2 meter

Tinggi kereta single-level

4 meter

Tinggi kereta double-level

5 meter

Jumlah penumpang single-level

Lebih dari 128 kursi

Jumlah penumpang double-level

Lebih dari 175 kursi

Kapasitas berdiri

360 orang

Jumlah gerbong dalam kereta

1 sampai 12 gerbong

Laju kecepatan maksimal

80 mph (130 km/jam)

Kecepatan rata-rata

18-50 mph (30-75 km/jam)

Maksimum kurva rel :

Jalur utama

Jalur stasiun

Radius 174 meter

Radius 91 meter

Maksimum Kenaikan Rel :

Jalur utama

Jalur utama tergabung

Jalur dengan kebutuhan maksimal

Kenaikan 3%

Kenaikan 1%

Kenaikan 2%

Jarak senggang sepur

1,435 meter

Minimum lebar selubung

4 sampai 4,75 meter

5


(31)

xxxi

Minimum tinggi selubung

5,4 meter

Minimum tinggi selubung kereta barang 6,7 sampai

Berdasarkan jenis penggeraknya kereta ini dibagi atas dua macam, yaitu: 1). Penggerak dengan menggunakan motor tenaga diesel, dan 2). Berpenggerak tenaga listrik. Sedangkan berdasarkan jumlah kapasitas penumpang, kereta ini juga dibagi atas dua kategori, yakni: 1). Single level cars, dan 2).Bi-level cars, seperti yang terlihat pada Gambar 2.7 dibawah ini:


(32)

xxxii

Gambar 2.6 Single level cars dan Bi-level cars

Sumber: Ansaldobreda dari McGraw-Hill (2004)

II.5.2.3 Stasiun Kereta Api Bi-Level Cars


(33)

xxxiii

Stasiun merupakan bagian dari perkeretaapian yang memiliki peran penting dalam memberikan pelayanan kepada para pengguna jasa kereta api. Beberapa pengertian mengenai stasiun:

a. Stasiun adalah tempat untuk menaikan dan menurunkan penumpang, dimana penumpang dapat membeli karcis, menunggu kereta dan mengurus bagasinya. Di stasiun itu juga diadakan kesempatan untuk mengirim dan menerima barang kiriman, serta kesempatan untuk bersimpangan atau bersusulan dua kereta api atau lebih6

b. Stasiun adalah tempat akhir dan awal perjalanan kereta api, bukan merupakan tujuan atau awal perjalanan yang sebenarnya. Dari stasiun masih dibutuhkan moda angkutan lain untuk sampai ke tujuan akhir

.

7

Stasiun sendiri menurut Imam Subarkah (1981), memiliki jenisnya masing-masing, dengan rincian sebagai berikut:

.

a. Menurut bentuknya

1. Stasiun siku-siku, letak gedung stasiun adalah siku-siku dengan letak sepur-sepur yang berakhiran di stasiun tersebut.

2. Stasiun paralel, gedungnya sejajar dengan sepur-sepur dan merupakan stasiun pertemuan.

3. Stasiun pulau, posisi stasiun sejajar dengan sepur-sepur tetapi letaknya di tengah-tengah antara sepur.

4. Stasiun semenanjung, letak gedung stasiun pada sudut dua sepur yang bergandengan.

6 Subarkah, Imam, 1981 7

Warpani, Suwandjoko, 1990

Gambar 2.7 Stasiun siku-siku.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam

Subarkah, 1981.

Gambar 2.8 Stasiun paralel.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam

Subarkah, 1981.

Gambar 2.9 Stasiun pulau.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam

Subarkah, 1981.

Gambar 2.10 Stasiun semenanjung.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam


(34)

xxxiv

b. Menurut jangkauan pelayanan

1. Stasiun jarak dekat (Commuter Station).

2. Stasiun jarak sedang (Medium Distance Station). 3. Stasiun jarak Jauh (Long Distance Station).

c. Menurut letak

1. Stasiun akhiran, stasiun tempat kereta api mengakhiri perjalanan. 2. Stasiun antara, stasiun yang terletak pada jalan terusan.

3. Stasiun pertemuan, stasiun yang menghubungkan tiga jurusan. 4. Stasiun silang, stasiun terdapat pada dua jalur terusan.

d. Menurut ukuran

1. Stasiun kecil, disini biasanya kereta api ekspress tidak berhenti, hanya ada dua atau tiga rel kereta api.

2. Stasiun sedang, disinggahi kereta api ekspress, terdapat gudang barang dan melayani penumpang jarak jauh.

3. Stasiun besar, melayani pemberangkatan dan pemberhentian kereta yang banyak dari berbagai jenis perjalanan, fasilitasnya lengkap dengan sistem pengaturan yang sangat kompleks.

e. Menurut posisi

1. Ground level station, bangunan stasiun yang letaknya sejajar dengan platform/ peron diatas tanah.

2. Over track station, letak bangunan stasiunnya diatas platform/ peron.

Gambar 2.11 Stasiun kecil.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam

Subarkah, 1981.

Gambar 2.12 Stasiun sedang.

Sumber : Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.13 Stasiun besar.

Sumber: Jalan Kereta Api, Imam

Subarkah, 1981.

Gambar 2.14 Ground Level Station

Sumber : Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.


(35)

xxxv

3. Under track station, letak bangunan stasiunnya di bawah peron.

Sedangkan menurut PT. Kereta Api, stasiun digolongkan/ diklasifikasikan dalam beberapa kelas yang diputuskan oleh PT. Kereta Api Indonesia dengan mempertimbangkan nilai bobot stasiun. Penilaian bobot stasiun menggunakan rumus Point Method yang terdiri dari 10 faktor penilaian/ klasifikasi, yaitu :

1. Jumlah Personel.

2. Jumlah kereta api yang dilayani. 3. Jumlah kereta api yang berhenti. 4. Jumlah kereta api yang dilangsir. 5. Daerah tingkat kedudukan stasiun. 6. UPT lain disekitarnya.

7. Potensi angkutan. 8. Volume penumpang. 9. Volume barang. 10. Pendapatan stasiun.

Dengan menggunakan kriteria-kriteria di atas, stasiun kereta api dikelompokkan menjadi 4 kelas stasiun, yaitu :

1. Stasiun kelas besar. 2. Stasiun kelas 1. 3. Stasiun kelas 2. 4. Stasiun kelas 3.

Perubahan kelas suatu stasiun diputuskan oleh Dirut PT. Kereta Api (Persero) dengan memperhatikan penilaian di atas dan juga memperhatikan usulan-usulan yang disampaikan oleh pengelola stasiun serta wilayah dimana stasiun itu berada.

Gambar 2.15 Over Track Station

Sumber : Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.

Gambar 2.16 Under Track Station

Sumber : Jalan Kereta Api, Imam Subarkah, 1981.


(36)

xxxvi

II.5.2.4 Bus

Bus merupakan moda transportasi yang sudah sejak lama dikembangkaan. Memiliki banyak varian dalam pengembangannya. menurut ukurannya, bus memiliki beberapa varian, seperti yang terlihat pada Gambar 2.10 di bawah ini:

Gambar 2.17 Ragam Ukuran Berbagai Jenis Bus

Sumber: Neoplan USA Coorporation dari Urban Transportation System

Dan berikut ini spesifikasi fisik bus yang ada (lihat Tabel 2.4):


(37)

xxxvii

Sumber: Neoplan USA Corporation dari Urban Transportation System II.5.2.5 Taksi

Taksi merupakan moda transportasi kota yang patut diperhitungkan karena memiliki kebebasan dalam menentukan jalur pelayanan, dan tidak terjadwal. Sehingga harus tersedia ruang untuk dapat mengakomodasi moda in, seperti halnya halte.

II.5.2.6 Pedestrian

Pelayanan terhadap pejalan kaki menjadi suatu keharusan bagi sebuah pelayanan yang berada di kawasan pusat kota. Konsep TOD8

Menurut Kevin Lynch (1977)

(Transit Oriented Development), yang mewajibkan tersedianya sarana pedestrian untuk pejalan kaki yang nyaman dalam radius 0,4 – 0.8 km dari pusat transportasi, harus teraplikasi pada proyek ini

II.5.3 Keberadaan Stasiun Bagi Kota

Keberadaan stasiun disebuah kota cukup penting. Stasiun menjadi sebuah gerbang bagi sebuah kota, pada kasus ini stasiun menjadi gerbang dari suatu daerah didalam kota. Biasanya sebuah daerah, stasiun diletakkan pada titik-titik strategis, agar orang mudah mencarinya dan dekat untuk tujuan didaerah tersebut.

9

1.

Path (jalur), adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Path merupakan

rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan

secara umum, yaitu jalan, gang, rel kereta, saluran dan sebagainya.

citra kota dibagi dalam lima elemen, namun dalam kasus ini elemen yang dipakai adalah :

2.

Node (Simpul), merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dimana arah atau

aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah kearah atau aktivitas lain, misalnya

persimpangan, stasiun, lapangan terbang, jembatan, pasar, dan lain-lain. Node

8 Sumber: Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (2008), (Dokumen 03) Kebijakan Terkait Desain Tata Ruang Kawasan Pusat Kota Medan

9


(38)

xxxviii

memiliki identitas yang lebih baik apabila memiliki bentuk yang jelas, serta berbeda

dari lingkungannya.

3.

Landmark (tengaran), merupakan titik referensi seperti elemen node. Landmark

merupakan elemen eksternal dengan bentuk visual yang menonjol dari kota, misalnya

gedung tinggi, menara, terminal, tempat ibadah, stasiun, dan sebagainya. Landmark

adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang mengenali suatu

daerah.

Dapat disimpulkan, stasiun dikota sesuai dengan tingkat kepentingan akan fungsi, bentuk, makna, dan ruang harus mempunyai keutamaan sebagai node kota dan juga Landmark sebuah kota. Keutamaan ini ditandai dengan aksesbilitas yang mudah, orientasi yang jelas berupa jalur transportasi, ruang pengantar yang memadai berupa ruang terbuka, terminal, parkir, pedestrian dari bangunan utama, dan sebagainya sehingga menjadi bangunan yang terpadu dengan fasilitas kota.

II.5.4 Studi Banding Proyek Sejenis

Berikut beberapa studi banding bangunan dengan fungsi sejenis. proyek-proyek sejenis ini dapat diambil sebagai bahan pembelajaran, baik itu tipologi maupun penerapan konsep-konsep arsitekturnya. Studi banding tersebut antara lain:

1.

Wuhan Train Station

Wuhan Train Station merupakan sebuah stasiun yang berada di wilayah selatan china dan baru selesai pengerjaannya saat ini lihat Gambar 2.26. Berikut rincianya:

Nama Proyek : Wuhan Train Station

Lokasi : Wuhan, Hubei, China

Status : Selesai, September 2008

Site area : 30 hektar

Luas lantai (Gross floor area) : 355.000 m2 Ketinggian bangunan : 58,5 m

Klien / Pemilik : Wuhan-Guangzhou Passenger Special Line Co., Ltd

Architecture Firm : The Fourth Survey & Design Institute of China Railways, AREP Principal Architects : Sheng Hui, Liu Yunqiang

Main Contractor : China State Construction and Engineering Corp., China Railways 17th Bureau (Group) Co., Ltd

Mechanical & Electrical Engineers : Hu Shiqiang, Qin Ling Civil & Structural Engineer : Tao Yong, Shi Di

Interior Designers : Zhang Yie, Gu Jianying, Ji Mian


(39)

xxxix

Gambar 2.18 Wuhan Train Station Entrance

Sumber: FUTURARC,November 2007

Rancangan stasiun kereta api Wuhan mengikutsertakan budaya dan sejarah lokal serta mempertimbangkan kondisi iklim lokal, hal tersebut merepresentasikan trend di Cina yang melihat melihat lingkungan sekitarnya sebagai inspirasi untuk arsitektur bangunan publik yang berskala besar.

Terletak pada lahan hijau, stasiun ini dikelilingi oleh desa-desa, kolam-kolam ikan dan beberapa pabrik. Dengan sungai Yang Chun dan Sungai Timur pada bagian utara dan selatan, keseluruhan lahan akan menjadi batu permata bagi pembangunan sebuah kota baru di Wuhan, stasiun ini berfungsi sebagai pusat transportasi dan pusat perhatian. Stasiun ini terletak dimana sumbu pembangunan Wuhan dan jalur kereta api menyatu, menghadap ke kota pada sebelah barat dan jalur ekspres pada sebelah timur. Dalam menghubungkan dua danau yang ada, stasiun ini mengintegrasi pemandangan danau dan penghijauan pada keseluruhan denahnya. Keterhubungan dengan transportasi merupakan fokus stasiun bagian timur : sebuah plaza akan dibangun untuk menciptakan sebuah zona buffer antara stasiun dan jalur ekspres dan taman industri pada bagian lainnya.

Gambar 2.19 Site plan dan floor plan

Sumber: FUTURARC,November 2007

Dengan mengambil ide rancangan dari sejarah dan budaya Wuhan, atap berbentang lebar yang merupakan fitur visual yang paling kuat pada struktur yang besar ini memiliki banyak arti. Pertama, atap ini


(40)

xl

menggambarkan seekor bangau kuning : sebuah referensi untuk Yellow Crane Tower (menara bangau kuning), salah satu landmark Wuhan yang paling penting dan merupakan salah satu legenda lokal Wuhan serta sebuah puisi yang terkenal pada zaman dinasti Tang. Dari kejauhan, rancangan atap yang masif ini dirancang tampak seperti seekor burung yang membentangkan sayapnya, dengan atap transparan dan arch raksasa yang menyimbolkan bulu-bulu burung. Pada siang hari, cahaya matahari masuk ke bagian dalam bangunan melalui ruang-ruang antara arch, sedangkan pada malam hari bangunan ini bersinar seperti lampion kertas. Bentuk atap yang bergelombang ini juga merepresentasikan tujuan Wuhan sebagai ibukota dari “provinsi dengan seribu danau”. Terakhir, siluet atap bangunan ini mengingatkan kita pada struktur sebuah pagoda.

Atap bangunan ini terdiri dari arch utama dengan ukuran lebar 116 meter, dan tinggi 49 meter serta empat arch sekunder pada kedua sisi-nya. Kubah lobi utama dan kanopi atap peron terbuat dari piringan polycarbonate dan tabung-tabung perforated aluminium. Tabung-tabung tersebut menyediakan peneduh cahaya matahari, pada saat yang sama lubang-lubang yang ada pada tabung tersebut juga mendifusikan cahaya alami ke lobi utama, ruang-ruang tunggu, peron-peron, dan lantai dasar. Piringan-piringan poycarbonate memberikan penambahan jumlah peneduh ketika sinar sinar matahari bergerak dari bagian sayap bangunan ke arch utama yang menciptakan sebuah permainan cahaya dan bayangan sambil membatasi panas yang didapatkan ruang dalam bangunan. Keseluruhan arch bangunan ini menghalangi sinar matahari ke dinding pada bagian utara dan selatan stasiun. Lihat pada Gambar 2.28.

Gambar 2.20 Central Lobby

Sumber: FUTURARC,November 2007

Ventilasi pasif disediakan untuk kepentingan mekanis untuk menyediakan udara segar yang banyak pada bangunan ini. Sistem pengkondisian udara menyediakan udara segar ke bagian bangunan yang lebih rendah, dimana kerumunan berkumpul; kereta api yang bergerak melalui stasiun membantu untuk menyediakan pergerakan udara. Udara yang lebih hangat dan tercemar yang dihasilkan oleh lokomotif bertenaga diesel naik ke bagian atas bangunan untuk dibuang melalui sistem ventilasi.

Stasiun Wuhan menginovasi sirkulasi penumpang dengan menggabungkan sistam “waiting and boarding” (tunggu dan berangkat) yang tradisional dengan sistem transit “pass-through”. Ketika memasuki lobi utama, penumpang dapat memilih untuk menunggu di ruang tunggu atau pergi langsung ke “green express line” (jalur ekspres hijau) yang langsung menuju peron. Untuk meningkatkan hubungan dengan daerah Wuhan


(41)

xli

lainnya, stasiun dan jalur kereta api dinaikkan. Ruang di bawahnya digunakan untuk parkir kendaraan publik dan menyediakan akses ke stasiun kereta api bawah tanah, taxi, bus kota dan bus jarak jauh tanpa meninggalkan stasiun. Kantor, penginapan dan fasilitas-fasilitas hiburan akan dibangun di sekitar stasiun kereta untuk menguatkan posisi bangunan ini sebagai pusat dari pembangunan kota baru Wuhan.

Kesimpulan:

Pembangunan sebuah proyek yang berada di pusat pengembangan kota, menghadirkan berbagai makna terhadap pengaplikasian desain arsitekturnya, menanggapi kondisi site yang diapit danau dan persawahan. Menanggapi budaya dan kearifan lokal sehingga tidak menghadirkan bangunan ‘alien’ yang nyentrik.

Selain itu bangunan ini memanfaatkan struktur atap bentang lebarnya sebagai pembentuk bayangan dan ventilasi alami.

2.

Lyon-Satolas TGV Station, Perancis

Lyon-Satolas station merupakan stasiun kereta super cepat TGV (Train a Grande Vitesse) sekaligus bandara internasional di kota Lyon, Perancis (Gambar 2.29). Salah satu karya arsitek kenamaan Santiago Calatrava, dengan luasan 495 x 60 m2.

Gambar 2.21 TGV Station

Sumber: Dari world wide web http//.arcspace.com

Calatarava terinspirasi oleh sebuah model seperti burung, dengan kaca-kacanya yang menyerupai sayap burung dan baja, di hall utamanya penuh muatan ekspresi gaya-gaya tarik, dan tekan. Namun bentuk ini ditentang oleh ahli yang berpendapat perluanya ekonomisasi unsur struktur.

Walaupun demikian kekuatan ekspresi kekuatan ekspresi Lyon membuat fasilitas ini menjadi atraksi pariwisata tersendiri. Calatarava memiliki karakter tersendiri menegenai desain yang ia buat, kemampuannya menyatukan seni mematung dengan prinsip-prinsip struktur fisika bangunan, membuat bangunan yang didesainnya memiliki karakter yang kuat, sehingga memiliki ekspresi tersendiri bagi orang yang melihat dan menggunakannya.


(42)

xlii

Gambar 2.22 Fasade seperti sayap burung

Sumber: Dari world wide web http//.arcspace.com

Kedalaman lipatan yang mirip kepak sayap (lihat Gambar 2.30) memperkokoh kehadiran empat busur pendukung yang terlihat amat ringan. Busur-busur itu mencembung tepat di pangkal “pinggang” beton tunggal (lihat Gambar 2.31-2.32), yang membentangi bantalan jalur KA di bawahnya. Sementara itu, rusuk-rusuk baja memperkuat dinding-dinding jendela yang dibuat vertical berukuran raksasa.

Gambar 2.23 Interior dengan pencahayaan alami


(43)

xliii

Gambar 2.24 Akses dan interior

Sumber: Dari world wide web http//.arcspace.com

Arus sirkulasi pada bangunan ini sangat sederhana. Dari peron kedatangan kereta api, penumpang bergerak naik ke hall utama. Di sini kita bebas memilih keluar menuju tempat parker atau naik ke lantai mezanin dan berjalan menuju terminal bandara. Memasuki hall utama akan terlihat mezanin yang menghubungkan stasiun dengan bandara. Kesan kombinasi unsur yang berkesan ringan dan mengalir pada atap lengkung dilapisi beton tuang di tempat yang membentangi level jalur tiga trave. Dari hall utama penumpang bergerak tepat di bawah titik pusat atap lengkung lipat untuk mencapai escalator menuju peron. Pergantian dari beton pada bagian bawah ke baja pada bagian atas merupakan hal yang sangat kompleks hingga pas satu dengan yang lain.

Peran arsitektur yang logis dan lugas sangat tercermin dalam karaya Calatrava ini. Arsitektur yang dimengertinya bukan merupakan sekadar estetika tinggi, namun logika yang melekat pada tektonis konstruksinya, serta material yang mewujudkannya. Sikap arsitektur seperti ini sama tuanya dengan usia pyramid di Mesir; selalu memiliki prinsip dasar The Art of Building. Tetapi dalam menginterpretasikannya Calatrava bekerja dengan beton, baja dan kaca, namun seperti kata orang Mesir, kita tidak mempunyai komponen-komponen itu dan membiarkan cahaya menyinarinya.

Dalam mendesain stasiun-bandara ini, Calatrava mempercayai pemahaman berarsitektur yang serupa dengan Frank Lloyd Wright dan Mies Van de Rohe. Ketepatan dalam menggunakan material dan kekagumannya terhadap teknologi kunci puitisasi pada karyanya. Teknik dan arsitektur yang menyuguhkan The Art of Construction.

Gambar 2.25 Logika Tektonika Konstruksi

Sumber: Dari world wide web http.arcspace.com

Pendekatan yang dilakukannya merupakan sintesa artistic dan pragmatic, sehingga ia mengibaratkan arsitektur sebagai lukisan atau patung. Transformasi dari sesuatu yang Nampak dangkal dipermukaan menjadi


(44)

xliv

sebuah karya seni bernilai tinggi. Filosofi ini mendasari upaya memasukkan karya arsitektur kedalam warisan budaya.

Kalau manusia menghargai sebuah lukisan sebagai penyangga dan penerus pesan budaya dari waktu ke waktu, demikian halnya pada staiun-bandara ini. Bahkan jika manusia tidak peduli terhadap lingkungannya, infrastruktur itu kelak mempengaruhi dan membentuk mereka.

Kesimpulan:

Penerapan desain yang ekspresionis dan fungsional, menjadi karakter bagi bangunan yang diarsiteki oleh Santiago Calatrava. Bentuk-bentuk yang diinspirasi oleh alam, membuat bangunan ini tampil monumental, dan tak hanya bentuk, penggunaan elemen-elemen estetis yang ikut menambahkan keberlanjutan dalam desainnya. Bentukan yang ekpressionis bersatu dengan logika tektonik menciptakan ruang yang monumental.

3.

Stasiun KL Sentral, Kuala Lumpur, Malaysia

Stasiun Sentral Kuala Lumpur, atau biasa dikenal dengan Kl Sentral adalah stasiun kereta api terbesar di Kuala Lumpur, yang didisain sebagai pusat transportasi. Dibangun untuk dapat mengakomodasi perpindahan antara bus dengan KA. Ditandai sebagai pusat utama basis transportasi bermoda rel Kuala Lumpur, dan juga sebagai titik transisi kereta api antar lintas wilayah yang melayani sepenanjung Malaysia dan Singapura.

Gambar 2.26 KL Sentral Station

Sumber: Dari world wide web http//.lcct.com.my

Di dalamnya terdapat retail-retail dan outlet makanan atau food court, didisain untuk dapat mengakomodasi 50 juta penumpang dalam setahun dan akan meningkat 100 juta penumpang di tahun 2020 mendatang.


(45)

xlv

Gambar 2.27 Floor Plan KL Sentral Station

Sumber: Dari world wide web http//.lcct.com.my

KL Sentral juga melayani Skybus yang melayani penumpang yang akan langsung dari dan menuju bandara Low Cost Carrier Terminal (LCCT) KLIA.

KL Sentral dibangun dengan mengakomodasi enam jaringan rel yang selesai Desember tahun 2000 lalu sedangkan kereta, retail serta food court nya mulai beroperasi pada April 2001. Terbentang diatas lahan seluas 9,5 are, bangunan utamanya memiliki luas 500 ribu m2 dan spesifikasinya berdasarkan pada proyeksi penumpang di masa mendatang hingga 2020, yang mana Malysia dicita-citakan menjadi Negara yang sepenuhnya berkembang.

Bangunan ini juga berusaha menerapkan konsep keberlanjutan dalam desainnya dengan tetap mengupayakan pencahayaan dan penghawaan alami. Karena bangunan ini menaungi ratusan ribu orang setiap harinya, sehingga harus dapat menciptakan kenyamanan tanpa harus menghabiskan energi.

KL Sentral dibagi menjadi beberapa seksi dengan pelayanan jalur rel yang berebeda-beda:

Lantai 1 Transit Concourse (Hall utama umum) yang ditujukan sebagai tempat bagi para penumpang dan calon penumpang yang akan menggunakan KTM Komuter, KLIA Transit dan Kelana Jaya Line yang dikenal juga sebagai kereta ringan cepat (LRT).

Lantai 2 Transit Concourse yang ditujukan sebagai tempat bagi para penumpang dan calon penumpang yang akan menggunakan layanan kereta antar lintas semenanjung KTM Intercity Train.

• KL City Air Terminal (KL CAT) pada lantai satu yang melayani KLIA Ekspres, jereta berkecepatan tinggi yang langsung menuju Kuala Lumpur International Airport (KLIA).

Tersembunyi dari jangkauan umum KL Sentral juga memiliki fasilitas sebagai depot perawatan KTM (Kereta Tanah Melayu) dibagian bawahnya. KL Sentral sudah memfasilitasi kelengkapan stasiunnya dengan


(46)

xlvi

menggunakan Touch ‘n Go Card atau tiket sekali pakai dibeli dan kemudian dikembalikan lagi setelah sampai tujuan.

Kesimpulan:

KL Sentral dibangun untuk dapat mengakomodasi perpindahan antara bus dengan KA, melayani puluhan ribu orang setiap harinya, namun tetap menghadirkan kenyamanan ditengah cepatnya aktivitas manusia. Tersembunyi dari jangkauan umum KL Sentral juga memiliki fasilitas sebagai depot perawatan KTM (Kereta Tanah Melayu) dibagian bawahnya. KL Sentral sudah memfasilitasi kelengkapan stasiunnya dengan menggunakan Touch ‘n Go Card atau tiket sekali pakai dibeli dan kemudian dikembalikan lagi setelah sampai tujuan.

4.

Kashiwanoha-Campus Station

Terletak di kashiwashi, Jepang. Stasiun ini dirancang dengan sentuhan modern futuristik, dengan garis-garis horizontal yang mendominasi tampaknya (lihat Gambar 2.36). Dan berikut ini rincianya:

Gambar 2.28 Kashiwanoha-Campus Station

Sumber: FUTURARC,November 2007

Data Proyek :

Nama Proyek : Kashiwanoha-Campus Station

Lokasi : Kashiwa-shi, Japan

Status : Selesai, 2005

Site area : 1.953 m2

Luas lantai (Gross floor area) : 3.748 m2 Ketinggian bangunan : 16,45 m

Klien / Pemilik : Japan Railway Construction, Transport and Technology Agency Architecture Firm : Makoto Sei Watanabe / Architects’ Office

Principal Architects : Makoto Sei Watanabe Main Contractor : Kajima Corporation


(47)

xlvii

Fasade Kaswhiwanoha-campus station yang horizontal dan berlipat di sepanjang jalur kereta komuter Tsukuba Express Tokyo menggambarkan interaksi pemodelan dengan komputer dan design arsitektural.

Selimut bangunan stasiun ini memiliki penampilan seperti kain yang terlipat secara horozontal yang diiris dengan bukaan panjang dan sejajar dengan lipatan bangunan. Arsitek Makoto Sei Watanabe memasukann kesan “mengalir” ke dalam fasade bangunan dan menggabungkan sketsa yang ia buat sendiri dan algoritma komputer menjadi pola fasade tersebut. Ia membuat beberapa sketsa dan memasukkannya ke dalam program komputer yang kemudian menggambarkan maksud perancang dan menghasilkan gambar tambahan. Ia mengulangi proses tersebut sampai ia puas dengan hasilnya – sebuah fasade yang menggambarkan aliran yang berlapis dan bergelora secara bersamaan. Penggabungan alam dan ilmu pengetahuan ke dalam konsep design sesuai dengan lokasi stasiun ini karena stasiun ini melayani dua universitas yang terkenal dengan riset ilmu pengetahuan alam nya.

Fasade sebelah barat stasiun ini terbuat dari panel glass-fibre reinforced concrete (GRC) (satu panel GRC berukuran1,8 meter kali 5 meter; fasade sebelah barat membutuhkan 182 panel) sedangkan fasade sebelah timur ditutupi oleh extrusion-moulded cement panel (panel semen cetak), lihat pada Gambar 2.37. Untuk meminimalkan kebutuhan perawatan, kedua fasade ini dilapis dengan lapisan yang dapat membersihkan sendiri. Panel-panel tersebut, yang melekat pada pilar-pilar, berfungsi sebagai dinding luar dan dalam.

Gambar 2.29 Dinding Kashiwanoha-Campus Station

Sumber: FUTURARC,November 2007

Selimut bangunan stasiun ini adalah sebuah kesatuan yang terpisah dari struktur pendukung teknis nya – struktur utama peron stasiun dibangun di atas pendukung yang dinaikkan, baru kemudian ditutupi fasade. Hal ini membuat bentuk arsitektural bangunan ini bebas dari elemen teknis sehingga menjaga integrasi struktur peron nya dan mengurangi waktu dan biaya konstruksi serta memungkinkan adanya fleksibilitas design yang lebih banyak.

Eksterior dan aula stasiun ini berwarna putih untuk menggambarkan kesederhanaan dan ketenangan. stasiun yang berwarna merah dan biru ini merepresentasikan keamanan dan energi. Penanda pada stasiun dirancang dengan warna latar biru untuk keberangkatan dan warna latar kuning untuk ketibaan.


(48)

xlviii

Gambar 2.30 Interior Kashiwanoha-Campus Station

Sumber: FUTURARC,November 2007

Hukum di Jepang mewajibkan operator kereta api untuk memastikan bahwa jalur kereta api memperhatikan pengembangan jalan, taman, rumah dan fasilitas urban lainnya pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu, pemerintah kota Kashiwa, penduduk lokal, arsitek dan pengembang bertemu berulang kali untuk membuat sebuah solusi yang sesuai dengan kebutuhan semua orang. Kesimpulannya adalah bahwa kota itu sendiri harus beroperasi seperti sebuah kampus universitas. Pada lingkungan ini, stasiun ini bukan hanya sebuah fasilitas transportasi tetapi sebuah ruang komunitas dengan café, galeri, dan fasilitas publik lainnya.

Kesimpulan:

Penggabungan metode perancangan arsitektur dengan komputerisasi dan sketsa menghasilkan rancangan yang sangat detail dan unik. Fasade bangunan yang memiliki kesan “mengalir” membuat bangunan ini menjadi salah satu ciri khas bangunan ini. Pemakaian material dan struktur selimut bangunan yang berbeda dengan struktur bangunan utama memudahkan dalam pembangunan dan maintenance. Walaupun fungsi utama stasiun ini melayani area kampus, pengaturan dan pengembangannya merupakan hasil kerja sama dari penduduk sekitarnya.

5.

Fujian Transportation Hub

Fujian Transportation Hub bertujuan untuk menjadi sebuah ruang transportasi yang mudah digunakan, efisen, dapat diakses serta menggunakan metode design sustainable. Secara visual struktur stasiun ini terlihat seperti tiga buah kereta cepat yang berhenti secara bersamaan, yang menyimbolkan transisi dari sebuah keadaan yang dinamis ke statis. Lihat pada Gambar 2.39. Berikut ini data dan rincianya :

Nama Proyek : Fujian Transportation Hub

Lokasi : Fujian District, Shenzen, China

Status : Selesai, Juli 2007

Site area : 26.000 m2


(49)

xlix

Ketinggian bangunan : 27 m

Jumlah lantai : 4 (di atas tanah) dan 1 (bawah tanah) Klien / Pemilik : Shenzhen Transportation Bureau

Architecture Firm : Shenzhen Municipal Engineering Design Institute (Zhanglei Studio) Principal Architects : Zhang Lei

Arsitek : Cai Xuixing, Chen Huifen

Main Contractor : CSCEC-Paul. Y Construction Co., Ltd Civil & Structural Engineer : Li Chenjun, Su Jing

Gambar 2.31 Fujian Transportation Hub

Sumber: FUTURARC,November 2007

Pusat transportasi yang menampung kereta bawah tanah, bus, dan taksi ini terletak di bagian barat kawasan Futian, Shenzhen. Pusat transportasi ini terhubung dengan baik ke jalur ekspres dan jalan-jalan utama. Dengan tujuan untuk mengurangi kepadatan pada stasiun penumpang yang telah ada, pusat transportasi ini akan memiliki 52 titik keberangkatan bus jarak jauh dan 500 buah tempat parkir. Lalu lintas yang diantisipasi pusat transportasi ini adalah 10.000 penumpang kereta bawah tanah per jam dan 4600 bus kota serta 2000 bus jarak jauh setiap harinya.

Dalam mengembangkan proyek ini, tim design berhadapan dengan beberapa tantangan yang berhubungan dengan lingkungan. Sebelumnya, cagar alam Hongshulin menempati area sebelah selatan pusat transportasi ini; cagar alam ini hilang karena pembangunan urban. Akantetapi nama stasiun bawah tanah – Zhuzilin, atau hutan bambu – memberikan gambaran taman alami kepada penduduk lokal. Perancang telah bekerja untuk memperbaharui lingkungan ekologis dengan membatasi ketinggian bangunan menjadi 24 meter dan menggunakan bambu untuk lansekap.


(50)

l

Gambar 2.32 Site Plan dan Floor Plan Level 1

Sumber: FUTURARC,November 2007

Dengan sebuah jejak kaki yang berbentuk permata, pusat transportasi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Ruang tunggu yang terletak di ujung selatan; ruang transfer dan kantor yang terletak di ujung utara; serta area transisi yang terletak diantaranya.

Karena Shenzhen memiliki sinar matahari dan curah hujan yang banyak, fasade utama bangunan ini menggunakan kaca besar yang beremisi rendah untuk memaksimalkan pencahayaan alami serta mengurangi panas yang didapatkan. Ruang tunggu dibuat terbuka untuk penghawaan alami. Sebuah teras dengan panjang 200 meter dan lebar 15 meter pada area transisi memberikan udara ke ruang peron dan mengeluarkan udara kotor dari stasiun.

Gambar 2.33 Interior Fujian Transportation Hub

Sumber: FUTURARC,November 2007

Fasade ruang tunggu terbuat dari beton tak bertulang dengan finishing self-cleaning urethane coating; fasade ruang transfer merupakan sebuah kombinasi kaca beremisi rendah dan polyvinylidene (PVDF) dan solar panel; fasade bagian timur dan barat memiliki panel perforated untuk menimbulkan kesan elegan dan menyaring sinar langsung matahari. Solar panel pada fasade akan memberikan daya pada lampu LED untuk penerangan malam hari. Pelindung sinar matahari secara otomatis akan bereaksi terhadap jalur matahari untuk mengurangi panas yang diterima. Metode dan teknologi design sustainable lainnya yang digunakan adalah jendela aluminium yang terinsulasi, pelindung matahari internal pada bagian atas ruang tunggu, lansekap pada atap, dan sistem pergantian air bersih.


(51)

li

Mengingat ketrampilan negara Singapura akan pembangunan jaringan transportasi untuk mendukung pengembangan urban-nya, tidak mengherankan bahwa pengembangan Marina Bay, sebuah area luas berupa lahan reklamasi yang melingkar di sekeliling bagian dalam teluk dari pusat kota sekarang ini, yang masih dalam proses pengembangan sampai saat ini telah dihubungkan dengan sistem transportasi kota Singapura.

Gambar 2.34 Landmark Station Entrance

Sumber: FUTURARC,November 2007

Berikut data dan rincianya :

Nama Proyek : Bayfront and Landmark Stations, Downtown Line

Lokasi : Singapore

Status : Pengembangan design, diharapkan selesai 2012 Klien / Pemilik : Land Transport Authority

Architecture Firm : Aedas Pte Ltd Principal Architects : Jeremy Aloysius

Engineering Firm : Maunsell Consultants (Singapore) Pte Ltd

Foto : Aedas Pte Ltd

Fase pertama dari Downtown Line yang akan datang ini adalah sebuah koneksi antara Circular Line (dalam proses pembangunan) dan North-East Line sepanjang 3-4 kilometer dengan empat pemberhentian. Jalur ini akan melewati daerah pengembangan Marina Bay, yang meliputi sebuah kawasan bisnis dan keuangan yang baru, retail, ruang komersil dan hiburan, serta resor Marina Bay yang berintegrasi pasir atau MBSIR (Marina Bay Sands Integrated Resort).

Pada saat ini dua dari stasiun-stasiun tersebut – sementara disebut dengan Bayfront dan Landmark – sedang dirancang oleh Aedas perwakilan Singapura, sebuah peusahaan design internasional yang terkenal dengan kepiawaiannya dalam arsitektur rel.


(52)

lii

Stasiun Bayfront akan terletak di bawah Bayfront Avenue untuk kemudahan akses ke resor yang terintegrasi; stasiun Landmark akan terletak di bawah Central Boulevard untuk orang yang akan bepergian ke kawasan bisnis dan keuangan yang baru.

Oleh karena infrastruktur juga dikembangkan secara bersamaan dengan keseluruhan pembangunan ini, kedua stasiun tesebut akan terintegrasi secara penuh dengan pabrik urban dan jalur penghubung ke pembangunan-pembangunan yang telah direncanakan pada area sekitar. Kedua stasiun tersebut juga akan menjadi bagian dari jaringan pedestrian bawah tanah kota Singapura yang merupakan sebuah rangkaian jalur lintas bawah tanah yang menghubungkan bangunan-bangunan dan jaringan transportasi.

Selagi memastikan kenyamanan pengguna, tingkatan integrasi yang dibutuhkan kedua stasiun tersebut mengurangi kesempatan untuk menggunakan entrance sebagai idenditas arsitektur. Akantetapi, Aedas menanggapinya dengan membuat sebuah idenditas dan menciptakan perasaan kedatangan melalui ruang-ruang interior bawah tanah. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan pencahayaan alami untuk menerangi stasiun bawah tanah yang biasanya berkesan gelap.

Pada stasiun Landmark, salah satu akses masuk utama akan melewati sebuah foyer yang luas yang terletak antara stasiun landmark sendiri dan retail bawah tanah pusat keuangan Marina Bay atau MBFC (Marina Bay Financial Centre). Dua struktur kaca di atas tanah yang terdapat pada MBFC akan berfungsi sebagai untuk membawa penumpang dan pencahayaan alami ke foyer. Skylight yang diletakkan secara strategis pada trotoar di atas juga menambah cahaya ke dalam stasiun.

Fitur design lainnya yang menarik dari Stasiun Landmark adalah elemen kereta/transportasi. Pengguna stasiun dapat melihat kereta mendekat dari hampir semua sudut stasiun yang menambahkan pergerakan dan animasi pada ruang. Orientasi linear stasiun Bayfront menimbulkan dua node yang berbeda pada kedua ujung aula. Pada ujung utara-barat, sebuah ruang bulat yang besar, yang memiliki skylight yang besar dan berada di luar ambang tiket, menandakan pemusatan berbagai jalur ke stasiun dan menciptakan sebuak titik pertemuan untuk stasiun dan resor yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengaburkan batas antara stasiun ini dengan MBSIR. Foyer pada ujung selatan-barat akan mendapatkan arti pentingnya ketika hubungan dengan area-area yang berdekatan dibangun.

Untuk kedua stasiun ini, Aedas telah merancang aula terbuka untuk memfasilitasi pencarian arah; void-void antara lantai-lantai stasiun memaksimalkan keterbukaan untuk mencari arah dengan insting dan meminimalkan ketergantungan kepada signage. Kedua stasiun ini masih berada dalam tahap pengembangan perancangan dan diharapkan dapat selesai pada tahun 2012.

Berikut ini kesimpulan secara keseluruhan:

Tabel 2.4 Kesimpulan studi banding Proyek Sejenis


(53)

liii

1. Wuhan Train Station Alam sebagai inspirasi untuk arsitektur bangunan publik yang berskala besar.

Bentang lebar lahan hijau, dikelilingi oleh desa-desa, kolam-kolam ikan dan beberapa pabrik. Serta dibatasi oleh dua buah sungai

2. Stesen KL Sentral Sustainable Bentang lebar -

3. Lyon-Satolas TGV Station

Sintesa artistik dan pragmatis

Menggunakan beton, baja dan kaca.

-

4. Kuningan Central Station

Tropis Beton dan Baja ringan Pusat keramaian kota, dikelilingi bangunan-bangunan tinggi 5. Kashiwanoha-Campus

Station Gabungan komputerisasi dan sketsa Adanya pemisahan struktur utama bangunan dan selimut bangunan

Berada di wilayah kampus

6. Fujian Transportation Hub

Sustainable Bentang lebar Berada di wilayah bekas cagar alam, banyak terdapat tanaman bambu di sekitarnya

7. Bayfront and Landmark Stations

TOD grid Berada di pusat

pengembangan daerah baru, dikelilingi oleh fasilitas-fasilitas penginapan dan bisnis Kesimpulan akhir:

Perancangan bangunan stasiun biasanya ditempatkan pada daerah pusat kota dan pusat pengembangan. Pendekatan yang dilakukan dalam merancang bangunan stasiun biasanya disesuaikan dengan lingkungan tempat stasiun tersebut dibangun dengan menggunakan teknologi canggih. bangunan stasiun pada umumnya berbentang lebar untuk menutupi peron-peron dan concourse yang berukuran besar. Bangunan stasiun dewasa ini juga tidak hanya menunjang satu moda transportasi saja melainkan menunjang beberapa moda transportasi lainnya yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tempat tujuan.

Sumber: Hasil olah data primer, 20

II.5.5 Data Pendukung desain terhadap Debit air dan sumur resapan Penyaluran Air hujan dan Sumur resapan (ground water tank)

Untuk menentukan debit air hujan yang perlu ditampung dalam saluran dan sumur resapan (ground water tank), secra rinci dapat digunakan rumus :


(1)

(2)

cxxvi VI.20 Detail Arsitektur


(3)

(4)

(5)

(6)

cxxx

DAFTAR PUSTAKA

De Chiara.Joseph,and John Calender.1981.Time Saver Standart for Building

Types.Mcgraw Hill Book Company.New York.

Vyzoviti, Sophia. (2003). Folding architecture: Spatial, structural, and organizational diagrams

• Neufert, Ernst dan Sjamsu Amril, (1995), Data Arsitek, Jilid 2 Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

• Neufert, Ernst dan Sunarto Tjahjadi, (1997), Data Arsitek, Jilid 1 Edisi 33, Penerbit Erlangga, Jakarta.

• Donalds. Berry, The technological of Urban Transportation

Snyder, James C.& Catanese, Anthony J. (1989) Pengantar Arsitektur, Jakarta:

Erlangga,

WJS Poerwadarminta, (1976) Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka.

Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (2008), (Dokumen

04) Data-data Pendukung Desain Tata Ruang Kawasan Pusat Kota Mebidang.

• Badan Pusat Statistik Medan (2006) Medan Dalam Angka

• Dyah esti S “studi folding, origami dan topologi” Arsitektur.net